29
BAB III ELABORASI TEMA
3.1. Pengertian Arsitektur Arsitektur adalah seni dan ilmu dalam merancang bangunan. Dalam artian yang
lebih luas, arsitektur mencakup merancang keselurhan lingkungan binaan, mulai dari level makro yaitu perencanaan kota, perancangan perkotaan, lansekap, hingga ke level mikro
yaitu desain perabot dan desain produk. Arsitektur juga merujuk pada hasil-hasil proses perancangan tersebut.
Arsitektur menurut kamus Oxford : art and science of building; design or style of buildings adalah seni dan ilmu dalam merancang bangunan. Pameo mengatakan:
Architecture is silent language arsitektur adalah bahasa yang tidak terucapkan, namun dapat dimengerti para pemakainya. Buku De Architecture merupakan karya tulis rujukan
paling tua yang ditulis Vitruvius, dalam buku itu diungkapkan bahwa bangunan yang baik
haruslah memiliki aspek:
Keindahan Estetika Venusitas
Kekuatan Firmitas
Keguanaan Fungsi Utilitas
Arsitektur adalah penyeimbang dan pengatur antara ketiga unsur tersebut, dimana semua aspek memiliki porsi yang sama sehingga tidak ada satu unsur yang melebihi unsur
lainnya. Dalam defenisi modern, arsitektur harus mencakup pertimbangan fungsi, estetika dan psikologis. Namun dapat dikatakan pula bahwa unsur fungsi itu sendiri di dalamnya
sudah mencakup baik unsur estetika maupun unsur psikologis. Arsitektur adalah bidang multi-disiplin ilmu, termasuk di dalamnya adalah matematika, sains, seni, teknologi,
humaniora, ekonomi, sosial, politik, sejarah, filsafat dan sebagainya. Diperlukan kemampuan untuk menyerap berbagai disiplin ilmu ini dan mengaplikasikannya dalam
suatu sistematika yang integral. Vitruvius menyatakan, ”Arsitektur adalah ilmu yang timbul dari ilmu-ilmu lainnya dan dilengkapi dengan proses belajar, dibantu dengan
penilaian terhadap karya tersebut sebagai karya seni”. Beliau menekankan perlunya seorang arsitek memahami sosial, kedokteran, hukum, ekonomi, filsafat dan sebagainya
Vitruvius, De Architectura.
Universitas Sumatera Utara
30
Filsafat adalah salah satu yang utama di dalam pendekatan arsitektur. Rasionalisme, empirisisme, strukturalisme, post-strukturalisme dan fenomenologi adalah beberapa
pengaruh filsafat terhadap arsitektur.
3.2. Pengertian Metafora
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, pengertian metafora secara bahasa kiasan adalah “kiasan, perumpamaan, suatu bentuk pengandaian atau menyatakan sesuatu dengan
nama atau istilah lain”. Metafora merupakan bagian dari gaya bahasa yang digunakan
untuk menjelaskan sesuatu melalui persamaan dan perbandingan. Metafora berasal dari bahasa latin yaitu Methapherein yang terdiri dari 2 buah kata yaitu metha yang berarti
setelah atau melewati dan pherein yang berarti membawa. Secara etimologis diartikan sebagai pemakaian kata-kata bukan arti sebenarnya, melainkan sebagai lukisan yang
berdasarkan persamaan dan perbandingan. Menurut Anthony C. Antoniades, 1990 dalam Poethic of Architecture, metafora
adalah suatu cara memahami suatu hal, seolah hal tersebut sebagai suatu hal yang lain sehingga dapat mempelajari pemahaman yang lebih baik dari suatu topik dalam
pembahasan. Dengan kata lain menerangkan suatu subyek dengan subyek lain, mencoba untuk melihat suatu subyek sebagai suatu subyek lain. Menurut James C. Sayder dan
Anthoony J. Cattanese dalam Introduction of Architecture , metafora mengidentifikasikan pola-pola yang mungkin terjadi dari hubungan-hubungan paralel dengan melihat
keabstrakannya, berbeda dengan analogi yang melihat secara literal. Menurut Charles Jenks, dalam The Language of Post Modern Architecture, metafora yang sebagai kode
yang ditangkap pada suatu saat oleh pengamat dari suatu obyek dengan mengandalkan obyek lain dan bagaimana melihat suatu bangunan sebagai suatu yang lain karena adanya
kemiripan. Menurut Geoffrey Broadbent, 1995 dalam buku Design in Architecture, transforming: figure of speech in which a name of description term is transferred to some
object different from. Dan juga menurutnya, metafora dalam arsitektur adalah salah satu metode kreatifitas yang ada dalam desain spektrum perancang. Pengertian metafora secara
umum berdasarkan Oxford Learners Dictionary:
A figure of speech denoting by a word or phrase usually one kind of object or idea in place or another to suggest a likeness between them.
