Keterangan: V
S30
: Kecepatan gelombang geser Ev
: Elevasi ketinggian Sp
: Tan Slope kemiringan1000 Dm
: Jarak antar gunung tersier dan pre-tersier Matsuoka, dkk., 2006. Verstappen dalam Hidayat 2014 mengatakan bahwa geomorfologi merupakan
ilmu yang mempelajari bentuk lahan pembentuk muka bumi, baik didaratan maupun didasar lautan dan menekankan pada proses pembentukan dan
perkembangan pada masa yang akan datang, serta konteksnya dengan lingkungan. Geomorfologi menempatkan lahan termasuk didalamnya tanah dan kondisi sub-
tanah dan stabilitas lereng, memiliki dampak penting pada pola distribusi bahaya gempabumi. Penetapan wilayah resiko dan bahaya gempabumi merupakan suatu
yang realistis berarti mitigasi bencana gempabumi dengan menerapkan metode deduktif Hidayat, 2014.
Beberapa bentuk bentang geologi seperti terumbu karang dan gosong pasir sandbar secara alamiah dapat meredam gelombang sehingga gelombang yang
sampai ke pantai dapat diturunkan energi, ketinggian dan penetrasinya. Keberadaan terumbu karang, gosong pasir atau bentuk morfologi pantai lainnya
berupa tinggian mempunyai 2 sisi, di satu sisi, terumbu karang atau gosong pasir dapat mengurangi tinggi tsunami di pantai di belakang terumbu karang atau
gosong pasir. Di sisi lain, jika tinggi gelombang tsunami melampaui ketinggian karang atau gosong pasir, maka gelombang tsunami akan terperangkap di atara
pantai dan terumbugosong pasir sehingga gelombang tsunami tidak segera
meluruh Rasheed dalam Athanasius, 2009. Beberapa parameter geomorfologi
ditunjukan pada Tabel 7. Tabel 7
Unit Geomorfologi dari JEGM
No Unit Geomorfologi
Koefesien Regresi s.d
a b
c d
1 Pegunungan Pre-Tersier 2,900
0,139 2 Pegunungan Tersier
2,807 0,117
3 Kaki Gunung 2,602
0,092 4 Perbukitan
2,349 0,152
0,175 5 Gunungapi
2,708 0,162
6 Kaki Gunungapi 2,315
0,094 0,100
7 Perbukitan Gunungapi 2,608
0,059 8 Batuan Permukaan
2,546 0,094
9 Kerikil Permukaan 2,493
0,072 0,027
-0,16 0,122
10 Permukaan tertutup Abu Vulkanik 2,206
0,093 0,065
0,115 11 Lembah
2,266 0,144
0,016 -0,11
0,158 12 Lahan Aluvial
2,350 0,085
0,015 0,116
13 Tanggul Alam 2,204
0,100 0,124
14 Rawa 2,190
0,038 -0,04
0,116 15 Batas Sungai
2,264 0,091
16 Delta dan Dataran Pesisir 2,317
-0.1 0,107
17 Pasir Laut dan Kerikil 2,415
0,114 18 Bukit Pasir
2,289 0,123
19 Reklamasi Tanah 2,373
-0,12 0,123
20 Tanah 2,404
-0,14 0,120
3.6 Metode Deterministic Seismic Hazard Analysis DSHA
Hasil analisis hazard bencana kegempaan seismic hazard analysisSHA berupa percepatan maksimum, respon spektra, dan time-histories. Ada dua metode yang
biasa digunakan dalam SHA, yaitu: deterministik Deterministic Seismic Hazard AnalysisDSHA dan probabilistic Probabilistic Seismic Hazar AnalysisPSHA.
Secara umum metode DSHA dapat dibagi menjadi empat tahap seperti ditunjukan
oleh Gambar 7. Tahap pertama adalah identifikasi sumber-sumber gempa yang meliputi lokasi sumber-sumber gempa, geometri sumber, mekanisme kegempaan,
sejarah kegempaan, dan parameter kegempaan seperti magnitudo maksimum dan frekuensi keberulangan kejadian gempa. Tahap kedua adalah untuk setiap sumber
gempa yang berada di sekitar lokasi studi ditentukan diskenariokan parameter
gempa yang akan menghasilkan dampak di lokasi studi seperti magnitudo yang
maksimum dan lokasi kejadian yang terdekat ke lokasi studi. Tahap ketiga adalah menghubungkan parameter sumber gempa dengan parameter pergerakan tanah di
lokasi studi dengan menggunakan fungsi atenuasi. Tahap keempat adalah menentukan parameter gempa desain berdasarkan skenario yang menghasilkan
parameter pergerakan tanah terbesar worst case scenario.
