Rancangan Perbaikan Metode Kerja Dan Alat Bantu Pada Pembuatan Tempe Di Ukm Cinta Rakyat

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Ansari, N.A and Sheikh, M.J. 2014. Evaluation of work Posture by RULA and REBA: A Case Study.India : Mechanical Department Agnihotri college of

Engineering Wardha.

Eko Nurmianto.2008.Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Surabaya : Guna Widya.

Kaewbooncho,Orawan and Yamamoto, Hiroichi. 1998. The Standardized Nordic Questionnaire Applied to Workers Exposed to Hand-Arm Vibration.

Jepang : Wakayama Medical University.

Poerwanto, dkk. 2008. Instrumentasi dan Alat Ukur. Medan : Universitas Sumatera Utara.

Raharjo,Poppy.2008. Usulan Perancangan Alat Kertas Karton. Universitas Admajaya Jogyakarta:Jogyakarta.

Santoso, Gempur. 2003. Ergonomi Manusia, Peralatan dan Lingkungan.

Tarwaka, dkk. 2003. Ergonomi Untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan produktivitas. UNIBAS Press. Surakarta.

Wignjosoebroto, Sritomo. 1995. Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu, Surabaya: PT. Guna Widya.


(2)

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1. Ergonomi1

Ergonomi atau ergonomics (bahasa Inggrisnya) sebenarnya berasal dari kata yunani yaitu Ergo yang berarti kerja dan Nomos yang berarti hukum. Dengan demikian ergonomi dimaksudkan sebagai disiplin keilmuan yang mempelajari manusia dalam kaitannya dengan pekerjaan. Disiplin ergonomi secara khusus akan mempelajari keterbatasan dari kemampuan manusia dalam berinteraksi dengan teknologi dan produk-produk buatannya. Disiplin ini berangkat dari kenyataan bahwa manusia memiliki batas-batas kemampuan baik pendek maupun jangka panjang pada saat berhadapan dengan keadaan lingkungan sistem kerjanya berupa perangkat keras/hardware. Pada prinsipnya disiplin ergonomik akan mempelajari apa akibat-akibat (dampak) dari teknologi dan produk-produknya terhadap manusia melalui pengetahuan-pengetahuan tersebut.

3.2. Keluhan Musculoskeletal2

Keluhan musculoskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen

1 Wignjosoebroto, Sritomo. 1995. Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu

2 Tarwaka, dkk. 2003. Ergonomi Untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan produktivitas. UNIBAS


(3)

dan tendon. Keluhan hingga kerusakan inilah yang biasanya diistilahkan dengan Musculoskeletal disorsders (MSDs) atau cedera pada sistem muskuloskeletal.

Apabila pekerjaan berulang tersebut dilakukan dengan cara yang nyaman, sehat dan sesuai dengan standar yang ergonomis, maka tidak akan menyebabkan gangguan muskuloskeletal dan semua pekerjaan akan berlangsung dengan efektif dan efisien. Secara garis besar keluhan otot yang terjadi dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu:

1. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan hilang apabila pembebanan dihentikan.

2. Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap. Walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot masih terus berlanjut.

Studi tentang MSDs pada berbagai jenis industri telah banyak dilakukan dan hasil studi menunjukkan bahwa bagian otot yang sering dikeluhkan adalah otot rangka (skeletal) yang meliputi leher, bahu, lengan, tangan, jari, punggung, pinggang dan otot-otot bagian bawah. Diantara keluhan otot skeletal tersebut, yang paling banyak dialami oleh pekerja adalah otot bagian pinggang (low back pain = LBP).

Keluhan otot skeletal pada umumnya terjadi karena kontraksi otot yang berlebihan akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan durasi pembebanan yang panjang. Sebaliknya, keluhan otot kemungkinan tidak terjadi apabila kontraksi otot hanya berkisar antara 15-20%. Peredaran darah ke otot


(4)

berkurang menurut tingkat kontraksi yang dipengaruhi oleh besarnya tenaga yang diperlukan. Bila suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat terhambat dan sebagai akibatnya terjadi penimbunan asam laktat yang menyebabkan timbulnya rasa nyeri otot.

Peter Vi (2000) menjelaskan bahwa, terdapat banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadi keluhan musculoskeletal sebagai berikut:

1. Peregangan otot yang berlebihan

Peregangan otot yang berlebihan pada umumnya sering dikeluhakan oleh para pekerja dimana aktivitas kerjanya menuntut pengerahan tenaga yang besar seperti aktivitas mengangkat, menarik, mendorong dan menahan beban yang berat. Peregangan otot yang berlebihan ini terjadi karena pengerahan otot yang diperlukan melampaui kekuatan optimum otot. Apabila hal serupa sering dilakukan, maka dapat mempertinggi resiko terjadinya keluhan otot, bahkan dapat menyebabkan terjadinya otot skeletal.

2. Aktivitas berulang

Aktivitas berulang merupakan pekerjaan yang dilakukan secara terus menerus seperti pekerjaan mencangkul, membelah kayu besar, angkut dan sebagainya. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terus menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi.

3. Sikap kerja tidak alamiah

Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi bagian bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah, misalnya pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat dan sebagainya.


(5)

Semakin jauh posisi tubuh dari pusat gravitasi tubuh, maka semakin tinggi pula resiko terjadinya keluhan otot skeletal.

4. Faktor penyebab sekunder

Faktor penyebab sekunder ini adalah berupa tekanan langsung dari jaringan otot yang lunak atau getaran dengan frekuensi tinggi yang menyebabkan kontraksi otot bertambah.

Ada beberapa cara yang telah diperkenalkan dalam melakukan evaluasi ergonomi untuk mengetahui hubungan antara tekanan fisik dengan resiko keluhan otot skeletal. Pengukuran terhadap tekanan fisik ini cukup sulit karena melibatkan berbagai faktor subjektif seperti kinerja, motivasi, harapan dan toleransi kelelahan. Alat ukur yang digunakan dpat dilakukan dengan berbagai cara mulai metode yang sederhana sampai menggunakan sistem komputer. Salah satu dari metode tersebut adalah melalui Standard Nordic Questionnaire.

3.2.1. Standard Nordic Quetionnaire (SNQ)3

Standard Nordic Questionnaire (SNQ) merupakan alat yang dapat

mengetahui bagian-bagian otot yang mengalami keluhan dengan tingkat keluhan mualai dari Tidak Sakit (TS), agak sakit (AS), Sakit (S) dan Sangat Sakit (SS). Dengan melihat dan menganalisis peta tubuh seperti pada Gambar 1. maka dapat diestimasi jenis dan tingkat keluhan otot skeletal yang dirasakan oleh pekerja.


(6)

KETERANGAN

NO JENIS KELUHAN

1 Sakit kaku di bagian leher bagian bawah 2 Sakit di bahu kiri

3 Sakit di bahu kanan 4 Sakit lengan atas kiri 5 Sakit di punggung 6 Sakit lengan atas kanan 7 Sakit pada pinggang 8 Sakit pada bokong 9 Sakit pada pantat 10 Sakit pada siku kiri 11 Sakit pada siku kanan

12 Sakit pada lengan bawah kiri 13 Sakit pada lengan bawah kanan 14 Sakit pada pergelangan tangan kiri 15 Sakit pada pergelangan tangan kanan 16 Sakit pada tangan kiri

17 Sakit pada tangan kanan 18 Sakit pada paha kiri 19 Sakit pada paha kanan 20 Sakit pada lutut kiri 21 Sakit pada lutut kanan 22 Sakit pada betis kiri 23 Sakit pada betis kanan

24 Sakit pada pergelangan kaki kiri 25 Sakit pada pergelangan kaki kanan 26 Sakit pada kaki kiri

27 Sakit pada kaki kanan


(7)

3.2. Postur Kerja

Posisi tubuh dalam kerja sangat ditentukan oleh jenis pekerjaan yang dilakukan. Masing-masing posisi kerja mempunyai pengaruh yang berbeda-beda terhadap tubuh. Grandjean (1993) berpendapat bahwa bekerja dengan posisi duduk mempunyai keuntungan antara lain:

1. Pembebanan pada kaki

2. Pemakaian energi dapat dikurangi

2. Keperluan untuk sirkulasi darah dapat dikurangi

Namun demikian kerja dengan sikap duduk terlalu lama dapat menyebabkan otot perut melembek dan tulang belakang akan melengkung sehingga cepat lelah. Mengingat posisi duduk mempunyai keuntungan dan kerugian, maka untuk mendapatkan hasil kerja yang lebih baik tanpa pengaruh buruk pada tubuh, perlu dipertimbangkan pada jenis pekerjaan apa saja sesuai diterapkan posisi duduk. Untuk maksud tersebut, Pulat (1992) memberikan pertimbangan tentang pekerjaan yang paling baik dilakukan dengan posisi duduk. Pekerjaan tersebut antara lain:

1. Pekerjaan yang memerlukan kontrol dengan teliti pada kaki

2. Pekerjaan utama adalah menulis atau memerlukan ketelitian pada tangan 3. Tidak diperlukan tenaga dorong yang besar

4. Objek yang dipegang tidak memerlukan tangan bekerja pada ketinggianlebih dari 15 cm dari landasan kerja


(8)

6. Pekerjaan dilakukan pada waktu yang lama

7. Seluruh objek yang dikerjakan atau disuplai masih dalam jangkauan dengan posisi duduk

Selain posisi kerja duduk, posisi berdiri juga banyak ditemukan di perusahaan. Seperti halnya posisi duduk, posisi kerja berdiri juga mempunyai keuntungan maupun kerugian. Menurut Sutalaksana (2000) bahwa sikap berdiri merupakan sikap siaga baik fisik maupun mental, sehingga aktivitas kerja yang dilakukan lebih cepat, kuat dan teliti. Pada dasarnya, berdiri lebih lelah daripada duduk dan energi yang dikeluarkan untuk berdiri lebih banyak 10-15% dibandingkan dengan duduk. Untuk meminimalkan pengaruh kelelahan dan keluhan subjektif maka pekerjaan harus didesain agar tidak terlalu banyak menjangkau, membungkuk, atau melakukan gerakan dengan posisi kepala yang tidak alamiah. Untuk maksud tersebut, Pulat (1992) dan Clark (1996) memberikan pertimbangan tentang pekerjaan yang paling baik dilakukan dengan posisi berdiri antara lain:

1. Tidak tersedia tempat untuk kaki dan lutut

2. Harus memegang objek yang berat (lebih dari 4,5 kg) 3. Sering menjangkau ke atas, ke bawah dan ke samping 4. Sering melakukan pekerjaan dengan menekan ke bawah 5. Memerlukan mobilitas tinggi


(9)

3.2.1. REBA (Rapid Entire Body Assesment)4

Menurut Mc Atamney dan Hignett (2000) Rapid Entire Body Assessment adalah sebuah metode yang dikembangkan dalam bidang ergonomi dan dapat digunakan secara cepat untuk menilai posisi kerja atau postur leher, punggung, lengan pergelangan tangan dan kaki seorang operator. Selain itu metode ini juga dipengaruhi faktor coupling, beban eksternal yang ditopang oleh tubuh serta aktifitas pekerja. Penilaian dengan menggunakan REBA tidak membutuhkan waktu yang lama untuk melengkapi dan melakukan scoring general pada daftar aktivitas yang mengindikasikan perlu adanya pengurangan resiko yang diakibatkan postur kerja operator (nur-w.blogspot.com,2009).

