HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi investasi di Provinsi Dki Jakarta

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Dugaan Model Dalam mengestimasi model persamaan, penelitian ini menggunakan model ekonometrika dengan metode OLS. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian adalah suku bunga, inflasi, lag PDRB, tingkat upah, dan nilai tukar. Hasil estimasi model dugaan model ditunjukkan melalui Tabel 5.1. Tabel 5.1. Hasil Estimasi Koefisien Variabel Penduga Variabel Koefisien t-statistik Prob C -54,32892 -4,848171 0,0000 Suku Bunga -0,055613 -2,977828 0,0053 Inflasi -0,200542 -6,248955 0,0000 Lag PDRB 7,080016 9,605267 0,0000 Tingkat Upah -1,866653 -3,650849 0,0009 Nilai Tukar -0,574948 -2,318556 0,0266 R-squared = 0,905196 Adjusted R-squared = 0,891254 Durbin-Watson stat = 0,913052 ProbF-statistic = 0,000000 Sumber : lampiran 2a Berdasarkan hasil estimasi di atas maka dapat disusun persamaan regresi investasi di Provinsi DKI Jakarta sebagai berikut : 5.1 KURS 0,574948L_ - MP 1,89953L_U - PDRB-1 7,080016L_ F 0,200542IN - 0,055613SB - -54,32892 L_INV + = Langkah selanjutnya adalah melakukan berbagai pengujian terhadap parameter estimasi tersebut melalui uji ekonometrik dan uji statistik. Pengujian ekonometrik meliputi uji autokorelasi, uji heteroskedastisitas, uji multikolinieritas, sedangkan pengujian statistik meliputi goodness of fit, uji t, dan uji F.

5.1.1. Uji Ekonometrika

Pengujian ekonometrika dimaksudkan untuk mendeteksi ada tidaknya pelanggaran asumsi. Jika terjadi pelanggaran asumsi maka akan menghasilkan dugaan yang tidak valid. Uji ekonometrika terdiri dari uji autokorelasi, uji heteroskedastisitas, uji multikolinieritas. Pengujian autokorelasi dideteksi dengan menggunakan pengujian Breusch- Godfrey Serial Correlation Langrange Multiplier Test. Kriteria ujinya adalah jika probability obsR-squared lebih besar dari taraf nyata yang digunakan maka disimpulkan bahwa model persamaan yang digunakan tidak mengalami masalah autokorelasi, dan sebaliknya jika probability obsR-squared lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan maka model persamaan yang digunakan mengalami masalah autokorelasi. Model persamaan yang digunakan memiliki nilai probability obsR-squared sebesar 0,052525 lampiran 2b. Nilai ini lebih besar dari taraf nyata yang digunakan yakni 5 persen, artinya model persamaan yang digunakan dalam penelitian ini tidak memiliki masalah autokorelasi. Pengujian lainnya adalah uji heteroskedatisitas yang dideteksi dengan menggunakan uji White Heteroskedasticity Test. Kriteria ujinya adalah jika probability obsR-squared lebih besar dari taraf nyata yang digunakan maka model persamaan yang digunakan tidak mengalami masalah heteroskedastisitas, dan sebaliknya jika probability obsR-squared lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan maka model persamaan yang digunakan mengalami masalah heteroskedastisitas. Hasil uji dari model persamaan yang digunakan dalam penelitian ini diketahui bahwa probability obsR-squared adalah sebesar 0,292957 dimana nilai tersebut lebih besar dari taraf nyata yang digunakan yaitu 5 persen lampiran 2c. Oleh karena itu, model persamaan yang digunakan dalam penelitian ini tidak memiliki masalah heteroskedastisitas. Pengujian multikolinieritas dapat dilihat berdasarkan correlation matrix lampiran 2d. Apabila nilai mutlak korelasi antar variabel bebas lebih besar dari R-squared atau sebesar 0,905196 maka terdapat multikolinieritas dalam model persamaan tersebut. Berdasarkan hasil pengujian diketahui bahwa model persamaan yang digunakan tidak memiliki masalah multikolinieritas antara variabel-variabel penjelas didalamnya. Hal ini ditunjukkan dengan nilai output koefisien korelasi setiap variabel bebasnya. Terbebas dari masalah autokorelasi, heteroskedastisitas, dan multikolinieritas maka model persamaan yang digunakan memiliki sifat BLUE Best Linier Unbiassed Estimator karena semua asumsi klasik OLS terpenuhi.

