BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kepuasan kerja Job Satisfaction  adalah keadaan emosional positif yang merupakan hasil dari evaluasi pengalaman kerja seseorang Mathis dan
Jackson,2006:121. Menurut Gomes 2003:178 Kepuasan kerja merupakan kesimpulan yang didasarkan pada perbandingan mengenai apa yang secara nyata
diterima oleh karyawan dari pekerjaannya dibandingkan dengan apa yang diharapkan, diinginkan dan dipikirkan sebagai hal yang pantas atau berhak
baginya. Karyawan akan merasakan kepuasan dalam bekerja apabila yang didapatkannya dari pekerjaannya sama bahkan lebih dari yang diharapkannya.
Kepuasan kerja merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk mendapatkan hasil kerja yang optimal. Karyawan yang   merasakan kepuasan
dalam bekerja tentunya akan berupaya semaksimal mungkin dengan segenap kemampuan yang dimilikinya untuk menyelesaikan tugas pekerjaannya, sehingga
prestasi kerja dapat dicapai. Menurut Robbins, 2006:102 Kepuasan kerja cenderung berpusat pada efeknya terhadap kinerja karyawan, tingkat kehadiran,
dan tingkat keluar masuknya karyawan  turnover . Organisasi dengan karyawan yang lebih puas cenderung memiliki kinerja dan tingkat kehadiran yang lebih
tinggi serta turnover  yang lebih rendah dibandingkan dengan organisasi yang memiliki karyawan yang kurang puas.
Berdasarkan penjabaran mengenai kepuasan kerja dapat dilihat dampak yang ditimbulkan dari kepuasan kerja karyawan. Hal ini menunjukan betapa
pentingnya kepuasan kerja karyawan untuk kemajuan perusahaan kedepannya
Universitas Sumatera Utara
sehingga sangat diperlukan perhatian khusus dari perusahaan agar kepuasan kerja dapat meningkat.
Kepuasan kerja karyawan dipengaruhi oleh banyak faktor dan ada beberapa teori mengenai kepuasan kerja yang dikemukakan oleh para ahli. Teori
kepuasan  kerja yang popular antara lain adalah teori kepuasan kerja yang dikemukakan oleh Frederick Herzberg. Herzberg  dalam Luthans 2006:283
mengemukakan Teori Dua Faktor yang terdiri dari : Faktor motivator dan Faktor hygiene.
Faktor  motivator  berhubungan dengan aspek-aspek yang terkandung dalam pekerjaan itu sendiri job content atau disebut juga sebagai aspek intrinsik dalam
pekerjaan. Faktor-faktor yang termasuk di sini adalah keberhasilan melakukan tugas,  pengakuan,  pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab, kemungkinan untuk
pengembangan, kesempatan untuk maju.  Faktor kedua adalah  faktor hygiene yaitu  faktor yang berada di sekitar pelaksanaan pekerjaan, berhubungan dengan
job context atau aspek ekstrinsik pekerja, yang terdiri dari : kondisi kerja, hubungan antar pribadi,  kebijaksanaan perusahaan dan pelaksanaannya,  teknik
pengawasan, upahgaji Luthans, 2006:283. Herzberg  dalam Robbins  2006:212  menyimpulkan dari hasil
penelitiannya bahwa  orang-orang yang merasa puas cenderung menghubungkan kepuasan mereka pada aspek instrinsik pekerjaan atau faktor motivator satisfier.
Karyawan yang  merasa tidak puas cenderung menghubungkan ketidakpuasan mereka dengan aspek ekstrinsik pekerjaan atau faktor hygiene dissatisfier.
Herzberg  dalam Robbins  2006:213    berpendapat bahwa proses untuk membuat karyawan merasakan kepuasan dalam bekerja memiliki dua tahap. Pada
Universitas Sumatera Utara
tahap  pertama manajer harus memastikan bahwa faktor hygiene  telah memadai. Gaji dan keamanan harus mencukupi, kondisi kerja harus aman, supervisi teknis
harus mencukupi, dll. Manajer yang menyediakan faktor-faktor hygiene secara memadai belum dapat merangsang motivasi karyawan tetapi hanya memastikan
karyawan tidak merasakan  ketidakpuasan atau berada pada titik nol landasan motivasi. Manajer harus menyediakan faktor-faktor penggerak motivasi kepada
karyawan pada tahap kedua seperti pencapaian dan pengakuan, sehingga akan menghasilkan kepuasan dan motivasi yang tinggi  Griffin,2006:43.