Universitas Sumatera Utara
31
A figure of speech in which a term is transferred from the object it ordinarily
designates to on object it may designated only by implicit comparison or analogies.
A figure of speech in which a name or quality is attributed to something to which
it is not literally applicable.
The use of words to indicate something different from the literal meaning.
3.3. Pengertian Arsitektur Metafora
Pada awal tahun 1970, muncul ide untuk mengkaitkan arsitektur dengan bahasa, menurut Charles Jenks dalam bukunya The Language of Post Modern dimana arsitektur
dikaitkan dengan gaya bahasa, antara lain dengan cara metafora. Pengertian metafora dalam arsitektur adalah kiasan atau ungkapan bentuk, diwujudkan dalam bangunan dengan
harapan akan menimbulkan tanggapan dari orang yang menikmati atau memakai karyanya Jenks, 1986.
Arsitektur yang berdasarkan prinsip-prinsip metafora, pada umumnya dipakai ketika mencoba atau berusaha memindahkan keterangan dari suatu subjek ke subjek lain,
mencoba atau berusaha untuk melihat suatu subjek seakan-akan sesuatu hal yang lain, serta mengganti fokus penelitian atau penyelidikan area konsentrasi atau penyelidikan lainnya
dengan harapan jika dibandingkan atau melebihi perluasan kita dapat menjelaskan subjek yang sedang dipikirkan dengan cara baru. Terdapat 3 katagori metafora dalam arsitektur:
Intangible metaphor metafora abstrak
Yang termasuk dalam kategori ini misalnya suatu konsep, sebuah ide, kondisi manusia atau kualitas-kualitas khusus individual, naturalistis, komunitas,
tradisi dan budaya. Rancangan arsitektur yang mengacu kepada hal-hal yang bersifat abstrak dan tidak dapat dibendakan, misalnya: sosial, budaya, kondisi
manusia. Rancangan arsitektur yang menggunakan metafora ini adalah Nagoya City Art Museum karya Kisho Kurokawa yang membawa unsur sejarah dan
budaya didalamnya.
Tangible metaphor metafora konkrit
Dapat dirasakan dari suatu karakter visual atau material. Rancangan arsitektur yang mengacu kepada benda-benda nyata dan dapat dirasakan secara
visual. Rancangan yang menggunakan metafora ini adalah Stasiun TGV karya Calatrava yang menerjemahkan bentuk burung terbang kedalam bangunan.
Universitas Sumatera Utara
32
Combined metaphor penggabungan antara keduanya
Dimana secara konsep dan visual saling mengisi sebagai unsur-unsur awal dan visualisasi sebagai pernyataan untuk mendapatkan kebaikan kualitas dan dasar.
Rancangan arsitektur yang memiliki metafora abstrak dan konkrit didalamnya. Rancangan arsitektur yang menggunakan metafora ini adalah EX Plaza Indonesia
karya Budiman Hendropurnomo yang menjadikan gaya kinetik pada sebuah mobil sebagai konsepnya, yang diterjemahkan menjadi gubahan masa lima kotak yang
miring sebagai ekspresi gaya kinetik mobil, kolom-kolom penyangganya sebagai ban mobil.