5.1.2. Uji Statistik

Uji statistik yang dilakukan meliputi goodness of fit, uji t, dan uji F. Nilai R-squared menunjukkan bahwa uji ketepatan perkiraan goodness of fit sebesar 0,905196. Hal ini berarti bahwa 90,5196 persen keragaman model persamaan investasi dapat dijelaskan oleh keragaman variabel-variabel bebas di dalam model, sedangkan sisanya sebesar 9,4804 persen dapat dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Pengujian yang dilakukan ditujukan untuk menelaah hubungan antara variabel bebas terhadap variabel tak bebasnya adalah dengan melihat nilai probabilitas t-statistik. Uji t-statistik dilakukan dengan membandingkan probabilitas P-value dengan taraf nyata yang digunakan. Jika probabilitas P- value lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan maka variabel bebas tersebut berpengaruh nyata signifikan terhadap variabel tak bebasnya, dan sebaliknya jika probabilitas P-value lebih besar dari taraf nyata yang digunakan maka variabel bebas tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebasnya. Berdasarkan uji t-statistik diperoleh bahwa variabel suku bunga, inflasi, lag PDRB, tingkat upah mempunyai probabilitas P-value yang lebih kecil dari taraf nyata 1 persen, dan nilai tukar mempunyai probabilitas P-value yang lebih kecil dari taraf nyata 5 persen, sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel-variabel tersebut berpengaruh nyata signifikan terhadap variabel tak bebasnya. Pengujian F-statistik untuk mendeteksi apakah semua variabel bebas secara serentak berpengaruh signifikan terhadap variabel tak bebasnya. Berdasarkan hasil estimasi persamaan model diperoleh bahwa probabilitas F- statistik sebesar 0,0000 yang lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan yakni sebesar 5 persen, sehingga dapat disimpulkan bahwa keabsahan model persamaan yang digunakan dapat diterima. 5.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Investasi di DKI Jakarta

5.2.1. Suku Bunga

Tingkat suku bunga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat investasi yang dilakukan dalam jangka waktu tertentu. Variabel suku bunga memiliki hubungan negatif dan signifikan terhadap kegiatan investasi di Provinsi DKI Jakarta pada taraf nyata 1 persen. Hal ini mengimplikasikan suatu peningkatan tingkat suku bunga akan menambah biaya modal, sehingga menyebabkan suatu penurunan yang besar ataupun kecil dalam kegiatan investasi. Koefisien regresi variabel suku bunga sebesar negatif 0,055613, artinya peningkatan suku bunga sebesar 1 persen akan mengakibatkan penurunan investasi di Provinsi DKI Jakarta sebesar 0,055613 persen, ceteris paribus. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa semakin tinggi tingkat suku bunga maka biaya pinjaman akan semakin tinggi, sehingga para investor tidak meminjam dana ke bank karena resiko yang harus ditanggung sangat besar. Oleh karena itu, peningkatan tingkat suku bunga akan meningkatkan biaya sehingga dapat menurunkan tingkat investasi.

5.2.2. Inflasi

Variabel inflasi berpengaruh negatif yang signifikan terhadap tingkat investasi di Provinsi DKI Jakarta pada taraf nyata 1 persen. Koefisien inflasi sebesar negatif 0,200542, artinya peningkatan tingkat inflasi sebesar 1 persen akan menurunkan tingkat investasi di Provinsi DKI Jakarta sebesar 0,200542 persen, ceteris paribus. Hal ini dikarenakan tingkat inflasi yang tinggi memicu biaya operasional perusahaan mengalami peningkatan sehingga tingkat keuntungan yang diperoleh perusahaan mengalami penurunan. Penurunan keuntungan perusahaan perusahaan tersebut mengakibatkan terjadinya penurunan jumlah investasi yang dilakukan perusahaan. Tingkat inflasi berpengaruh secara tidak langsung terhadap investasi. Ketika harga-harga faktor-faktor produksi mengalami peningkatan, maka perusahaan akan mengalami tingkat pengembalian yang lebih lambat. Hal tersebut mencerminkan apabila terjadi inflasi, maka akan menyebabkan kecenderungan menurunnya investasinya. Selain itu, inflasi akan mendorong merosotnya nilai tukar rupiah, sehingga jumlah rupiah yang diperlukan untuk mendapatkan faktor- faktor produksi akan semakin besar sehingga para investor cenderung untuk menurunkan investasinya. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ferdiyan 2006.

