1
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Zaman globalisasi seperti saat ini, akan terjadi kompetisi atau persaingan yang tajam di semua sektor bisnis tidak dapat dihindari, baik
dalam sektor industri manufaktur maupun jasa. Perusahaan harus menghadapi persaingan yang luar biasa ketat yang disebabkan karena
perkembangan dunia usaha terutama bisnis ritel modern tipe franchise yang semakin bersaing ketat saja bila diperhatikan. Menurut Woodruff
dalam Evi Prasmawati 2010, bahwa pada prinsipnya tujuan dari perusahaan adalah mempertahankan dan mengembangkan pemahaman dan
pengetahuan yang cukup baik akan pelanggan. Dengan kata lain kesuksesan perusahaan di ukur dari kemampuan perusahaan dalam
memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan. Kotler dalam Evi Prasmawati 2010 menjelaskan, setelah
perusahaan memahami
dan mengimplementasikan
hal tersebut,
kemungkinan perusahaan mulai merancang marketing mix secara rinci. Marketing Mix adalah salah satu konsep utama dalam pemasaran modern
dan dirumuskan seb agai berikut : “Suatu rangkaian dari berbagai variabel
pemasaran yang terkendali serta diimplikasikan oleh perusahaan dengan tujuan utama agar mendapatkan tanggapan dari pasar yang telah menjadi
sasarannya adalah pengertian Marketing Mix ”. Marketing Mix itu sendiri
2
berisi semua aspek yang akan dilakukan oleh perusahaan supaya bisa mempengaruhi peningkatan permintaan akan produk atau jasa yang dijual
atau dipasarkan. Beberapa kemungkinan itu bisa dikumpulkan ke dalam empat kelompok variabel yang dikenal sebagai
“empat P” Produk; harga Price; tempat Place; dan Promosi Promotion.
Dalam penelitian ini, hal yang lebih difokuskan dari empat P dalam Marketing Mix adalah Produk, Harga, dan Promosi. Yakni lebih
mendalami tentang produk, harga, dan promosi di Minimarket manakah yang lebih menjadi bahan pemikiran konsumen yang kemudian
memutuskan untuk memilih dimanakah Minimarket yang cocok memenuhi kebutuhan konsumen tersebut.
Banyak dari para marketer berlomba-lomba memasarkan atau menjual jasa atau produk mereka dengan memasang iklan dengan
anggaran yang tinggi di berbagai macam media massa sampai dunia maya. Akan tetapi model pemasaran tradisional seperti word of mouth
pemasaran dari mulut ke mulut masih merupakan jenis aktivitas pemasaran yang paling efektif di Indonesia Vibiznews, Oktober 2007
dalam Siti Arbainah, 2010. Menurut Brown et al. dalam Siti Arbainah 2010, saat konsumen berbicara kepada orang lain mengenai pendapatnya
tentang suatu merk, produk, layanan atau perusahaan tertentu pada orang lain pada saat itulah Word Of Mouth bisa terjadi. Word Of Mouth positif
bisa terjadi bila konsumen tersebut menyebarluaskan opininya tentang hal positif atau kebaikan produk yang telah digunakannya, tapi juga Word Of
3
Mouth negatif bisa terjadi bila konsumen menyebarluaskan opininya mengenai hal buruk atau kejelekan produk yang telah digunakan.
Indonesia sepertinya sangat cocok bila menerapkan Word Of Mouth. Hasil penelitian Global Consumer Studi 2007 telah memperkuat
dugaan tersebut. Penelitian tersebut diadakan oleh lembaga penelitian Nielsen, dan telah menunjukan Indonesia masuk ke dalam barisan lima
besar negara yang mana Word Of Mouth dipakai sebagai bentuk promosi yang efektif. Dari total 47 negara di dunia yang menjadi bahan penelitian,
menunjukan bahwa Indonesia menempati peringkat ke 3 setelah Negara Hongkong serta Negara Taiwan Vibiznews, Oktober 2007 dalam Siti
Arbainah, 2010. Menurut Irawan dalam Siti Arbainah 2010, tingkah laku, perilaku maupun proses pengambilan keputusan dalam mengevaluasi
dan membeli produk yang dilakukan konsumen Indonesia sangat unik. Masyarakat Indonesia memiliki tingkat socializing yang kuat dan hal
tersebut merupakan salah satu keunikannya, ada pepatah orang Jawa “Mangan ra mangan sing penting kumpul”, hal ini adalah cerminan dari
power pembentukan grup, kelompok, dan komunitas. Dampak dari hal ini tentu saja sangat besar untuk strategi
pemasaran terutama dalam konteks penetrasi pasar sebuah perusahaan. Strategi komunikasi merupakan salah satu strategi yang penting. Irawan
menambahkan bahwa word of mouth communication membantu penetrasi pasar suatu merek dan menjadi sangat efektif. Hal ini sangat berbeda
dengan yang terjadi apabila dibandingkan dengan yang ada di pasar
4
Amerika. Hal tersebut didukung bahwa bukan hanya tinnginya faktor socializing tapi juga habit penduduk Indonesia yang sedikit banyak
membicarakan sesuatu yang bersifat pribadi dan memiliki kecenderungan kuat untuk membagi informasinya tersebut sehingga menjadi penguat dari
komunikasi dari mulut ke mulut. Dengan jumlah jam kerja produktif yang lebih kecil dari masyarakat Amerika, membuat jumlah jam berkumpul dan
mengobrol penduduk Indonesia yang lebih tinggi lagi. Amerika mencatat bahwa apabila konsumen puas akan cerita kepada sekitar 2 hingga 5 orang