Manajer  biasanya cenderung  berkonsentrasi pada faktor hygiene  untuk membuat karyawan merasa puas dengan memberikan gaji yang lebih tinggi,
benefit dan kondisi kerja yang lebih baik, akan tetapi karyawan cenderung masih saja tidak termotivasi. Hal ini dikarenakan faktor hygiene tidak dapat memotivasi
sendiri Luthans, 2006:284.  Manejer yang berusaha menghilangkan faktor-faktor yang menciptakan ketidakpuasan kerja dapat membawa ketentraman bagi
karyawannya, tetapi belum tentu memotivasi. Faktor motivator harus ditekankan untuk memotivasi karyawan agar karyawan merasa puas Robbins, 2006:212 .
Berdasarkan  pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa perusahaan tidak bisa hanya menekankan pada faktor hygiene untuk meningkatkan kepuasan
kerja para karyawannya. Perusahaan juga harus menekankan pada prestasi, pengakuan, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab, kesempatan untuk berkembang
dan kemajuan yang merupakan unsur-unsur dari faktor motivator untuk membuat karyawan puas dalam bekerja.  Hal ini selaras dengan pernyataan   Gatot dan
Adisasmito  2005  faktor motivator  yang berhubungan dengan isi pekerjaan job content  dan  faktor hygiene  yang berhubungan dengan  lingkungan Pekerjaan
Universitas Sumatera Utara
job context  mempunyai hubungan dengan kepuasan kerja. Kepuasan kerja dipengrahuhi oleh terpenuhi atau tidaknya faktor motivator dan faktor hygiene.
Kinerja karyawan merupakan salah satu dampak atau tolak ukur  kepuasan kerja Robbins,2006:102. Menurut Mathis 2006:78 kinerja karyawan adalah
kontribusi yang diberikan karyawan kepada perusahaan yang dapat diidentifikasi dari hasil kerja karyawan.
Asuransi Jiwa Bersama AJB  Bumiputera 1912 Cabang Setiabudi, Medan,  menurut data intern perusahaan memiliki 40 orang pegawai. Mayoritas
pegawai yaitu sebanyak 30  pegawai yang ada ditempatkan sebagai pegawai dinas luar atau agen dan bekerja dengan jadwal kerja yang fleksibel. Agen memiliki
jumlah mayoritas pada perusahaan bukan tanpa alasan. Hal ini dikarenakan agen merupakan ujung tombak perusahaan yang sangat berperan terhadap
kelangsungan perusahaan kedepannya. Hal ini juga yang menyebabkan betapa pentingya kepuasan kerja para agen karena nantinya akan berdampak langsung
pada kinerjanya. Agen memiliki kinerja yang berkaitan dengan tingkat kemampuan untuk
mencapai target yang telah ditetapkan oleh perusahaan yang dapat dilihat dari hasil kerjanya. Berikut disajikan aktivitas penagihan premi serta aktivitas produksi
polis  pada Asuransi Jiwa Bersama AJB Bumiputera 1912 Cabang  Setiabudi Medan  secara keseluruhan, sebagai representatif  kinerja  para agen selama 4
tahun terakhir.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1.1 Aktivitas penagihan premi agen
Tahun Tanggung jawab premi
Premi tertagih Rasio
2005 4.666.321.694
3.603.800.244 77,23
2006 4.858.185.125
4.145.975.186 85,34
2007 5.473.251.869
4.143.798.990 75,71
2008 6.500.589.145
4.580.315.112 70,46
Sumber:Bagian Administrasi AJB Bumiputera 1912 Cabang Setiabudi Medan diolah
Tabel 1.2 Aktivitas produksi polis
Tahun Target
Realisasi Rasio
2005 600
650 108,3
2006 750
603 80,40
2007 853
776 90,97
2008 942
605 64,22
Sumber: Bagian Administrasi AJB Bumiputera 1912 Cabang Setiabudi Medan diolah
Pada Tabel 1.1 dapat dilihat walaupun terjadi peningkatan dan penurunan yang bervariasi namun para agen  hanya mampu mengumpulkan premi tertagih
sesuai standar perusahaan pada tahun 2006 yaitu diatas 85. Hal yang sama juga dapat dilihat pada Tabel 1.2  dimana para agen hanya mampu memproduksi polis
sesuai target pada tahun 2005.  Hal ini tentu mengindikasikan adanya  faktor kepuasan kerja yang tak terpenuhi  atau kepuasan kerja yang menurun pada para
agen AJB Bumiputera 1912 cabang setiabudi, Medan. Kepuasan kerja karyawan merupakan hal yang penting dilihat dari dampak
yang dapat ditimbulkan dan pentingya untuk mengetahui faktor apa yang dapat mempengaruhinya. Berdasarkan hal tersebut maka penulis tertarik untuk memilih
judul penelitian yaitu “Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja pegawai pada pegawai dinas luar AJB Bumiputera 1912 Cabang Setiabudi”.
Universitas Sumatera Utara
B. Perumusan Masalah