Universitas Sumatera Utara
bentuk interaksi sosial itu dimulai dan berakhir dengan mempertimbangkan diri manusia. Inilah karateristik utama dari seluruh perspektif ini Ardianto, 2007: 40
2.2 Kajian Pustaka 2.2.1 Semiotika
Secara etimologis, istilah semiotika berasal dari kata yunani Semeion yang berarti tanda. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai suatu yang atas dasar
konvensi sosial yang terbangun sebelumnya dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain. secara terminologis, semiotika dapat didefinisikan sebagai ilmu yang
mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa seluruh kebudayaan sebagai tanda. Pada dasarnya, analisis semiotika merupakan sebuah ikhtiar untuk
merasakan sesuatu yang aneh, sesuatu yang perlu dipertanyakan lebih lanjut ketika kita membaca teks atau narasiwacana tertentu. Wibowo, 2011:5
Semiotika sebagai suatu model dari ilmu pengetahuan sosial memahami dunia sebagai sistem hubungan yang memiliki unit dasar yang disebut dengan
“tanda”. Dengan demikian semiotik mempelajari hakikat tentang keberadaan suatu tanda. Umberto eco menyebut tanda sebagai “kebohongan” dimana dalam
tanda ada sesuatu yang tersembunyi dibaliknya dan bukan merupakan tanda itu sendiri. Menurut Saussure, persepsi dan pandangan kita tentang realitas,
dikonstuksikan oleh kata-kata dan tanda-tanda lain yang digunakan dalam konteks sosial. Sobur, 2004:67
Pada dasarnya, analisis semiotika merupakan sebuah ikhtiar untuk merasakan sesuatu yang aneh, sesuatu yang perlu dipertanyakan lebih lanjut
ketika kita membaca teks atau narasiwacana tertentu. Analisisnya bersifat paradigmatic dalam arti berupaya menemukan makna termasuk dari hal-hal yang
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
tersembunyi dibalik sebuah teks. Tanda-tanda sign adalah basis atau dasar dari seluruh komunikasi, kata pakar Littlejhon yang terkenal dengan bukunya:
“theories on Human Behaviour” 1996. Menurutnya, manusia dengan perantaraan tanda-tanda dapat melakukan komunikasi dengan sesamanya dan
banyak hal yang bisa dikomunikasikan di dunia ini. Sedangkan menurut Umberto Eco, kajian semiotika sampai sekarang membedakan dua jenis semiotika yaitu
semiotika komunikasi dan semiotika signifikasi. Dimana semiotika komunikasi menekankan pada teori tentang produksi tanda yang salah satu diantaranya
mengasumsikan adanya enam faktor dalam komunikasi yaitu pengirim, penerima kode atau sistem tanda, pesan, saluran komunikasi dan acuan yang dibicarakan.
Sedangkan semiotika signifikasi tidak mempersoalkan adanya tujuan berkomunikasi, yang lebih diutamakan adalah segi pemahaman suatu tanda
sehingga proses kognisinya pada penerima tanda lebih diperhatikan ketimbang prosesnya. Wibowo, 2011: 6-7.
Pada dasarnya menelaah dengan pendekatan semiotika tidak lepas dari peranan pembaca dalam proses komunikasi melalui karya sastra. Karena
sebagaimana diungkapkan Foulkes keseluruhan faktor dalam proses komunikasi dan pemahamannya mempengaruhi dan ikut menentukan sikap pembaca.
