pengelolaan pangkalan pendaratan ikan berkelanjutan. Pengelolaan ini diharapkan dapat menjawab permasalahan kebijakan pengelolaan pangkalan
pendaratan ikan saat ini, yakni sistem pengembangan pangkalan pendaratan ikan belum terpadu, belum mempertimbangkan kebijakannya, belum melibatkan
seluruh stakeholder, dan tidak sepenuhnya menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan.
Salah satu kunci penentu keberhasilan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan adalah efektivitas kebijakan yang dipergunakan sebagai dasar pengelolaan
pangkalan pendaratan ikan. Kebijakan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan perlu disusun dengan melibatkan berbagai pihak baik pemerintah pusat maupun
daerah, masyarakat nelayan, masyarakat lokal, dan lembaga swadaya masyarakat, sehingga kebijakan yang dihasilkan benar-benar mencerminkan kebutuhan semua
pihak yang berkepentingan dengan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan. Melalui penelitian ini, diharapkan dihasilkan arahan kebijakan strategis yang
dapat mengakomodir berbagai kepentingan yang berbeda dan permasalahan yang kompleks secara optimal dalam pengelolaan pangkalan pendaratan ikan.
1.2 Rumusan Masalah
Melihat permasalahan yang berkaitan dengan pengelolan pangkalan pendaratan ikan Selili Kota Samarinda secara berkelanjutan maka rumusan
masalah yang timbul adalah . 1.
Bagaimana status berkelanjutan dalam pengelolan pangkalan pendaratan ikan Silili Kota Samarinda Provinsi Kalimantan Timur.
2. Bagaimana faktor–faktor pengungkit pengelolaan pangkalan pendaratan
ikan. 3.
Bagaimana skenario optimal dalam pengelolan pangkalan pendaratan ikan Selili Kota Samarinda secara berkelanjutan.
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mengkaji status berkelanjutan dalam pengelolan pangkalan pendaratan ikan
Selili Kota Samarinda Provinsi Kalimantan Timur. 2.
Menganalisis faktor–faktor pengungkit pengelolaan pangkalan pendaratan ikan.
3. Merekomendasikan skenario optimal dalam pengelolan pangkalan pendaratan
ikan Selili Kota Samarinda secara berkelanjutan.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat bagi: 1.
Ilmu pengetahuan dalam bidang aplikasi pengembangan pengelolaan dalam kerangka pembangunan berkelanjutan, agar dapat membantu dalam
menyelesaikan permasalahan pengelolaan khususnya di pengelolaan pangkalan pendaratan ikan.
2. Semua pihak yang berkepentingan stakeholder yang terlibat dalam
pengelolaan pangkalan pendaratan ikan agar dapat mengambil keputusan dengan hasil yang lebih baik.
3. Pemerintah baik tingkat daerah maupun pusat sebagai acuan dalam menyusun
kebijakan pangkalan pendaratan ikan.
1.5 Kerangka Pemikiran
Pangkalan pendaratan ikan perlu dikelola dengan baik agar tujuan pembangunan yang telah ditetapkan. Pada konsep pembangunan berkelanjutan
tujuan ekonominya adalah dengan meningkatkan pendapatan nelayan dan masyarakat lokal, tujuan sosialnya adalah mencegah terjadinya konflik dan
kesenjangan dan menciptakan keadilan dalam masyarakat, dan tujuan aspek lingkungan adalah menjaga keanekaragaman hayati, konservasi lahan dan air,
aplikasi dan inovasi teknologi tepat guna dan berfungsinya kelembagaan. Tujuan- tujuan tersebut dicapai jika semua stakeholder yang terlibat dapat bersinergi
secara optimal setiap langkah dalam pengelolaan pangkalan pendaratan ikan. Kondisi pengelolaan pangkalan pendaratan saat ini merupakan hasil dari
pengelolaan yang telah dilakukan sebelumnya. Pengelolaan pangkalan pendaratan ikan didasarkan pada berbagai kebijakan pembangunan yang ditetapkan baik dari
pemerintah maupun pemerintah daerah secara kontinu. Berdasarkan hasil pemantauan dan laporan berbagai penelitian menunjukkan bahwa banyak
pengelolaan pangkalan pendaratan ikan saat ini relatif belum berkembang secara optimal. Hal ini merupakan permasalahan yang perlu dikaji lebih lanjut terkait
dengan keberlanjutan pembangunan. Prinsip pembangunan berkelanjutan menjadi relevan untuk diterapkan agar dapat memberikan solusi optimal terhadap konflik
antara kepentingan pembangunan dengan pelestarian lingkungan hidup. Keberlanjutan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan dapat diketahui dan
indikator pembangunan berkelanjutan yang mencakup berbagai aspek. Pada penelitian indikator yang digunakan mencakup lima dimensi yaitu ekologi,
ekonomi, sosial budaya, infrastruktur dan teknologi serta hukum dan kelembagaan. Dimensi teknologi digunakan karena pengelolaan pangkalan
pendaratan ikan berbasis yang pada umumnya masih dengan cara-cara tradisional. Pengelolaan pangkalan pendaratan ikan dalam pengembangan perikanan dan
usaha lainnya memerlukan penerapan teknologi untuk mencapai tingkat perkembangan yang diinginkan. Dimensi kelembagaan digunakan karena
pangkalan pendaratan ikan dapat dijadikan acuan norma khususnya terkait dengan keragaman budaya dan perilaku masyarakatnya. Hal ini pula berkaitan dengan
hukum dan kelembagaan yang telah mendominasi perkembangan dimensi ekologi, ekonomi, sosial budaya, dan infrastruktur dan teknologi. Kelima dimensi tersebut
secara simultan akan mempengaruhi keberlanjutan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan.