Metode ergonomi tersebut mengevaluasi postur, kekuatan, aktivitas dan faktor coupling yang menimbulkan cidera akibat aktivitas yang berulang–ulang. Penilaian postur kerja dengan metode ini dengan cara pemberian skor resiko antara satu sampai lima belas, yang mana skor yang tertinggi menandakan level yang mengakibatkan resiko yang besar (bahaya) untuk dilakukan dalam bekerja. Hal ini berarti bahwa skor terendah akan menjamin pekerjaan yang diteliti bebas dari ergonomic hazard. REBA dikembangkan untuk mendeteksi postur kerja yang beresiko dan melakukan perbaikan sesegera. REBA dikembangkan tanpa membutuhkan piranti khusus. Ini memudahkan peneliti untuk dapat dilatih dalam melakukan pemeriksaan dan pengukuran tanpa biaya peralatan tambahan.

4 Raharjo,Poppy.2008. Usulan Perancangan Alat Kertas Karton. Universitas Admajaya

Jogyakarta:Jogyakarta.


(10)

Pemeriksaan REBA dapat dilakukan di tempat yang terbatas tanpa menggangu pekerja. Pengembangan REBA terjadi dalam empat tahap. Tahap pertama adalah pengambilan data postur pekerja dengan menggunakan bantuan video atau foto, tahap kedua adalah penentuan sudut–sudut dari bagian tubuh pekerja, tahap ketiga adalah penentuan berat benda yang diangkat, penentuan coupling, dan penentuan aktivitas pekerja. Dan yang terakhir, tahap keempat adalah perhitungan nilai REBA untuk postur yang bersangkutan. Dengan didapatnya nilai REBA tersebut dapat diketahui level resiko dan kebutuhan akan tindakan yang perlu dilakukan untuk perbaikan kerja (nur-w.blogspot.com,2009).

Penilaian postur dan pergerakan kerja menggunakan metode REBA melalui tahapan–tahapan sebagai berikut:

Tahap 1: Pengambilan data postur pekerja dengan menggunakan bantuan video atau foto

Pengambilan data postur pekerja dengan menggunakan bantuan video atau foto. Untuk mendapatkan gambaran sikap (postur) pekerja dari leher, punggung, lengan, pergelangan tangan hingga kaki secara terperinci dilakukan dengan merekam atau memotret postur tubuh pekerja. Hal ini dilakukan supaya peneliti mendapatkan data postur tubuh secara detail (valid), sehingga dari hasil rekaman dan hasil foto bisa didapatkan data akurat untuk tahap perhitungan serta analisis selanjutnya.

Tahap 2: Penentuan sudut-sudut dari bagian tubuh pekerja.

Penentuan sudut–sudut dari bagian tubuh pekerja. Setelah didapatkan hasil rekaman dan foto postur tubuh dari pekerja dilakukan perhitungan besar sudut


(11)

dari masing-masing segmen tubuh yang meliputi punggung (batang tubuh), leher, lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan dan kaki. Pada metode REBA segmen-segmen tubuh tersebut dibagi menjadi dua kelompok, yaitu grup A dan B. Grup A meliputi punggung (batang tubuh), leher dan kaki. Sementara grup B meliputi lengan atas, lengan bawah dan pergelangan tangan. Dari data sudut segmen tubuh pada masing–masing grup dapat diketahui skornya, kemudian dengan skor tersebut digunakan untuk melihat tabel A untuk grup A dan tabel B untuk grup B agar diperoleh skor untuk masing–masing tabel.

Tabel 3.1. Skor Pergerakan Punggung (Batang Tubuh)

Pergerakan Skor Perubahan Skor

Tegak 1

+1 jika memutar atau kesamping 0o-20o Flexion

2 0o-20o Extension

20o-60o Flexion

3 > 20o Flexion

> 60o Flexion 4

Sumber:Stanton, nevile, Hand Book Of Human Factor and Ergonomics Methods.

Pada Tabel 2.1 di atas, pergerakan punggung dapat ditunjukkan pada Gambar 2.2 berikut ini.

Grup A

1. Batang Tubuh (Trunk)


(12)

2. Leher (Neck)

Gambar 3.2. Postur Tubuh Bagian Leher Tabel 3.2. Skor Leher REBA

Pergerakan Skor Skor Perubahan

0-200 1

+1 jika leher berputar/bengkok >200-ekstensi 2

Sumber:Stanton, nevile, Hand Book Of Human Factor and Ergonomics Methods.

3. Kaki (Legs)

Gambar 3.3. Postur Tubuh Bagian Kaki (Legs) Tabel 3.2. Skor Kaki (Legs)

Pergerakan Skor Skor Perubahan

Posisi normal/seimbang (berjalan/duduk) 1 +1 jika lutut antara 30-600 +2 jika lutut >600

Bertumpu pada satu kaki lurus 2


(13)

4. Beban (Load)

Gambar 3.5. Ukuran Beban (Load)

Tabel 3.3. Skor Beban Pergerakan Skor Skor Pergerakan

<5 kg 0

+1 jika kekuatan cepat 5-10 kg 1

>10 kg 2

Sumber:Stanton, nevile, Hand Book Of Human Factor and Ergonomics Methods.

Grup B

1. Lengan Atas (Upper Arm)


(14)

Tabel 3.5. Skor Lengan Atas

Pergerakan Skor Skor Perubahan

200 (ke depan dan belakang) 1

+1 jika bahu naik

+1 jika lengan berputar/bengkok -1 miring, menyangga berat lengan >200 (ke belakang) atau 20-450 2

45-900 3

>900 4

Sumber:Stanton, nevile, Hand Book Of Human Factor and Ergonomics Methods.

2. Lengan Bawah (Lower Arms)

Gambar 3.7. Postur Lengan Bawah REBA Tabel 3.6. Skor Lengan Bawah REBA

Pergerakan Skor

60-1000 1

<600 atau >1000 2

Sumber:Stanton, nevile, Hand Book Of Human Factor and Ergonomics Methods.


(15)

Gambar 3.8. Postur Tubuh Bagian Pergelangan Tangan (Wrist)

Tabel 3.7. Skor Pergelangan Tangan REBA

Pergerakan Skor Skor Perubahan

0-150 (ke atas dan bawah) 1 +1 jika pergelangan tangan putaran menjauhi sisi tengah

>150 (ke atas dan bawah) 2

Sumber:Stanton, nevile, Hand Book Of Human Factor and Ergonomics Methods.

4. Coupling

Tabel 3.8. Coupling

Coupling Skor Keterangan

Baik 0 Kekuatan pegangan baik

Sedang 1 Pegangan bagus tapi tidak ideal atau kopling cocok dengan bagian tubuh

Kurang baik 2 Pegangan tangan tidak sesuai walaupun mungkin

Tidak dapat diterima 3

Kaku, pegangan tangan tidak nyaman, tidak ada pegangan atau kopling tidak sesuai dengan bagian tubuh

Tabel 3.9. Skor Aktivitas

Aktivitas Skor Keterangan

Postur statik +1 1 atau lebih bagian tubuh statis/diam

Pengulangan +1 Tindakan berulang-ulang

Ketidakstabilan +1 Tindakan menyebabkan jarak yang besar dan cepat pada postur (tidak stabil)


(16)

Tabel 3.10. Nilai Level Tindakan REBA

Skor REBA Level Risiko Level Tindakan Tindakan

1 Dapat diabaikan 0 Tidak diperlukan

2-3 Kecil 1 Mungkin diperlukan

4-7 Sedang 2 Perlu

8-10 Tinggi 3 Segera

11-15 Sangat tinggi 4 Sekarang juga

Sumber:Stanton, nevile, Hand Book Of Human Factor and Ergonomics Methods.

Tabel 3.11. Perhitungan Grup A Untuk REBA

Neck Leg Trunk

1 2 3 4 5

1

1 1 2 2 3 4 2 2 3 4 5 6 3 3 4 5 6 7 4 4 5 6 7 8

2

1 1 3 4 5 6 2 2 4 5 6 7 3 3 5 6 7 8 4 4 6 7 8 9

3

1 3 4 5 6 7 2 3 5 6 7 8 3 5 6 7 8 9 4 6 7 8 9 9


(17)

Tabel 3.12. Perhitungan Grup B Untuk REBA Lower

Arm Wrist

Upper Arm

1 2 3 4 5 6

1

1 1 1 3 4 5 7

2 2 2 4 5 7 8

3 2 3 5 5 8 8

2

1 1 2 4 5 7 3

2 2 3 5 5 8 9

3 3 4 5 7 8 9

Sumber:Stanton, nevile, Hand Book Of Human Factor and Ergonomics Methods. Tabel 3.12. Perhitungan Metode REBA Score

B

Score A

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1 1 1 2 3 4 6 7 8 9 10 11 12

2 1 2 3 4 4 6 7 8 9 10 11 12

3 1 2 3 4 4 6 7 8 9 10 11 12

4 2 3 4 4 5 7 8 9 10 11 11 12

5 3 4 4 5 6 8 9 10 10 11 12 12

6 3 4 5 6 7 8 9 10 10 11 12 12

7 4 5 6 7 8 9 9 10 11 11 12 12

8 5 6 7 8 8 9 10 10 11 12 12 12

9 6 6 7 8 9 10 10 10 11 12 12 12

10 7 7 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12

11 7 7 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12

12 7 8 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12


(18)

3.3. Antropometri5

3.3.1. Definisi Antropometri

Istilah antropometri berasal dari “anthro” yang berarti manusia dan “metri”

yang berarti ukuran. Secara definitif antropometri dapat dinyatakan sebagai satu studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia Antropomeetri menurut Sevenson (1989) dan Nurmianto (1991) adalah satu kumpulan data numerik yang berhubungan dengan karakteristik fisik tubuh manusia ukuran, bentuk dan kekuatan serta penerapan dari data tersebut untuk penanganan masalah desain6.

3.3.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengukuran Antropometri

Manusia pada umumnya akan berbeda-beda dalam hal bentuk dan dimensi ukuran tubuhnya. Di sini ada beberapa faktor yang akan mempengaruhi ukuran tubuh manusia, sehingga sudah semestinya seorang perancang produk harus memperhatikan faktor-faktor tersebut yang antara lain adalah:

a. Umur. Secara umum dimensi tubuh manusia akan tumbuh dan bertambah besar, seiring dengan bertambahnya waktu, yaitu sejak awal kelahirannya sampai dengan umur sekitar 20 tahunan. Dari suatu penelitian yang dilakukan oleh A.F.Roche dan G.H.Davila (1972) di USA diperoleh kesimpulan bahwa laki-laki akan tumbuh dan berkembang naik sampai dengan usia 21,2 tahun, sedangkan wanita 17,3 tahun, meskipun ada sekitar 10 % yang masih terus bertambah tinggi sampai usia 23,5 tahun (laki-laki) dan 21,1 tahun (wanita).

5 Wignjosoebroto, Sritomo. 1995. Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu 6 Eko Nurmianto.2008.Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya.