Metafora atau kiasan pada dasarnya mirip dengan konsep analogi dalam arsitektur, yaitu menghubungkan di antara benda-benda. Tetapi hubungan ini lebih bersifat abstrak
ketimbang nyata yang biasanya terdapat dalam metode analogi bentuk. Perumpamaan adalah metafora yang menggunakan kata-
kata senada dengan “bagaikan” atau “seperti” untuk mengungkapkan suatu hubungan. Metafora dan perumpamaan mengidentifikasi pola
hubungan sejajar. Charles Moore, dalam suatu pembahasan tentang hal menarik hatinya, mengemukakan bahwa ia ingin agar bangunan-bangunan menyerupai batu alam. Metafora
itu dikembangkannya dalam suatu skenario singkat: Di Pulau St. Simon, Georgia, Kondominium-kondominium dekat pantai melakukan
sesuatu untuk menanggapi citra bagai batu alam ini. Dalam hal ini terjadi dialog antara konteks lingkungan dengan bangunan yang dibangun. Rupanya ini adalah sebuah
perkebunan Georgia tua, tapi sangat besar, di bagian dalam maupun luarnya terdiri dari sekumpulan tembok yang berwarna cerah dan meriah yang sangat dekoratif dalam sebuah
ruang interior. Batu alam adalah metafora konseptual yang mengemukakan bagaimana bangunan dapat mempunyai dua citra sekaligus. Bila dipandang dari luar, bangunan
tersebut memiliki citra yang mungkin senada dengan alam sekitar. Ia dapat mempunyai citra yang berlainan di dalam bangunan. Bagaikan suatu lingkungan yang menghibur,
eaterikal, dan dramatis yang cocok untuk daerah peristirahatan. Contoh-contoh lain tentang metafora meliputi daftar provokatif definisi-definisi dan
penjelasan-penjelasan tentang berbagai aspek arsitektur. Definisinya tentang arsitektur sendiri adalah suatu perumpamaan. Arsitektur bagaikan Kristal. Metafora-metafora lain
yang dibahas di bukunya, In Praise of Architecture meliputi, “Obelisk adalah sebuah teka-
teki”, “sumber adalah suatu suara”, “Kamar adalah suatu dunia”, “Pintu adalah suatu undangan”, “Deretan kolom adalah sebuah paduan suara”, “Rumah adalah suatu mimpi.”
Universitas Sumatera Utara
33
Hal ini dibuktikan oleh beberapa arsitek dalam merancang karyanya. Sebut saja Mario Botta, Daniel Libeskind, dan Jean Nouvel. Kalau dalam negeri kita mengenal M. Ridwan
Kamil dan Adi Purnomo yang pernah menggunakan metafora dalam perancangan karya arsitekturnya.
Mario Botta dalam karyanya The Botta Berg Oase, Arosa-Switzerland menunjukkan metafora tentang tubuh dan semesta. Bangunan ini adalah sebuah spa center
yang terletak di sebuah kawasan pegunungan di Switzerland. Di sekelilingnya adalah hutan pinus dan cemara. Ia membuat sedemikian rupa bangunannya sehingga terlihat seakan-
akan menyatu dengan hutan pinus dan cemara di sekitarnya. Permainan material kaca dan baja, lalu diramu seperti “daun” menjadi bahasa metaforis untuk menjawab dari satu sisi
manusia costumer service. Di tempat itu manusia seakan-akan diberi kesempatan untuk mengenali tubuhnya sendiri, menikmati teknologi dan menikmati alam pegunungan yang
indah. Pada kasus lainnya dapat kita lihat pada Jewish Museum di Berlin yang dirancang
oleh Daniel Libeskind. Dalam perancangannya sang arsitek menekankan filosofi “Yang terpenting dari segala hal adalah bagaimana kau mendapatkan pengalaman dari ruang itu
sendiri. Ini membuat orang untuk memunculkan segala macam intepretasi.” Libeskind menginginkan pengunjung mendapatkan pengalaman baru saat memasuki museum
layaknya sebuah petualangan. Perjalanan di dalam museum dikiaskan menjadi sebuah petualangan yang mengesankan. Semua itu ditransformasikan ke dalam konfigurasi
ruangan yang berbentuk zig-zag. Ini dimaksudkan agar pengunjung tersesat dan mengalami sensai petualangan yang sama ketika bangsa Yahudi diusir dan kehilangan arah
tujuan saat terjadinya peristiwa Holocaust oleh Nazi Jerman. Inovasi si Arsitek yang mendesain sirkulasi denah yang extra-ordinary mengakibatkan museum ini kehilangan
tipologinya dari segi sirkulasi. Pengunjung yang datang tidak akan dapat merasakan suasana layaknya museum saat berada di dalam ruangan, akan tetapi pengunjung akan
mendapatkan nuansa pengalaman baru dengan keunikan museum tersebut. Contoh lain pada perancangan Metafora dalam arsitektur adalah New Louvre
Museum di Abu Dabhi yang dirancang oleh Jean Nouvel. Ia melakukan pendekatan metafora yang mengibaratkan museum seperti ruang di dalam hutan. Secara eksterior
museum ini tidak terlihat seperti hutan, akan tetapi bila masuk ke dalamnya ruang yang tercipta di dalamnya sangat puitis. Skylight yang dirancang memasukkan sinar matahari
alami menembus ruangan dan memberikan kesan seperti di dalam hutan. Ini memberikan terobosan baru dalam perancangan museum. Dimana bila sebelumnya, penekanan museum
Universitas Sumatera Utara
34
lebih ditekankan pada aspek sirkulasi ataupun penataan barang yang akan di-display, Jean Nouvel membuat sebuah terobosan baru dengan menciptakan ruang yang metaforis dan
puitis agar tercipta suasana yang “khusyuk” dalam menikmati kunjungan di dalam museum.
