Kedatangan Ajaran Sikh di Kota Medan

2.2 Kedatangan Ajaran Sikh di Kota Medan

Ajaran Sikh yang datang di Medan dibawa oleh suku bangsa Punjabi yang berasal dari daerah Amritsar dan Jullundur di kawasan Punjab-India Utara sudah ada di Indonesia dan telah menyebar ke berbagai daerah, seperti halnya di Sumatera Utara. Datangnya suku bangsa Punjabi dalam jumlah yang cukup besar, sehingga sekarang menetap dan membentuk suatu komunitas di berbagai wilayah di Sumatera Utara.

Sejarah kedatangan suku bangsa Punjabi di Sumatera Utara mempunyai dua versi. Versi pertama, menyatakan bahwa kedatangan suku bangsa Punjabi ke Sumatera Utara dimulai pada akhir abad ke 19, untuk bekerja sebagai buruh kontrak pada perkebunan tembakau raya milik Belanda (Sandhu dan Mani 1993:85). Lebih lanjutnya, Veneta (1998:23) juga menjelaskan bahwa suku bangsa Punjabi yang datang ke Indonesia khususnya ke Sumatera Utara adalah para pria yang belum Sejarah kedatangan suku bangsa Punjabi di Sumatera Utara mempunyai dua versi. Versi pertama, menyatakan bahwa kedatangan suku bangsa Punjabi ke Sumatera Utara dimulai pada akhir abad ke 19, untuk bekerja sebagai buruh kontrak pada perkebunan tembakau raya milik Belanda (Sandhu dan Mani 1993:85). Lebih lanjutnya, Veneta (1998:23) juga menjelaskan bahwa suku bangsa Punjabi yang datang ke Indonesia khususnya ke Sumatera Utara adalah para pria yang belum

Sistem yang diterapkan oleh perkebunan Belanda adalah sistem kontrak, sistem kontrak yang dimaksud yaitu pihak pengusaha perkebunan mengambil atau mendatangkan tenaga kerja buruh yang mau bekerja kepada mereka dan mereka diharuskan bekerja selama beberapa tahun sesuai dengan isi kontrak. Para buruh juga harus mematuhi semua peraturan yang telah ditetapkan oleh pihak perkebunan. Hal ini disebabkan, karena sistem yang digunakan adalah sistem kontrak. Setelah masa kontrak mereka habis, para buruh dapat menentukan hidup mereka sendiri dan ada juga membuat pilihan untuk tetap tinggal di Sumatera Utara atau kembali ke negara asal mereka. Banyak di antara mereka kembali ke negara asalnya dan menikah dengan wanita satu sukunya. Banyak juga di antara mereka yang merasa betah tinggal di Indonesia, sehingga dari antara mereka kembali lagi ke Indonesia dengan membawa keluarga dari negara asalnya.

Versi kedua , menyatakan bahwa kedatangan suku bangsa Punjabi ke Sumatera Utara dimulai sejak abad ke 18 melalui Aceh atau Sabang, dengan tujuan berdagang dan selanjutnya menetap dan menyebar di berbagai tempat di Sumatera Utara. Penyebaran suku bangsa Punjabi di Sumatera Utara di antaranya di Kota Medan, Pematang Siantar, Tebingtinggi, Kisaran, Binjai, dan lain sebagainya. Di Kota Medan, suku bangsa Punjabi menyebar ke berbagai wilayah seperti halnya di Kelurahan Polonia.