(19)

Setelah itu, tidak akan terjadi pertumbuhan bahkan akan cenderung berubah menjadi penurunan ataupun penyusutan yang dimulai sekitar umur 40 tahunan.

b. Jenis kelamin (sex). Dimensi ukuran tubuh laki-laki umunya akan lebih besar dibandingkan dengan wanita, terkecuali untuk beberapa bagian tubuh tertentu seperti pinggul, dan sebagainya.

c. Suku/bangsa (ethnic). Setiap suku, bangsa ataupun kelompok etnik akan memilki karakteristik fisik yang akan berbeda satu dengan yang lainya.

d. Jenis pekerjaan. Beberapa jenis pekerjaan tertentu menuntut adanya persyaratan dalam seleksi karyawan/stafnya. Misalnya buruh dermaga/pelabuhan adalah harus mempunyai postur tubuh yang relatif lebih besar dibandingkan dengan karyawan perkantoran pada umumnya. Apalagi dibandingkan dengan jenis pekerjaan militer.

e. Cacat tubuh, dimana data antropometri disini akan diperlukan untuk perancangan produk bagi orang-orang cacat (kursi roda, kaki/tangan palsu, dan lain-lain).

f. Tebal/tipisnya pakaian yang harus dikenakan, dimana faktor iklim yang berbeda akan memberikan variasi yang berbeda-beda pula dalam pula dalam bentuk rancangan dan spesifikasi pakaian. Dengan demikian dimensi tubuh orangpun akan berbeda dari satu tempat dengan tempat yang lain.

g. Kehamilan (pregnancy), dimana kondisi semacam ini jelas akan mempengaruhi bentuk dan ukuran tubuh (khusus perempuan). Hal tersebut


(20)

jelas memerlukan perhatian khusus terhadap produk-produk yang dirancang bagi segmentasi seperti ini.

3.3.2. Aplikasi Antropometri dalam Perancangan Fasilitas Kerja

Data antropometri yang menyajikan data ukuran dari berbagai macam anggota tubuh manusia dalam percentile tertentu akan sangat besar manfaatnya pada saat suatu rancangan produk ataupun fasilitas kerja akan dibuat. Agar rancangan suatu produk nantinya bisa sesuai dengan ukuran tubuh manusia yang akan mengoperasikannya, maka prinsip-prinsip apa yang harus diambil didalam aplikasi data antropometri tersebut harus ditetapkan terlebih dahulu seperti diuraikan berikut ini:

a. Prinsip perancangan produk bagi individu dengan ukuran yang ekstrim. Disini rancangan produk dibuat agar bisa memenuhi 2 (dua) sasaran produk, yaitu:

1. Bisa sesuai untuk ukuran tubuh manusia yang mengikuti klasifikasi ekstrim dalam arti terlalu besar atau kecil bila dibandingkan dengan rata-ratanya.

2. Tetap bisa digunakan untuk memenuhi ukuran tubuh yang lain (mayoritas dari populasi yang ada).

b. Prinsip perancangan produk yang bisa dioperasikan diantara rentang ukuran tertentu.

Disini rancangan bisa diubah-ubah ukurannya sehingga cukup fleksibel dioperasikan oleh setiap orang yang memiliki berbagai macam ukuran tubuh.


(21)

Contoh yang paling umum dijumpai adalah perancangan kursi mobil yang mana dalam hal ini letaknya bisa digeser maju/mundur dan sudut sandarannya bisa diubah-ubah sesuai dengan yang diinginkan. Dalam kaitannya untuk mendapatkan rancangan yang fleksibel, semacam ini maka data antropometri yang umum diaplikasikan adalah rentang nilai 5-th s/d 95-th percentile. c. Prinsip perancangan produk dengan ukuran rata-rata.

Berkaitan dengan aplikasi data antropometri yang diperlukan dalam proses perancangan produk ataupun fasilitas kerja, maka ada beberapa saran/rekomendasi yang bisa diberikan sesuai dengan langkah-langkah seperti berikut:

1. Pertama kali terlebih dahulu harus ditetapkan anggota tubuh yang mana yang nantinya akan difungsikan untuk mengoperasikan rancangan tersebut. 2. Tentukan dimensi tubuh yang penting dalam proses perancangan tersebut,

dalam hal ini juga perlu diperhatikan apakah harus menggunakan data struktural body dimension atau functional body dimension.

3. Selanjutnya tentukan populasi terbesar yang harus diantisipasi, diakomodasikan dan menjadi target utama pemakai rancangan produk tersebut. Hal ini lazim dikenal sebagai "market segmentation", seperti produk mainan untuk anak-anak, peralatan rumah tangga untuk wanita, dan lain-lain.

4. Tetapkan prinsip ukuran yang harus diikuti semisal apakah rancangan tersebut untuk ukuran individual yang ekstrim, rentang ukuran yang fleksibel (adjustable) atau ukuran rata-rata.


(22)

5. Pilih persentase populasi yang harus diikuti, 90-th, 95-th, 99-th atau nilai percentile yang lain yang dikehendaki.

6. Untuk setiap dimensi tubuh yang telah diidentifikasikan selanjutnya pilih/tetapkan nilai ukurannya dari tabel data antropometri yang sesuai. Aplikasi data tersebut dan tambahkan faktor kelonggaran (allowance) bila diperlukan seperti halnya tambahan ukuran akibat faktor tebalnya pakaian yang harus dikenakan oleh operator, pemakaian sarung tangan (gloves), dan lain-lain.

Selanjutnya untuk memperjelas mengenai data antropometri untuk bisa diaplikasikan dalam berbagai rancangan produk ataupun fasilitas kerja maka pada Gambar 9. dibawah ini akan memberikan informasi tentang berbagai macam anggota tubuh yang perlu diukur.

Gambar 2.9. Antropometri Tubuh Manusia yang Diukur Dimensinya

Keterangan:


(23)

2. Tinggi mata dalam posisi berdiri tegak 3. Tinggi bahu dalam posisi berdiri tegak

4. Tinggi siku dalam posisi berdiri tegak (siku tegak lurus)

5. Tinggi kepalan tangan yang terjulur lepas dalam posisi berdiri tegak (dalam gambar tidak ditunjukkan).

6. Tinggi tubuh dalam posisi duduk (diukur dari alas tempat duduk/pantat sampai dengan kepala).

7. Tinggi mata dalam posisi duduk 8. Tinggi bahu dalam posisi duduk

9. Tinggi siku dalam posisi duduk (siku tegak lurus) 10. Tebal atau lebar paha

11. Panjang paha yang diukur dari pantat s/d ujung lutut

12. Panjang paha yang diukur dari pantat s/d bagian belakang dari lutut/betis 13. Tinggi lutut yang bisa diukur baik dalam posisi berdiri ataupun duduk

14. Tinggi tubuh dalam posisi duduk yang diukur dari lantai sampai dengan paha 15. Lebar dari bahu (bisa diukur dalam posisi berdiri ataupun duduk)

16. Lebar pinggul/pantat

17. Lebar dari dada dalam keadaan membusung (tidak tampak ditunjukkan dlm gambar).

18. Lebar perut

19. Panjang siku yang diukur dari siku sampai dengan ujung jari-jari dalam posisi siku tegak lurus


(24)

21. Panjang tangan diukur dari pergelangan sampai dengan ujung jari 22. Lebar telapak tangan

23. Lebar tangan dalam posisi tangan terbentang lebar-lebar kesamping kiri-kanan (tidak ditunjukkan dalam gambar)

24. Tinggi jangkauan tangan dalam posisi berdiri tegak, diukur dari lantai sampai dengan telapak tangan yang terjangkau lurus keatas (vertikal)

25. Tinggi jangkauan tangan dalam posisi duduk tegak, diukur seperti halnya nomor 24 tetapi dalam posisi duduk (tidak ditunjukkan dalam gambar)

26. Jarak jangkauan tangan yang terjulur kedepan diukur dari bahu sampai ujung jari tangan

Pada antropometri kaki beberapa bagian yang perlu diukur antara lain ditunjukkan pada Gambar 10. berikut.

Gambar 2.10. Anthropometri Kaki

Keterangan:

1. Panjang Kaki (A) 2. Lebar Kaki (B)

3. Jarak antara tumit dengan telapak kaki yang lebar (C) 4. Lebar tumit (D)


(25)

5. Lingkar telapak kaki (D) 6. Lingkar kaki membujur (E)

2.3.3. Alat Ukur Tubuh “Martin” Model YM-177 Satu set alat ukur tubuh “martin” ini terdiri atas:

1. Martin Statue-Meter (Meter pengukur tinggi)

Panjang 2 meter, dapat dipisah menjadi 4 bagian untuk mengukur tinggi, tinggi duduk, tungkai dan lengan dan lain-lain. Alat ini bukan hanya untuk mengukur tinggi tubuh manusia tetapi juga untuk panjang atau diameter bagian tubuh lainnya. Skala pipa baja adalah dari 0-200 mm dapat dipisah sesuai dengan keinginan.

2. Skala Pengukur (Lurus)

Alat ini juga diukur dengan meter pengukur tinggi. Dapat digunakan dengan 1 atau 2 potong, tergantung bagian mana yang diukur

3. Skala Pengukur (Kurva)

Alat ini juga dirakit dengan meter pengukur tinggi. Untuk mengukur lebar tubuh dan bagian yang relatif pendek seperti leher, diameter kepala dan panjang kaki.

4. Martin goniometer

Dua kurva yang disambung pada satu ujung yang dapat dibuka dan ditutup, dilengkapi dengan skala yang digunakan untuk mengukur dari 1 mm-450


(26)

mm. Alat ini digunakan untuk mengukur kepala, lipatan lemak atau bagian kecil tubuh.

5. Metal Penggaris

Metal penggaris berukuran 150 mm dengan minimum skala 1 mm untuk mengukur bagian kecil secara linier.

6. Martin Caliper

Untuk mengukur bagian kecil dari telinga, wajah, jari kaki atau sudut-sudutnya. Skala samping adalah tetap pada satu sisi dengan ukuran 200 mm x 1 mm dan pada sisi lain skala dapat digeser.

Caliper mempunyai skala 250 mm didepaknn dan dibelakang. Panjang sisi

lengan adalah tetap pada sudut kanan ke titik nol dan panjangnya 120 mm. Satu ujung dari sisi lengan adalah tajam di sisi lain tumpul dan datar. Skala pada sisi juga sama seperti diatas, namun dapat digeser sepanjang caliper. Gabungkan kedua ujung lengan dan baca langsung skala. Ujung yang tajam biasanya digunakan untuk kerangka sedang yang tumpul dan datar untuk tubuh hidup.

7. Kantong Kapas Alkohol

Letakkan kapas penyerap dan alkohol ke dalam kantong untuk mensterilkan ujung alat sebelum pengukuran dilakukan.

8. Pita Pengukur

Alat ini digunakan untuk mengukur keliling dada atau kepala. Terbuat dari metal, pemutaran otomatis. Panjang adalah 2 meter dengan skala pertambahan 1 mm.


(27)

3.5.Peta Tangan Kiri dan Tangan Kanan

Peta tangan kiri dan tangan kanan dalam hal ini lebih dikenal sebagi peta operator adalah peta kerja setempat yang bermanfaat untuk menganalisa gerakan tangan manusia didalam melakukan pekerjaan-pekerjaan yang bersifat manual. Peta ini akan gambarkan semua gerakan ataupun delay yang terjadi yang dilakukan oleh tangan kanan dan tangan kiri secara mendetail sesuai dengan elemen-elemen therblig yang membentuk gerakan tersebut. Dengan menganalisa detail gerakan yang terjadi maka langkah-langkah perbaikan bisa diusulkan. Pembuatan peta operator ini baru terasa bermanfaat apabila gerakan yang di analisa tersebut terjadi berulang-ulang dan d lakukan secara manual. Dari analisa yang dibuat maka pola gerakan tangan yang dianggap tidak efisien dan bertentangan dengan prinsip-prinsip ekonomi gerakan bisa diusulkan untuk diperbaiki. Demikian pula akan diharapkan terjadi keseimbangan gerakan yang dilakukan oleh tangan kanan dan tangan kiri, sehingga siklus kerja akan berlangsung dengan lancar dalam ritme gerakan yang lebih baik yang akhirnya mampu memberikan delay maupun operator fatique yang minimum.