Di Indonesia sendiri, penggunaan metode metafora pernah digunakan M.Ridwan Kamil dalam merancang Museum Tsunami di Nanggroe Aceh Darussalam. Konsep
besarnya adalah Rumoh Aceh as a ascape hill. Ia mengibaratkan museum sebagai rumah panggung yang dapat menyelamatkan diri para penduduk Aceh bila sewaktu-waktu terjadi
Tsunami. Di dalamnya juga menceritakan dan mengajak kita untuk merasakan suasana saat
Tsunami terjadi. Di awali dengan pintu masuk yang “menekan” perasaan pengunjung dengan luasan yang sempit dan di dindingnya terdapat air yang mengalir water wall
seolah-olah pengunjung dibawa masuk ke dalam dasar laut yang amat dalam. Lalu masuk ke dalam galeri pertama yang memuat data-data tentang Tsunami. Ruangan ini terletak di
bawah reflecting pool dari public park yang dimiliki oleh museum Tsunami ini. Ruangan ini memberikan kesan suram dimana pengunjung seakan-akan berada benar-benar di dasar
laut. Dengan penggunaan langit-langit kaca membuat cahaya temaram dari atas yaitu reflecting tadi menambah kesan dramatis pada ruang ini. Pada perjalanan terakhir
dihadapkan pada ruangan yang menampilkan nama-nama korban Tsunami yang ditulis pada dinding yang berebntuk silinder yang menjulang ke atas. Pada puncaknya terdapat
kaligrafi Allah yang berpendar dan ini ditujukan untuk menambah kesan sakral. Ini bermakna bahwa akhir perjalanan manusia berada pada tangan Tuhan dan tidak ada yang
dapat menghindar dari kematian. Melalui metafora, terutama ketika dicapai dengan teknik penggantian konsep,
seseorang bias mengaplikasikan pengetahuan dan interpretasi yang dimengerti untuk kasus nama pengganti dalam satu pekerjaan seseorang. Yang melihat dan menilai serta
menikmati suatu karya arsitektur adalah pengguna, pengamat, dan pengkritisi. Merekalah yang dapat mengukur sejauh mana tema metafora diterapkan ke dalam bangunan dan
apakah metafora yang dimaksud oleh perancang sama dengan metafora yang dilihat oleh pengguna. Melalui metafora, terutama ketika dia dicapai dengan teknik penggantian
konsep, seseorang bisa mengaplikasikan pengetahuan dan interpretasi yang telah dimengerti untuk kasus nama pengganti dalam satu pekerjaan seseorang. Metafora yang
baik adalah yang tidak bias ditemukan oleh pengguna atau kritikus. Dalam hal ini metafora merupakan ‘rahasia kecil’ pencipta Antoniades, 1992. Begitulah metafora dalam
Universitas Sumatera Utara
35
arsitektur yang mengibaratkan arsitektur sebagai sebuah bahasa yang dapat mengandung sebuah pesan di dalamnya. Ketika kata dan imaji tidak mampu lagi menyampaikan pesan,
arsitektur dalam bahasa metafora menjawabnya dengan bentuk, ruang dan fungsi.
