20
pada domain keluarga dan pekerjaan cross domain. Hasil studi Yang et al. 2000 menunjukkan bahwa keterlibatan dalam pekerjaan berhubungan positif
dengan konflik peran. Selain itu, komitmen terhadap pekerjaan juga cenderung berdampak positif terhadap KPK Parasuraan Simmers, 2001. Serupa
dengan itu, semakin tinggi keterlibatan dalam keluarga dan komitmen terhadap keluarga, maka semakin tinggi pula pengalaman konflik peran yang akan
dirasakan oleh seseorang.
2.2. Anteseden Konflik Peran
Para peneliti di bidang konflik antar peran mengemukakan bahwa anteseden atau determinan konflik pekerjaan-keluarga KPK dan konflik
keluarga-pekerjaan KKP dapat berasal dari domain pekerjaan karakteristik peran pekerjaan dan domain keluarga karakteristik peran keluarga.
2.3. Karakteristik peran pekerjaan
Hasil penelusuran studi-studi empiris menunjukkan bahwa konflik peran dipengaruhi oleh beberapa variabel. Secara umum anteseden KPK berasal dari
domain keluarga dan domain pekerjaan Jennings McDougald, 2007; Lilly et al., 2006; Luk Shaffer, 2005, karakteristik kemasyarakatan sosial-budaya
Voydanoff, 2001, serta karakteristik disposisional Noor, 2002; Cinamon, 2006. Determinan yang digunakan untuk menjelaskan KPK pada domain
pekerjaan antara lain karakteristik peran pekerjaan, yang terdiri dari otonomi
21
kerja, keterlibatan dalam pekerjaan, dan komitmen waktu terhadap pekerjaan. Di satu pihak, otonomi kerja berhubungan negatif dengan KPK. Melalui
diskresi pekerjaan kontrolterhadap jam kerja, individual dapat mengendalikan dan mengatur pekerjaannya sedemikian rupa untuk menurunkan KPK
BattValcour, 2003. Di lain pihak, semakin tingginya keterlibatan dalam pekerjaan, dan komitmen waktu terhadap pekerjaan, ditengarai akan
berhubungan dengan semakin tingginya pengalaman KPK melalui peningkatan waktu dan energi yang dicurahkan terhadap pekerjaan Parasuraman
Simmers, 2001. Pasangan bekerja cenderung mengalami kehidupan pekerjaan-keluarga
yang lebih dinamis dibandingkan dengan keluarga tradisional. Selama duadasawarsaterakhir,
riset-riset industrialorganisasional
lebih banyak
difokuskan pada isu-isu terkait pekerjaan dan organisasi, sehingga cenderung mengabaikan
hal-hal yang
berhubungan dengan
variabel-variabel domestikkeluarga Muchinky, 2003. Parasuraman dan Simmers 2001 dan
Yang et al. 2000menguji hubungan domain keluarga, dalam hal ini karakteristik peran keluarga, dan KPK. Ditemukan bahwa keterlibatan dalam
keluarga dan komitmen waktu terhadap keluarga berpengaruh positif pada pengalaman konflik. Semakin tinggi keterlibatan dalam keluarga dan semakin
banyak waktu yang dialokasikan untuk keluarga cenderung menyebabkan waktu yang dialokasikan untuk urusan pekerjaan akan semakin kecil, sehingga
penuntasan tanggung jawab dalam peran pekerjaan menjadi terganggu. Kedua
22
variabel ini berpengaruh positif paling tidak pada KPK yang dialami oleh salah satu anggota pasangan bekerja Parasuraman Simmers, 2001.