(28)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan di UKM Cinta Rakyat yang bergerak dalam usaha pembuatan tempe dan beralamat di Jl. Cinta Rakyat No. 15, Deli Serdang, Sumatera Utara. Waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan Mei 2015 sampai dengan bulan Juni 2015.

4.2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang berusaha untuk memaparkan pemecahan masalah yang ada sekarang secara sistematis dan faktual berdasarkan data-data. Jadi penelitian ini meliputi proses pengumpulan, penyajian, dan pengolahan data, serta analisis dan interpretasi data.

4.3. Objek Penelitian

Objek penelitian yang diamati adalah 2 orang operator yang bekerja pada stasiun penyucian dan penirisan kedelai. Kedua operator ini dalam satu hari dapat membuat 10 kali mengangkat kedelai untuk dicuci dan ditiris dengan ukuran 15 kg.

Adapun variabel dari objek penelitian yang diamati adalah sebagai berikut: 1. Objek penelitian yang diamati adalah postur kerja aktual pekerja yang mengalami keluhan musculoskeletal disorders dengan kategori sangat sakit


(29)

dan sakit pada tubuh pekerja yang dilihat berdasarkan Standard Nordic Questionaire (SNQ).

2. Dimensi tubuh pekerja. 3. Dimensi fasilitas kerja aktual.

4.4. Rancangan Penelitian

Berdasarkan sifatnya, maka penelitian ini digolongkan sebagai penelitian deskriptif (descriptive research) dan penelitian survei, yaitu penelitian yang dilakukan pemecahan terhadap suatu masalah yang ada sekarang secara sistematis dan aktual berdasarkan data yang ada, baik diukur/diamati langsung atau dengan data sekunder perusahaan.

Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif karena beban kerja operator dideskripsikan secara sistematik, faktual, dan akurat yang selanjutnya dicari solusi pemecahan masalahnya. Penelitian ini juga menggunakan jenis penelitian survei karena operator diwawancarai untuk mengetahui perasaan sakit akibat bekerja dengan menggunakan Standard Nordiq Questinare (SNQ).

4.5. Pengumpulan Data

Adapun beberapa jenis data yang dikumpulkan dalam melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut:


(30)

1. Data primer

Data Primer adalah data yang diperoleh dari hasil pengamatan dan perhitungan secara langsung selama melakukan penelitian, yaitu data dimensi antropometri operator, dan data keluhan otot dengan kuesioner SNQ.

2. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan pimpinan atau karyawan untuk mendapatkan informasi dan data yang berhubungan dengan penelitian, seperti jam kerja, laju produksi, dan sebagainya.

4.6. Metode Penelitian

4.6.1. Metode Pengumpulan Data

Data primer yang dibutuhkan dalam penelitian ini dapat dikumpulkan dengan cara sebagai berikut:

1. Observasi (Pengamatan)

Pengumpulan data ini dilakukan dengan pengamatan dan pengukuran secara langsung terhadap objek penelitian di lapangan terutama pada stasiun pencucian dan penirisan. Alat yang digunakan dalam pengumpulan data secara observasi ini adalah goniometer dan meteran.


(31)

Kuesioner yang digunakan adalah dengan Standard Nordic Questionaere (SNQ). Kuesioner ini digunakan untuk mengidentifikasi awal keluhan- keluhan Musculoskeletal Disorders yang dialami operator.

4.6.2. Metode Pengolahan Data

Pada tahap ini, data yang diperoleh berdasarkan hasil pengamatan diolah sesuai dengan teknik analisis data yang digunakan.

1. Standard Nordic Questioneare (SNQ) untuk menentukan bagian tubuh yang mengalami risiko cedera Musculoskeletal Disorders (MSDs).

2. Penilaian postur kerja dengan REBA untuk memperoleh gambaran tentang postur kerja.

3. Perhitungan persentil dari dimensi tubuh operator untuk acuan dalam merancang fasilitas kerja operator dalam melakukan kegiatan pencucian dan penirisan kacang kedelai.

4.6.3. Analisis Pemecahan Masalah

Data yang ada, baik yang diperoleh dalam pengumpulan data maupun yang didapat dari hasil pengolahan data dianalisis dengan menggunakan metode statistik dan non-statistik.

Analisis dengan metode statistik dilakukan terhadap:

1. Uji keseragaman, kecukupan, dan kenormalan data antropometri.

2. Penentuan persentil data antropometri untuk membuat dimensi fasilitas kerja untuk mesin pencuci dan peniris kacang kedelai.


(32)

Sedangkan analisis dengan menggunakan metode non-statistik dilakukan terhadap:

1. Bagian tubuh operator yang mengalami keluhan MSDs dengan menggunakan kuisioner SNQ.

2. Postur kerja operator dengan menggunakan metode REBA.

Hasil analisis di atas digunakan untuk perancangan fasilitas kerja operator pada pekerjaan pencucian dan penirisan kacang kedelai. Alat bantu tersebut dibuat untuk mereduksi keluhan Muskulosceletal Disorders (MSDs) berdasarkan sikap kerja operator.

4.7. Intrumen Penelitian

Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Kuesioner Standard Nordic Questionare (SNQ), digunakan untuk menilai segmen-segmen tubuh yang dirasakan operator (menurut persepsi operator), apakah sangat sakit, sakit, agak sakit, dan tidak sakit.

2. Kamera digital, digunakan untuk mengambil foto dan video gerakan aktivitas pencucian dan penirisan kacang kedelai.

3. Goniometer, digunakan untuk mengukur sudut-sudut tubuh operator yang terbentuk ketika bekerja yang digunakan untuk penilaian postur kerja.

4. Tabel Score REBA, digunakan untuk menilai postur kerja berdasarkan pengamatan dan pengukuran yang dilakukan.


(33)

4.8. Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan yang didapat dari hasil anlisis yang dilakukan di UMKM Cinta Rakyat dengan pengadaan fasilitas kerja berupa fasilitas kerja yang ergonomis pada operator di stasiun pencucian dan penirisan kacang kedelai diharapkan dapat mengurangi risiko cidera Musculosceletal Disorders (MSDs). Sedangkan saran yang diberikan akan diarahkan pada penerapan alat rancangan tersebut.

4.9. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian terlebih dahulu dilaksanakan dengan melakukan penelitian pendahuluan terhadap perusahaan bertujuan untuk mengetahui apa masalah yang sedang dihadapi oleh perusahaan. Langkah selanjutnya adalah mengumpulkan informasi dan data mengenai perusahaan dan proses pembuatan produk serta informasi mesin dan peralatan yang digunakan selama proses produksi. Penelitian dilanjutkan dengan pengolahan data dan menganalisis hasil pengolahan data yang digunakan untuk pemecahan masalah. Langkah terakhir dari penelitian ini adalah penarikan kesimpulan dan pemberian saran kepada pihak perusahaan.

Adapun blok diagram langkah-langkah penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.1.


(34)

Mulai

-Penilaian sikap kerja/postur kerja dalam proses pengepresan terhadap keluhan MSDs.

-Perancangan fasilitas kerja ergonomis dalam proses pengepakan ditinjau dari postur kerja operator.

Sasaran Penelitian

-Penilaian keluhan MSDs yang dialami operator pencucian dan penirisan kacang kedelai. -Penilaian postur kerja dengan menggunakan metode REBA

-Perancangan fasilitas kerja ergonomis stasiun pencucian dan penirisan kacang kedelai.berdasarkan dimensi dan prinsip data antropometri.

Penetapan Tujuan

Perancangan fasilitas kerja operator pada aktivitas pencucian dan penirisan kacang kedelai dengan mempertimbangkan kapasitas dan keterbatasan yang dimiliki manusia untuk mengurangi risiko musculoscletal disorders (MSDs) berdasarkan postur kerja.

Pengumpulan Data Primer

-Data keluhan operator pencucian dan penirisan kacang kedelai.berdasarkan kuesioner SNQ. -Data postur kerja aktual operator.

-Data antropometri operator.

Pengumpulan Data Sekunder

-Urutan proses produksi.

-Jumlah produk yang dihasilkan di lantai produksi. -Jam kerja operator.

-Data antropometri tambahan dari laboratorium Ergonomi dan Perancangan Sistem Kerja.

Pengolahan Data

-Mengidentifikasi keluhan operator berdasarkan SNQ.

-Penentuan level tindakan berdasarkan penilaian postur kerja dengan metode REBA.

-Penentuan dimensi yang dibutuhkan untuk rancangan fasilitas kerja operator berdasarkan penilaian SNQ,

dan postur kerja.

-Perancangan Fasilitas kerja operator berdasarkan nilai yang diperoleh berdasarkan dari prinsip perancangan persentil.

Analisis Pemecahan Masalah

-Analisis tempat kerja aktual.

-Analisis perancangan Fasilitas kerja . -Perbandingan metode kerja aktual dan baru.

-Analisis risiko cidera muskuloskletal disorders (MSDs) setelah perancangan

Kesimpulan dan Saran

Selesai


(35)

4.10. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual dari penelitian ini secara umum dapat dilihat pada Gambar 4.2.

Level Muskuloskletal Disorders (Variabel Terikat)

Aktivitas berulang (Repetitif)

Beban kerja fisik

Identifikasi awal dengan

Standard Nordic Questionaere

(SNQ) dan penilaian level risiko kerja dengan REBA

Pengukuran dimensi antropometri dengan

human body martin

Perancangan Fasilitas ergonomis untuk mengurangi risiko cidera

Muskuloskletal Disorders

Gambar 4.2. Kerangka Konseptual Penelitian

Adapun variabel bebas pada penelitian ini adalah: aktivitas berulang (repetitif) dan beban kerja fisik. Sedangkan variabel terikatnya adalah level Musculoskletal Disorders.

Berdasarkan kerangka konseptual diatas untuk mengetahui operator mengalami keluhan Musculoskeletal Disorder perlu adanya identifikasi awal dengan menggunakan Standard Nordic Questionaere (SNQ) dan penilaian level risiko dengan REBA. Setelah mendapatkan hasil dari kuesioner operator, maka didapatkan bagian tubuh yang mengalami keluhan Musculskeletal Disorder. Keluhan tersebut mempunyai hubungan yang erat antara variabel bebas dan variabel terikat. Kemudian melakukan pengukuran dimensi antropometri. Selanjutnya dari langkah-langkah tersebut dapat merancang fasilitas kerja yang ergonomis, yaitu efektif, aman, sehat, nyaman, dan efisien untuk mengurangi risiko cidera Musculskeletal Disorder.