Masing-masing dimensi tersebut memiliki atribut dan kriteria tersendiri yang mencerminkan pengaruh terhadap keberlanjutan dimensi yang bersangkutan.
Berbagai atribut serta kriteria yang digunakan ditentukan berdasarkan preferensi para pakar dan stakeholder.
Untuk menilai assessment keberlanjutan dan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan saat ini dilakukan dengan menggunakan metode multi variable
non parametrik yang disebut multidimensional scalling MDS. Analisis MDS hanya memberikan gambaran kondisi serta faktor-faktor sensitif yang disebut
faktor-faktor pengungkit pengelolaan pangkalan pendaratan ikan sesaat atau semacam “Potret” sesaat.
Jika penilaian menghasilkan indek keberlanjutan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan IKPPI termasuk dalam kategori berkelanjutan maka hal tersebut
menunjukkan bahwa pengelolaan pangkalan pendaratan ikan aktual telah dilaksanakan secara baik dan benar yang dilandasi, diarahkan dan diatur oleh
kebijakan yang baik dan benar, dengan menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan. Bagaimanapun proses yang dilalui dalam menghasilkan kebijakan
pengelolaan pangkalan pendaratan ikan tersebut tidak perlu dipersoalkan, karena pada kenyataannya kebijakan tersebut telah menghasilkan kondisi pengelolaan
pangkalan pendaratan ikan yang berkelanjutan. Langkah selanjutnya adalah memberikan rekomendasi agar kebijakan yang ada terus digunakan dan
memberikan penguatan pada faktor- faktor pengungkit utama atau faktor kunci yang telah teridentifikasi mampu memberikan pengaruh besar agar tingkat
keberlanjutan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan dapat terus meningkat. Jika penilaian menghasilkan IKPPI termasuk dalam katagori belum berkelanjutan,
maka perlu dikenali permasalahan yang ada di dalam pengelolaan pangkalan pendaratan ikan.