Fananie,2001:140 Semiotika komunikasi merupakan ilmu yang mempelajari tanda. Charles
Sander Peirce menegaskan bahwa kita hanya bisa berfikir dengan sarana tanda. Littlejhon mengatakan bahwa tanda adalah basis dari seluruh komunikasi,
komunikasi terjadi dengan perantara tanda-tanda. Kajian semiotika sampai sekarang telah membedakan dua jenis semiotika, yakni semiotika komunikasi dan
semiotika signifikasi. Yang pertama menekankan pada teori tentang produksi tanda yang salah satunya mengasumsikan adanya enam faktor dalam komunikasi,
yaitu pengirim, penerima kode, pesan, daluran komunikasi dan acuan. Yang kedua
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
memberikan tekanan pada teori tanda dan pemahamannya dalam suatu konteks tertentu, pada jenis ini tidak dipersoalkan adanya tujuan komunikasi namun yang
diutamakan adalah segi pemahaman suatu tanda sehingga proses kognisinya pada penerima tanda lebih diperhatikan daripada proses komunikasinya Sobur, 2004:
15. Menurut Saussure, persepsi dan pandangan kita tentang realitas,
dikonstruksikan oleh kata-kata dan tanda-tanda lain yang digunakan dalam konteks sosial, yang berarti tanda membentuk persepsi manusia lebih dari sekedar
merefleksikan realitas yang ada. Semiotika membahas tentang keragaman bahasa dari tiga perspektif: semantika, yakni study tentang makna; sintatika, yang
berurusan dengan kaidah dan struktur yang menghubungkan tanda-tanda satu dengan yang lainnya; dan pragmatika yaitu analisis penggunaan dan akibat
permainan kata. Menurut Pateda terdapat sembilan macam semiotika yang kita kenal yaitu:
1. Semiotika Analitik, yakni semiotik yang menganalisis sitem tanda. Peirce
menyatakan bahwa semiotik berobjekkan tanda menganalisisnya menjadi ide, objek dan makna. Ide dapat dikatakan sebagai lambang, sedangkan makna
adalah beban yang terdapat dalam lambang yang mengacu kepada objek tertentu.
2. Semiotika deskriptif, yakni semiotik yang memperhatikan sistem tanda yang
dapat kita alami sekarang, meskipun ada tanda yang sejak dahulu tetap seperti yang disaksikan sekarang, misalnya langit yang mendung menandakan bahwa
hujan tidak lama lagi akan turun. 3.
Semiotik Faunal, yakni semiotik yang khusus memperhatikan sistem tanda yang dihasilkan oleh hewan, misalnya ayam yang sedang berkotek-kotek
menandakan telah bertelur.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
4. Semiotik kultural, yakni semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang
berlaku dalam kebudayaan masyarakat tertentu 5.
Semiotik naratif, yakni semiotik yang menelaah sistem tanda dalam narasi yang berwujud Mitos dan cerita lisan ada diantaranya mempunyai nilai kultural
tinggi. 6.
Semiotik natural, yakni semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh alam. Air sungai yang keruh menandakan di hulu telah turun
hujan, banjir atau tanah longsor memberi tanda bahwa manusia-manusia telah merusak alam.
7. Semiotik normatif, yakni semiotk yang khusus menelaah sistem tanda yang
dibuat oleh manusia berwujud norma-norma misalnya rambu-rambu lalu lintas. 8.
Semiotik sosial, khusus menelaah sistem tanda yang khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh manusia yang berwujud lambang, baik lambang
berwujud kata maupun lambang yang berwujud kata dalam satuan yang disebut kalimat. Semiotika sosial menelaah sistem tanda yang terdapat dalam bahasa.
9. Semiotik struktural, yakni semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang
dimanifestikan melalui struktu bahasa. Zamroni, 2009:93 Isi media pada hakikatnya adalah hasil konstruksi realitas dengan bahasa
sebagai perangkat dasarnya. Sedangkan bahasa bukan saja sebagai alat merepresentasikan realitas, namun juga bisa menentukan relief seperti apa yang
diciptakan oleh bahasa tetang realitas tersebut. Akibatnya media massa mempunyai peluang yang sangat besar untuk mempengaruhi makna dan
