Hasil Analisis SWOT

M. Hasil Analisis SWOT

1. Kekuatan Kekuatan yang harus diperhitungkan dengan cermat dalam pengimplementasian kebijakan pemerintah mengenai PAUD ini ada beberapa hal seperti berikut ini.

a. Secara realitas, jauh hari sebelum kebijakan pemerintah tentang PAUD itu hadir sebagai sub-struktur pemerintah, dalam masyarakat telah tumbuh berkembang duluan berbagai bentuk/model PAUD sebagai sub-kultur yang memperlihatkan bahwa kesadaran warga negara terhadap urgensi PAUD telah terbentuk.

b. Secara kuantitas, jumlah anak usia dini di Indonesia relatif masih besar. Ini merupakan potensi bagi pembangunan nasional di masa datang, jika dapat dipersiapkan melalui pendidikan yang memadai lagi berkualitas prima sejak usia dini. Sementara itu jumlah lembaga formal PAUD masih terbatas dan belum mampu menampung seluruh anak usia dini tersebut juga belum terdapat dalam setiap kelompok masyarakat baik di wilayah pedesaan maupun perkotaan.

c. Kehadiran Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal yang disertai Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini dalam struktur organisasi kementerian pendidikan dan kebudayaan merupakan peristiwa yang positif dan telah mencetuskan perubahan yang signifikan mengenai cara pelayanan pendidikan anak usia dini secara konsep dan terprogram serta tersosialisasikan di seluruh Indonesia demi mengaktualisasikan lembaga PAUD yang benar-benar kredibel memberikan layanan interaksi-edukatif.

d. Pemberlakuan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) untuk lembaga-lembaga formal PAUD oleh Depdiknas sejak 2002 M yang kemudian diberlakukan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sebagai kerangka acuan yang perlu dicermati lebih lanjut oleh para pendidik suatu lembaga formal PAUD kemudian dirumuskan dalam Rencana Proses Pembelajaran (RPP) sebagai pedoman operasional dalam mengemban tugas mendidik anak-anak dengan senantiasa memperhatikan realitas bahwa :

Pendidikan anak usia dini sendiri tidak ditekankan semata kepada pemberian stimulus pengayaan pengetahuan anak, tetapi lebih diarahkan kepada pengembangan potensi dan daya kreatifitas anak, dan yang sangat penting adalah pada pembentukan sikap mental dan kepribadian anak yang berlandaskan pada nilai-nilai ajaran agama. Hal itu semua akan menjadi pondasi bagi perkembangan watak dan kepribadian anak sampai mereka dewasa dan siap menjalankan berbagai peran kemanusiaan. 51

51 “Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)”, online, http://uai.ac.id/fakultas/ - diakses 30-12-2012.

2. Kelemahan Kelemahan yang harus diperhitungkan dengan cermat dalam pengimplementasian kebijakan pemerintah mengenai PAUD ini ada beberapa hal seperti berikut ini.

a. Secara kuantitas, dalam wilayah Indonesia jumlah lembaga formal yang menangani layanan PAUD belum berimbang dengan jumlah anak usia dini. Jumlah lembaga formal yang melayani PAUD lebih kecil jika dibandingkan dengan jumlah anak usia dini yang butuh dilayani. Di samping itu, penyebaran lembaga formal yang melayani PAUD cenderung tidak merata dan terpusat di perkotaan. Akibatnya, logis jika partisipasi kasar PAUD menjadi rendah berkisar 20%. 52 Kemudian

dalam pandangan Hamid Muhammad selaku Plt. Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal, dan Informal, bahwa “... pada kenyataannya dari 28,8 juta anak usia 0-6 tahun pada akhir tahun 2009, yang memperoleh layanan PAUD baru sekitar 53,7%. Masih rendahnya jumlah anak yang terlayani tersebut antara lain disebabkan oleh masih terbatasnya jumlah lembaga PAUD yang ada, baik lembaga Taman Kanak-kanak (TK), Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), maupun lembaga satuan PAUD sejenis

lainnya”. 53

b. Belum tersedia bagian dana yang memadai dari APBN/APBD yang 20% untuk pendidikan. Selama ini penyandang dana penyelenggaraan lembaga-lembaga formal PAUD hampir 100% ditanggung oleh masyarakat yang berkecukupan secara ekonomi, sehingga yang miskin tentu tidak memiliki kesempatan untuk mengaksesnya bagi kepentingan pendidikan anaknya.