3.4. Interpretasi Tema
Interpretasi dari suatu karya bertema Metafora dapat berbeda-beda pada setiap individu atau kelompok. Selain dapat dikategorikan berdasarkan kiasan obyeknya, sebuah
karya arsitektur bisa memiliki multi-interpretasi bahasa metafora bagi yang melihatnya. Sydney Opera House adalah salah satu contohnya. Sydney Opera House
dirancang oleh Jørn Utzon, seorang arsitek kelahiran Denmark. Setiap orang yang melihat karya arsitektur ini, akan menghasilkan berbagai macam interpretasi sesuai dengan pikiran
masing-masing. Ada yang berpendapat bahwa konsep metafora Sydney Opera House berasal dari cangkang siput atau kerang. Ada pula yang berpendapat, karya arsitektur ini
adalah kiasan layar kapal yang sedang terkembang. Dan ada pula yang berpendapat, bagaikan bunga yang sedang mekar.
Itulah keunikan metafora dalam arsitektur. Setiap orang ‘bebas’ mengapresiasi dan menginterpretasikan sebuah karya arsitektur. Tidak ada yang bisa dikatakan ‘salah’.
Arsitek pun dituntu t untuk bisa memperhatikan bagaimana masyarakat ‘membaca’
karyanya. Metafora dalam arsitektur memberikan sebuah perspektif baru bagi arsitek dan masyarakat awan untuk menikmati karya arsitektur. Melalui perwujudan kualitas visual,
kita dapat menikmati metafora dalam arsitektur. Arsitektur Metafora mengidentifikasi suatu bangunan arsitektural dengan pengandaian sesuatu yang abstrak sehingga setiap
pengamat akan mempunyai persepsi masing – masing sesuai dengan persepsi yang timbul
pada saat pertama kali melihat bangunan tersebut. Bagaimana cara pengamat dalam menginterpretasi metafora yang terdapat dalam bangunan tidak bisa disamaratakan. Sah-
sah saja bila pengamat memiliki interpretasi yang berbeda terhadap satu bangunan karena para perancang yang menggunakan metafora biasanya merahasiakan maksudnya dan
membiarkan orang lain menebak dan menilai bangunannya.
Universitas Sumatera Utara
36
3.5. Sejarah Kristal Swarovski
Penemunya adalah Daniel Swarovski, seorang pembuat kristal Bohemian yang pindah ke Austria lebih dari seabad lalu. Daniel memiliki kemampuan teknik inovatif
memotong kristal. Ia ingin mengamankan penemuan visionarinya dan menggunakannya untuk bertahan dalam kompetisi dengan para pembuat kristal Bohemian lainnya. Maka ia
pindah ke kota Tyrolean Alpstown di Wattens pada tahun 1895, dimana ia membuat kerajaan kristalnya bersama keluarga dan pengrajin lokal. Menurut Swarovski, perusahaan
ini sekarang memiliki 20.000 karyawan dan dijalankan oleh generasi ke 4 dari para anggota keluarganya. Pada tahun 2006 pendapatan dunia mereka sejumlah 2,33 milyar
Euros. Dua divisi utama perusahaan ini terdiri dari pabrik pembuatan kristal Swarovski lepasan dan kedua adalah divisi penjualan produk yang telah selesai didesain.
Gambar 3.1. Daniel Swarovski
Merek-merek industri Swarovski lainnya terkait dengan instrumental optikal, secara khusus yang dapat dicatat adalah merek Signity dari permata buatan laboratorium
dan batuan permata asli. Produk-produk merk Swarovski seperti tempat lilin kristal, baik modern ataupun tradisional, sangat dikagumi dunia.
Perusahaan Swarovski
terus mengerjakan
konsep-konsep baru
untuk mengembangkan produk-produk mereka. mereka bekerja keras menjaga posisi mereka
Universitas Sumatera Utara
37
tetap superior melawan perusahaan-perusahaan saingan mereka dari Cekoslovakia dan China.
Di kalangan pencinta kristal, nama Swarovski tidaklah asing. Kecantikan desainnya memikat dunia. Kisahnya bermula dari sosok Daniel Swarovski. Bersama keluarganya,
pemuda asal Bohemia ini pindah ke desa kecil Waffens di kawasan Tyrol, Austria. Di tempat itu ia menemukan sebuah mesin untuk memotong batu kristal secara
tepat dan konsisten yang digerakkan oleh air. Itulah awal petualangan sepanjang hayat demi mewujudkan kristal yang kemilau.
