diperbolehkan, jika di dalamnya telah terpenuhi rukun dan syarat. Alasannya karena manusia
tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa bantuan orang lain.
37
Alasan inilah yang kemudian dianggap penting, karena dengan
adanya transaksi seseorang dapat dengan mudah memiliki barang yang diperlukan dari orang lain.
Selain itu, berdasarkan dasar hukum sebagaimana tersebut di atas bahwa jual beli itu
hukumnya adalah mubah, yang artinya jual beli itu diperbolehkan asalkan di dalamnya memenuhi
ketentuan yang ada dalam jual beli. Oleh karena itu, praktek jual beli yang dilakukan manusia
sejak masa Rasulullah Saw., hingga saat ini menunjukkan bahwa umat telah sepakat akan
disyariatkannya jual beli.
38
3. Syarat dan Rukun Jual Beli
Dalam jual beli rukun dan syarat merupakan hal yang penting, sebab tanpa terpenuhinya rukun
dan syarat maka jual beli tersebut tidak sah. Oleh karena itu, Islam telah mengatur rukun dan syarat jual
beli tersebut sebagai berikut :
a. Syarat Jual Beli
Syarat menurut syara’ adalah sesuatu yang harus ada, dan menentukan sah dan tidaknya
suatu pekerjaan ibadah, tetapi sesuatu itu tidak berada dalam pekerjaan itu.
39
Dalam jual beli
37
Rachmat Syafei, Op. Cit., hal. 75
38
Sayid Sabiq, Fiqh Sunnah, Alih Bahasa oleh Kamaluddin A. Marzuki, Terjemah Fikih Sunnah, Jilid III, Al-Ma’arif, Bandung, 1987,
hal. 46
39
M. Abdul Mujieb, Mabruri Thalhah dan Syafi’ah AM, Op.Cit, hal.
terdapat empat macam syarat, yaitu syarat terjadinya akad in ‘iqad, syarat sahnya akad,
syarat terlaksananya akad nafadz, dan syarat lujum.
40
Secara umum tujuan adanya semua syarat tersebut antara lain untuk menghindari
pertentangan diantara
manusia, menjaga
kemaslahatan orang yang sedang berakad, menghindari jual beli gharar terdapat unsur
penipuan, dan lain-lain. Jika jual beli tidak memenuhi syarat
terjadinya akad, maka akad tersebut batal. Syarat ini meliputi : ‘akidorang yang berakad, syarat
dalam akad ijab dan qabul, tempat akad, ma’qud ‘alaih objek akad.
Jika jual beli tidak memenuhi syarat nafadzpelaksanaan akad, maka akad tersebut
mauquf yang cenderung boleh, bahkan menurut ulama Malikiyah, cenderung kepada kebolehan.
Misalnya adalah benda yang menjadi objek akad merupakan milik yang sempurna atau tidak
terdapat milik orang lain di dalamnya. Jika jual beli tidak memenuhi syarat
lujum, maka akad tersebut mukhayyir pilih- pilih, baik khiyar untuk menetapkan maupun
membatalkan. Syarat ini hanya satu, yaitu akad jual beli harus terbebas dari khiyar pilihan.
Jika tidak memenuhi syarat sah, menurut ulama Hanafiyah, akad tersebut fasid. Adapun
syarat sah jual beli terbagi menjadi tiga bagian, yaitu syarat bagi penjual dan pembeli, syarat
untuk objek jual beli, dan syarat untuk sighat.
40
Rachmat Syafei, Op. Cit, hal. 76