Data tahun 2001 menunjukkan bahwa dari sekitar 26,2 juta anak usia 0-6 tahun yang telah memperoleh layanan pendidikan dini melalui berbagai program baru sekitar 4,5 juta anak (17%). Kontribusi tertinggi melalui Bina Keluarga Balita (9,5%), Taman Kanak- kanak (6,1%), Raudhatul Atfal (1,5%). Sedangkan melalui penitipan anak dan kelompok bermain kontribusinya masing-masing sangat kecil yaitu sekitar 1% dan 0,24%.. Dida, op.cit. 53

Petunjuk Teknis Penyelenggaraan POS PAUD, op.cit, hal. 3-4.

c. Mayoritas para tenaga pendidik dan kependidikan yang menangani lembaga-lembaga formal PAUD bukan berasal dari lulusan LPTK yang secara khusus diprogram untuk mencetak lulusan dengan kualifikasi dan kompetensi di bidang PAUD. Wajar sekali jika kemudian pendidik yang mayoritas itu memiliki kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, kompetensi pedagogik, dan kompetensi sosial yang perlu ditingkatkan secara terus-menerus; sehingga secara realitas menjadi kurang mampu mendongkrak laju perkembangan prestasi pendidikan yang diembannya secara dinamis lagi dramatis. Berkaitan dengan kelemahan ini, Erman Syamsuddin selaku Direktur Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini menyatakan, bahwa “Kenyataan sekarang ini baru sekitar 15 % pendidik yang memenuhi kualifikasi pendidikan, dan baru sekitar 40% pendidik yang

mendapatkan pelatihan yang relevan”. 54

d. Kepiawaian dalam merencanakan, melaksanakan, serta menilai program yang sesuai dengan karakretistik perkembangan anak usia dini, dan nilai budaya yang tumbuh di sekitarnya merupakan kelemahan besar yang harus diatasi oleh mayoritas pendidik PAUD di Indonesia. Berkaitan dengan kelemahan ini, Erman Syamsuddin selaku Direktur Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini menyatakan, bahwa “Pengelolaan pembelajaran yang tepat pada program pada Pendidikan Anak Usia Dini merupakan inti dari layanan PAUD yang berkualitas. … Tidak dipungkiri bahwa banyak pendidik PAUD yang sudah melampaui kemampuan di atas, namun jauh lebih banyak yang masih di bawah kemampuan yang diharapkan.” 55

3. Peluang Peluang yang harus diciptakan dan dikembangkan dengan segera dalam pengimplementasian kebijakan pemerintah mengenai PAUD ini ada beberapa hal seperti berikut ini.

54 Petunjuk Teknis Orientasi Teknis Pendidikan Anak Usia Dini, Direktorat

Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini, Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Non- Formal, dan Informal, 2012, dalam file pdf, hal. 1. 55

Petunjuk Teknis Orientasi Teknis Pendidikan Anak Usia Dini, Ibid, hal. iii.

a. Sosialisasi urgensi PAUD bagi kepentingan peningkatan kualitas generasi penerus di masa mendatang lebih ditingkatkan melalui berbagai media, baik media tradisional seperti acara pertemuan warga dalam forum sosial keagamaan dan rembug desa, maupun media modern seperti media cetak dan elektronik.

