Perbedaan perilaku, orientasi, dan pola hubungan antara kedua kelembagaan sosial tersebut mencerminkan perbedaan antara tipe kelembagaan sosial
masyarakat tradisional dan modern. Ciri-ciri kedua jenis kelembagaan sosial tersebut akan dibahas satu per satu berikut.
3. Kelembagaan Sosial Tradisional Soerjono Soekanto berpendapat bahwa lembaga sosial merupakan
bentuk sistem kelembagaan sosial masyarakat tradisional. Lembaga sosial memiliki orientasi perilaku sosial ke dalam yang sangat kuat. Hal itu
ditunjukkan dalam orientasi untuk memenuhi kebutuhan dari anggota lembaga sosial tersebut.
Dalam lembaga sosial, hubungan sosial di antara anggotanya sangat bersifat personal atau pribadi dan didasari oleh loyalitas yang tinggi
terhadap pemimpin menurut usia dan gengsi sosial yang dimiliki. Mereka terikat satu sama lain berdasarkan ikatan komunal, yaitu suatu perasaan
atau sentimen bersama berdasar ikatan kedaerahan, loyalitas, asal usul keturunan, kekerabatan, dan kepercayaan terhadap keyakinan batin tertentu.
Gambar 2.1 Ikatan hubungan tolong menolong dan gotong royong dalam perbaikan jalan.
Sumber: Kompas, 5 Mei 2006
Ciri-ciri kelembagaan sosial masyarakat tradisional ini dapat kita jumpai di Indonesia, misalnya dalam sistem gotong royong di Jawa dan di
dalam sistem banjar atau ikatan adat di Bali. Gotong royong merupakan ikatan hubungan tolong-menolong di antara masyarakat desa. Ikatan
hubungan itu merupakan perwujudan solidaritas khas masyarakat agraris tradisional. Dalam lembaga gotong royong, masyarakat terikat satu sama
lain berdasarkan relasi sosial. Relasi sosial itu disebut ikatan primordial, yaitu melalui ikatan keluarga, ikatan geografis, dan ikatan iman kepercayaan
tertentu. Di daerah pedesaan, pola hubungan gotong royong ini dapat mewujud ke dalam banyak aspek kehidupan. Pola hubungan gotong royong
dapat terlihat dalam pola-pola berikut.
Sosiologi SMA Kelas XII
57
a. ”sambatan” dalam pekerjaan pertanian b. kerja bakti membersihkan selokan
c. bersih desa d. bentuk ikatan sosial, seperti kehidupan bertetangga.
Pola hubungan serupa dapat kita lihat di dalam sistem ”banjar” di Bali. Banjar adalah suatu bentuk kolektivitas komunal terkecil di Bali. Banjar
memiliki anggota 50 sampai 100 keluarga. Di antara anggota ”banjar” pada umumnya saling membantu dalam urusan-urusan bersama, seperti
perkawinan, pesta keluarga, kematian, membangun rumah, memperbaiki kuil, mengurus pesta atau upacara adat. Setiap ”banjar” pasti mempunyai
sebuah gedung pertemuan yang dipakai untuk mengadakan pertemuan bulanan. Pertemuan tersebut biasanya membahas masalah sosial keagamaan
bersama yang dipimpin oleh seorang ”Kelian” kepala banjar. Hubungan antaranggota banjar tersebut terjalin atas ikatan sosial komunal berdasarkan
perasaan bersama. Perasaan bersama itu meliputi rasa memiliki daerah setempat dan berdasar kepercayaan adat bersama.
4. Kelembagaan Sosial Modern