gambaran yang dihasilkan dari realitas yang dikonstruksikannya. Jika kita berbicara mengenai perihal teks, apakah itu surat cinta, makalah,
iklan , cerpen, poster, komik, kartun, dan semua hal yang mungkin menjadi “tanda” bisa dilihat dalam aktivitas penanda: yakni suatu proses signifikasi yang
menggunakan tanda yang menghubungkan objek dan interpretasi.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Semiotika menaruh perhatian pada apa pun yang dapat dinyatakan sebagai tanda. Sebuah tanda adalah semua hal yang dapat diambil sebagai penanda yang
mempunyai arti penting untuk menggantikan sesuatu yang lain. Sesuatu yang lain tersebut tidak perlu harus ada, atau tanda itu secara nyata ada disuatu tempat pada
waktu tertentu. Dengan begitu semiotika pada prinsipnya adalah sebuah disiplin yang mempelajari apa pun yang bisa digunakan untuk menyatakan sesuatu
kebohongan. Jika sesuatu tersebut tidak dapat digunakan untuk mengatakan sesuatu kebohongan, sebaliknya tidak bisa digunakan untuk mengatakan
kebenaran. Sobur, 2004:18
2.2.1.1 Semiotika Roland Barthes
Roland Barthes dikenal sebagai salah seorang pemikir strukturalis yang getol mempraktikkan model linguistik dan semioligi Saussaren. Ia juga intelektual
kritikus sastra Prancis yang ternama; eksponen penerapan strukturalisme dan semiotika pada studi sastra, dan Ia dikenal sebagai tokoh yang memainkan peran
sentral dalam strukturalisme tahun 1960-an dan 70-an Ia berpendapat bahasa adalah sebuah sistem tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi dari suatu
masyarakat tertentu dalam waktu tertentu. Sobur, 2004: 63 Roland Barthes memberi pelajaran berharga tentang bagaimana
menganalisis tanda-tanda komunikasi yang ia sebut semiologi komunikasi, yaitu mementingkan hubungan antara tanda dengan pengirim dan penerimanya. Dengan
begitu seorang Peneliti menganalisis setiap teks berdasarkan konteksnya, referensinya dan dapat menggunakan penjelasan sintaksis ketatabahasaan, dan
analisis semantik makna tanda-tanda dan teks tertulis. Zamroni, 2009:92. Di dalam buku Barthes yang terkenal, SZ ia menggunakan lima kode untuk
menganalisis sebuah novel yang kurang terkenal berjudul Sarrasine yaitu:
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
1. Kode Hermeneutika atau kode teka-teki berkisar pada harapan pembaca untuk
mendapatkan “kebenaran” bagi pertanyaan yang muncul dalam teks. 2.
Kode Semik atau kode konotatif banyak menawarkan banyak sisi. Dalam proses pembacaan, pembaca menyusun tema suatu teks. Ia melihat bahwa
konotasi kata atau frase tertentu dalam teks dapat dikelompokkan dengan konotasi kata atau frase yang mirip. Jika sejumlah konotasi melekat pada suatu
nama tertentu, kita dapat mengenali suatu tokoh dengan atribut tertentu. 3.
Kode Simbolik merupakan aspek pengkodean fiksi yang paling khas bersifat struktural, atau tepatnya menurut Barthes pascastruktural. Hal ini didasarkan
pada gagasan bahwa makna berasal dari beberapa oposisi biner atau pembedaan-baik dalam taraf bunyi fonem dalam proses produksi wicara
maupun pada taraf oposisi psikoseksual yang melalui proses. 4.
Kode Proaretik atau kode tindakan dianggapnya sebagai perlengkapan utama teks yang dibaca orang; antara lain semua teks yang bersifat naratif.
5. Kode Gnomik atau kode kultural banyak jumlahnya. Kode ini merupakan acuan
teks ke benda-benda yang sudah diketahui dan dikodifikasi oleh budaya, menurutnya realisme tradisional didefenisi oleh acuan ke apa yang telah
diketahui. Sobur, 2004: 65-66 Barthes melontarkan konsep tentang konotasi dan denotasi sebagai kunci
dari analisisnya. Makna denotatif suatu kata adalah makna yang biasa kita temukan dalam kamus, sedangkan makna konotatif adalah makna denotatif
ditambah dengan segala gambaran, ingatan dan perasaan yang ditimbulkan oleh kata dari makna denotatif tersebut. Denotasi adalah hubungan yang digunakan di
dalam tingkat pertama sebuah kata secara bebas memegang peranan penting di dalam ujaran. Makna denotatif bersifat langsung, yaitu makna khusus yang