Metode DSHA umumnya diaplikasikan untuk mengestimasi percepatan gempa
untuk konstruksi yang sangat membahayakan jika terjadi kerusakan, seperti bangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir PLTN Irsyam dkk, 2010,
bendungan besar, konstruksi yang dekat dengan sesar aktif, dan untuk keperluan emergency response. Kelebihan metode ini adalah mudah digunakan untuk
memprediksi gerakan gempa pada skenario terburuk. Sedangkan kelemahannya
adalah metode ini tidak mempertimbangkan probabilitas terjadinya gempa dan
pengaruh berbagai ketidakpastian yang terkait dalam analisis Kramer, 1996.
Gambar 7. Metode Deterministic Seismic Hazard Analysis Kramer, 1996
Analisis probabilistik PSHA pada prinsipnya adalah analisis deterministik dengan
berbagai macam skenario dan didasarkan tidak hanya pada parameter gempa yang menghasilkan pergerakan tanah terbesar. Perbedaan utama antara pendekatan
DSHA dan PSHA adalah pada pendekatan probabilistik PSHA, frekuensi untuk setiap skenario pergerakan tanah yang akan terjadi juga diperhitungkan.
Dengan demikian, pendekatan PSHA juga bisa digunakan untuk memprediksi seberapa besar probabilitas kondisi terburuk akan terjadi di lokasi studi. Metode
ini memungkinkan untuk memperhitungkan pengaruh faktor-faktor ketidakpastian dalam analisis seperti ukuran, lokasi dan frekuensi kejadian gempa. Metode ini
memberikan kerangka kerja yang terarah sehingga faktor-faktor ketidakpastian dapat diidentifikasi, diperkirakan, dan kemudian digabungkan dengan metode
pendekatan yang rasional untuk mendapatkan gambaran yang lebih lengkap tentang kejadian gempa Irsyam dkk, 2010.
3.7
Fungsi Atenuasi
Tidak tersedianya data untuk menurunkan suatu fungsi atenuasi di wilayah
Indonesia, pemakaian fungsi atenuasi yang diturunkan dari wilayah lain tidak dapat dihindari. Pemilihan fungsi atenuasi ini didasarkan pada kesamaan kondisi
geologi dan tektonik dari wilayah dimana fungsi atenuasi itu dibuat. Fungsi atenuasi yang digunakan sebagian besar sudah menggunakan Next Generation
Attenuation NGA, dimana atenuasi ini dalam pembuatannya sudah menggunakan data gempa global worldwide data. Pada Tabel 8 ditunjukan
pendekatan menggunakan fungsi atenuasi berdasarkan sumber gempa.
Tabel 8 Fungsi atenuasi
Sumber Gempa
Fungsi Atenuasi Weight
Shallow Crustal Fault
and Shallow Background
Sources Boore-Atkinson NGA Boore and Atkinson,2008
0,33 Campbell-Bozorgina NGA Campbell and Bozorgina,
2008 0,33
Chio-Young NGA Chiou and Youngs, 2008 0,33
Interface Megathrust
Subduction Sources
Geomatrix SUbduction Youngs et al., 1997 0,25
Atkinson-Boore BC rock and global source Subduction Atkinson and Boore, 2003
0,25 Zhao dkk., with variable Vs-30 Zhao et al., 2006
0,50
Intraslab Benioff Deep
Background Sources
AB Intraslab seismicity Cascadia region BC-rock condition Atkinson-Boore, Cascadia 2003
0,33 Geomatrix slab seismicity rock, 1997 Youngs et al,. 1997
0,33 AB 2003 Intraslab seismicity worldwide data region BC-
rock condition Atkinson-Boore, Worldwide 2003 0,33
1. Sumber gempa fault dan shallow background
Model sumber gempa fault dan shallow background terdapat tiga fungsi atenuasi yang dapat digunakan, antara lain sebagai berikut:
a. Boore-Atkinson 2008 NGA untuk model sumber gempa fault dan
shallow background Fungsi atenuasi ini berlaku untuk sumber gempa yang berada pada daerah
dangkal. Model atenuasi ini dapat digunakan untuk M=5-8, R
JB
=200 km, dan V
S30
=180-1300 ms. Parameter persamaannya adalah sebagai berikut: 2
untuk 3
untuk 4
[ ]
5 Dimana
√ 6
Keterangan: M
: Momen magnitudo R
JB
: Jarak terdekat dari patahan V
S30
: Kecepatan gelombang geser U
: Variabel unspecific SS
: Variabel strike-slip NS
: Variabel normal-slip