2.2.1 Populasi Masyarakat Penganut Agama Sikh

Tommy Santokh Singh yang merupakan seorang pemerhati kebebasan beragama dari kelompok Sikh mengatakan bahwa jumlah penganut agama Sikh yang ada di Indonesia kurang lebih mencapai 1 juta orang dengan penganut terbanyak berada di Sumatera Utara. Namun, menurut Tommy, mungkin saja jumlah penganut agama Sikh lebih dari 1 juta orang. Hal ini tidak dapat diketahui secara pasti karena agama Sikh masih belum diakui sebagai agama resmi sehingga dalam penulisan

Kartu Tanda Penduduk (KTP), masyarakat Sikh masih dianggap sebagai Hindu. 15 Namun, menurut Master Tjung Teck yang menulis tentang agama Sikh mengatakan

bahwa umat Sikh mencapai 80.000 jiwa di Indonesia, kebanyakan di Medan, Jakarta, Pematang Siantar, Tebing Tinggi, Binjai, Palembang. Jumlah terbesar dari pengikut Sikh yang ada di Indonesia berada di Sumatera Utara dengan jumlah sekitar 10.000 jiwa. Hal ini dapat ditandai dengan adanya 7 rumah ibadah umat Sikh yang tersebar di Sumatera Utara, antara lain di Pematang Siantar, Binjai, Tebing Tinggi, dan 4 lainnya terdapat di Medan, yang masing-masing berada di Kecamatan Medan Barat Kelurahan Petisah Tengah, serta di Kecamatan Medan Polonia terdapat 3 rumah ibadah yang terletak di dua kelurahan, yaitu 2 buah di Kelurahan Polonia dan 1 buah di Kelurahan Sari Rejo.

15 (Komunitasrelijius.multiply.com diakses 05/04/2012 pukul 11.15).

2.2.2 Sistem Kekerabatan

Masyarakat Punjabi yang beragama Sikh menganut sistem kekerabatan patrilineal, yang artinya garis keturunan ditentukan melalui seorang laki-laki atau seorang ayah. Misalnya seorang laki-laki bermarga Aulakh menikah seorang perempuan bermarga Bajwa, maka anaknya laki-laki atau perempuan akan memiliki marga ayahnya yaitu Aulakh. Untuk lebih jelasnya, lihat skema berikut:

Skema 2.1:

Sistem Kekerabatan

Patrilineal Suku Punjabi Beragama Sikh

(A. Aulakh) (B. Bajwa)

♀ ♂ (C. Aulakh) (D. Aulakh) (E. Aulakh)

Masyarakat Sikh dapat dikenali dari ciri khas namanya. Setiap laki-laki, diberi gelar ‘Singh’ 16 di belakang namanya, contoh: X. Singh Aulakh. Dan untuk

perempuan diberi gelar ‘Kaur’ 17 di belakang namanya, contoh: X. Kaur Bajwa. Ada sekitar 3.000 marga dari masyarakat Sikh, dimana 42 diantaranya dianggap sebagai

marga yang berada pada golongan paling tinggi yang disebut Jatt. Marga-marga yang termasuk golongan tinggi tersebut adalah Atwal, Aulakh, Bains, Bajwa, Bal, Baath, Bhullar, Brar, Buttar, Chahal, Chima, Chung, Deol, Dhaliwal, Dhillon, Dhindsa, Garewal, Ghuman, Gill, Goraya, Her, Hinjra, Hundal, Kahlon, Kang,

Singh artinya singa jantan menandakan setiap laki-laki Sikh haruslah seorang yang pemberani. 17 Kaur artinya singa betina menandakan setiap perempuan Sikh haruslah seorang yang pemberani.

Khaira, Khosa, Mahal, Malhi, Man, Mangat, Pannu, Randhawa, Sohi, Sahota, Sandhu, Sara, Sekhon, Sidhu, Sohal, Varaich, Virk. 18

2.2.3 Sistem Mata Pencaharian

Pekerjaan yang ditekuni masyarakat Sikh di Kota Medan yaitu beternak sapi perah, membuka toko sport (olah raga) dan kursus bahasa Inggris, yang sekalian juga menjadi guru privat les bahasa Inggris. Ketiga jenis mata pencaharian ini merupakan pekerjaan yang ditekuni secara turun-temurun dan merupakan keahlian mereka. Meskipun banyak juga di antara suku mereka yang menggeluti profesi lain seperti dokter, dosen, akuntan, dan lain sebagainya (Lubis 2005:146).