b. Merealisasikan alokasi anggaran 20% APBN/APBD sebagai diamanatkan oleh UU 20-2003 tentang Sisdiknas pasal 49 untuk pendidikan termasuk bagi kepentingan PAUD agar dapat memotivasi para pengelolanya untuk lebih memacu diri menerapkan standar nasional pendidikan yang meliputi standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian; kendatipun Peraturan Pemerintah mengenai hal itu saat ini masih dalam rancangan.

c. Memotivasi masyarakat yang belum memiliki lembaga formal PAUD untuk mendirikan lembaga tersebut agar pemerataan perolehan hak pendidikan bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi sebagai bagian dari demokrasi pendidikan di Indonesia dapat semakin menjadi kenyataan, tanpa terhambat dan rintangan oleh kondisi geografis yang memang tidak memungkinkan dirubah dengan cara disulap.

d. Memperbaiki koordinasi kerja internal struktur organisasi kementerian pendidikan dan kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal - Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini – Balitbangdiklat – Inspektorat; kemudian segera memperkokoh kerja sama dengan segenap stakeholders yang ada secara lintas antar kementerian/departemen dan dengan masyarakat luas seperti para usahawan dan LSM yang peduli terhadap pengembangan PAUD di seluruh wilayah Indonesia.

e. Penciptaan Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan (LPTK) terdiri dari program S-1, S-2, S-3 yang secara khusus mempersiapkan lulusan dengan kualifikasi dan kompetensi sebagai pendidik dan tenaga kependidikan pada jajaran lembaga formal PAUD.

4. Tantangan Tantangan yang harus diperhitungkan dengan cermat dalam pengimplementasian kebijakan pemerintah mengenai PAUD ini ada beberapa hal seperti berikut ini.

a. Tingkat partisipasi kasar pada PAUD masih relatif rendah. Dengan tingkat partisipasi kasar 20% pada pendidikan anak usia dini, ini menempatkan Indonesia pada ranking yang rendah di antara negara- negara yang berpenghasilan rendah.

b. Pengalokasian dana APBN/APBD untuk PAUD belum signifikan. Akibatnya, anak-anak yang memanfaatkan pelayanan PAUD harus membayar mahal, tentu mereka berasal dari kelompok orang yang secara ekonomi berpenghasilan tinggi. Pengeluaran biaya pada PAUD ini hampir 100% swasta dan orang tua.

c. Koordinasi adminstrasi dalam makna yang luas mengenai penyelenggaraan PAUD masih ralatif lemah. Kelemahan koordinasi dan sinegitas terjadi antara direktorat - balitbangpusdiklat – inspektorat dalam kementerian pendidikan dan kebudayaan juga dengan jajaran kementerian terkait.

d. Peningkatan jumlah kemiskinan secara ekonomi di Indonesia sebagai akibat krisis ekonomi sejak awal era reformasi, akibat kasus-kasus pemborosan oleh apatur melalui Korupsi Kolusi Nepotisme yang cenderung tidak kunjung tuntas diatasi, akibat bencana alam yang silih berganti seperti sunami di Aceh dan gempa bumi di Yogyakarta serta tanah longsor juga kebarakan hutan di sana sini.

e. Pendangkalan ber’aqidah, ber’ibadah, dan berakhlaq karimah sebagaimana diajarkan dalam kitab-kitab suci semisal al-Qu’an dan Sunnah nabi saw, juga pendangkalan berfalsafah Pancasila sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan UUD-RI 1945 oleh kekuatan arus budaya era globalisasi yang berada dalam kekuasaan skenario dan sutradara materialisme-kapitalisme beserta berbagai cabangnya seperti Iblis-isme, Qarun-isme, Rahwana-isme,