(36)

BAB V

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

5.1. Pengumpulan Data

5.1.1. Standard Nordic Questionare (SNQ)

Standard Nordic Questionare (SNQ) dibuat untuk mengetahui keluhan

yang dialami oleh operator selama melaksanakan aktivitas pencucian tempe. Pengumpulan data SNQ diberikan kepada dua orang operator. Setiap operator yang mengisi kuesioner SNQ tersebut memilki beban dan waktu kerja yang sama. Beba kerja operator dalam mencuci dan meniris kacang kedelai sebanyak 20 kg dan waktu kerja selama 7 jam kerja. Pengambilan data SNQ hanya dilakukan sebanyak satu kali. Format SNQ dapat dilihat pada Lampiran 1. Gambar keluhan operator dapat dilihat pada Lampiran 2. Sedangkan hasil rekapitulasi SNQ tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1. Data Pengumpulan SNQ Operator untuk Aktivitas Pencucian dan Penirisan

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27

1 4 4 2 2 4 4 4 4 4 4 3 3 4 4 4 3 4 3 1 1 1 1 2 2 3 3 2 2

2 3 4 2 2 4 4 4 4 4 4 3 3 4 4 4 4 4 3 1 1 1 1 2 2 3 3 3 3

Op. No Dimensi Tubuh

Keterangan nomor dimensi tubuh: 0 = Sakit kaku di leher bagian atas

1 = Sakit kaku di bagian leher bagian bawah 2 = Sakit di bahu kiri


(37)

4 = Sakit lengan atas kiri 5 = Sakit di punggung 6 = Sakit lengan atas kanan 7 = Sakit pada pinggang 8 = Sakit pada bokong 9 = Sakit pada pantat 10 = Sakit pada siku kiri 11 = Sakit pada siku kanan

12 = Sakit pada lengan bawah kiri 13 = Sakit pada lengan bawah kanan 14 = Sakit pada pergelangan tangan kiri 15 = Sakit pada pergelangan tangan kanan 16 = Sakit pada tangan kiri

17 = Sakit pada tangan kanan 18 = Sakit pada paha kiri 19 = Sakit pada paha kanan 20 = Sakit pada lutut kiri 21 = Sakit pada lutut kanan 22 = Sakit pada betis kiri 23 = Sakit pada betis kanan

24 = Sakit pada pergelangan kaki kiri 25 = Sakit pada pergelangan kaki kanan 26 = Sakit pada kaki kiri


(38)

27 = Sakit pada kaki kanan

Penilaian berdasarkan kuisioner SNQ untuk pembobotan masing-masing kategori berikut:

Tidak sakit : bobot 1 Agak sakit : bobot 2 Sakit : bobot 3 Sangat sakit : bobot 4

Kategori yang dirasakan saat bekerja adalah sebagai berikut:

1. Tidak sakit, artinya bahwa operator tidak terasa nyeri sedikitpun pada bagian tubuh karena kontraksi otot yang terjadi berjalan normal.

2. Agak sakit, artinya bahwa operator mulai terasa nyeri, namun rasa nyeri yang timbul tidak membuat operator jenuh atau cepat lelah.

3. Sakit artinya bahwa operator merasakan nyeri yang cukup hebat dan keadaan ini membuat operator mulai jenuh dan cepat lelah.

4. Sangat sakit artinya bahwa operator merasakan nyeri yang sangat luar biasa disertasi dengan ketegangan (kontraksi otot yang sangat hebat) sehingga membuat operator merasakan jenuh dan kelelahan yang cukup besar.

5.1.2. Elemen Kegiatan pada Kondisi Aktual untuk Pencucian dan Penirisan

Proses pembuatan tempe di UKM Cinta Rakyat terdapat beberapa elemen kegiatan di stasiun pencucian dan penirisan yang harus dikerjakan oleh operator.


(39)

Adapun uraian kegiatan operator tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.1 – Gambar 5.2.

1. Operator mencuci kacang kedelai di dalam sebuah tong besar sambil mengaduk-ngaduk kedelai dengan menggunakan tangan.

Aktivitas pencucian kedelai dapat dilihat pada Gambar 5.1.

Gambar 5.1. Aktivitas Pencucian Kacang Kedelai

2. Operator meniriskan kacang kedelai yang telah dicuci dengan membuka klep penutup. Aktivitas penirisan kacang kedelai dapat dilihat pada Gambar 5.2.


(40)

Gambar 5.2. Aktivitas Penirisan Kacang Kedelai 5.1.3. Pengukuran Antropometri

Pengukuran antropometri diperoleh berdasarkan pengukuran yang dilakukan oleh 2 orang operator di UKM Cinta Rakyat yang bertugas membuat tempe dari proses awal sampai akhir. Data tersebut ditambah dengan data hasil pengukuran di Laboratorium Ergonomi dan Perancangan Sistem Kerja (Lab. E dan PSK) , Departemen Teknik Industri, USU sebanyak 62 orang. Jumlah dimensi tubuh yang diambil berjumlah 44 dimensi atropometri yang ada di Lab. E dan PSK. Sedangkan untuk pengukuran langsung di UKM Cinta Rakyat diambil 3 dimensi tubuh yang terkait untuk merancang alat pencucian/penirisan kacang kedelai, yaitu Tinggi Siku Berdiri (TSB), Jangkauan Tangan (JT), dan Diameter Genggaman (DG). Data-data dimensi tersebut dapat dilihat pada Lampiran 3.


(41)

5.2. Pengolahan Data

5.2.1. Persentase Keluhan Otot Operator dengan SNQ

Perhitungan ini dilakukan untuk melihat persentase keluhan otot (28 bagian segmen tubuh) yang dialami operator selama bekerja. Persentase diperoleh melalui perhitungan:

Lk = x 100% di mana:

Lk = Persentase penilaian untuk pembobotan masing-masing kategori di setiap segmen tubuh (%)

xi = Jumlah responden yang mengalami keluhan untuk pembobotan masing-

masing kategori di setiap segmen tubuh n = Jumlah responden

Sebagai contoh perhitungan untuk kategori 4 (sangat sakit) di segmen tubuh 0 (leher bagian atas) dengan xi = 1 dan n = 2, maka persentase L2 adalah:

L2 = x 100% = 50 %

Adapun rekapitulasi persentase keluhan otot operator dengan SNQ dapat dilihat pada Tabel 5.2.


(42)

25 22 18 6 24 21 7 15 23 20 17 16 1 3 27 4 0 2 19 8 26 11 9 13 5 10 14 12 Tidak Sakit Sedikit Sakit Sakit Sangat Sakit Keterangan:

Gambar 5.4. Persentase Keluhan Otot Operator Pencucian dan Penirisan Kacang Kedelai dengan SNQ


(43)

Tabel 5.2. Rekapitulasi Persentase Keluhan Otot Operator Pencucian dan Penirisan Kacang Kedelai dengan SNQ

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17

1 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0%

2 0% 0% 100% 100% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0%

3 50% 100% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 100% 100% 0% 0% 0% 50% 0% 100%

4 50% 0% 0% 0% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 0% 0% 100% 100% 100% 50% 100% 0%

Kategori No Dimensi Tubuh

18 19 20 21 22 23 24 25 26 27

100% 100% 100% 100% 0% 0% 0% 0% 0% 0%

0% 0% 0% 0% 100% 100% 0% 0% 50% 50%

0% 0% 0% 0% 0% 0% 100% 100% 50% 50%

0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0%


(44)

5.2.2. Penentuan Level Tindakan Postur Kerja dengan REBA

Penentuan elemen kerja pada operator dapat diketahui dengan melakukan penilaian terhadap postur kerja. Hasil yang diperoleh dari penilaian postur kerja dapat menunjukkan level tindakan yang harus dilakukan sehingga elemen gerakan yang memiliki risiko untuk menimbulkan keluhan kemudian akan diperbaiki ataupun dihilangkan. Penilaian postur kerja dapat dilakukan dengan metode REBA. Metode ini dipilih karena REBA dapat mewakili penilaian seluruh sisi tubuh, baik bagian atas dan juga bagian bawah dengan membandingkan sisi kanan dan kiri operator.

Pada proses pembuatan tempe terdapat 2 operator yang bekerja di satu lini produksi dengan beban dan aktivitas yang sama. Maka dari itu, untuk penilaian postur kerja dilakukan untuk satu operator saja.

a. Aktivitas Pencucian Kacang Kedelai

Gambar 5.5. Aktivitas Pencucian Kacang Kedelai

1000

700


(45)

(46)

b. Aktivitas Penirisan Kacang Kedelai

Gambar 5.7. Level Tindakan Postur Kerja dengan REBA Aktivitas Penirisan Kacang Kedelai

100

o


(47)

(48)

5.2.3. Perhitungan Antropometri untuk Perancangan 5.2.3.1. Uji Keseragaman Data

Uji keseragaman data digunakan untuk mengetahui apakah data-data yang diperoleh telah berada dalam keadaan terkendali atau belum. Suatu data yang berada dalam batas kendali yang telah ditetapkan yaitu BKA (Batas Kendali Atas) dan BKB (Batas Kendali Bawah) dapat dikatakan berada dalam keadaan terkendali, sebaliknya jika data berada di luar BKA dan BKB, maka data tersebut berada dalam keadaan tidak terkendali. Suatu data yang berada dalam keadaan tidak terkendali harus dibuang untuk kemudian dilakukan uji keseragaman kembali sehingga tidak tidak ada lagi data yang berada di luar BKA dan BKB. Pada penelitian ini peneliti menggunakan tingkat kepercayaan 95% dan tingkat ketelitian 5%. Persamaan yang digunakan untuk menguji keseragaman data adalah:

Dimana :

n = Banyaknya Pengamatan

= Jumlah pengamatan ke n dari i = 1 hingga j = 64 = Nilai rata-rata


(49)

Sebagai contoh untuk perhitungan digunakan dimensi Tinggi Siku Berdiri (TSB): cm 101,16 64 3429,1 64 76 , 104 ... 6 , 101 1 , 101 7 , 91        

1 ) ( 1 2    

n X X SD n i i

Nilai standar deviasi adalah :

7,37 1 64 ) 16 , 101 76 , 104 ...( ) 16 , 101 1 , 101 ( ) 16 , 101 7 , 91 ( ) ( 2 2 2           SD

BKA = 101,16 + (2 x 7,37) = 115,9 cm

BKB = 101,16 - (2 x 7,37) = 86,42 cm

Hasil dari uji keseragaman untuk dimensi Tinggi Siku Berdiri (TSB) dapat dilihat pada Gambar 5.7.


(50)

Dari gambar di atas terlihat masih adanya data out of control sehingga perlu dilakukan revisi pertama. Data yang out of control yang dibuang adalah data ke- 22, 24, dan 25. Adapun data baru setelah data out of control dibuang dapat dilihat pada Tabel 5.31.

Tabel 5.31. Data Dimensi TSB Revisi 1 Data TSB Data TSB Data TSB

1 91,70 23 97,20 45 99,20 2 101,10 24 108,50 46 101,70 3 101,60 25 110,40 47 103,10 4 99,40 26 93,60 48 105,70 5 99,30 27 97,20 49 104,40 6 91,00 28 94,20 50 97,00 7 106,00 29 101,20 51 91,00 8 106,00 30 107,00 52 99,00 9 105,00 31 99,90 53 114,00 10 92,00 32 110,30 54 99,00 11 93,00 33 101,60 55 106,20 12 104,00 34 99,80 56 105,30 13 96,90 35 104,10 57 106,70 14 101,00 36 102,00 58 104,52 15 106,00 37 93,50 59 105,00 16 99,50 38 111,00 60 107,50 17 92,30 39 101,00 61 104,76 18 91,50 40 114,00

19 94,90 41 88,00 20 109,70 42 95,70 21 101,00 43 95,00 22 112,00 44 104,00

Setelah data hasil revisi pertama diperoleh, selanjutnya menghitung ulang keseragaman data. cm 101,28 61 3429,1 61 76 , 104 ... 6 , 101 1 , 101 7 , 91        


(51)

1 ) ( 1 2    

n X X SD n i i

Nilai standar deviasi untuk data penyusunan buku adalah :

6,26 1 61 ) 28 , 101 76 , 104 ...( ) 28 , 101 1 , 101 ( ) 28 , 101 7 , 91 ( ) ( 2 2 2           SD

BKA = 101,28 + (2 x 6,26) = 115,9 cm

BKB = 101,28 - (2 x 6,26) = 88,76 cm

Hasil dari uji keseragaman untuk dimensi Tinggi Siku Berdiri (TSB) Revisi Pertama dapat dilihat pada Gambar 5.8.