Pada tahun 1895 itulah sejarah kristal Swarovski bermula dan perusahaan keluarga lahir. Berkat kualitas dan kuantitas potongan sempurna batu kristal Swarovski, industri
perhiasan dan busana pun mengalami revolusi. Karya mekanis kecil dari Tyrol itu berkembang dan mewarnai sepanjang dekade
itu. Dunia pun seketika menoleh. Geliat Swarovski cepat meluas, berkembang dengan ide- ide baru dan melemparkan kemilau kristal yang semakin menawan.
Setelah dua tahun melakukan riset dan pengembangan, Swarovski mulai memasarkan alat pemotong batu kristalnya sendiri. Merek dagang yang dipakai adalah
Tyrolit. Pada 1931, Swarovsky muncul dengan kristal perhiasannya yang memberikan
pencerahan bagi dunia mode. Enam tahun kemudian mereka meluncurkan pemantul kaca untuk keamanan jalan dan rel kereta api. Pada tahun 1950 produk tersebut dinamakan
Swareflex. Pada 1948 Optik Swarovski didirikan. Wilhelm Swarovski, putra tertua sang
pendiri, memproduksi prototipe pertama sepasang teropong pada 1935. Pada 1955 Swarovski bekerja sama dengan Christian Dior, menghadirkan inovasi yang membuat
terperanjat seluruh dunia, Aurora Borealis, batu kristal yang berkilau dengan warna pelangi.
Sepuluh tahun kemudian, Swarovski mengeluarkan tempat lilin berkristal. Inilah yang secara spektakuler menerangi Rumah Opera Metropolitan dan istana Versailles.
Universitas Sumatera Utara
38
Gambar 3.2. Kristal Swarovski Dengan Bias Pelangi
Pada tahun 1967 Swarovski memutuskan untuk memakai keahlian dan pengalamannya dalam memotong kristal pada permata asli dan sintetis. Ini yang
dilakukannya pada cubic zirconia, imitasi berlian paling sukses. Swarrovski merupakan orang pertama yang berhasil memotong cubic zirconia dengan metode mekanis.
Pada tahun 1976 sebuah tikus kristal menandai era baru dunia perkristalan. Karena, tikus menjadi binatang pertama yang masuk dalam jajaran kristal binatang Swarovski.
Loncatan kreativitas dan teknis ini pula yang menandai langkah besar perusahaan tersebut dikancah pasar konsumen.
Pada tahun 1988 perusahaan memutuskan untuk mengubah logo Edelweiss menjadi identitas visual baru, yakni angsa. Inilah lambang kesucian, elegan dan metamorfosis yang
kini terkenal seantero dunia.
Gambar 3.3. Logo Baru Swarovski Berbentuk Angsa
Universitas Sumatera Utara
39
Ini juga sekaligus lambang dedikasi kesempurnaan Swarovski. Pada 1995 sejarah kristal Swarovski mencapai puncak tatkala merayakan 100 tahun berdirinya perusahaan
tersebut Desi, 2008. Di Indonesia kristal ini banyak dipakai pada berbagai benda, salah satunya adalah
kebaya. Penggunaan swarovski pada kebaya membuat tampilan busana ini menjadi semakin gemerlap dan mewah.
3.6. Studi Banding Tema Sejenis 3.6.1.
Museum of fruit
Salah satu perancang yang menggunakan metafora sebagai konsep rancangannya adalah Itsuko Hazegawa. Tema ini tampak pada salah satu
karyanya yaitu Museum of Fruit yang berlokasi di Jepang tepatnya di kota Yamanshi. Bangunan ini didirikan pada tahun 1996, berfungsi sebagai museum
dan green house dengan material baja dan kaca www.greatbuildings.com. Berlokasi sekitar 30 km dari Gunung Fuji, Museum of Fruit berada pada
salah satu daerah gempa bumi yang paling aktif di dunia. Pusat pengetahuan ini memiliki tiga struktur shell yang terbuat dari baja dengan tinggi sampai 20 meter
dan bentang 50 meter yang dihubungkan oleh bangunan bawah tanah. Sebagian dari dome ini dilapisi kaca dan terbentuk dari baja yang
berbentuk pipa. Dimensi typical adalah 40 meter dengan bentang 20 meter www.arup.com.