maka hal tersebut dan tentu saja tidak mengherankan. Dalam salah satu hasil penelitian yang dilakukan oleh Irawan, menunjukan bahwa bila
konsumen Indonesia yang puas, maka mereka akan bercerita kepada sekitar 5 hingga 15 orang, tergantung dari jenis produk dan target yang
ditargetkan Irawan, 2007 dalam Siti Arbainah, 2010. Peneliti lain yaitu Walker dalam Siti Arbainah 2010 menyatakan
bahwa konsumen yang puas akan memberitahukan kepada 4 atau 5 orang lain tentang pengalamannya, sedangkan konsumen yang tidak puas akan
memberitahukan kepada 9 sampai 10 orang. Kondisi ini memperlihatkan bahwa konsumen lebih sering menceritakan ketidakpuasan terhadap
barang atau jasa dibandingkan kepuasannya, sehingga pemasar perlu memperhatikan agar jangan sampai terjadi WOM negatif dari perusahaan
yang pada akhirnya akan mempengaruhi citra. Dunia pemasaran benar
– benar berkisar pada word of mouth, bukan pada iklan. Banyak pemasar yang baru menyadari bahwa membuat
5
pelanggan menjual produk perusahaan merupakan cara terbaik untuk meningkatkan penjualan. Besarnya frekuensi orang membicarakan merek
kepada orang yang tepat dengan cara yang benar merupakan hal yang paling penting yang dapat diupayakan oleh seorang pemasar. Hal ini
merupakan esensi dari pemasaran word of mouth. WOM merupakan pusat dari dunia pemasaran dan metode pilihan untuk menjual produk
Silverman, 2001 dalam Siti Arbainah, 2010. WOM bermakna pendapat mengenai suatu produk tertentu yang diperjualbelikan di antara orang
– orang pada suatu waktu tertentu Rosen, 2004 dalam Siti Arbainah, 2010.
Sedangkan The Word of Mouth Marketing Association WOMMA dalam buku
“Beyond Buzz: the Next Generation of Word” mendefinisikan WOM adalah membuat orang untuk berbicara tentang produk dan jasa
perusahaan, dan membuat pembicaraan tersebut berlangsung dengan mudah Kelly, 2007 dalam Siti Arbainah, 2010. WOM adalah komunikasi
mengenai produk dan jasa yang dibicarakan oleh orang – orang
Silverman, 2001 dalam Siti Arbainah, 2010. Komunikasi ini dapat pembicaraan atau testimonial. Sedangkan Wels dan Prensky dalam Siti
Arbainah 2010 menyatakan Word of Mouth communication adalah komunikasi informal antara konsumen mengenai suatu produk.
Segala macam proses yang dilakukan oleh perusahaan dalam mengkoordinasikan beberapa elemen promosi dan kegiatan pemasaran
lainnya sehingga terjalin komunikasi dengan konsumen perusahaan merupakan inti dari komunikasi pemasaran Belch Belch, 2004 dalam
6
Siti Arbainah, 2010. Konsep yang secara umum sering digunakan untuk menyampaikan pesan adalah apa yang disebut bauran promosi
promotional mix disebut bauran promosi karena biasanya pemasar sering menggunakan jenis promosi yang terintegrasi dalam suatu rencana
promosi produk. Menurut Kotler 2000 dalam Siti Arbainah 2010, dalam bauran promosi atau promotion mix terdapat beberapa jenis promosi
antara lain; iklan advertising; penjualan tatap muka personal selling; promosi penjualan sales promotion; hubungan masyarakat dan publisitas
public and public relation dan pemasaran langsung direct marketing. Komunikasi mulut ke mulut atau Word Of Mouth sendiri telah
menjadi suatu fenomena yang menarik di dalam dunia pemasaran dan komunikasi, dimana word of mouth menjadi salah satu kekuatan dalam
pasar Kotler, 2000 dalam Siti Arbainah, 2010. Saat ini kekuatan word of mouth mulai disadari dan dimanfaatkan oleh banyak perusahaan,
mengingat iklan – iklan di media massa tidak lagi efektif sebagai alat
promosi karena konsumen hanya bisa mengingat lima sampai tujuh iklan per hari Schiffman dan Kanuk, 2000 dalam Siti Arbainah, 2010. Word of
Mouth lebih dipercaya dibandingkan oleh seorang sales person, dan dapat menjangkau konsumen lebih cepat daripada iklan maupun direct
– mail, kerena kekuatan word of mouth terletak pada kemampuannya dalam
memberikan rekomendasi refferal. Perusahaan perlu membangun Word Of Mouh positif disamping
program – program marketing mix yang telah ada karena beberapa hasil
7
penelitian telah menunjukan hasil betapa penting peran Word of Mouth dalam kesuksesan perusahaan. Apabila melihat keefektifan Word Of
Mouth dibanding media – media promosi yang lain hal ini sangat relevan
bila dilakukan. Pernyataan tersebut diperkuat bahwa dari hasil penelitian menunjukan Word Of Mouth positif tujuh kali lebih efektif dari pada iklan
di koran dan majalah, serta empat kali lebih efektif daripada personal selling dan dua kali lebih efektif daripada iklan di radio dalam
mempengaruhi konsumen untuk berpindah merek Cengiz dan Yayla, 2007:73 dalam Siti Arbainah, 2010. Dan tentu saja perusahaan bisnis
macam ritel modernpun perlu membangun Word Of Mouth positif tersebut. “Penjualan barang secara eceran dengan berbagai tipe gerai seperti
kios, pasar, departement store, butik dan lain – lain termasuk juga
penjualan dengan sistem delivery service yang umumnya dipergunakan langsung oleh pembeli yang bersangkutan disebut dengan bisnis ritel
” Marina L.Pandin, 2009: 1 dalam Siti Arbainah, 2010.