(52)

Dari gambar di atas terlihat masih adanya data out of control sehingga perlu dilakukan revisi kedua. Data yang out of control yang dibuang adalah data ke- 40, 41, dan 53. Adapun data baru setelah data out of control dibuang dapat dilihat pada Tabel 5.32.

Tabel 5.32. Data Dimensi TSB Revisi 2 Data TSB Data TSB Data TSB

1 91,70 23 97,20 45 103,10 2 101,10 24 108,50 46 105,70 3 101,60 25 110,40 47 104,40 4 99,40 26 93,60 48 97,00 5 99,30 27 97,20 49 91,00 6 91,00 28 94,20 50 99,00 7 106,00 29 101,20 51 99,00 8 106,00 30 107,00 52 106,20 9 105,00 31 99,90 53 105,30 10 92,00 32 110,30 54 106,70 11 93,00 33 101,60 55 104,52 12 104,00 34 99,80 56 105,00 13 96,90 35 104,10 57 107,50 14 101,00 36 102,00 58 104,76 15 106,00 37 93,50

16 99,50 38 111,00 17 92,30 39 101,00 18 91,50 40 95,70 19 94,90 41 95,00 20 109,70 42 104,00 21 101,00 43 99,20 22 112,00 44 101,70

Hasil dari uji keseragaman untuk dimensi Tinggi Siku Berdiri (TSB) Revisi Kedua dapat dilihat pada Gambar 5.9.


(53)

Gambar 5.11. Uji Keseragaman Dimensi TSB (Revisi 2)

Dari gambar di atas terlihat bahwa seluruh data sudah berada di dalam batas kontrol. Maka dari itu, data dikatakan telah seragam. Hasil uji kesergaaman data untuk dimensi Lebar Bahu (LB) dan Diameter Genggaman (DG) setalah direvisi (revisi 2) dapat dilihat pada Lampiran 5.

5.2.3.2. Uji Kecukupan Data

Uji kecukupan data digunakan untuk menganalisis jumlah pengukuran apakah sudah representatif, dimana tujuannya untuk membuktikan bahwa data sampel yang diambil sudah mewakili populasi.

Untuk melakukan uji kecukupan data digunakan persamaan berikut: 2 2 2 ) ( / '          

X X X N s k N


(54)

Dimana:

N = Jumlah pengamatan yang dilakukan

N’ = Jumlah pengamatan yang harus dilakukan k = Tingkat kepercayaan 95 %

s = Tingkat ketelitian 5 %

Dengan ketentuan:

Jika N’ < N, maka jumlah data pengamatan sudah mencukupi. Jika N’ > N, maka jumlah data pengamatan belum mencukupi.

Uji kecukupan untuk dimensi Tinggi Siku Berdiri (TSB) dilakukan setelah uji keseragaman revisi kedua dilakukan. Adapun perhitungan uji kecukupan data adalah sebagai berikut:

N = 14 k = 2 s = 0,05

xi91,70101,10...107,50104,765862,18

 

 

xi2  91,70 2  101,10 2 ... 107,50 2  104,76 2 594327,10 maka: 4 5862,18 (6862,18) ) 10 , 594327 ( 58 05 , 0 / 2 ' 2 2          N

Dari perhitungan terlihat bahwa nilai N’= 4,93 < 58. Sehingga jumlah data pengamatan telah mencukupi.


(55)

Tabel 5.33. Perhitungan Uji Kecukupan Data

No. Pengukuran N N’ Ket.

1 TSB 5862,18 594327,10 58 4,93 Data Cukup

2 LB 2335,70 91641,89 60 12,62 Data Cukup

3 DG 218,50 889,43 55 40,96 Data Cukup

Perhitungan uji kecukupan data untuk dimensi tubuh LB dan DG dapat dilihat pada Lampiran 5.

5.2.3.3. Uji Kenormalan Data dengan Chi-Square

Uji Normal dengan Chi-Square digunakan untuk Uji Goodness of Fit (kesesuaian) antara frekuensi hasil pengamatan dengan frekuensi yang diharapkan yang tidak memerlukan anggapan tertentu tentang bentuk distribusi populasi dari mana sampel diambil. Pengujian distribusi normal dengan Chi-Square dapat dilakukan dengan menggunakan software SPSS 19.0. Adapun hasil yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 5.34.

Tabel 5.34. Uji Kenormalan Data dengan Chi-Square Menggunkan Software SPSS 19.0

TSB LB DG

Chi-Square 9.862a 10.500b 30.909c

df 47 44 24

Asymp. Sig. 1.000 1.000 .156

a. 48 cells (100.0%) have expected frequencies less than 5. The minimum expected cell frequency is 1.2.

b. 45 cells (100.0%) have expected frequencies less than 5. The minimum expected cell frequency is 1.3.

c. 25 cells (100.0%) have expected frequencies less than 5. The minimum expected cell frequency is 2.2.


(56)

5.2.3.4. Penetapan Data Antropometri

Penetapan data antropometri dilakukan untuk merancang fasilitas kerja operator di stasiun pencucian dan penirisan tempe. Dimensi-dimensi tubuh operator yang telah dihitung akan menjadi dasar dalam perancangan fasilitas untuk stasiun tersebut. Perancangan fasilitas kerja tersebut menggunakan prinsip dimensi tubuh yang ekstrim. Persentil yang digunakan adalah persentil 5 untuk dimensi Tinggi Siku Berdiri (TSB) dan Diameter Genggaman (DG). Sedangkan persentil 95 digunakan untuk dimensi tubuh Lebar Bahu (LB).

1. Persentil 5

Dalam perhitungan persentil ini digunakan harga persentil 5 yang dapat dicari dengan menggunakan persamaan berikut:

 

100 1 5 5    n Dimana:

P5 = besar persentil 5 n = jumlah data 100 = persentase

Perhitungan dimensi Tinggi Siku Berdiri (TSB):

95 , 2 100 ) 1 58 ( 5 5    P

Berarti nilai P5 dapat dilihat diantara data ke 2 dan data ke 3.

Selanjutnya setelah dilakukan perhitungan persentil, maka dilakukan interpolasi terhadap data hasil perhitungan persentil.


(57)

Interpolasi = nilai data ke n + selisih nilai data*(data ke n+1 – data P5) = 101,10 + (101,10-101,60)*(3-2,95)

= 101,10 + (-0,5)*(0,05) = 101,10 - 0,025

= 101,075 cm

Sedangkan perhitungan dimensi Diameter Genggaman (DG):

3 , 3 100 ) 1 55 ( 5 5    P

Berarti nilai P5 dapat dilihat diantara data ke 3 dan data ke 4.

Selanjutnya setelah dilakukan perhitungan persentil, maka dilakukan interpolasi terhadap data hasil perhitungan persentil.

Interpolasi = nilai data ke n + selisih nilai data*(data ke n+1 – data P5) = 5,02 + (5,02-4,48)*(4-3,3)

= 5,02 + (0,54)*(0,7) = 5,02 + 0,378 = 5,398 cm

2. Persentil 50

Dalam perhitungan persentil ini digunakan harga persentil 50 yang dapat dicari dengan menggunakan persamaan berikut:

 

100 1 50 50    n Dimana:


(58)

n = jumlah data 100 = persentase

Perhitungan dimensi Lebar Bahu (LB):

5 , 30 100

) 1 60 ( 50

50 

 

P

Berarti nilai P50 dapat dilihat diantara data ke 30 dan data ke 31.

Selanjutnya setelah dilakukan perhitungan persentil, maka dilakukan interpolasi terhadap data hasil perhitungan persentil.

Interpolasi = nilai data ke n + selisih nilai data*(data ke n+1 – data P50) = 34,30 + (34,30-36,50)*(31-30,5)

= 34,30 + (-2,2)*(0,5) = 34,30 – 1,1

= 33,20 cm


(59)

BAB VI

ANALISIS DAN EVALUASI

6.1. Spesifikasi

Adapun spesifikasi dari Mesin Pencuci dan Peniris Kacang Kedelai adalah sebagai berikut:

1. Dimensi : Diameter 50 cm , Tinggi 65 cm 2. Kapasitas mencuci : 150 kg/jam

3. Listrik : 750 watt

4. Rangka : Besi siku

5. Material tabung : Stainless Steel

6. Fungsi : Mencuci dan meniriskan kacang kedelai

6.2. Hasil Akhir Dari Rancangan Mesin Pencuci dan Peniris Kacang Kedelai

Mesin pencuci dan peniris kedelai difungsikan untuk mencuci kacang kedelai yang akan diolah lebih lanjut yang kenudian akan dikeringkan. Untuk kedelai biasanya digunakan dalam industri pembuatan tempe, dimana kedelai sebelum diolah atau dimasak, dicuci terlebih dahulu sebelum dimasak. Mesin ini dapat digunakan dengan hasil bagus dengan syarat kedelai direbus dulu 30-60 menit sehingga kulit ari mudah lepas dan kedelai tidak hancur.


(60)

Gambar 6.1. Hasil Akhir Rancangan Mesin Pencuci dan Peniris Kacang Kedelai

6.3. Gambar Alat Pencuci Manual Sebelum Dirancang

Alat pencuci manual pada UKM Tempe sebelumnya menggunakan tong minyak yang tingginya 90 cm, lalu dibawahnya dilubangi sebagai tempat keluarnya air.

Gambar 6.2. Alat Pencuci Manual Sebelum Dirancang

6.4. Gambar Rancangan Mesin Pencuci dan Peniris Kacang Kedelai

Berikut merupakan gambar rancangan mesin pencuci dan peniris kacang kedelai dari berbagai pandangan:


(61)

Gambar 6.3. Pandangan Bagian Atas Rancangan Mesin Pencuci dan Peniris Kacang Kedelai

Gambar 6.4. Pandangan Bagian Belakang Rancangan Mesin Pencuci dan Peniris Kacang Kedelai

101,075 cm 50 cm

85 cm

110 cm 55 cm


(62)

Gambar 6.5. Pandangan Bagian Depan Rancangan Mesin Pencuci dan Peniris Kacang Kedelai

Gambar 6.6. Pandangan Bagian Kanan Rancangan Mesin Pencuci dan Peniris Kacang Kedelai

Gambar 6.7. Pandangan Bagian Kiri Rancangan Mesin Pencuci dan Peniris Kacang Kedelai


(63)

6.5. Simulasi Posisi Operator untuk Penggunaan Mesin Hasil Rancaangan

Fasilitas kerja aktual yang digunakan pada aktivitas pencucian dan penirissan tersebut masih dilakukan secara manual (manual material handling). Pekerjaan tersebut berdampak buruk pada fisik operator yang mengakibatkan keluhan MSDs. Maka dari itu, rancangan fasilitas kerja baru perlu diusulkan untuk mengurangi keluhan MSDs. Adapun fasiltas kerja usulan berupa mesin yang digunakan operator untuk mencuci dan meniris kacang kedelai. Adapun simulasi posisi operator untuk penggunaan mesin hasil rancaangan pada Gambar 6.8 dan 6.9.