Beternak sapi perah merupakan sistem mata pencaharian yang pertama ditekuni oleh masyarakat Sikh, setelah mereka tidak bekerja lagi sebagai buruh di perkebunan milik Belanda. Pekerjaan ini ditekuni mereka sebagaimana kebiasaan di daerah asalnya dan untuk memenuhi kebutuhan hidup akan susu dan minyak sapi. Peternak sapi perah ini menjual susu sapi tersebut ke rumah sakit negri, swasta, pabrik, dan setiap orang yang membutuhkan dan minyak sapi tersebut berguna untuk campuran dalam makanan yang dibuat dalam Gurdwara dan untuk minyak membakar jenazah masyarakat Sikh yang meninggal dunia.

Veneta (1998:26) menjelaskan bahwa dalam beternak sapi, masyarakat Sikh mempunyai masalah yaitu sulitnya memperoleh surat izin usaha dari pemerintah agar ternak diperbolehkan keluar dari tanah peternak untuk merumput di hutan, resiko ternak mati, dicuri, sakit dan biaya pengobatan, jumlah susu berkurang karena kurangnya rumput. Dengan hal ini, masyarakat Sikh tidak banyak lagi yang menekuni jenis usaha ini karena lahan untuk beternak sapi sudah sangat sedikit dan

18 The Ilustrated of weekly India (1973:11).

juga disebabkan oleh banyaknya resiko-resiko. Lokasi-lokasi masyarakat Sikh yang masih bekerja memelihara ternak sapi antara lain ada di kawasan Percut Sei Tuan, di kawasan Sari Rejo. Pada masa sekarang ini, banyak masyarakat Sikh tidak lagi langsung memelihara sapi. Hal ini disebabkan, sulitnya mereka mendapat surat izin dari pemerintah sehingga para pemilik sapi perah ada yang menjual sapinya dan ada juga yang menitip kepada orang lain.

Lebih lanjut juga dijelaskan bahwa jenis usaha lain yang ditekuni oleh masyarakat Sikh adalah membuka toko sport. Usaha ini pertama sekali dijalankan oleh masyarakat Sikh yang berasal dari Negara India pada tahun 1930-an. Selama tinggal di Indonesia, suku bangsa Punjabi tetap menjalin hubungan yang baik antar mereka. Mereka juga mempekerjakan sesama masyarakat Sikh yang tinggal di Kota Medan, sekaligus menghemat biaya bagi karyawan yang dibawa langsung dari India. Hal ini merupakan salah satu cara masyarakat Sikh untuk menempatkan diri dalam lingkungan baru dan pada umumnya mereka tinggal pada suku yang sama, yang kemudian dapat menolong mereka untuk mengenal lingkungan yang baru. Lambat laun, para karyawan sudah merasa betah tinggal di Indonesia dan mereka berusaha untuk membuka toko sports miliknya sendiri. Hal inilah yang membuat sehingga usaha ini banyak digeluti dan dikuasai oleh masyarakat Sikh, serta jenis usaha ini masih eksis sampai sekarang di Kota Medan. Tabel di bawah ini adalah nama sejumlah toko sports yang ada di Kota Medan, yang sebagian besar dimiliki oleh masyarakat Sikh.