Gambar 3.4. Siteplan Museum of Fruit
Universitas Sumatera Utara
40
Kompleks bangunan ini terdiri dari tiga massa utama, yaitu: Fruit Plaza, green house, dan workshop. Ketiga massa ini ditata menyebar seolah-olah berupa bibit yang
disebar di sebuah lahan. Kehadiran metafora terlihat pada bangunan yang menjadi obyek kasus, yaitu
Museum of Fruit. Pada bangunan ini, sang perancang menghadirkan sifat-sifat buah dan bibit dalam bentuk bangunan. Sehingga dapat dikatakan bahwa bangunan Museum of Fruit
ini merupakan perumpamaan Arsitektur sebagai sebaran bibit dan buah. Bukan hanya bentuk buah atau bibit yang dimunculkan pada bentuk arsitektural bangunan ini, tapi juga
sifat-sifatnya. Hal inilah yang membuat bangunan ini dikatakan memiliki tema metafora dan bukannya analogi atau mimesis. Terlebih lagi bentuk dan sifat buah atau bibit yang
diambil tersebut sesuai dengan fungsi bangunannya yaitu sebagai Museum buah- buahan. Jadi dalam pencapaian ide bentuknya, Itsuko Hazegawa mentransfer sifat-sifat buah dan
bibit ke dalam bangunan.
Gambar 3.5. Konsep Peletakan Massa Menyerupai Biji-bijian
Bangunan ini menggunakan tema metafora dengan kategori combine metaphor. Bangunan Museum of Fruit menggunakan konsep penyebaran bibit dalam menerapkan
idenya sekaligus juga menerapkan bentuk fisik dari tumbuhan dan buah-buahan. Pada Museum of Fruit, perancang mentransfer sifat-sifat dan bentuk dari bibit dan buah-buahan
serta tumbuh-tumbuhan yang lain. Itsuko Hazegawa berusaha menampilkan metafora dari kekuatan serta perbedaan buah-buahan, sebuah landscape purba yang tersembunyi dalam
jiwa manusia. buah-buahan tampak pada museum, sementara kekayaan hubungan budaya dan sejarah antara manusia dan buah bisa disimbolkan dengan cara menyebarkan lahan
bibit dan menjadi makmur dalam lingkungan tertentu serta pencampurannya bisa dilihat sebagai metafora hidup berdampingan dengan damai pada daerah yang bermacam2 di
Universitas Sumatera Utara
41
dunia, simbiosis manusia dan binatang, dan pemeliharaan alam. Tampilan keseluruhan bangunan merupakan
“new age village”.
Gambar 3.6. Denah-denah Museum of Fruit
3.6.2. Sydney opera house
Gambar 10. Sydney Opera House Gambar 3.7. Sydney Opera House
Sydney Opera House berdiri di atas tanah seluas 2,2 Ha dan luas bangunan 1,8 Ha dengan bentang bangunan 185 m x 120 m dan ketinggian atap mencapai 67 meter di atas
permukaan laut. Atap terbuat dari 2194 bagian beton precast yang masing-masing seberat 15,5 ton.
Universitas Sumatera Utara
42
Selain dapat dikategorikan berdasarkan kiasan obyeknya, sebuah karya arsitektur
bisa memiliki multi-interpretasi bahasa metafora bagi yang melihatnya. Sydney Opera House
adalah salah satu contohnya. Sydney Opera House dirancang oleh Jørn Utzon,
seorang arsitek kelahiran Denmark. Setiap orang yang melihat karya arsitektur ini, akan menghasilkan berbagai macam interpretasi sesuai dengan pikiran masing-masing. Ada
yang berpendapat bahwa konsep metafora Sydney Opera House berasal dari cangkang siput atau kerang. Ada pula yang berpendapat, karya arsitektur ini adalah kiasan layar
kapal yang sedang terkembang. Dan ada pula yang berpendapat, bagaikan bunga yang sedang mekar.
Sydney Opera House ini terletak di atas pelataran menjorok di tepian air, berdampingan dengan pelabuhan di kawasan Benellong Point diatas teluk Sydney yang
dulunya difungsikan sebagai gudang penyimpanan kereta trem oleh Jorn Utzon diubah menjadi suatu mahakarya yang indah dan dikenang sepanjang masa pada tahun 1957 untuk
memenuhi ambisi pemerintah setempat. Bentuknya yang melengkung berwarna putih menggunakan sistem struktur
cangkang shell system selaras dan seolah – olah seperti echo dari pelengkung jembatan
Sydney ini merupakan sistem struktur ruang dimana dalam hal ini dinding tanpa tiang menyatu dengan atap seperti pada rumah siput. Bentuk dan warna yang ditampilkan oleh
sistem tersebut selain memberikan kesan sesuai dengan lingkungan, yaitu siput binatang laut, didukung oleh lokasinya di tepian air yang sangat luas terbuka membuat Sydney
Opera House terlihat monumental.