terdapat dalam sebuah tanda, dan pada intinya dapat disebut sebagai gambaran sebuah petanda. Makna konotasi adalah suatu jenis makna dimana stimulus dan
respon mengandung nilai-nilai emosional. Makna konotatif sebagian terjadi
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
karena pembicara ingin menimbulkan perasaan setuju-tidak setuju, senang-tidak senang dan sebagainya kepada pendengar; dipihak lain kata yang dipilih itu
memperlihatkan bahwa pembicaranya juga memendam perasaan yang sama. Pada dasarnya, konotasi timbul disebabkan masalah hubungan sosial atau hubungan
interpersonal, yang mempertalikan kita dengan orang lain. karena itu bahasa manusia tidak sekadar menyangkut masalah makna denotatif atau ideasional dan
sebagainya. Sobur,2004:263,266 Barthes mengabaikan dimensi dari bentuk dan substansi dan
mendefenisikan sebuah tanda sebagai sebuah sistem yang terdiri dari sebuah ekspresi atau signifier dalam hubungannya dengan content signified. Sebuah
tanda primer primary sign system dapat menjadi sebuah elemen dari sebuah sistem tanda yang lebih lengkap dan memiliki makna yang berbeda ketimbang
semula. Dengan begitu primary sign adalah denotatif sedangkan secondary sign adalah satu dari connotative semiotics. Konotasi menggambarkan interaksi yang
terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari pembaca serta nilai- nilai dari kebudayaanya. Konotasi memiliki makna yang subjektif atau paling
tidak intersubjektif. Dengan kata lain, denotasi adalah apa yang digambarkan tanda terhadap sebuah objek, sedangkan makna konotasi adalah bagaimana cara
menggambarkannya. Konotasi bekerja dalam tingkat subjektif sehingga kehadirannya tidak disadari. Pembaca mudah sekali membaca makna konotatif
sebagai fakta denotatif. Konsep konotatif inilah yang menjadi kunci penting dari model semiotika Roland Barthes, model ini disebut sebagai model Signifikasi dua
tahap two order signification. Wibowo,2011: 16-17. Lewat Model signifikasi dua tahap Barthes menjelaskan bahwa signifikasi
tahap pertama merupakan hubungan antara signifier ekspresi dan signified content di dalam sebuah tanda terhadap realitas external. Itu disebut Barthes
sebagai denotasi yaitu makna paling nyata dari tanda sign Wibowo, 2011:17.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Salah satu area penting yang dirambah Barthes dalam studinya tentang pembaca adalah peran pembaca the reader. Konotasi walaupun merupakan sifat asli
tanda, membutuhkan keaktifan pembaca agar dapat berfungsi. Dalam konsep Barthes konotatif tidak sekedar memiliki makna tambahan namun juga
mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi keberadaannya. Sobur,2004: 68-69.
Gambar Peta tanda Roland Barthes
Dari peta Roland Barthes diatas terlihat bahwa tanda konotatif 3 terdiri atas penanda 1 dan petanda 2. Akan tetapi pada saat bersamaan, tanda
denotatif adalah juga penanda konotatif 4. Dengan kata lain, hal tersebut merupakan unsur material: hanya jika kita mengenal tanda “singa”, barulah
konotasi seperti harga diri, kegarangan dan keberanian menjadi mungkin. Sobur,2004:69
Dalam kerangka Barthes, konotasi identik dengan operasi ideologi, yang disebutnya sebagai Mitos, dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan
pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku pada suatu periode tertentu. Di dalam Mitos juga terdapat pola tiga dimensi penanda, petanda dan tanda, namun
sebagai suatu sistem yang unik, Mitos dibangun oleh suatu rantai pemaknaan yang telah ada sebelumnya atau dengan kata lain, Mitos adalah juga suatu sistem
4. CONNOTATIVE SIGNIFIER Penanda Konotatif 1. SIGNIFIER Penanda
2. SIGNIFIED Petanda 3. DENOTATIVE SIGN Tanda Denotatif
5. CONNOTATIVE SIGNIFIED Petanda Konotatif
6. CONNOTATIVE SIGN Tanda Konotatif
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
pemaknaan tataran kedua. Di dalam Mitos pula sebuah petanda dapat memiliki beberapa penanda Sobur,2004:71.
