BAB III METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan menggunakan metode eksperimental, yang meliputi pengumpulan produk kotrimoksazol dalam sediaan tablet, penyiapan
larutan uji dan inokulum bakteri serta pengujian sensitivitas bakteri terhadap produk tersebut secara mikrobiologi. Pengujian sensitivitas Staphylococcus
aureus dan Escherichia coli terhadap kotrimoksazol dalam sediaan tablet dan kotrimoksazol baku dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Farmasi
Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Medan.
3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah inkubator Memmert, otoklaf Fisons, oven Fisher, Laminar Air Flow Cabinet Astec HLF 1200L,
lemari pendingin Glacio, neraca digital Mettler Toledo, penangas air, pinset, pipet mikro Eppendorf, jangka sorong Kenmaster, kamera digital
Sony, bunsen, jarum ose, dan peralatan gelas.
3.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah kotrimoksazol dalam sediaan tablet dari 4 produk yang bermerek dan 1 produk tidak bermerek,
kotrimoksazol baku PT. Dexa Medica, nutrient agar Oxoid, nutrient broth
Universitas Sumatera Utara
Oxoid, barium klorida, asam sulfat dan metanol Merck dan air suling. Bahan kimia yang digunakan berkualitas pro analisa, kecuali dinyatakan lain.
3.1.3 Mikroba Uji
Mikroba yang digunakan dalam penelitian ini adalah bakteri Escherichia coli strain American Type Culture Collection ATCC 8939,
Staphylococcus aureus strain Korean Culture Center of Microorganisms KCCM 11764.
3.2 Pengambilan Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah kotrimoksazol tablet yang mengandung trimetoprim 80 mg dan sulfametoksazol 400 mg.
Produk kotrimoksazol yang tidak bermerek diberi tanda A sedangkan kotrimoksazol yang bermerek masing-masing diberi tanda B, C, D, dan E.
Pengambilan sampel dilakukan secara purposif dari beberapa apotek di Kota Medan.
3.3 Prosedur Penelitian 3.3.1 Pembuatan media nutrient agar
Media nutrient agar NA mengandung bahan-bahan sebagai berikut: Lab-Lemco powder
1,0 g Yeast exstract
2,0 g Peptone
5,0 g Sodium chloride
5,0 g
Universitas Sumatera Utara
Agar 15,0 g
Cara pembuatan: Sebanyak 28 g nutrient agar dilarutkan dalam air suling steril ad 1000
ml kemudian dipanaskan hingga semua larut, dalam keadaan panas larutan tersebut kemudian dimasukkan dalam erlenmeyer. Lalu disterilkan di otoklaf
pada suhu121°C selama 15 menit Oxoid, 2013.
3.3.2 Pembuatan media nutrient broth
Media nutrient broth NB mengandung bahan-bahan sebagai berikut: Lab-Lamco powder 1,0
g Yeast extract
2,0 g
Bacto peptone 5,0
g Sodium chloride
5,0 g
Cara pembuatan: Sebanyak 13 g nutrient broth dilarutkan dalam air suling steril ad 1000
ml kemudian dipanaskan hingga semua larut, dalam keadaan panas larutan tersebut kemudian dimasukkan dalam erlenmeyer. Lalu disterilkan di autoklaf
pada suhu 121°C selama 15 menit Oxoid, 2013.
3.3.3 Pembuatan media agar miring
Sepuluh mililiter media NA dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Tabung kemudian diletakkan dengan kemiringan 30-45°C dan dibiarkan pada
suhu kamar hingga media memadat. Media disimpan dalam lemari pendingin Lay, 1994.
Universitas Sumatera Utara
3.3.4 Pembuatan suspensi standar McFarland 0,5
Suspensi Mc Farland 0,5 mengandung bahan-bahan sebagai berikut: Larutan barium klorida 1,175 bv 0,5 ml
Larutan asam sulfat 1 vv 99,5 ml Cara pembuatan:
Larutan barium klorida 1,175 bv dan asam sulfat 1 dicampurkan dalam tabung reaksi steril, dikocok sampai homogen dan ditutup. Suspensi
campuran tersebut memiliki densitas kekeruhan 1,5 x 10
8
CFUml Vandepitte, 1991.
3.3.5 Pembuatan stok kultur bakteri
Sebanyak satu ose dari masing-masing biakan murni bakteri Staphylococcus aureus KCCM 11764 dan Escherichia coli ATCC 8939
diinokulasi pada permukaan agar miring. Biakan diinkubasi pada suhu 37°C selama 18-24 jam Ditjen POM, 1995.
