4.3 Uji Sensitivitas Escherichia coli terhadap Kotrimoksazol
Sensitivitas E.coli terhadap produk kotrimoksazol tablet ditunjukkan pada Tabel 4.3. Pada konsentrasi uji 25 : 125 µgml, kelima produk uji dan
kotrimoksazol baku tidak menghambat pertumbuhan E. coli. Penelitian Ekundayo 2008 juga menunjukkan hasil yang sama dengan penelitian ini.
Bakteri E. coli dikatakan sensitif terhadap kotrimoksazol jika pada pemberian dosis 25 µgml menghasilkan diameter zona hambat
≥ 16 mm dan resisten jika diameter zona hambat
≤ 15 mm Andrews, 2005. Oleh karena itu, hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa bakteri E. coli juga telah
resisten terhadap kotrimoksazol, namun produk kotrimoksazol tablet dan baku masih tetap efektif menghambat pertumbuhan E.coli pada konsentrasi 100
µgml dengan diameter zona hambat 18,10 – 20,13 mm. Berdasarkan penelitian George, et al. 2012, 78,4 dari 150 isolat
klinis E. coli dari beberapa rumah sakit di Kumasi, Ghana telah resisten terhadap kotrimoksazol. Olson, et al. 2008 melaporkan bahwa 29,6 dari
176 isolat klinis E. coli dari pasien dengan infeksi saluran kemih di Bagian Tenggara Amerika Serikat telah resisten terhadap kotrimoksazol. Resistensi
kotrimoksazol muncul dan cenderung meningkat setelah digunakan secara klinis. Menurut Kahlmeter 2000, resistensi bakteri E. coli 1 pada tahun
1970an, kemudian meningkat secara bertahap di dunia hingga melebihi 60. Resistensi E. coli terhadap kotrimoksazol mencapai 15,7 di 16 kota di
Eropa, 34,8 di Portugal dan Spanyol. Gupta 1999 melaporkan bahwa di Amerika Serikat sebanyak 18 E. coli resisten terhadap kotrimoksazol.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Gobernado, et al. 2007, 25,9 dari 2292 isolat klinis E. coli dari pasien dengan infeksi saluran kemih di Spanyol telah resisten terhadap
kotrimoksazol. Chinekwu dan Antony 2013 melaporkan bahwa dari 1797 isolat klinis E. coli yang diperoleh di Nigeria Selatan, tingkat sensitivitasnya
yang paling rendah adalah terhadap kotrimoksazol yaitu hanya 13,9. Menurut penelitian Wariso, et al. 2013, di Nigeria Selatan sensitivitas E. coli
terhadap kotrimoksazol hanya 7,1, dan di Daerah Barat Nigeria 8,8 – 11,9 Odusannya, et al., 2000.
Berdasarkan penelitian Lestari, et al. 2008, dari 3284 isolat klinis E.coli yang diperoleh dari pasien di rumah sakit Semarang dan Surabaya, 35
telah resisten terhadap kotrimoksazol. Komara 2009 melaporkan bahwa dari 567 isolat klinis E. coli dari pasien dengan infeksi saluran kemih di Indonesia
pada tahun 2001-2005 sensitivitasnya terhadap kotrimoksazol hanya sekitar 34 dan cenderung resisten. Menurut penelitian Kumala, dkk. 2010
sebanyak 7 isolat E. coli yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia seluruhnya telah resisten
terhadap kotrimoksazol. Bakteri menjadi resisten terhadap antibiotik karena terjadi mutasi
kromosom, perubahan ekspresi gen yang disebabkan oleh perubahan materi genetik, baik secara transduksi, transformasi maupun konjugasi dari plasmid.
Resistensi dapat terjadi terhadap beberapa jenis antibiotik yang dipengaruhi oleh penggunaan obat yang tidak tepat Abdelhalim dan Ibrahim, 2013.
Resistensi pada E.coli terjadi karena produksi dehidrofolat reduktase yang
Universitas Sumatera Utara
berlebih, dan substisusi asam amino tunggal dalam gen dehidrofolat reduktase sehingga mengubah kromosom yang telah dikodekan. Hal ini juga yang terjadi
pada S.aureus sehingga menjadi resisten terhadap kotrimoksazol Houvinen, 2001.
4.4 Analisis Perbandingan Produk dan Kotrimoksazol Baku