Faktor-faktor kunci pengelolaan pangkalan pendaratan ikan merupakan masukan dalam penyusunan skenario pengelolaan pangkalan pendaratan ikan
Selili. Penyusunan skenario pengelolaan pangkalan pendaratan ikan perlu melibatkan semua pihak stakeholder dan pakar. Skenario ini diharapkan
memberikan gambaran masa depan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan kaitan dengan keberlanjutan dimensi-dimensi yang dikaji. Skenario pengelolaan
pangkalan pendaratan ikan dapat disimulasikan untuk melihat kemungkinan- kemungkinan yang dapat terjadi pada masa depan dengan menggunakan analisis
prospektif. Hasil analisis prospektif pengelolaan pangkalan pendaratan ikan berkelanjutan tersebut akan menghasilkan alternatif skenario pengelolaan
pangkalan pendaratan ikan pada masa datang beserta arahan kebijakan. Hasil analisis yang dibangun dengan berbagai intervensi alternatif
skenario dapat digunakan untuk memprediksi kebijakan yang memberikan kinerja paling optimal sesuai dengan tujuan yang sudah ditetapkan. Skenario
optimal yang dihasilkan merupakan gambaran masa depan yang akan diwujudkan oleh sistem. Selanjutnya, intervensi yang dapat memberikan kinerja paling
optimal dalam mencapai tujuan sistem merupakan rekomendasi arahan kebijakan yang dapat disarankan untuk diadopsi oleh semua pihak yang berkepentingan
dalam sistem untuk diimplementasikan dengan memperhatikan kemampuan
sumberdaya yang dimiliki oleh sistem tersebut. Secara skematis, kerangka pikir penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Kerangka Pemikiran Penelitian
Ya Tidak
Kondisi PPI Selili Saat Ini
Status Berkelanjutan
Pengelolaan PPI
Berkelanjutan Kebijakan
Pengelolaan PPI yang ada
Indikotor Keberlanjutan
Rekomendasi Pengelolan PPI
Berkelanjutan Skenario
Pengelolaan PPI
Faktor - Foktor Pengungkit
Pengelolaan PPI
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Pembangunan Berkelanjutan
Konsep pembangunan berkelanjutan akhir-akhir ini menjadi suatu konsep pembangunan yang diterima oleh semua negara di dunia untuk mengelola
sumberdaya alam agar tidak mengalami kehancuran dan kepunahan. Konsep berlaku untuk seluruh sektor pembangunan termasuk pembangunan sektor
perikanan. Konsep pembangunan berkelanjutan bersifat multidisiplin karena banyak aspek pembangunan yang harus dipertimbangkan, antara lain aspek
ekologi, ekonomi, sosial-budaya, infrastruktur dan teknologi serta hukum dan kelembagaan. Walaupun banyak pendapat ahli yang lain memberikan persyaratan
pembangunan berkelanjutan dengan aspek-aspek yang hampir sama tetapi dengan cara dan pendekatan yang berbeda.
Secara prinsip, pembangunan berkelanjutan merupakan upaya terpadu dan terorganisasikan untuk mengembangkan kualitas hidup secara berkelanjutan,
dengan cara mengatur penyediaan, pengembangan, pemanfaatan, dan pemeliharaan sumberdaya secara berkelanjutan dengan prasyarat terselenggaranya
suatu sistem kepemerintahan yang baik good governance. Pembangunan berkelanjutan juga diartikan sebagai pemaduan tujuan sosial, ekonomi, dan
ekologi. Walaupun secara konseptual pemaduan ini masuk akal, tetapi implementasinya tidaklah sederhana. Hal ini antara lain karena permasalahan
sosial, ekonomi dan ekologi yang terpisahkan atau dipisahkan secara spasial. Konsep pembangunan berkelanjutan pertama kali diperkenalkan oleh the
World Commission on Environment and Development WCED pada tahun 1987
dengan laporannya berjudul Our Common Future Kay dan Alder, 1999. Laporan ini dibuat oleh sekelompok ahli yang diketuai oleh Gro Harlem Brundtland,
sehingga laporan tersebut sering disebut sebagai Laporan Brundtland The Brundtland Report
. Dalam laporan tersebut terkandung definisi pembangunan berkelanjutan yaitu pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan saat ini tanpa
membatasi peluang generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya. Dengan pengertian ini, Belier 1990 mengemukakan prinsip justice of fairness yang
bermakna manusia dan berbagai generasi yang berbeda mempunyai tugas dan
tanggung jawab satu terhadap yang lainnya seperti layaknya berada di dalam satu generasi.
Dalam konsep pembangunan berkelanjutan akan ada perpaduan antara dua kata yang kontradiktif yaitu pembangunan yang menuntut perubahan dan
pemanfaatan sumberdaya alam, dan berkelanjutan yang berkonotasi “tidak boleh mengubah” di dalam proses pembangunan yang berkelanjutan. Persekutuan antara
kedua kepentingan ini pada dasarnya mengembalikan developmentalis dan environmentalis back to basic yaitu oikos dimana kepentingan ekonomi dan
lingkungan hidup disetarakan Saragih dan Sipayung, 2002. Young 1992 dalam Kay dan Alder 1999 mengemukakan adanya tiga
tema yang terkandung dalam definisi pembangunan berkelanjutan, yaitu: integritas lingkungan, efisiensi ekonomi, dan keadilan kesejahteraan equity.