3.3.6 Pembuatan inokulum
Biakan dari stok kultur bakteri masing-masing disuspensikan ke dalam 10 ml NB steril. Suspensi diinkubasi pada suhu 37
C selama 1-2 jam hingga diperoleh kekeruhan yang sama dengan suspensi standar McFarland. Sebanyak
1 ml suspensi bakteri diencerkan ke dalam 9 ml NB dan dikocok hingga homogen. Pengenceran dilanjutkan secara bertingkat hingga diperoleh suspensi
bakteri dengan kekeruhan 1,5 x 10
6
CFUml Ditjen POM, 1995.
Universitas Sumatera Utara
3.3.7 Pembuatan sampel uji
Sejumlah serbuk halus tablet yang setara dengan 50 mg trimetoprim dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml. Delapan mililiter metanol
ditambahkan ke dalam labu, dipanaskan di atas penangas air selama 5 menit sambil dikocok. Setelah dingin, diencerkan dengan metanol sampai garis tanda,
kemudian disaring menggunakan kertas saring steril. Sebanyak 0,05; 0,1; 0,2; 0,4; 0,6; 0.8, dan 1 ml filtrat masing-masing dipindahkan ke dalam labu
tentukur 10 ml dan diencerkan dengan air suling steril hingga garis tanda. Larutan uji yang disiapkan mengandung trimetoprim : sulfametoksazol dengan
konsentrasi 25:125, 50:250, 100:500, 200:1000, 300:1500, 400:2000, dan 500:2500 µgml.
3.3.8 Pembuatan larutan baku
Sebanyak 50 mg trimetoprim dan 250 mg sulfametoksazol ditimbang, dicampurkan hingga homogeny dan dimasukkan ke labu tentukur 10 ml.
Delapan mililiter metanol ditambahkan ke dalam labu, sambil dikocok. Kemudian diencerkan dengan metanol sampai garis tanda. Sebanyak 0,05; 0,1;
0,2; 0,4; 0,6; 0,8, dan 1 ml larutan masing-masing dipindahkan ke dalam labu tentukur 10 ml dan diencerkan dengan air suling steril hingga garis tanda.
Larutan uji yang disiapkan mengandung trimetoprim:sulfametoksazol dengan konsentrasi 25:125, 50:250, 100:500, 200:1000, 300:1500, 400:2000, dan
500:2500 µgml.
Universitas Sumatera Utara
3.3.9 Pengujian sensitivitas bakteri
Sebanyak 0,1 ml suspensi inokulum bakteri S. aureus 1,5x10
6
CFUml dimasukkan ke dalam cawan petri steril. Sebanyak 15 milliliter media NA cair
dituangkan ke dalam cawan, lalu dihomogenkan dan didiamkan pada suhu kamar hingga media memadat. Cakram kertas yang telah dicelupkan dalam
laruan uji diletakkan pada permukaan media sedangkan cakram yang dicelupkan ke dalam metanol-air suling steril dengan berbagai perbandingan
dan digunakan sebagai kontrol. Cawan didiamkan pada suhu kamar selama 10- 15 menit kemudian diinkubasi pada suhu 36°C selama 18-24 jam. Setelah
diinkubasi diameter zona hambat di sekitar cakram diukur dengan menggunakan jangka sorong. Pengujian dilakukan dengan tiga kali
pengulangan triplo. Perlakuan yang sama dilakukan terhadap inokulum bakteri E. coli Siahaan, 2007.
3.3.10 Analisis statistika
Data-data pengujian sensitivitas bakteri S. aureus dan E. coli terhadap kotrimoksazol dari sediaan tablet disajikan sebagai rata-rata ± simpangan
baku. Data tersebut dianalisis secara statistika dengan uji Kolmogorov- Smirnov dan Kruskal-Wallis menggunakan software Statistical Product and
Service Solution SPSS.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengaruh campuran metanol-air terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli
Campuran metanol-air digunakan untuk melarutkan sulfametoksazol dan trimetoprim dari sediaan tablet yang diuji. Tabel 4.1 menunjukkan bahwa
campuran metanol-air dengan perbandingan 0,05 : 9,95 – 1,00 : 9,00 ml tidak
menghambat pertumbuhan S. aureus dan E. coli. Tabel 4.1 Diameter zona hambat campuran metanol-air terhadap pertumbuhan
bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli Campuran
metanol : air ml Diameter zona hambat mm
Staphylococcus aureus Escherichia coli
0,05 : 9,95 0,10 : 9,90
0,20 : 9,80 0,40 : 9,60
0,60 : 9,40 0,80 : 9,20
1,00 : 9,00
Winarno, dkk. 2012 juga melaporkan bahwa metanol tidak memiliki aktivitas antibakteri terhadap S. aureus dan E. coli. Penelitian yang dilakukan
Universitas Sumatera Utara
oleh Siahaan 2007 menunjukkan bahwa, pertumbuhan bakteri S. aureus dan E. coli tidak dihambat oleh air. Menurut Pramesti 1998, uji sensitivitas
bakteri uji terhadap pelarut uji kontrol negatif bertujuan untuk memastikan ada tidaknya pengaruh pelarut terhadap pertumbuhan bakteri uji tersebut. Suatu
faktor koreksi diperlukan jika pelarut menghambat pertumbuhan bakteri uji. Dengan demikian pengujian sensitivitas S. aureus dan E. coli terhadap produk
tablet kotrimoksazol yang dilakukan dalam penelitian ini tidak memerlukan suatu faktor koreksi.