2.2.1.2 Tanda
Tanda adalah representasi dari gejala yang memiliki sejumlah kriteria seperti: nama sebutan, peran, fungsi, tujuan, keinginan. Tanda berada dalam
seluruh kehidupan manusia, oleh karena itu tanda juga dapat berada dalam kebudayaan manusia dan menjadi sistem tanda yang digunakannya sebagai
pengatur kehidupannya. Oleh karena itu tanda-tanda itu yang berada pada sistem tanda sangatlah akrab bahkan melekat pada kehidupan manusia yang penuh
makna seperti teraktualisasi pada bahasa, religi, seni sejarah, ilmu pengetahuan. Sobur, 2004:124
Ada beberapa cara untuk menggolongkan tanda-tanda, cara itu yakni: tanda yang ditimbulkan oleh alam yang kemudian diketahui manusia melalui
pengalamannya; misalnya kalau langit sudang mendung menandakan akan turun hujan, tanda yang ditimbulkan oleh binatang misalnya kalau anjing menyalak ada
kemungkinan tamu yang sudah memasuki pekarangan rumah. Dan yang terakhir adalah tanda yang ditimbulkan oleh manusia dapat dibedakan atas verbal dan non-
verbal yang bersifat verbal adalah tanda-tanda yang digunakan sebagai alat komunikasi yang dihasilkan oleh alat bicara sedangkan yang bersifat non-verbal
dapat berupa; 1 tanda yang menggunakan anggota badan, lalu diikuti dengan lambang misalnya “mari”; 2 suara, misalnnya ssttt.. menyuruh orang diam; 3
tanda yang diciptakan manusia untuk menghemat waktu, tenaga, dan menjaga kerahasiaan misalnya rambu-rambu lalu lintas; 4 benda yang bermakna kultural
dan ritual, misalnya buah minang muda yang menandakan daging, gambir yang menandakan darah. Sobur,2004:122
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Tanda merupakan cerminan dari realitas, yang dikonstruksikan lewat kata- kata. Menurut Saussure persepsi dan pandangan kita tentang realitas,
dikonstruksikan oleh kata-kata dan tanda-tanda lain yang digunakan dalam konteks sosial Wibowo,2011:7. Saussure meletakkan tanda dalam konteks
komunikasi manusia dengan melakukan pemilahan antara apa yang disebut signifier penanda dan signified petanda. Saussure menyebut signifier sebagai
bunyi atau coretan yang bermakna, sedangkan signified adalah gambaran mental atau konsep sesuatu dari signifier. Hubungan antara keberadaan fisik tanda dan
konsep mental tersebut dinamakan signification. Pada dasarnya hubungan dari kedua hal tersebut adalah produk dari kultura, dimana sifatnya hanya berdasarkan
konvensi, kesepakatan atau peraturan dari kultur pemakai bahasa tersebut. Hubungan antara signified dan signifer dibagi kedalam tiga bagian yaitu:
1. Ikon adalah tanda yang memunculkan kembali benda atau realitas yang
ditandainya, misalnya foto atau peta. 2.
Indeks adalah tanda yang kehadirannya menunjukkan adanya hubungan dengan yang ditandai, misalnya asap adalah indeks dari api
3. Simbol adalah sebuah tanda dimana hubungan antara signifier dan signified
semata-mata adalah masalah konvensi, kesepakatan atau peraturan. Sobur,2004:125-126
2.2.1.3 Mitos
Mitos adalah bagaimana kebudayaan menjelaskan atau memahami beberapa aspek tentang realitas atau gejala alam. Mitos merupakan produk kelas
sosial yang sudah mempunyai suatu dominasi. Mitos primitif, misalnya mengenai hidup dan mati, manusia dan dewa. Sedangkan Mitos masa kini misalnya
mengenai femininitas, maskulinitas, ilmu pengetahuan dan kesuksesan. Wibowo, 2011:17
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Mitos adalah sutu wahana dimana suatu ideologi berwujud. Mitos dapat berangkai menjadi mitologi yang memainkan peranan penting dalam kesatuan-
kesatuan budaya. Sedangkan Van Zoest 1991 menegaskan, siapa pun bisa menemukan ideologi dalam teks dengan jalan meneliti konotasi-konotasi yang