Pendapat ini sejalan dengan yang dikemukan oleh Munasinghe 1993, bahwa pembangunan dikatakan berkelanjutan jika memenuhi tiga dimensi, yaitu: secara
ekonomi dapat efisien serta layak, secara sosial berkeadilan, dan secara ekologis lestari ramah lingkungan. Makna dari pembangunan berkelanjutan dari dimensi
ekologi memberikan penekanan pada pentingnya menjamin dan meneruskan ada generasi mendatang sejumlah kuantitas modal alam natural capital yang dapat
menyediakan suatu hasil berkelanjutan secara ekonomis dan jasa lingkungan termasuk keindahan alam. Konsep lain yang masih berkaitan dengan hal tersebut
adalah konsep pemanfaaatan sumberdaya yang berkelanjutan sustainable use of resources
yang bermakna bahwa pemanenan, ekstraksi, ataupun pemanfaatan sumberdaya tidak boleh melebihi jumlah yang dapat diproduksi atau dihasilkan
dalam kurun waktu yang sama. Reid 1995 dalam Kay dan Alder 1999 mengemukakan persyaratan agar
pembangunan berkelanjutan dapat terwujud, yaitu: integrasi antara konservasi dan pengembangan, kepuasan atas kebutuhan dasar manusia, peluang untuk
memenuhi kebutuhan manusia yang bersifat “non materi”, berkembang ke arah keadilan sosial dan kesejahteraan, menghargai dan mendukung keragaman
budaya, memberikan peluang penentuan identitas diri secara sosial dan menumbuhkan sikap ketidak-tergantungan diri, dan menjaga integritas ekologis.
Cicin-Sain dan Knecht 1998 mengemukakan bahwa pembangunan berkelanjutan mencakup tiga penekanan, yaitu: 1 pembangunan ekonomi untuk
meningkatkan kualitas kehidupan manusia; 2 pembangunan yang sesuai dengan lingkungan; dan 3 pembangunan yang sesuai dengan keadilan kesejahteraan,
yaitu keadilan penyebaran keuntungan dari pembangunan yang mencakup: a intersocietal equity
misalnya antar kelompok dalam masyarakat, menghargai hak khusus masyarakat lokal dan lain-lain; b intergenerational equity yaitu tidak
membatasi peluang atau pilihan bagi generasi mendatang; c international equity yaitu memenuhi kewajiban obligasi terhadap bangsa lain dan terhadap
masyarakat internasional mengingat adanya kenyataan saling ketergantungan secara global.
Dalam hal pengelolaan sumberdaya alam, telah disepakati secara global mengenai bagaimana seharusnya sumberdaya alam dikelola agar berkelanjutan
sebagai dasar bagi peningkatan kesejahteraan manusia dan kegiatan ekonomi. Kesepakatan ini jelas bahwa pengelolaan sumberdaya alam harus
mempertimbangkan ketiga aspek sekaligus yakni ekonomi, ekologi, dan sosial. Sejalan dengan hal ini, upaya mengubah pola konsumsi dan produksi yang tidak
berkelanjutan menjadi hal utama untuk mendukung upaya perlindungan daya dukung ekosistem dan fungsi lingkungan sebagai prasyarat peningkatan
kesejahteraan masyarakat generasi sekarang dan yang akan datang. Untuk itu, harus memperhatikan prinsip: penggunaan sumberdaya tidak lebih cepat
dibandingkan kemampuannya untuk melakukan pemulihan kembali rehabilitasi, tidak menghasilkan polusi lebih cepat dibandingkan kemampuan untuk
menetralisir secara alami Radzicki dan Trees, 1995. Secara operasional, pembangunan berkelanjutan sinergik dengan
pengelolaan lingkungan. Pengelolaan lingkungan didefinisikan sebagai upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijakan
penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup UU 231997. Definisi ini menegaskan
bahwa pengertian pengelolaan Iingkungan mempunyai cakupan yang luas, karena tidak saja meliputi upaya-upaya pelestarian lingkungan melainkan juga mencegah
proses terjadinya degradasi lingkungan, khususnya melalui proses penataan
lingkungan. Dengan demikian, perlu disadari bahwa upaya-upaya pengelolaan lingkungan di Indonesia harus dilakukan tidak saja bersifat kuratif melainkan juga
bersifat preventif. Di masa depan, upaya-upaya yang lebih bersifat preventif harus lebih diproritaskan, dan hal ini menuntut dikembangkannya berbagai opsi
pengelolaan lingkungan, baik melalui opsi ekonomi maupun melalui proses–proses peraturan dan penataan penggunaan lahan Setiawan, 2003.