5.2.3. Lag PDRB

Variabel PDRB periode sebelumnya berpengaruh positif yang signifikan terhadap tingkat investasi di Provinsi DKI Jakarta pada taraf nyata 1 persen. Koefisien variabel pertumbuhan ekonomi periode sebelumnya adalah sebesar 7,080016, artinya peningkatan pertumbuhan ekonomi periode sebelumnya sebesar 1 persen akan meningkatkan tingkat investasi di Provinsi DKI Jakarta periode sekarang sebesar 7,080016 persen, ceteris paribus. PDRB merupakan indikator perekonomian suatu wilayah. Jumlah PDRB yang tinggi menggambarkan perekonomian suatu wilayah yang tinggi. Hal tersebut mendorong kepercayaan dan merangsang para investor untuk melakukan kegiatan investasi. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ferdiyan 2006. Oleh karena itu, jika pertumbuhan ekonomi periode sebelumnya menunjukkan ke arah yang membaik maka akan meningkatkan kepercayaan investor atau pemilik modal untuk menanamkan modalnya di Provinsi DKI Jakarta pada periode sekarang, sehingga tingkat investasi di Provinsi DKI Jakarta pun meningkat.

5.2.4. Tingkat Upah

Upah minimum merupakan tingkat upah minimal yang harus dibayar perusahaan kepada para pekerja. Tujuan dari kebijakan upah minimum adalah untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja. Jika tingkat upah minimum yang dibayarkan mengalami peningkatan, maka perusahaan akan merekrut pekerja lebih sedikit sehingga output perusahaan mengalami penurunan. Dengan output yang menurun maka perusahaan akan memperoleh keuntungan yang lebih sedikit. Dengan keuntungan yang sedikit tersebut, maka kecenderungan perusahaan untuk berinvestasi pun mengalami penurunan. Variabel upah berpengaruh negatif yang signifikan terhadap tingkat investasi di Provinsi DKI Jakarta pada taraf nyata 1 persen. Koefisien variabel upah adalah sebesar negatif 1,866653 artinya peningkatan tingkat upah sebesar 1 persen akan menurunkan tingkat investasi di Provinsi DKI Jakarta sebesar 1,866653 persen, ceteris paribus. Hal ini dikarenakan jika tingkat upah yang dibayarkan mengalami peningkatan akan memberatkan pengusaha, terutama jika kenaikan tersebut ternyata tidak diikuti dengan peningkatan produktivitas pekerja karena share keuntungan yang diterima perusahaan akan menurun. Dengan share keuntungan yang menurun tersebut maka kecenderungan perusahaan untuk berinvestasi pun mengalami penurunan

5.2.5. Nilai Tukar

Variabel nilai tukar berpengaruh negatif yang signifikan terhadap tingkat investasi di Provinsi DKI Jakarta pada taraf nyata 5 persen. Koefisien variabel nilai tukar adalah sebesar 0,574948 artinya peningkatan nilai tukar sebesar 1 persen akan menurunkan tingkat investasi di Provinsi DKI Jakarta periode sekarang sebesar 0,574948 persen, ceteris paribus. Hal ini disebabkan ketika terjadi depresiasi nilai tukar rupiah maka nilai riil keuntungan yang akan diperoleh akan berkurang sehingga dapat menurunkan tingkat investasi Suatu mata uang nilainya akan mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Perubahan yang terus menerus tersebut akan disebabkan oleh perubahan yang selalu terjadi pada permintaan atau penawaran uang. Oleh karena itu, otoritas moneter diharapkan dapat menjaga kestabilan nilai tukar rupiah guna menciptakan nilai tukar rupiah dapat menguat terhadap mata uang asing. Menguatnya nilai tukar rupiah dapat menjadi indikator bahwa kepercayaan terhadap perekonomian mulai pulih sehingga dapat menciptakan suatu peningkatan jumlah investasi. Apabila stabilitas nilai tukar rupiah terus dapat dipertahankan secara berkesinambungan maka dapat memberikan manfaat besar bagi perekonomian.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN