Pendekatan Teoritis Status eksploitasi sumberdaya ikan pelagis kecil di Perairan Maluku dan kapasitas penangkapannya

3 METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Teoritis

Pengelolaan sumberdaya ikan sebagai sumberdaya terbarukan pada hakekatnya menimbulkan dua pertanyaan mendasar Fauzi 2004. Pertama, seberapa besar sumberdaya ikan harus dieksploitasi saat ini dan berapa yang tersedia untuk masa mendatang. Kedua, bagaimana mengeksploitasi sumberdaya secara efisien dan optimal untuk menghasilkan suatu nilai ekonomi tinggi. Pertanyaan mendasar tersebut dapat dikaji dari aspek biologis maupun ekonomis. Tujuan pengelolaan perikanan dapat dikelompokkan kedalam aspek biologi, ekologi, ekonomi dan sosial Widodo dan Suadi 2006. Tujuan tersebut lebih spesifik adalah untuk menjamin keberlanjutan produktivitas, minimalisasi dampak penangkapan terhadap lingkungan, memaksimalkan pendapatan nelayan, dan memaksimalkan kesempatan kerja di bidang perikanan. Implementasi tujuan- tujuan ini memiliki keterbatasan dan dapat menimbulkan konflik intensitas di dalamnya. Misalnya, meminimumkan dampak kegiatan perikanan terhadap ekosistem, tetapi secara simultan pendapatan ekonomi harus ditingkatkan. Ataupun memaksimumkan kesempatan kerja nelayan, tanpa mempertimbangkan apakah mereka mampu hidup memadai dalam kegiatan perikanan. Pada saat ini, pengelolaan perikanan yang berbasis ekosistem marine ecosystem-based fisheries dalam prakteknya masih lebih cenderung pada usaha perikanan yang berbasis sumberdaya resources-based fisheries. Dalam usaha perikanan tersebut, tingkat hasil tangkapan maksimum MSY masih merupakan titik acuan dalam mengevaluasi keberlangsungan kegiatan perikanan, dan adanya anggapan bahwa potensi ekonomi dari pengelolaan sumberdaya ikan cukup besar. Pendekatan MSY lebih diarahkan pada sisi biologi tanpa memperhatikan aspek lain yang belum dipahami dalam pengelolaan perikanan Fauzi 2005. Aspek- aspek tersebut mencakup unsur ketidakpastian yang berlangsung dan berpengaruh pada kemampuan sumberdaya ikan. Unsur ketidakpastian itu antara lain adalah dugaan kelimpahan stok, perilaku pengguna sumberdaya terhadap aturan, kondisi ekonomi dan politik, serta prioritas tujuan pengelolaan yang ditetapkan Hilborn and Peterman 1996. Fakta menunjukkan bahwa kelompok sumberdaya ikan tertentu pada beberapa WPP di Indonesia telah berstatus overexploited DKP RI 2006. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa terlalu banyak faktor produksi kapal dan alat tangkap atau excess capacity sebagai akibat adanya peningkatan investasi perikanan di mana kapital akan terakumulasi dalam jangka panjang. Kelebihan kapasitas atau overcapacity akan menyebabkan keuntungan dan rente sumberdaya ikan menurun bahkan menjadi nol. Konsep overcapacity dalam jangka panjang sangat berguna dalam menentukan status efisiensi perikanan berdasarkan penggunaan faktor produksi yang berlebihan. Pada perikanan akses terbuka, penambahan faktor produksi berupa kapal dan tenaga kerja nelayan dapat meningkatkan kompetisi di antara pelaku usaha perikanan. Penambahan faktor produksi dapat menimbulkan masalah perebutan daerah penangkapan ikan potensil maupun alat tangkap. Masalah ini berimplikasi pada biaya tinggi dan menurunnya kapasitas penangkapan sehingga rente ekonomi tak mampu dihasilkan. Telah dikemukakan sebelumnya bahwa perikanan tangkap adalah merupakan suatu kegiatan produksi yang kompleks dan unik seperti pertumbuhan intrinsik populasi, daya dukung perairan. Oleh karena itu, hasil tangkapan yang diperoleh adalah merupakan interaksi dari sifat-sifat dimaksud dengan faktor internal penangkapan yang dapat dikendalikan maupun faktor eksternal yang tak dapat dikendalikan. Faktor internal penangkapan pada hakekatnya berkaitan dengan kemampuan manajerial nelayan dalam pengelolaan usaha penangkapan seperti alokasi jumlah faktor produksi ketika timbul faktor eksternal dalam kegiatan penangkapan dan kapabilitas nelayan dalam penguasaan teknik penangkapan. Faktor eksternal mencakup kondisi perairan seperti gelombang, arus, angin dan sebagainya. Dengan demikian, nelayan tidak pernah mengetahui secara pasti berapa besar jumlah produksi maksimum yang dapat dicapai dari usaha penangkapan ikan. Dalam konteks efisiensi, nelayan tidak selalu memperoleh hasil tangkapan dengan efisiensi tinggi. Kontribusi faktor internal berupa kemampuan manajerial dan penguasaan teknologi akan mencerminkan hasil tangkapan berefisiensi tinggi. Jika hasil tangkapan yang diperoleh mendekati potensi maksimum secara teoritis yang dapat dicapai, maka nelayan tersebut dikatakan telah melakukan efisiensi tinggi dalam usaha penangkapan. Sebaliknya, jika hasil tangkapannya jauh lebih rendah dari pada potensi maksimum yang dapat dicapai maka nelayan tidak melakukan efisiensi tinggi. Inefisiensi dalam usaha penangkapan dapat bersifat teknis dan alokatif. Tidak efisien secara teknis akan terjadi, jika produktivitas maksimal tidak dapat dicapai dalam operasi penangkapan. Ini dapat diakibatkan oleh per unit upaya penangkapan yang dikorbankan adalah tidak menghasilkan produksi maksimum. Tidak efisien secara alokatif akan terjadi, jika proporsi penggunaan upaya penangkapan tidak optimum, pada kondisi tingkat harga dari upaya dan hasil penangkapan tertentu. Hal ini disebabkan produk penerimaan marginal adalah berbeda dengan biaya marginal. Alokasi faktor produksi secara efisien dalam perikanan merupakan hal penting pada tingkat industri dalam mencapai tujuan pengelolaan perikanan. Pentingnya efisiensi alokasi tersebut karena umumnya tujuan pengelolaan perikanan yang ditetapkan adalah bersifat ganda atau multi purposes seperti tercantum dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 2004, sehingga sering timbul konflik kepentingan dalam pelaksanaannya. Adanya kendala seperti keterbatasan sumberdaya ikan, kapital, peningkatan pendapatan dan penyerapan tenaga kerja nelayan, dan pemenuhan konsumsi protein hewani menghendaki suatu pengalokasian sumberdaya secara tepat dan efisien untuk mencapai tujuan pengelolaan sumberdaya perikanan. Oleh karena itu, salah satu langkah yang perlu diperhatikan untuk mencapai tujuan ganda dalam pengelolaan perikanan adalah mengurangi deviasi-deviasi yang terjadi.

3.2 Pemetaan Proses Penelitian