terdapat di dalamnya. Dalam pandangan Umar Yunus, Mitos tidak dibentuk melalui penyelidikan, tetapi melalui anggapan berdasarkan observasi kasar yang
digeneralisasikan oleh karenanya lebih banyak hidup di dalam masyarakat, sikap kita terhadap sesuatu ditentukan dengan Mitos yang ada di dalam diri kita. Mitos
ini menyebabkan kita mempunyai prasangka tertentu terhadap suatu hal yang dinyatakan dalam Mitos. Wibowo,2011:16-17. Menurut Barthes Mitos sebagai
bentuk simbol dalam komunikasi, Mitos bukan hanya diciptakan dalam bentuk diskursus tertulis, melainkan sebagai produk sinema, fotografi, advertensi,
olahraga dan televisi. Sobur,2004:208 Mitos adalah suatu jenis tuturan sesuatu yang hampir mirip dengan
representasi kolektif di dalam sosiologi Durkheim. Barthes mengartikan Mitos sebagai “cara berfikir kebudayaan terhadap sesuatu, sebuah cara
mengkonseptualisasikan atau memahami sesuatu hal. Barthes menyebut Mitos sebagai rangkaian konsep yang saling berkaitan. Mitos adalah sistem komunikasi,
sebab ia membawakan pesan. Maka Mitos itu bukanlah objek. Mitos bukan pula konsep atau gagasan, melainkan suatu cara signifikasi suatu bentuk. Mitos tidak
ditentukan oleh objek ataupun materi pesan yang disampaikan melainkan oleh cara Mitos disampaikan. Mitos tidak hanya berupa pesan yang disampaikan dalam
bentuk verbal namun juga dalam berbagai bentuk lain atau campuran antara bentuk verbal dan nonverbal. Sobur,2004: 224.
Di dalam Mitos juga terdapat pola tiga dimensi penanda, petanda, dan tanda namun sebagai suatu sistem yang unik, Mitos dibangun oleh suatu rantai
pemaknaan yang telah ada sebelumnya atau dengan kata lain Mitos adalah juga
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
suatu sistem pemaknaan tataran kedua. Di dalam Mitos pula sebuah petanda dapat memiliki beberapa penanda. Sobur,2004:71
2.2.2 Lesbianisme Sebutan Untuk Wanita Pecinta Sesama Jenis
Homoseksual adalah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan kecenderungan umum hubungan seks dengan orang lain yang berjenis kelamin
sama. Homoseksual dapat dijelaskan dalam beberapa dimensi termasuk diantaranya adalah sikap untuk mengekspresikan hubungan seksual atau
kecenderungan erotis, kesadaran akan konsep diri homoseksual, atau kenyataan hubungan seks dengan sesama jenisnya baik laki-laki maupun perempuan. Orang
yang menjalani perilaku Homoseksual ini berasal dari semua kelas sosial, tingkat pendidikannya bervariasi, mewakili semua jenis pekerjaan dan profesi
mempunyai macam kepentingan dan kegemaran, dan mungkin sudah menikah atau masih single. Siahaan,2009:43
Freud dalam analisisnya yang sekarang tidak lagi percaya , menganggap Homoseksualitas sebagai penyakit yang disebabkan oleh gangguan perkembangan
seksual. Menurutnya anak normal akan melewati tahap psikoseksual hingga dorongan seksualnya akhirnya dapat diarahkan secara dewasa pada objek cinta
yang tepat yang berjenis kelamin berbeda. Hampir semua anak berhasil melewati suatu tahap dalam proses ini, dimana mereka mencintai alat kelamin sendiri, cinta
yang narsistik berfokus pada diri, tetapi beberapa anak tetap berfokus pada alat kelaminnya sendiri dan menjadikannya sebagai objek cinta, hal inilah yang
akhirnya membuatnya menjadi homoseksual Friedman, 2008:193. Fakta bahwa hubungan antara warisan genetis dan homoseksualitas yang
tidak jelas memberikan kemungkinan bahwa faktor-faktor lingkungan sering memainkan peran yang penting dalam aspek kepribadian. Seperti yang dilihat
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
pada predisposisi biologis yang lain, orientasi seksual biologis kemungkinan berkembang atau menjadi dewasa dalam cara tertentu dan dalam konteks tertentu.
