26
dapatdidedikasikanuntukperankeluargadankemasyarakatan budaya.
Oleh karena jam kerja merupakan indikator faktual dan relatif objektif dari tuntutan
kerja Spector et al., 2007, maka komitmen waktu terhadap pekerjaan yang diukur dari jumlah jam yang dicurahkan pada pekerjaan, berhubungan
signifikan dengan peningkatan konflik peran Batt Valcour, 2003; Shaffer et al. 2001. Pengaruh komitmen waktu terhadap pekerjaan ini dipertimbangkan
sebagai variabel yang potensial untuk mempengaruhi variasi kedua jenis konflik peran.
H1: Otonomi kerja berpengaruh negatif pada KPK dan KKP. H2:Keterlibatan dalam pekerjaan berpengaruh positif pada KPK dan KKP
H3: Komitmen waktu terhadap pekerjaan berpengaruh positif pada KPK dan KKP
2.4. Karakteristik peran keluarga
Konflik peran juga dapat dipengaruhi oleh variabel-variabel pada domain keluarga, khususnya yang termasuk dalam kelompok karakteristik
peran keluarga. Intensitas waktu dan jumlah energi yang dicurahkan untuk kepentingan keluarga, sedikit banyak akan berdampak pada waktu dan energi
yang dapat dialokasikan pada pekerjaan. Komitmen waktu terhadap keluarga yang merupakan investasi waktu total dalam aktivitas-aktivitas rumah tangga
dan pengasuhan anak, berhubungan positif dengan konflik Luk Shaffer, 2005; Parasuraman Simmers, 2001.
28
menyatakan bahwa kedua jenis dukungan ini akan berpengaruh negatif pada KPK dan KKP.
Hasil-hasil studi empiris menunjukkan bahwa hubungan antara dukungan karir dan dukungan emosional dengan konflik peran, tidak konsisten. Riset yang
dilakukan oleh Wadsworth and Owens 2007 menunjukkan hasil bahwa dukungan pasangan berhubungan negatif dengan KPK. Di lain pihak, temuan
studi Grzywacs and Marks 2000 menunjukkan bahwa kedua jenis dukungan ini justru berdampak negatif pada KKP. Semakin besar kedua dukungan ini
yang diperoleh dari pasangan, maka semakin rendah prevalensi KPK dan KKP. Jika keterlibatan dalam keluarga dan komitmen waktu terhadap keluarga
merupakan tekanantuntutan, dukungan dipandang sebagai sumberdaya yang diharapkan berkontribusi pada pengalaman konflik. Dalam analisis hubungan
sumber tekanan-ketegangan stressor-strainrelationship, dukungan keluarga berasal dari variabel dukungan sosial yang belakangan mulai dipertimbangkan
dalam kajian konflik peran. Hal ini logis, mengingat konflik peran dipandang sebagai salah satu elemen sumber ketegangan.
Para peneliti mengajukandefinisi dukungan sosialsecaraberbeda. Pada prinsipnya,
variabel ini
mencerminkan informasi
tentangpersepsiterhadapterpenuhinya kebutuhan akan perlindungan, dukungan, dan umpan balik. Dengan demikian, dukungan sosial dicirikan oleh tindakan-
tindakan yang menunjukkan ketanggapan terhadap kebutuhan orang lain Wadsworth Owens, 2007. Kelompok peneliti ini membedakan dukungan
29
sosial ke dalam dua kategori umum yaitu yang bersumber dari pekerjaan dan nonpekerjaan work-based and non-work-based social support.
Pada studi ini, dukungan sosial difokuskan pada dukungan yang bersumber dari aspek nonpekerjaan, yaitu pasangan, sebagai sumberdaya
domain keluarga. Dukungan sosial yangberasal dari wilayah pekerjaan tidak menjadi pertimbangan. Pertama, sumberdaya aspek pekerjaan dalam penelitian
ini diwakili oleh otonomi kerja. Kedua, mengingat penelitian ini menggunakan sampel suami dan istri, akan terdapat hubungan perkawinan marital
relationship. Dengan
demikian, dukungan
dari anggotakeluarga,
dalamhalinipasangan, akan memegang peranan penting dalam hubungan tersebut. Disamping itu, pasangan merupakan seseorang yang paling dekat
hubungannya dengan individual yang bersangkutan closest significant-others, sehingga sedikit banyak diharapkan berkontribusi pada pengalaman konflik
peran Watkins et al., 2012. Studi-studi empiris tentang hubungan antara dukungan pasangan
dengan konflik peran menunjukkan hasil yang tidak konklusif. Temuan studi Wadsworth dan Owens 2007 menunjukkan bahwa dukungan pasangan justru
berpengaruh signifikan pada fasilitasi pekerjaan-keluarga FPK, bukan pada KPK. Sementara itu, Grzywacz dan Marks 2000menemukanbahwa dukungan
suamiistri yang semakin rendah berhubungan dengan semakin tingginya konflik peran yang dialami oleh istrisuami.
Dukungan pasangan, bervariasi jenisnya. Peeters dan Le Blanc 2001 mengelompokkannya menjadi dukungan emosional empati, kasih sayang, dan
30
kepercayaan, penilaian penyaluran informasi yang relevan sebagai evaluasi diri, informasional bantuan terhadap diri sendiri, dan instrumental bantuan
praktis. Sementara itu, Wallace 2005, yang menggolongkannya menjadi dukungan emosional dan karir, menemukan bahwa kedua jenis dukungan ini
berhubungan negatif dengan KPK. Tampaknya, dukungan serta pengertian yang diperoleh dari suamiistri
dapat mengurangi konflik yang dialami istrisuami. Pada penelitian ini, dukungan pasangan mengacu pada kategorisasi dari Wallace 2005,
denganargumenbahwaselama ini dukungan emosional dipandang sebagai karakteristik yang dominan dalam konsep dukungan sosial. Selain itu, karena
respondendalampenelitian ini adalahpasangan bekerja, maka dukungan suamiistri terhadap karirpekerjaan pasangannya merupakan suatu hal yang
dipandang esensial. Baik dukungan emosional maupun dukungan karir diprediksi berhubungan negatif dengan konflik peran. Semakin besar dukungan
secara emosional terhadappekerjaandan eksistensi karir pasangan, prevalensi KPK dan KKP diharapkan akan semakin rendah.
H4: Keterlibatan dalam keluarga berpengaruh positif pada KPK dan KKP H5: Komitmen waktu terhadap keluarga berpengaruh positif pada KPK dan
KKP H6: Dukungan emosional pasangan berpengaruh negatif pada KPK dan KKP
H7: Dukungan karir pasangan berpengaruh negatif pada KPK dan KKP
31
Berdasarkan hipotesis yang diajukan, maka dapat digambarkan rerangka konseptual seperti yang dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Rerangka konseptual
Waktu kerja
Keterlibatan dlm
pekerjaan KPK
Otonomi kerja
Dukungan karir
Keterlibatan dlm keluarga
Waktu keluarga
KKP
Dukungan emosi
32
BAB III METODE PENELITIAN