Gambar 6.8. Simulasi Posisi Operator pada Saat Menghidupkan (On) dan Mematikan (Off) Mesin Pencuci dan Peniris Kacang Kedelai


(64)

Gambar 6.9. Simulasi Posisi Operator pada Saat Membuka dan Menutup Keran (Saluran) Pembuangan Air Hasil Pencucian Kacang Kedelai

6.6. Standar Poredur Operasi (SOP)

Adapun SOP dari penggunaan mesin pencuci dan peniris kacang kedelai ini adalah sebagai berikut:

a. SOP pencucian kacang kedelai

1) Persiapkan kacang kedelai yang akan dicuci 2) Pastikan mesin dalam keadaan tidak menyala (off)

3) Tuang secara perlahan-lahan kacang kedelai ke dalam mesin pencuci 4) Tuangkan air bersih ke dalam mesin sampai batas yang telah ditentukan 5) Nyalakan mesin (on)


(65)

7) Matikan mesin kembali (off) b. SOP penirisan kacang kedelai

1) Pastikan mesin sudah dalam keadan mati (off)

2) Buka keran (saluran) pembuangan air hasil pencucian 3) Biarkan sampai air benar-benar tidak menetes lagi

4) Tutup keran (saluran) pembuangan air hasil cucian setelah proses penirisan

6.7. Analisis Keluhan Musculoskletal Disorders yang Dialami Operator Sebelum dan Sesudah Perancangan

Terdapat perbaikan yang cukup signifikan yang dialami operator dalam merasakan keluhan sakit pada tulang belakang ketika menggunakan alat rancangan berupa mesin pencuci dan peniris kacang kedelai. Hal ini dapat dilihat dari Skor REBA. Rekapitulasi perbaikan tersebut dapat dilihat pada Tabel 6.1.

Tabel 6.1. Perbaikan Level Risiko REBA Sebelum dan Sesudah Perancangan Alat Pencuci dan Peniris Kacang Kedelai

Aktivitas

Sebelum Sesudah

Skor REBA Level Risiko Skor REBA Level Risiko

Mencuci Kacang Kedelai

11 Sangat Tinggi

(Perlu tindakan sekarang juga)

3 Rendah (Mungkin diperlukan

tindakan Penirisan

Kacang Kedelai

11 Sangat Tinggi

(Perlu tindakan sekarang juga)

3 Rendah (Mungkin diperlukan


(66)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pada proses pembuatan tempe, operator mengalami sakit pada tulang belakang. Hal ini dapat dilihat dari kuesioner SNQ, bahwasanya level sakit adalah 4, yang artinya sangat sakit.

2. Kemudian jika ditinjau dari postur kerja, maka level tindakan kerja dengan menggunakan metode REBA pada aktivitas pencucian kedelai adalah 11, yang artinya level resiko sangat tinggi sehingga perlu ada perbaikan sekarang juga.

3. Untuk memperbaiki proses pencucian manual tersebut agar resiko sakit pada tulang belakang dapat diminimalkan, maka dirancanglah alat bantu pencucian dan penirisan dengan menggunakan prinsip-prinsip antropometri.

7.2. Saran

Adapun saran yang diberikan pada penelitian ini adalah:

1. Perusahaan mempertimbangkan usulan rancangan fasilitas kerja berupa mesin pencuci dan peniris kedelai yang dapat disesuaikan (adjustable) untuk mereduksi keluhan MSDs pada operator pencucian dan penirisan kedelai tersebut.


(67)

2. Pengembangan rancangan untuk mesin pencuci dan peniris bagi peneliti-peneliti selanjutnya untuk pembuatan tempe agar menjadi lebih efektif dan efisien sehingga tercipta kondisi yang ergonomis.


(68)

BAB II

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1. Profil UKM

UKM tempe ini sudah terkenal akan rasanya oleh masyarakat di sekitarnya. Proses produksi tempe pada awalnya sering terjadi kegagalan dalam pencucian dan peragian. Pembuatan tempe ini dipelajari dari secara turun-temurun dari keluarganya. Usaha ini dimulai sebagai usaha rumahan dengan produksi yang dihasilkan tempe sejak bulan Februari 2016 yang beralamat di Jalan Cinta Rakyat No. 15, Deli Serdang, Sumatera Utara.

Tempe ini bebas dari bahan pengawet, sehingga tempe ini hanya tahan selama 1 sampai dengan 2 hari atau apabila diletakkan pada mesin pendingin atau yang dikenal dengan nama lemari es akan bertahan 3 hingga 4 hari dan kemudian akan berlendir. Oleh karena itu, usaha tempe ini setiap hari memproduksi tempe yang baru dan dipasarkan.

Usaha tempe ini dalam pemilihan bahan baku dan proses pengelolahannya sangat mengutamakan kualitas bahan baku dan rasanya dalam proses produksi. Berikut adalah foto hasil produksi UKM tersebut.


(69)

Gambar 2.1. Foto Hasil Produksi Tempe

2.2. Profil UKM

Adapun profil UKM pembuatan tempe tersebut adalah sebagai berikut: 1. Nama Pemilik : Sutrisno

2. Nama UKM : Tempe

3. Status Usaha : Indusri Rumah Tangga (Perorangan) 4. Nama Produk : Tempe

5. Alamat Rumah : Jl. Cinta Rakyat no. 15, Deli Serdang, Sumatera Utara 6. Alamat Usaha : Jl. Cinta Rakyat no. 15, Deli Serdang, Sumatera Utara 7. Kegiatan Usaha dimulai : Februari 2001


(70)

9. Nama penanggung jawab usaha : Sutrisno 10. Pemakaian Tenaga Kerja : 2 orang

2.3. Data Produksi dan Penjualan 2.3.1. Proses Produksi

Adapun proses produksi pembuatan tempe tersebut adalah sebagai berikut: 1. Dibersihkan kacang kedelai dari bahan-bahan lain yang tercampur, kemudian

dicuci hingga bersih.

2. Direndam kacang kedelai yang telah dicuci bersih selama 12-18 jam dengan air dingin biasa.

3. Dilepaskan kulit biji kedelai yang telah lunak, kemudian dicuci atau dibilas dengan menggunakan air bersih.

4. Dikukus/direbus biji kedelai tersebut sampai empuk.

5. Setelah biji kedelai terasa empuk, dituangkan biji-biji tersebut pada meja yang telah dibersihkan, lalu diangin-angin dengan kipas/kipas angin sambil diaduk-aduk hingga biji-biji tersebut terasa hangat.

6. Diangkat biji-biji kedelai ke ember yang telah dibersihkan.

7. Ditaburkan ragi tempe yang telah disiapkan sedikit demi sedikit sambil diaduk-aduk supaya merata.

8. Disiapkankan tong plastik atau daun pisang untuk pembungkus. Bila menggunakan kantong plastik maka diberi lubang-lubang kecil pada kantong tersebut.


(71)

9. Dimasukkan kedelai yang telah diberi ragi ke dalam pembungkusnya sesuai dengan selera.

10. Ditunggu hingga satu atau dua hari agar proses fermentasi dari kacang kedelai menjadi tempe sempurna.

9

Simbol Keterangan Jumlah

Operasi Inspeksi 1 12 Waktu 452' Total 2' 30'

Difermentasikan dan didiamkan

10' I-3 Diratakan Dipotong dan diukur sesuai ukuran

Diambil air bersih dan ditakar sebanyak 90 liter

Disortir kacang kedelai yang sesuai

Dituang air sebanyak sebanyak 90 liter bersama kacang 60 kg

Diaduk air dan kacang menggunakan tangan

Dipotong sesuai ukuran 5'

1' 10'

Plastik Ragi Air Kacang Kedelai

10'

300'

Dicampur Kacang kedelai, air, dan ragi

Dibungkus menggunakan plastik

O-3

Ditakar sebanyak 200 gram

I-1 O-2I-2 O-1

O-2 O-4 O-5 O-7 O-8 O-9 O-6 1' 464'

10' Diaduk sampai merata

Inspeksi Operasi

2 11''

IO-2 IO-1

10'

15'

Gambar 2.2. Operation Process Chart Pembuatan Tempe

S-2 S-3

S-4

I-1

Ragi Air Kacang Kedelai

Diukur dan dipotong sesusai ukuran Ditakar sebanyak200 gram Dibawa ketempat pembungkusan

Diangkut dari tempat penyimpanan dengan kereta dorong ke Tempat pencucian

Dicampur air sebanyak 90 liter

Diaduk dengan tangan

Diangkut dengan kereta dorong ke tempat perebusan

Direbus dengan menggunakan tungku bakar

Dikupas kulit kacang kedelai menggunakan tangan dan ayakan

Dicampurkan dengan ragi

Disimpan dalam gudang penyimpanan 5' 2 m 1' 3' 5 m 30' 300' Plastik T-3 S-1 T-1 O-1 O-2 O-3 O-6 S-5 T-4 Disimpan dalam gudang penyimpanan Disimpan dalam

gudang penyimpanan Disimpan dalam gudang penyimpanan

Disimpan dalam gudang penyimpanan 3' 1' 3' 20'

Simbol Keterangan Jumlah Waktu

Operasi Inspeksi Inspeksi Operasi 7 1 1 1' 5' Total 19

Penyimpanan 5

-Transportasi 5 357' Jarak -22 m 356' (Menit) (Meter) 22 m 13'

T-2 Dibawa ke tempat

pencucian 2 m 3' O-4 O-5 Difermentasikan O-7 Dibungkus 3' 10' 10' 1'

Dibawa ke tempat pencampuran

5 m

T-5 10 m IO-1


(72)

2.3.2. Kapasitas Produk dan Harga Satuan

Tempe : Rp. 3.500,-

Kapasitas Per bulan : 90 karung

2.4. Bahan Baku

Adapun bahan baku dalam pembuatan tempe tersebut adalah sebagai berikut:

1. Bahan Baku: kacang kedelai dan ragi

2. Bahan Tambahan (Pendukung Bahan Baku): air, daun pisang dan plastik.

2.5. Data Pemasaran

Sistem pemasaran tempe yaitu dengan menjual produk kepada kedai-kedai di sekitar, keluarga, teman, dan terutama didistribusi ke pasar-pasar di kota Medan.

2.6. Alat-alat yang Digunakan

Alat-alat yang digunakan adalah baskom, saringan, dandang, kipas angin, sutel kayu, meja, kayu bakar, ember, dan drigen kaleng minyak.


(73)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Tempe adalah makanan yang populer di negara kita. Meskipun merupakan makanan yang sederhana, tetapi tempe mempunyai atau mengandung sumber protein nabati yang cukup tinggi. Tempe adalah makanan yang dibuat dari fermentasi terhadap biji kacang kedelai. Pembuatan tempe tentunya terdapat bahan baku berupa kacang kedelai harus dicuci dan dikeringkan terlebih dahulu sebelum akan difermentasikan.

Proses pencucian kacang kedelai masih dilakukan secara manual dengan posisi membungkuk. Pada proses ini karyawan merasakan sakit pada tulang belakang karena berulang kali (repetitif) mencuci kacang kedelai yang beratnya lebih dari 20 kg di bak pencucian. Hal ini diketahui melalui proses wawancara. Apabila dibiarkan terus-menerus, maka akan berpotensi menimbulkan gejala muskoloskeletal.