Hubungan timbal balik antara aspek ekonomi dan sumberdaya alam dan lingkungan kemudian menjadi sangat penting. Betapa tidak ekstraksi terhadap
sumberdaya alam yang dilakukan manusia dalam rangka pemenuhan kebutuhan akan menghasilkan benefit dan limbah. Aktivitas manusia secara langsung
maupun tidak langsung telah dan akan memberikan dampak terhadap resistensi sumberdaya alam dan lingkungan.
Pengelolaan sumberdaya alam merupakan suatu hal yang sangat penting dibicarakan dan dikaji dalam kerangka pelaksanaan pembangunan nasional kita.
Dengan potensi sumberdaya alam yang berlimpah sesungguhnya kita dapat melaksanakan proses pembangunan bangsa ini secara berkelanjutan tanpa harus
dibayangi rasa cemas dan takut akan kekurangan modal bagi pelaksanaan pembangunan tersebut. Pemanfaatan secara optimal kekayaan sumber daya alam
ini akan mampu membawa kesejahteraan dan kemakmuran bagi seluruh bangsa Indonesia
Namun demikian perlu disadari eksploitasi secara berlebihan tanpa perencanan yang baik bukannya mendatangkan kemakmuran dan kesejahteraan
namun malah sebaliknya akan membawa malapetaka yang tidak terhindarkan. Akibat pengelolaan sumberdaya alam yang tidak memperhatikan keseimbangan
dan kelestarian lingkungan dapat kita lihat pada kondisi lingkungan yang mengalami degradasi baik kualitas maupun kuantitasnya. Demikian juga dengan
jenis flora dan fauna di dalamnya sebagian besar sudah terancam punah. Perairan yang sangat luas sudah tercemar sehingga ekosistemnya terganggu. Demikian
juga dengan dampak eksploitasi mineral yang terkandung dalam perut bumi juga mulai merusak keseimbangan dan kelestarian alam sebagai akibat proses
penggalian, pengolahan dan pembuangan limbah yang tidak dilakukan secara benar.
Pengelolaan sumberdaya alam selama ini tampaknya lebih mengutamakan meraih keuntungan dan segi ekonomi sebesar-besarnya tanpa memperhatikan
aspek sosial dan kerusakan lingkungan. Pemegang otoritas pengelolaan sumberdaya alam berpusat pada negara yang dikuasai oleh pemerintah pusat,
sedangkan daerah tidak lebih sebagai penonton. Berbagai kebijakan yang dikeluarkan cenderung bersifat sektoral, sehingga kadangkala menjadi kebijakan
yang tumpang tindih. Sentralisasi kewenangan tersebut juga mengakibatkan pengabaian perlindungan terhadap hak azasi manusia. Selama puluhan tahun
praktek pengelolaan sumber daya alam tersebut dilaksanakan telah membawa dampak yang sangat besar bagi daerah. Berdasarkan implementasi dan UU
No.231997 tentang pengelolaan lingkungan hidup yang mendefinisikan tiga konsep utama dalam pembangunan berkelanjutan yaitu: kondisi SDA, kualitas
lingkungan dan faktor demografi. Oleh karena itu, perlu adanya optimalisasi usaha untuk menyusun penghitungan kualitas lingkungan. Tujuan dari
penghitungan kualitas lingkungan adalah: a memberikan deskripsi tujuan dan aktivitas manusia sosial dan ekonomi dan fenomena alami keadaan lingkungan
dan demografi, b memberikan informasi yang komprehensif untuk masyarakat dan pembuat kebijakan, c sebagai alat yang sangat membantu dalam
mengevaluasi pengelolaan demografi dan lingkungan. Agar upaya pelestarian lingkungan berjalan secara efektif dan efisien serta
berkelanjutan, dibutuhkan kebijakan untuk mewujudkan hal tersebut. Dalam skenario politik ekonomi yang rumit saat ini, amatlah penting untuk menetapkan
kebijakan lingkungan dan sosial yang kuat disemua tingkatan. Demikian juga penegakan hukum harus berjalan secara efektif agar pelestarian keanekaragaman
hayati dapat berjalan dengan baik. Redclift 1990 mengemukakan bahwa pembangunan berkelanjutan adalah proses pemanfaatan sumberdaya alam, arah
investasi pembangunan, arah pengembangan teknologi dan kelembagaan yang semuanya harmonis, dan meningkatkan berbagal potensi masa kini dan di masa
depan untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi umat manusia.
2.2 Pengertian Pelabuhan