Gambar 3.8. Denah Sydney Opera House
Universitas Sumatera Utara
43
Gambar 3.9. Detail Atap Sydney Opera House
Sydney Opera House memiliki lebih dari 1000 ruang yang diantaranya adalah: – Concert Hall, merupakan ruang utama terbesar dengan kapasitas 2679 orang
– Opera Theatre, teridir dari 1547 kursi – Drama theatre, dengan kapasitas 544 orang
– Playhouse, Studio, reception Hall, Foyer, digunakan untuk seminar, kuliah, dengan
kapasitas 398 orang – Lima auditorium, lima studio, empat restaurant, enam bar theatre, 60 ruang ganti
perpustakaan, kantor administrasi dan ruang utilitas.
Universitas Sumatera Utara
44
3.6.3. Notre dame du haut – le corbusier
Gambar 3.10 Notre Dame du Haut – Le Corbusier
Notre Dame du Haut merupakan master piece dari Le Corbusier yang dibangun pada tahun 1955 dengan langgam ekspresionis modern. Bangunan ini berupa kapel yang
dibuat tanpa mementingkan prinsip kebebasan, melainkan mementingkan kemurnian alam. Kapel ini terletak di atas kaki bukit di pegunungan Vosges. Secara keseluruhan, bentuk
bangunan ini sederhana tetapi juga rumit. Dikatakan sederhana karena bangunan terbentuk dari bidang atap dan dinding massif dari beton kasar sehingga memberikan citra berani
tetapi sederhana. Dikatakan rumit karena bangunan tidak seperti kapel pada umumnya, pertemuan bidang dinding dan atap tersusun secara diagonal membentuk perbedaan yang
sangat kontras.
Gambar 3.11. Tampak Utara dan Selatan Notre Dame du Haut – Le Corbusier
Pada bagian depan dinding bagian selatan dan timur yang cekung seakan tertarik ke suatu titik tertentu di bawah atap yang menggantung over hang yang sangat lebar. Sedang
Universitas Sumatera Utara
45
pada bagian belakang, dinding utara dan barat berbentuk melengkung hingga ke menara tanpa atap. Antara utara dan barat dipersatukan dengan sebuah pintu di antara dinding yang
melengkung. Sedangkan pada bagian dalam, ruangan berbentuk segi empat yang tidak teratur memanjang ke tenggara sampai ke altar. Pada rancangan kapelnya, Le Corbusier
memadukan potensi-potensi alam pada daerah tersebut dengan makna-makna religious Kristiani sehingga bentuknya mengandung banyak arti dan symbol bermacam-macam
symbol.
Gambar 3.12. Potongan Notre Dame du Haut – Le Corbusier
Gambar 3.13. Berbagai Macam Interpretasi Terhadap Notre Dame du Haut – Le
Corbusier
Sudut dinding yang menjorok ke atas diasumsikan sebagai haluan kapal. Atapnya diibaratkan sebagai perahu Nabi Nuh yang miring pada sisinya yang menyelamatkan umat
manusia dari air bah. Kapel yang merupakan perpaduan gaya purbakal dan gaya Kristian
Universitas Sumatera Utara
46
ini menggunakan sistem struktur dinding pemikul dan atapnya merupakan suatu struktur rongga yang ditopang sebagian kolomnya dan sebagian lagi menopang pada blok di
puncak dinding.
Gambar 3.14. Denah Notre Dame du Haut – Le Corbusier
Pada bagian interior kapel, dinding, atap dan lantainya membentuk kurva menuju altar, mengikuti bentuk alami dari lembah. Bentuk kompleksnyabermula dari tema parabola
yang terdapat pada dinding timur untuk memantulkan suara dari luar altar kembali ke lembah. Bentuk geometri dari bangunan ini didapat dari gaya bangunan Le Corbusier
terdahulu yaitu fractal dan bentuk-bentuk alami yang membuat Ronchamp menjadi bangunan post modern pertama Yohana, 2011.
Gambar 3.15. Interior Notre Dame du Haut – Le Corbusier
Universitas Sumatera Utara
47
BAB IV ANALISA