Keluhan muskoloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan yang sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dalam jangka waktu yang lama akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon. Keluhan inilah yang biasanya disebut sebagai muskoloskeletal disorder (MSDs) atau cedera pada sistem muskuloskeletal


(74)

dialami oleh semua pekerja yang banyak menggunakan tenaga fisik serta bekerja dengan posisi janggal dan statis (Susianingsih, dkk, 2014).

Dengan melihat kondisi tersebut, maka dirancanglah mesin pencuci dan peniris kacang kedelai yang diharapkan dapat mempermudah dan mempercepat proses tersebut agar dapat meningkatkan efisiensi kerja dengan harapan mesin dapat mencapai efisiensi tinggi berupa hasil kacang kedelai yang bersih dan higienis tanpa menimbulkan sakit pada tulang belakang (musculoskletal disorder). Konsep rancangan mesin pencuci dan peniris kacang kedelai ini berawal dari cara pencucian secara manual yang kemudian diaplikasikan menjadi suatu mesin dengan gerakan yang hampir sama secara konstan dan kontinu.

1.2. Rumusan Permasalahan

Permasalahan pada penelitiaan ini adalah:

1. Pencucian dan penirisan kacang kedelai yang dilakukan dengan posisi membungkuk secara repetitif merupakan aktivitas yang tidak ergonomis sehingga operator merasakan sakit pada tulang belakang (musculoskletal disorders).

2. Analisa alat yang ergonomis untuk membantu mengurangi sakit pada tulan belakang pada aktivitas pencucian dan penirisan kacang kedelai pada UMKM pembuatan tempe.


(75)

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus, yaitu:

1. Tujuan Umum

a. Merancang mesin pencuci dan peniris kacang kedelai yang ergonomis pada UKM pembuatan tempe sesuai dengan prinsip antropometri.

b. Meningkatkan produksi pembuatan tempe dengan adanya desain alat yang lebih ergonomis.

c. Menilai keluhan operator pada sakit tulang belakang sebelum dan sesudah dilakukan perancangan.

2. Tujuan Khusus

a. Menganalisis beban postur kerja pada produksi pembuatan tempe di stasiun pencucian dan penirisan kacang kedelai

b. Menganalisis sakit pada tulang belakang (mucsculoskletal disorders) pekerja pencucian dan penirisan kacang kedelai pada UMKM Cinta Rakyat.

Dalam melakukan penelitian ini, ada beberapa manfaat yang diperoleh adalah:


(76)

a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan referensi dan refleksi dalam meningkatkan produktivitas perusahaan yang dilihat dari perancangan yang ergonomis berupa alat pencuci dan peniris kacang kedelai.

b. Memberikan kontribusi untuk memperluas kajian ilmu Ergonomi di Teknik Industri yang menyangkut perbaikan metode kerja dan perancangan.

2. Manfaat Praktis

Menambah pengetahuan, wawasan dan pengalaman dengan membandingkan antara teori yang diperoleh penulis selama perkuliahan dengan praktek yang dilaksanaan di perusahaan.

1.4. Sistematika Penulisan

Bab I Pendahuluan meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan laporam.

Bab II Tinjauan Pustaka meliputi landasan teori yang berisikan pengertian ergonomi, postur kerja, antropometri, dan teori-teori dari penelitian dan jurnal.

Bab III Gambaran Umum Perusahaan meliputi hal-hal yang diteliti menyangkut sejarah singkat perusahaan, struktur organisasi dan kegiatan-kegiatan usaha perusahaan.

Bab IV Metodologi Penelitian meliputi daerah dan waktu penelitian, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data, teknik pengumpulan data, model


(77)

analisis, hipotesis, kerangka berpikir (kerangka konseptual), dan. definesi variabel.

Bab V Pengumpulan dan Pengolahan Data meliputi cara pengambilan data dengan penyebaran kuesioner SNQ, pengumpulan data postur kerja dan pengolahan data.

Bab VI Aanalisis meliputi analisis kuesioner dan pengolahan data untuk mendapatkan perancangan.

Bab VI Kesimpulan dan Saran meliputi kesimpulan dari penelitian ini serta saran dan masukan yang dianggap perlu sehingga dapat memperbaiki strategi pemsaran perusahaan.


(78)

ABSTRAK

Proses pencucian merupakan salah satu tahapan dalam proses pembuatan tempe dengan menggunakan tenaga manual. Alat pencucian yang digunakan masih berupa tenaga manusia dengan menggunakan tangan. Rendahnya tempat pencucian membuat operator harus bekerja dengan postur membungkuk saat mencuci dan meniriskan kacang kedelai dari tempat pencucian. Postur tersebut membuat operator sering mengeluhkan rasa sakit pada beberapa bagian tubuh, salah satunya adalah punggung. Penelitian dilakukan menilai postur kerja operator menggunakan perhitungan Antropometri dengan subjek penelitian 2 operator. Data antropometri yang digunakan adalah tinggi siku berdiri operator agar operator tidak membungkuk ketika bekerja. Data tersebut diuji dan dilakukan perhitungan persentil 5th. 50th, dan 95th. Hasil perhitungan antropometri adalah persentil 5th yaitu 101,075 cm. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat mengaplikasikannya secara langsung untuk membandingkan kondisi kerja aktual dan usulan dari tempat pencucian tersebut.


(1)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN

6.5. Simulasi Posisi Operator untuk Penggunaan

Mesin Hasil Rancaangan ... VI-5 6.6. Standar Poredur Operasi (SOP) ... VI-6

VIII KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan ... VII-1 7.2 Saran ... VII-1

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(2)

DAFTAR TABEL

TABEL

HALAMAN

3.1. Skor Pergerakan Punggung (Batang Tubuh) ... III-10 3.1. Skor Leher REBA ... III-11 3.1. Skor Kaki (Legs) ... III-11 3.1. Skor Beban ... III-12 3.1. Skor Lengan Atas ... III-13 3.1. Skor Lengan Bawah REBA ... III-13 3.1. Skor Pergelangan Tangan REBA ... III-14 3.1. Coupling ... III-14 3.1. Skor Aktivitas ... III-14 3.1. Nilai Level Tindakan REBA ... III-15 3.1. Perhitungan Grup A Untuk REBA ... III-15 3.1. Perhitungan Grup B Untuk REBA ... III-16 3.1. Perhitungan Metode REBA ... III-16 5.1. Data Pengumpulan SNQ Operator ... V-1 5.2. Rekapitulasi Persentase Keluhan Otot Operator

dengan SNQ untuk Tubuh Bagian Atas ... V-8 5.3. Rekapitulasi Persentase Keluhan Otot Operator

dengan SNQ untuk Tubuh Bagian Bawah ... V-9 5.4. Nilai Level Tindakan REBA Kanan Aktual ... V-11 5.5. Nilai Level Tindakan REBA Kiri Aktual ... V-12 5.6. Rekapitulasi Skor REBA ... V-13 5.7. Data Dimensi TSB Revisi 1 ... V-15 5.8. Data Dimensi TSB Revisi 2 ... V-17 5.9. Perhitungan Uji Kecukupan Data ... V-20 5.10. Uji Kenormalan Data dengan Chi-Square Menggunkan


(3)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR HALAMAN

2.1. Tempe yang Dihasilkan ... II-2 2.2. Operation Process Chart Pembuatan Tempe ... II-4 2.3. Flow Process Chart Pembuatan Tempe ... II-4 3.1. Standard Nordic Questionnaire (SNQ) ... III-5 3.2. Postur Tubuh Bagian Batang Tubuh ... III-10 3.3. Postur Tubuh Bagian Leher ... III-11 3.4. Postur Tubuh Bagian Kaki (Legs) ... III-11 3.5. Ukuran Beban (Load) ... III-12 3.6. Postur Lengan Atas ... III-12 3.7. Postur Lengan Bawah REBA ... III-13 3.8. Postur Tubuh Bagian Pergelangan Tangan (Wrist) ... III-13 3.9. Antropometri Tubuh Manusia yang Diukur Dimensinya ... III-21 3.10. Anthropometri Kaki ... III-23 4.1. Blok Diagram Metodologi Penelitian ... IV-8 4.2. Kerangka Konseptual Penelitian ... IV-9 5.1. Aktivitas Pencucian Kacang Kedelai ... V-4 5.2. Pembulatan Rangka dan Penyatuan Rangka ... V-4 5.3. Layout Proses Produksi Pembuatan Tempe ... V-6 5.4. Persentase Keluhan Otot Operator Pencucian dan Penirisan

Kacang Kedelai dengan SNQ ... V-7 5.5. Aktivitas Pencucian Kacang Kedelai ... V-9 5.6. Level Tindakan Postur Kerja dengan REBA Aktivitas

Pencucian Kacang Kedelai ... V-10

5.7. Level Tindakan Postur Kerja dengan REBA Aktivitas


(4)

DAFTAR GAMBAR (Lanjutan)

GAMBAR HALAMAN

5.10. Uji Keseragaman Dimensi TSB (Revisi 1) ... V-16 5.11. Uji Keseragaman Dimensi TSB (Revisi 2) ... V-18 6.1. Hasil Akhir Rancangan Mesin Pencuci dan

Peniris Kacang Kedelai ... VI-1 6.2. Alat Pencuci Manual Sebelum Dirancang ... VI-2 6.3. Pandangan Bagian Atas Rancangan Mesin Pencuci dan

Peniris Kacang Kedelai ... VI-2 6.4. Pandangan Bagian Belakang Rancangan Mesin

Pencuci dan Peniris Kacang Kedelai ... VI-3 6.5. Pandangan Bagian DepanRancangan Mesin Pencuci

dan Peniris Kacang Kedelai ... VI-3 6.6. Pandangan Bagian Kanan Rancangan Mesin Pencuci

dan Peniris Kacang Kedelai ... VI-4 6.7. Pandangan Bagian Kiri Rancangan Mesin Pencuci

dan Peniris Kacang Kedelai ... VI-4 6.8. Simulasi Posisi Operator pada Saat Menghidupkan (On)

dan Mematikan (Off) Mesin Pencuci dan Peniris

Kacang Kedelai ... VI-5 6.9. Simulasi Posisi Operator pada Saat Membuka

dan Menutup Keran (Saluran) Pembuangan Air Hasil


(5)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN HALAMAN


(6)

ABSTRAK

Proses pencucian merupakan salah satu tahapan dalam proses pembuatan tempe dengan menggunakan tenaga manual. Alat pencucian yang digunakan masih berupa tenaga manusia dengan menggunakan tangan. Rendahnya tempat pencucian membuat operator harus bekerja dengan postur membungkuk saat mencuci dan meniriskan kacang kedelai dari tempat pencucian. Postur tersebut membuat operator sering mengeluhkan rasa sakit pada beberapa bagian tubuh, salah satunya adalah punggung. Penelitian dilakukan menilai postur kerja operator menggunakan perhitungan Antropometri dengan subjek penelitian 2 operator. Data antropometri yang digunakan adalah tinggi siku berdiri operator agar operator tidak membungkuk ketika bekerja. Data tersebut diuji dan dilakukan perhitungan persentil 5th. 50th, dan 95th. Hasil perhitungan antropometri adalah

persentil 5th yaitu 101,075 cm. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat

mengaplikasikannya secara langsung untuk membandingkan kondisi kerja aktual dan usulan dari tempat pencucian tersebut.