Hubungan antara KPK dengan antesedennya tergambarkan dengan jelas melalui teori ketegangan peran role strain theory yang dikembangkan oleh
Goode 1960. Secara konseptual dikemukakan bahwa semua individual terlibat dalam berbagai hubungan peran pada domain yang berbeda dengan kewajiban-
kewajiban untuk masing-masing peran yang berbeda pula. Umumnya, tanggung jawab pada berbagai peran ini harus dilakukan secara simultan. Individual
menginginkan semua peran terpenuhi dengan baikMulki et al., 2008a.Akan tetapi, harapan ini acapkali tidak tercapai, sehingga ketidakcocokan
incompatibility tuntutan-tuntutan tersebut akhirnya menimbulkan konflik peran Beauregard, 2006. Atas dasar itu, ketegangan peran merupakan suatu
konsekuensi normal dari kesulitan dalam memenuhi tuntutan-tuntutan berbagai peran.
Postulasi dalam teori ketegangan peran mencerminkan bahwa tanggung jawab dari domain-domain yang berbeda dan terpisah akan saling bersaing satu
sama lain untuk memperoleh sumberdaya waktu, energi pisik, dan energi psikologis yang relatif terbatas jumlahnya Grzywacsz Marks, 2000.
Metafora kue pastel pie metaphorical seringkali digunakan untuk menggambarkan fenomena
ini−waktu dan energi yang diwakili oleh satu “potong” aktivitas mengurangi bagian kue yang tersisa untuk kegiatan-kegiatan
pada peran lain Ruderman et al., 2002. Dalam hubungannya dengan KPK, Perrone dan Worthington, 2001 dalam Engle Dimitriadi, 2007 mendefinisi
23
ketegangan peran role strain sebagai suatu bentuk konflik antara dua atau lebih peran interrole conflict, ketika partisipasi dalam satu peran
menyebabkan kesulitan untuk berpartisipasi dalam peran yang lain. Dengan demikian,
ketegangan peran
merupakan proses
transaksional yang
mencerminkan ketidakseimbangan antara tuntutan dan ketersediaan sumberdaya untuk mengatasi tuntutan-tuntutan tersebut Scharlach, 2001. Jadi, tuntutan
pekerjaan dan keluarga yang lebih besar, berhubungan dengan ketegangan peran yang lebih tinggi prevalensinya.
Model atau teori ketegangan peran bersifat komprehensif dan luas, yakni mencakup ketegangan peran yang muncul dari tuntutan-tuntutan pekerjaan dan
keluarga Beitman et al., 2004. Para peneliti yang menggolongkan konflik pekerjaan dan keluarga menjadi KPK dan KKP, menyatakan bahwa kedua tipe
konflik ini memiliki anteseden yang berbeda. Anteseden KPK berupa domain pekerjaan, sedangkan anteseden KKP berasal dari domain keluarga Boyar et
al., 2003; Carlson Kacmar, 2000; Hammer et al., 2005a; Lilly et al., 2006. Kelompok peneliti ini menyatakan bahwa tekanan yang bersumber dari satu
domain misalnya, pekerjaan, akan mengarah kepada kelelahan, masalah, atau hambatan pada domain yang bersangkutan, sehingga membatasi kemampuan
seseorang untuk memenuhi tuntutan pada domain yang lain misalnya, keluarga. Diprediksi bahwa sumber tekanan kerja berhubungan langsung dan
positif dengan KPK, sedangkan sumber tekanan yang berasal dari keluarga berhubungan langsung dan positif dengan KKP.