4.2 Uji Sensitivitas Staphylococcus aureus terhadap Kotrimoksazol
Sensitivitas S. aureus terhadap kotrimoksazol diukur berdasarkan diameter zona hambat produk kotrimoksazol tablet terhadap pertumbuhan
bakteri uji. Tabel 4.2 menunjukkan bahwa pada konsentrasi uji 25 : 125 µgml, kelima produk kotrimoksazol yang diuji dan kotrimoksazol baku tidak
menghambat pertumbuhan S. aureus. Penelitian yang dilakukan oleh Adejuwon, et al. 2010 dan Ekundayo
2008 juga menunjukkan bahwa pertumbuhan bakteri S. aureus tidak dihambat oleh kotrimoksazol pada kosentrasi 25 µgml. Menurut Andrews
2005, bakteri S. aureus sensitif terhadap kotrimoksazol jika pada pemberian dosis 25 µgml menghasilkan diameter zona hambat
≥ 17 mm dan resisten jika diameter zona hambat
≤ 16 mm. H asil penelitian ini menunjukkan bahwa bakteri S.aureus telah resisten terhadap kotrimoksazol baik kotrimoksazol
dalam sediaan tablet maupun kotrimoksazol baku, namun pemberian
Universitas Sumatera Utara
kotrimoksazol pada konsentrasi 100 µgml efektif menghambat pertumbuhan S. aureus dengan diameter zona hambat 18,86 – 21,13 mm.
Resistensi S.aureus terhadap kotrimoksazol juga ditemukan pada penelitian Umanu, et al. 2013. Lebih dari 64 dari 80 isolat S. aureus yang
diperoleh dari spesimen pelajar di Nigeria telah resisten terhadap kotrimoksazol pada konsentrasi 25 µgml. Penelitian terhadap spesimen isolat
bakteri S. aureus yang diperoleh dari pasien penderita infeksi kulit, infeksi saluran kemih, dan endokarditis di Bangladesh menunjukkan bahwa 9 dari 25
isolat dikategorikan resisten dengan diameter zona hambat ≤ 17 mm.
Menurut penelitian Saggar 2013, 84 dari 190 kultur bakteri Staphylococcus yang diisolasi dari penderita infeksi saluran kemih resisten
terhadap kotrimoksazol, bahkan strain bakteri Staphylococcus aureus resisten metisilin MRSA juga resisten terhadap kotrimoksazol Rajaduraipandi, et al.,
2006. Berdasarkan penelitian Lestari, et al. 2008, dari 361 isolat klinis S. aureus yang diperoleh dari pasien di rumah sakit Semarang dan Surabaya,
sebanyak 6,6 diantaranya telah resisten terhadap kotrimoksazol.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.2 Diameter zona hambat produk kotrimoksazol terhadap bakteri
Staphylococcus aureus
Keterangan: - tidak memberikan daya hambat terhadap pertumbuhan bakteri uji
TMP = Trimetoprim STZ = Sulfametoksazol
Konsentrasi TMP : STZ
µgml Diameter zona hambat kotrimoksazol mm
Produk A Produk B
Produk C Produk D
Produk E Baku
25 : 125 -
- -
- -
- 50 : 250
10.43 ± 0,63
10.86 ± 0,60
10.86 ± 0,72
10.93 ± 0,58
10.86 ± 0,37
13,53 ± 0,25
100 : 500 20.26 ±
0,51 19,60 ±
0,45 18,86 ±
0,30 19.76 ±
0,40 19.13 ±
0,35 21,13 ±
1,17 200 : 1000
21.10 ± 0,43
20.10 ± 0,62
20.30 ± 0,52
20.33 ± 0,80
20.10 ± 0,30
24,63 ± 1,90
300 : 1500 22.10 ±
0,40 20,33 ±
0,50 21,13 ±
0,30 20.86 ±
0,20 21.16 ±
,40 24,46 ±
0,95 400 : 2000
24.30 ± 0,43
24,83 ± 0,25
22,16 ± 0,40
22.96 ± 0,75
22.30 ± 0,43
27,56 ± 0,51
500 : 2500 27.60 ±
0,80 25,76 ±
0,30 26,00 ±
0,52 25.36 ±
0,58 26.0 ±
0,43 28,53 ±
1,01
Universitas Sumatera Utara
4.3 Uji Sensitivitas Escherichia coli terhadap Kotrimoksazol