4. Mengetahui bahwa pupil anisokor pada pasien trauma maksilofasial berhubungan dengan
terjadinya lesi intrakranial akut. 5.
Mengetahui bahwa skor GCS awal kurang dari 14 pada pasien trauma maksilofasial berhubungan dengan terjadinya lesi intrakranial akut.
6. Mengetahui bahwa waktu kejadian sampai mendapat penanganan di rumah sakit lebih dari 6
jam pada pasien trauma maksilofasial berhubungan dengan terjadinya lesi intrakranial akut. 7.
Mengetahui bahwa gangguan faal hemostasis pada pasien trauma maksilofasial berhubungan dengan terjadinya lesi intrakranial akut.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Ilmiah
Hasil penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan dalam upaya mengetahui hubungan faktor
– faktor yang menyebabkan terjadinya lesi intrakranial akut pada pasien dengan trauma maksilofasial.
1.4.2 Manfaat Praktis
Dengan mengetahui hubungan faktor-faktor tersebut dengan terjadinya lesi intrakranial akut, diharapkan dapat menjadi acuan untuk mendeteksi secara dini pasien yang memiliki risiko
terjadinya lesi intrakranial akut pada trauma maksilofasial, sehingga dapat dilakukan penanganan yang tepat dan dapat mengurangi terjadinya kecacatan fungsional atau kematian.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Maksilofasial
Pertumbuhan kranium terjadi sangat cepat pada tahun pertama dan kedua setelah lahir dan lambat laun akan menurun kecepatannya. Pada anak usia 4-5 tahun, besar kranium sudah mencapai
90 kranium dewasa. Maksilofasial tergabung dalam tulang wajah yang tersusun secara baik dalam membentuk wajah manusia Pappachan, 2012 .
Daerah maksilofasial dibagi menjadi 3 bagian. Bagian pertama adalah wajah bagian atas, di mana patah tulang melibatkan daerah frontal dan sinus. Bagian kedua adalah midface. Midface
dibagi menjadi bagian atas dan bawah. Para midface atas adalah di rahang atas dimana fraktur Le Fort II dan III terjadi.Bagian ketiga dari daerah maksilofasial adalah wajah yang lebih rendah, di
mana patah tulang yang terisolasi ke rahang bawah Pappachan, 2012 . Tulang pembentuk wajah pada manusia bentuknya lebih kecil dari tengkorak otak. Didalam
tulang wajah terdapat rongga-rongga yang membentuk rongga mulut, rongga hidung dan rongga mata Pappachan, 2012 .
2.2 Trauma Maksilofasial
Cedera atau trauma pada daerah wajah memiliki signifikansi yang tinggi karena berbagai alasan. Daerah wajah memberikan perlindungan terhadap kepala dan memiliki peran penting
dalam penampilan. Daerah maksilofasial berhubungan dengan sejumlah fungsi penting seperti penglihatan, penciuman, pernafasan, berbicara, dan juga memakan. Fungsi-fungsi ini sangat
terpengaruh pada cedera dan berakibat kepada kualitas hidup yang buruk Singh, 2012.
Trauma maksilofasial mencakup cedera jaringan lunak dan tulang-tulang yang membentuk struktur maksilofasial. Tulang-tulang tersebut antara lain: tulang nasoorbitoetmoid, tulang
zigomatikomaksila, tulang nasal, tulang maksila, tulang mandibula Japardi, 2004.
2.2.1 Fraktur Maksilofasial
Fraktur adalah hilangnya atau putusnya kontinuitas jaringan keras tubuh. Fraktur maksilofasial adalah fraktur yang terjadi pada tulang-tulang wajah yaitu tulang
nasoorbitoetmoid, tulang zigomatikomaksila, tulang nasal, tulang maksila, dan juga tulang mandibula Japardi, 2004.
Menurut Pappachan 2012, ada konsep bony pillars pada midfacial skeleton yang dapat menyerap energi trauma dari arah bawah , tapi tulang-tulang ini mudah patah bila terkena energi
trauma yang datangnya dari arah berbeda. Disebutkan tulang nasal adalah yang paling ringkih, hanya dapat mentoleransi energi sebesar 25
– 75 pounds, tulang maksila dapat mentoleransi energi sebesar 140
– 445 pounds, arkus zigoma dapat mentoleransi energi sebesar 208 – 475 pounds, tulang frontal mampu mentoleransi energi sebesar 800
– 1600 pounds, tulang mandibula lebih sensitif terhadap trauma dari arah samping dibandingkan dari arah depan. Toleransi
kekuatan tulang mandibula berbeda-beda tergantung dari lokasinya. Energi trauma sebesar 425 pounds dapat menyebabkan fraktur pada salah satu kondilar, sedangkan energi sebesar 535
– 550 pounds dapat menyebabkan fraktur pada kedua kondilar, dan energi sebesar 850
– 925 pounds dapat menyebabkan fraktur pada simfisis Pappachan, 2012.