Lyon TGV Station, Perancis

TRI SUSANTO SEMBIRING 070406064 Gambar 3.5.1.2 : Konsep Esplanade Theatres on the Bay Sumber : Google.com Esplanade Thetres on the Bay adalah bangunan yang berlokasi di area waterfront pinggir laut yang memiliki luas kurang lebih enam hektar bersama dengan Marina Bay dan berada dekat dengan hilir sungai Singapura, didesain sebagai pusat pertunjukan seni Singapura. Bangunan ini merupakan Concert Hall dengan kapasitas 1.600 tempat duduk dan teater dengan kapasitas sekitar 2000 orang untuk pertunjukan. Selain itu terdapat perpustakaan di lantai tiga, dan berbagai fasilitas retail, foodcourt, mall, dan pertunjukan outdoor. Bangunan ini memiliki unsur metafora berupa bentuk buah durian yang di belah dua, di samping itu terdapat shading device menyerupai bentuk duri yang meruncing. Dari kejauhan, bangunan ini terlihat seperti sepasang mata lalat. Kesimpulan:  Didesain sebagai pusat pertunjukkan seni  Berbentuk seperti durian yang dibelah dua  Dari kejauhan terlihat seperti sepasang mata lalat  Shading device berbetuk segitiga  Memiliki fasilitas retail, foodcourt, dan mall

3.5.2 Lyon TGV Station, Perancis

Lyon-Satolas station merupakan stasiun kereta super cepat TGV Train a Grande Vitesse sekaligus bandara internasional di kota Lyon, Perancis Gambar 2.25. Salah satu karya arsitek kenamaan Santiago Calatrava, dengan luasan 495 x 60 m 2 . Universitas Sumatera Utara TRI SUSANTO SEMBIRING 070406064 Gambar 3.5.2.1 : Lyon TGV Airport Sumber : Google.com Gambar 3.5.2.2 : Interior Lyon TGV Airport Sumber : Google.com Calatarava terinspirasi oleh sebuah model seperti burung, dengan kaca-kacanya yang menyerupai sayap burung dan baja, di hall utamanya penuh muatan ekspresi gaya- gaya tarik, dan tekan. Namun bentuk ini ditentang oleh ahli yang berpendapat perluanya ekonomisasi unsur struktur. Walaupun demikian kekuatan ekspresi kekuatan ekspresi Lyon membuat fasilitas ini menjadi atraksi pariwisata tersendiri. Calatarava memiliki karakter tersendiri menegenai desain yang ia buat, kemampuannya menyatukan seni mematung dengan prinsip-prinsip struktur fisika bangunan, membuat bangunan yang didesainnya memiliki karakter yang kuat, sehingga memiliki ekspresi tersendiri bagi orang yang melihat dan menggunakannya. Kedalaman lipatan yang mirip kepak sayap lihat Gambar 2.26 memperkokoh kehadiran empat busur pendukung yang terlihat amat ringan. Busur-busur itu mencembung tepat di pangkal “pinggang” beton tunggal lihat Gambar 2.27-2.28, yang membentangi bantalan jalur KA di bawahnya. Sementara itu, rusuk-rusuk baja memperkuat dinding-dinding jendela yang dibuat vertical berukuran raksasa. Universitas Sumatera Utara TRI SUSANTO SEMBIRING 070406064 Arus sirkulasi pada bangunan ini sangat sederhana. Dari peron kedatangan kereta api, penumpang bergerak naik ke hall utama. Di sini kita bebas memilih keluar menuju tempat parker atau naik ke lantai mezanin dan berjalan menuju terminal bandara. Memasuki hall utama akan terlihat mezanin yang menghubungkan stasiun dengan bandara. Kesan kombinasi unsur yang berkesan ringan dan mengalir pada atap lengkung dilapisi beton tuang di tempat yang membentangi level jalur tiga trave. Dari hall utama penumpang bergerak tepat di bawah titik pusat atap lengkung lipat untuk mencapai escalator menuju peron. Pergantian dari beton pada bagian bawah ke baja pada bagian atas merupakan hal yang sangat kompleks hingga pas satu dengan yang lain. Peran arsitektur yang logis dan lugas sangat tercermin dalam karaya Calatrava ini. Arsitektur yang dimengertinya bukan merupakan sekadar estetika tinggi, namun logika yang melekat pada tektonis konstruksinya, serta material yang mewujudkannya. Sikap arsitektur seperti ini sama tuanya dengan usia pyramid di Mesir; selalu memiliki prinsip dasar The Art of Building. Tetapi dalam menginterpretasikannya Calatrava bekerja dengan beton, baja dan kaca, namun seperti kata orang Mesir, kita tidak mempunyai komponen- komponen itu dan membiarkan cahaya menyinarinya. Dalam mendesain stasiun-bandara ini, Calatrava mempercayai pemahaman berarsitektur yang serupa dengan Frank Lloyd Wright dan Mies Van de Rohe. Ketepatan dalam menggunakan material dan kekagumannya terhadap teknologi kunci puitisasi pada karyanya. Teknik dan arsitektur yang menyuguhkan The Art of Construction.. Pendekatan yang dilakukannya merupakan sintesa artistic dan pragmatic, sehingga ia mengibaratkan arsitektur sebagai lukisan atau patung. Transformasi dari sesuatu yang Nampak dangkal dipermukaan menjadi sebuah karya seni bernilai tinggi. Filosofi ini mendasari upaya memasukkan karya arsitektur kedalam warisan budaya. Kalau manusia menghargai sebuah lukisan sebagai penyangga dan penerus pesan budaya dari waktu ke waktu, demikian halnya pada staiun-bandara ini. Bahkan jika manusia tidak peduli terhadap lingkungannya, infrastruktur itu kelak mempengaruhi dan membentuk mereka. Konsep Desain:  Berbentuk seperti burung  Mengekspresikan gaya tarik-tekan Universitas Sumatera Utara TRI SUSANTO SEMBIRING 070406064  Ekonomisasi unsur struktur  Menyatukan seni sculpture dan konstruksi bangunan  Kedalaman lipatan atap seperti kepakan sayap  Unsur berkesan ringan dan mengalir  Memiliki prinsip dasar the art of building  Mengibaratkan arsitektur sebagai lukisan  Desain ekspresi namun fungsional  Terinspirasi alam

3.5.3 Solomon R. Guggenheim, New York