Tabel 2.3: Toko Sports milik masyarakat Sikh di Kota Medan

No. Nama

Lokasi Toko

Nama

Tahun Asal

Kesawan Co

2 Hari Bros Harry

Kesawan Sports

3 PT Ratan

Kesawan Sports

Jl. Sports

Medan Punjabi

Jl. Mada

Palangkaraya Sports

Singh

Jl. Mada

Kesawan Sports

Kesawan Sports

Surabaya Jl Sports

Jl Sports

Medan Punjabi

Palangkaraya

12 Sejahtera

Tembung Jaya

Medan Punjabi

Kesawan Sports

14 Ajit Sports Ajit

Medan Punjabi

Jl Sports

Palangkaraya Sumber: Veneta 1998 (Toko Sport Orang Punjabi)

Jenis usaha ketiga yang ditekuni oleh masyarakat Sikh yaitu membuka kursus bahasa Inggris. Masyarakat Sikh cenderung dapat berbahasa Inggris dengan baik, disebabkan negara asal mereka India merupakan negara bekas jajahan Inggris sehingga bahasa Inggris sudah dinasionalisasikan di negara tersebut. kursus bahasa

Inggris yang dibuka oleh masyarakat Sikh ini sangat maju, karena mereka diakui dan dipercayai oleh masyarakat untuk mengajar bahasa Inggris dengan baik (Fachria, 2002:54). Usaha ini sangat menguntungkan bagi mereka, dapat dilihat dari jumlah siswa-siswinya yang belajar di kursus tersebut seperti kursus bahasa Inggris yang dibuka di jalan serdang yang bernama Standart English Course dan di jalan Iskandar Muda yang bernama Tropica.

Selain ketiga bidang usaha tersebut, masyarakat Sikh juga menekuni pekerjaan dalam bidang seperti pegawai swasta, satpam, dokter, dan tukang jahit dan lain sebagainya. Masyarakat Sikh sering melibatkan anggota keluarganya dalam usahanya, karena mempunyai beberapa usaha sekaligus. Hal ini membuat, di antara sesama masyarakat Sikh terjalin hubungan kerja sama dengan syarat dapat menguntungkan kedua belah pihak.

2.2.4 Bahasa

Bahasa yang dipakai oleh masyrakat Sikh adalah bahasa Punjabi dan memakai aksara atau alphabet Gurmukhi. Kata Gurmukhi secara harafiah berarti dari mulut Guru. Gurmukhi memiliki beberapa persamaan dengan tulisan India lama, tetapi Gurmukhi memiliki tiga puluh lima huruf dan modifikasi huruf vokal yang dibakukan oleh Guru Anggad. Daripada menggunakan huruf Hindu yaitu Sansekerta, Guru Anggad memilih untuk membuat huruf baru untuk standar Sikh. Sansekerta hanya terbatas untuk kelas pendeta Hindu saja, tetapi Guru Anggad tidak percaya kalau hal itu hanya untuk kalangan atas atau terkemuka saja. Guru Anggad menghabiskan masa hidupnya mengajarkan tulisan Gurmukhi kepada orang biasa di Punjab. Gurmukhi tidak hanya dipakai oleh orang Sikh tetapi juga Hindu dan Muslim yang hidup di Punjab untuk mengatur ulang pengucapan bahasa umum, yaitu

Punjabi. Seorang Sikh diharapkan membuat suatu usaha mempelajari tulisan Gurmukhi dan mengajarkannya kepada anak-anak mereka supaya dapat membaca Sri Guru Granth Sahib Ji dalam bentuk asli penulisannya.

Masyarakat Sikh ini sangat menjaga kelestarian budaya mereka, termasuk bahasa yang mereka pakai. Mereka terbiasa memakai bahasa Punjabi dalam kehidupan sehari-hari ketika berkomunikasi dengan sesama mereka. Hal ini menggambarkan ‘kekuatan dan kesatuan’ masyarakat Sikh walaupun mereka berada jauh dari negara asal dan budaya asli mereka. Hal ini juga didukung oleh kegiatan keagamaan yang dilakukan di Gurdwara, yaitu keseluruhan upacaranya selalu menggunakan bahasa Punjabi dan tulisan Gurmukhi. Hasil dari ketaatan mereka menjalankan semua perintah Guru ini adalah kebudayaan dan kegiatan keagamaan yang terpelihara dengan baik