24
Disamping sumber-sumber tekanan, karakteristik peran yang berasal dari kedua domain juga dapat mempengaruhi konflik peran, namun dengan
tanda hubungan yang berlawanan. Otonomi kerja misalnya, akan berpengaruh secara langsung dan negatif pada KPK, karena individual yang memiliki
otonomi dapat meningkatkan kontrol terhadap tuntutan-tuntutan yang berasaldari peran pekerjaannya, sehingga mengalami konflik yang relatif lebih
rendah dibandingkan mereka yang tidak memiliki otonomi kerja Batt Valcour, 2003. Studi ini mengajukan model perluasan berdasarkan pandangan
bahwa hubungan antara prediktor dan konsekuensinya bersifat within domain dan cross-domain. Maka dari itu, antesedennya adalah variabel-variabel yang
berasal dari domain pekerjaan, keluarga, dan budaya. Secara umum, anteseden KPK dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori
yaitu tanggung jawab dan harapan; tuntutan psikologis; serta kebijakan dan aktivitas organisasi Judge Colquitt, 2004. Dalam penelitian yang
membandingkan kondisi konflik di antara berbagai tipe pekerjaan,Parasuraman dan Simmers 2001 menggunakan karakteristik peran pekerjaan dan
karakteristik peran keluarga sebagai anteseden KPK. Aspek-aspek karakteristik peran pekerjaan dalam hal ini adalah otonomi kerja, keterlibatan dalam
pekerjaan, dan komitmen waktu terhadap pekerjaan. Sementara itu, keterlibatan dalam keluarga, komitmen waktu terhadap keluarga, dukungan pasangan, dan
keberadaan pembantu rumah tangga merupakan indikator karakteristik peran keluarga yang diprediksi berhubungan dengan KPKB.
25
Otonomi kerja merupakan salah satu karakteristik peran pekerjaan yang dianggap penting dalam berbagai konteks jenis pekerjaan. Otonomi kerja
memungkinkan karyawan memiliki kebebasan dan fleksibelitas untuk mengelola beban kerja sedemikian rupa, sehinggadapat meminimalkan tekanan,
kelelahan dan konflik Ahuja et al., 2007. Sesuai dengan hipotesis, tampak bahwa otonomi kerja berhubungan negatif dengan KPK, namun dengan hasil
yang tidak signifikan. Terdapat dugaan bahwa kelompok karyawan yang dijadikan responden tidak memiliki kesempatan untuk mengambil istirahat pada
pertengahan hari kerja untuk menunaikan tugas keluarga atau mengantar anak- anak mereka bertanding sepak bola, misalnya, karena tinggal jauh dari rumah.
Jadi, meskipun memiliki otonomi, konflik peran tidak terpengaruh adanya. Berbeda halnya dengan otonomi kerja yang berhubungan negatifdengan
KPK, tingginyaketerlibatan dalam pekerjaancenderung menyebabkan intensitas konflik yang semakin tinggi. Diprediksi bahwa semakin tinggi keterlibatan
dalam pekerjaan yang mencerminkan derajat dengan mana pekerjaan merupakan hal sentral dalam konsep diri atau rasa keidentitasan seseorang, akan
meningkatkan intensitas KPK Parasuraman Simmers, 2001. Nodenmark 2002 secara spesifik mempertimbangkan jumlah jam kerja
sebagai salah satu indikator untuk mengukur komitmen waktu terhadap pekerjaan.
Hasilstudinyamenunjukkanbahwakaryawan yang
ditelitimelaporkanhambatandalammenjalankanperan- perannonpekerjaanakibatpanjangnya
jam kerjamereka.
Kondisiiniakanmembatasiwaktudanenergi yang
26
dapatdidedikasikanuntukperankeluargadankemasyarakatan budaya.
Oleh karena jam kerja merupakan indikator faktual dan relatif objektif dari tuntutan
kerja Spector et al., 2007, maka komitmen waktu terhadap pekerjaan yang diukur dari jumlah jam yang dicurahkan pada pekerjaan, berhubungan
signifikan dengan peningkatan konflik peran Batt Valcour, 2003; Shaffer et al. 2001. Pengaruh komitmen waktu terhadap pekerjaan ini dipertimbangkan
sebagai variabel yang potensial untuk mempengaruhi variasi kedua jenis konflik peran.
H1: Otonomi kerja berpengaruh negatif pada KPK dan KKP. H2:Keterlibatan dalam pekerjaan berpengaruh positif pada KPK dan KKP
H3: Komitmen waktu terhadap pekerjaan berpengaruh positif pada KPK dan KKP
2.4. Karakteristik peran keluarga