Duryudhana-isme, Sengkuni-isme, Abu Jahal-isme, Ken Arok-isme. Dimana-mana terjadi Westernisasi alias pemBARATan tanpa syarat, tuntunan dari berbagai kitab suci dan dari nilai-nialai Pancasila dijadikan totonan sebagai sesuatu yang hanya layak menjadi cerita penghibur saja lagi tidak perlu dijadikan sebagai acuan dalam berbuat, sedangkan tontonan produk BARAT dan/atau hiburan yang cenderung berbau BARAT dijadikan tuntunan. Perhatikan saja akibatnya, penjajahan oleh oknum-oknum bangsa sendiri semakin menggila semisal kasus perceraian (broken-home),korupsi, perdagangan dan penyalah gunaan khamr (mirasantika-narkoba), pelecehan seksual, perdagangan manusia, itu semua merupakan bagian dari bentuk kemunafikan terhadap nilai-nilai semua agama di dunia dan Pancasila.

Dari pembahasan hasil analisi SWOT terhadap kebijakan pemerintah era reformasi mengenai PAUD di atas dapat ditarik suatu pemahaman bahwa pertama, yang menjadi kekuatan adalah : a. Jauh hari sebelum kebijakan pemerintah tentang PAUD itu hadir sebagai sub-struktur pemerintah, dalam masyarakat telah tumbuh berkembang duluan berbagai bentuk/model PAUD, b. Jumlah anak usia dini di Indonesia relatif masih besar,

c. Kehadiran Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal yang disertai Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini dalam struktur organisasi kementerian pendidikan dan kebudayaan, d. Pemberlakuan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang kemudian dikembangkan menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk lembaga-lembaga formal PAUD; kedua, yang menjadi kelemahan adalah : a. Jumlah lembaga formal yang menangani layanan PAUD belum berimbang dengan jumlah anak usia dini, b. Belum tersedia bagian dana yang memadai dari APBN/APBD yang minimal 20% untuk pendidikan, c. Mayoritas para tenaga pendidik dan kependidikan yang menangani lembaga-lembaga formal PAUD bukan berasal dari lulusan LPTK yang secara khusus diprogram untuk mencetak lulusan dengan kualifikasi dan kompetensi di bidang PAUD, d. Kepiawaian dalam merencanakan, melaksanakan, serta menilai program yang

sesuai dengan karakretistik perkembangan anak usia dini, dan nilai budaya yang tumbuh di sekitarnya merupakan kelemahan besar yang harus diatasi oleh mayoritas pendidik PAUD ; ketiga, yang menjadi peluang adalah : a. Sosialisasi urgensi PAUD bagi kepentingan peningkatan kualitas generasi penerus di masa mendatang lebih ditingkatkan melalui berbagai media, b. Merealisasikan alokasi anggaran 20% APBN/APBD sebagai diamanatkan oleh UU 20-2003 tentang Sisdiknas pasal 49 untuk pendidikan termasuk bagi kepentingan PAUD, c. Memotivasi masyarakat yang belum memiliki lembaga formal PAUD untuk mendirikan lembaga tersebut, d. Memperbaiki koordinasi kerja internal struktur organisasi kementerian pendidikan dan kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal - Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini – Balitbangdiklat – Inspektorat; kemudian segera memperkokoh kerja sama dengan segenap stakeholders, e. Penciptaan Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan (LPTK) terdiri dari program S-1, S-2, S-3 yang mempersiapkan lulusan dengan kualifikasi dan kompetensi sebagai pendidik PAUD; keempat, yang menjadi tantangan adalah : a. Tingkat partisipasi kasar pada PAUD masih relatif rendah, b. Pengalokasian dana APBN/APBD untuk PAUD belum signifikan, c. Koordinasi adminstrasi dalam makna yang luas mengenai penyelenggaraan PAUD masih ralatif lemah, d. Peningkatan jumlah kemiskinan secara ekonomi di Indonesia sebagai akibat krisis ekonomi sejak awal era reformasi, akibat tindakan Korupsi Kolusi Nepotisme di lingkaran kekuasaan triaspolitika, dan akibat bencana alam yang silih berganti.