“Semua kegiatan yang melibatkan penjualan barang dan jasa secara langsung pada
konsumen akhir untuk penggunaan pribadi dan bukan bisnis merupakan semua lingkup bisnis ritel
” Berman, 2001 dalam Utami, 2006: 24. Ritel tradisional dan ritel modern merupakan jenis bisnis ritel yang ada di
Indonesia. Toserba Sarinah yang didirikan pada tahun 1962 merupakan bisnis ritel modern yang pertama kali hadir di Indonesia Marina L.Pandin,
2009: 1 dalam Siti Arbainah, 2010. Seiring perkembangan perekonomian ritel modern juga berkembang, teknologi dan lifestyle masyarakat yang
8
membuat masyarakat menuntut kenyamanan yang lebih dalam berbelanja. Macam ritel modern di Indonesia meliputi Pasar Modern Pasar
Swalayan, Departement Store, Speciality Store, Trade Centre, dan MallSupermallPlaza. Tempat dimana terdapat barang
– barang kebutuhan rumah tangga termasuk keperluan sehari - hari dimana penjualan
dilakukan secara eceran dan dengan cara swalayan, yaitu konsumen mengambil sendiri barang dari rak dagangan dan membayar ke kasir
merupakan pengertian dari pasar modern Media Data, Peta Persaingan Bisnis Ritel di Indonesia, 2009: 91
– 92 dalam Siti Arbainah, 2010. Minimarket, Supermarket, dan Hypermarket merupakan jenis pasar
modern di Indonesia. Adapun Pasar Modern sebagai obyek dalam penelitian ini dibatasi
hanya pada Minimarket. Hal ini karena Minimarket memiliki jumlah gerai yang lebih banyak daripada jenis Pasar Modern lain, juga karena omsetnya
yang tidak merata tidak seimbang antar Minimarket yang ada. Saat ini bahkan omset Minimarket tersebut hanya didominasi oleh dua pemain
besar Minimarket yaitu Indomaret dan Alfamart. Kedua Minimarket tersebut menguasai lebih dari 80 seluruh omset minimarket di tahun
2008 Siti Arbaniah, 2010. Kondisi ini menunjukan bahwa persaingan Minimarket tidak seimbang, sehingga memerlukan penanganan yang lebih
mendesak dibandingkan yang lain, dalam peningkatan kinerja maupun penciptaan nama baik minimarket tersebut. Dari pernyataan tersebut, perlu
dilakukan penelitian tentang Word Of Mouth pada Alfamart dan Indomart
9
sebagai Minimarket yang telah sukses yang hasilnya diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu acuan dalam mengembangkan bisnis ritel
Minimarket secara keseluruhan. Perkembangan baru yang terbesar di bidang pemasaran melibatkan
cara – cara perusahaan saat ini terhubung dengan pelanggan mereka.
Perusahaan masa lalu berfokus pada pemasaran massa kepada seluruh pendatang yang dapat terjangkau perusahaan. Namun saat ini perusahaan
dapat menyeleksi pelanggannya secara lebih dan membangun hubungan yang lebih awet dan lebih langsung terhadap pelanggan sasarannya Kotler
dan Armstrong, 2004: 31 dalam Siti Arbainah, 2010. Respon yang bisa diberikan oleh pasarkonsumen bisa berupa
tindakan membeli atau tidak membeli produk yang dijual produsen pemasar. Ada tiga faktor utama yang mempengaruhi konsumen untuku
mengambil keputusan, yaitu 1 faktor psikologis, 2 faktor situasional, dan 3 faktor sosial Etta dan Sopiah, 2013: 24
Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengambil judul
“ANALISIS WORD OF MOUTH WOM, PRICE, PRODUCT, PROMOTION DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEPUTUSAN
KONSUMEN DALAM MEMILIH MINIMARKET ALFAMART DAN INDOMARET
Kasus Pada Minimarket Alfamart dan Indomaret di Surakarta
”.
10
B. Rumusan Masalah