Ada juga kemungkinan bahwa hal-hal yang berhubungan dengan homoseksualitas justru tidak ada hubungannya dengan genetis tetapi merupakan hasil dari
kondisioning atau pengalaman-pengalaman lain. Friedman, 2008:194. Homoseksual memiliki minat erotis pada anggota gender mereka sendiri, tetapi
identitas gender mereka perasaan menjadi pria atau wanita konsisten dengan anatomi seks mereka. mereka tidak memiliki hasrat untuk menjadi anggota gender
yang berlawanan atau merasa jijik pada alat genital mereka. Nevid, 2002:75 Istilah lesbianisme berasal dari nama Lesbos Pulau tempat pembuangan
napi perempuan di Yunani. Sappho 600SM penyair besar yunani menjadikan dirinya sebagai pemimpin kelompok perempuan napi yang mempunyai
keterkaitan ciri perasaan dan perilaku homoseks. Penelitian terhadap homoseksualitas perempuan relatif kecil berhasil dibandingkan dengan
homoseksualitas laki-laki. Hal ini kemungkinan dikarenakan lesbianisme lebih sulit dipelajari. Lesbianisme tidak banyak terlibat dalam subkebudayaan tersendiri
seperti halnya para homoseks. Subkebudayaan homoseksual adalah entitas fungsional yang diorganisasikan untuk memberikan dukungan dan menyediakan
sarana hubungan sosial bagi para anggotanya. Para lesbian lebih terasing dibandingkan para gay. Lesbian dapat menyembunyikan penyimpangan
seksualnya dibalik asumsi seksual terhadap perempuan dibandingkan dengan laki- laki yang secara seksual lebih aktif dan agresif. Siahaan, 2009:54
Cara pengenalan akan lesbianisme adalah berbeda. Lesbian tidak mudah diidentifikasi. Disamping itu opini terhadap lesbian hanya akan menjadi
kenyataan jika lesbian menunjukkan gaya yang unik dalam berpakaian dan berhubungan. Hubungan jangka panjang yang dijalin antara para lesbian
mengindikasikan kecilnya kemungkinan untuk berganti pasangan dan sedikitnya
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
kebutuhan untuk mencari pasangan lain. Lesbian lebih bersifat pribadi dibandingkan para gay. Lesbian lebih cenderung biseksual dan tidak konsisten
dalam perilaku seksualnya dibandingkan para homoseks. Akan tetapi lesbian menunjukkan kesamaan pilihan terhadap perilaku dan identitas yang sama dengan
homoseks. Sebagian lesbian menikah tapi orientasi seks utamanya pada perempuan lain, lainnya menikah tapi biseks, sedangkan sisanya tidak menikah
dan tetap lesbian. Siahaan, 2009:55. Pada umumnya, cinta Lesbianisme itu sangat mendalam, dan lebih hebat daripada cinta heteroseksual, meskipun dalam
relasi yang dibangun tersebut sering tidak diperoleh kepuasan seksual yang wajar. Ketertarikan pertama seorang perempuan kepada yang lain bukanlah secara
seksual, melainkan ketertarikan emosional atau kedekatan berdasarkan kepentingan yang sama. Seorang perempuan yang menyadari ketertarikannya
pada perempuan yang lain akan mencoba menggunakan label lesbian untuk melihat kecocokannya Browning, 1987. Perempuan cenderung memberikan
warna emosi ke aspek-aspek fisik dalam ketertarikannya dengan perempuan lain. Proses melabelkan diri ini terjadi dalam konteks pertemanan dengan perempuan
lain. Kedekatan hubungan personal yang mendasari pertemuan dengan seorang lesbian berkembang sebelum atau selama kontak genital dan merupakan tahap
akhir dari hubungan afektif yang erat. Siahaan, 2009:58. Perbedaan utama antara gay dan lesbian adalah lesbian lebih cenderung
memandang dirinya tidak promiscuous berpasangan seks dengan siapa saja dibandingkan dengan para gay. Persepsi diri ini ditunjukkan dalam perilaku
lesbian. Mereka tidak berganti-ganti pasangan seks dan cenderung mempunyai pasangan tetap atau menikah dalam pengertian homoseksual dan mempunyai
hubungan emosional yang kuat dalam waktu yang panjang. Perbedaan tersebut berakar pada peran perempuan dimana kepuasan seksual ditempatkan kedalam
kontkes keterlibatan emosi dan romansa. Lesbian cenderung selektif dan menjaga
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
keterlibatannya dalam arti ia tidak tertarik pada variasi pasangan dan praktik seksual Siahaan,2009:57-58.
2.4 Model Teoritik