Bukti Elektronik Sebagai Alat Bukti yang Sah dalam Hukum Pidana

C. Bukti Elektronik Sebagai Alat Bukti yang Sah dalam Hukum Pidana

Indonesia Sgarlata Chung dan David J. Byer, memberikan deskripsi mengenai ruang lingkup alat bukti elektronik, yang mencakup: “any information created or stored in digital form whenever a computer is used to accompish a task... Therefore, electronic evidence... may include information databases, operating systems, application programs, computer-generated models, electronic and voice mail messages and records, and other information or instructions residing in computer memory”. 74 Alat bukti elektronik memiliki cakupan yang luas dan jenis yang beragam, sehingga pengumpulan dan pemeriksaan alat bukti elektronik membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang tidak sedikit. Pengaturan alat bukti elektronik harus didasarkan pada sistem dan prinsip pembuktian hukum acara pidana yang berlaku di Indonesia. KUHAP belum mengatur mengenai alat bukti elektronik sebagai alat bukti yang sah, namun beberapa peraturan perundang-undangan telah mengatur bahwa data elektronik dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah. Surat Mahkamah Agung kepada Menteri Kehakiman Nomor 39TU88102Pid tanggal 14 Januari 1988 menyatakan bahwa “microfilm atau microfiche dapat dipergunakan sebagai alat bukti yang sah dalam perkara pidana di pengadilan menggantikan alat bukti surat, dengan catatan microfilm tersebut sebelumya dijamin keotentikasiannya yang dapat ditelusuri kembali dari registrasi maupun berita acara”. 75 74 Josua Sitompul, Op. Cit., hal. 263. Menurut Fakhriah 2009, pengakuan microfilm atau microfiche sebagai alat bukti dalam Surat MA tersebut didasarkan pada analogi dari Putusan 75 Ibid., hal. 270. Mahkamah Agung Nomor 71.KSip1974 mengenai fotokopi dokumen sebagai alat bukti. Dalam Putusan MA tersebut diakui bahwa fotokopi dapat diterima sebagai alat bukti bila disertai keterangan atau dengan jalan apapun secara sah dapat ditunjukkan bahwa fotokopi tersebut sesuai dengan aslinya. Oleh karena itu, berdasarkan analogi maka hasil print out mesin faximili, microfilm atau microfiche juga dapat diterima sebagai alat bukti. 76 Adapun yang dimaksud dengan bukti elektronik adalah bukti yang didapat dari kejahatan yang menggunakan peralatan teknologi untuk mengarahkan suatu peristiwa pidana berupa data-data elektronik baik yang berada di dalam perangkat teknologi itu sendiri misalnya terdapat pada komputer, hard disk floppy disk, memory card, sim card atau yang merupakan hasil print out, ataupun telah mengalami pengolahan melalui suatu perangkat teknologi tertentu misalnya komputer ataupun dalam bentuk lain berupa jejak path dari suatu aktivitas penggunaan teknologi. 77 Mengenai alat-alat bukti elektronik ini, Hakim Mohammed Chawki dari Computer Crime Research Center mengklasifikasikan bukti elektronik menjadi tiga kategori, yaitu: 78 a. Real Evidence Real evidence atau physical evidence ialah bukti yang terdiri dari objek- objek nyata berwujud yang dapat dilihat dan disentuh. “Real evidence juga 76 Efa Laela Fakhriah, Bukti Elektronik dalam Sistem Pembuktian Perdata, Bandung: PT. Alumni, 2009, hal 57, seperti dikutip oleh Ibid. 77 Edmon Makarim, Kompilasi Hukum Telematika, Jakarta: Raja Grafindo, 2004, hal. 455, seperti dikutip oleh Sara Yosephine Bangun, Kedudukan Bukti Surat Elektronik Email Dari Prespektif Hukum Acara Pidana Indonesia, Medan: USU., hal. 15. 78 Didik M. Arif, Elisantris Gultom, Op.Cit., hal. 97 merupakan bukti langsung berupa rekaman otomatis yang diperoleh dari alat device yang lain, contohnya computer log files”. 79 b. Testamentary evidence Real evidence atau bukti nyata ini meliputi kalkulasi-kalkulasi atau analisa-analisa yang diolah oleh komputer melalui pengaplikasian software dan penerimaan informasi dari device lain seperti jam yang built-in langsung dalam komputer atau remote sender. Bukti nyata ini muncul dari berbagai kondisi. Bukti elektronik sebagai suatu alat bukti yang sah yang berdiri sendiri real evidence, tentunya harus dapat diberikan jaminan bahwa suatu rekaman salinan data data recording berjalan sesuai dengan prosedur yang berlaku telah dikalibrasi dan diprogram sedemikian rupa sehingga hasil print out suatu data dapat diterima dalam pembuktian kasus. Contohnya jika sebuah komputer bank secara otomatis mengkalkulasi menghitung nilai pembayaran pelanggan terhadap bank berdasarkan tarifnya, transaksi-transaksi yang terjadi dan credit balance yang dikliring secara harian, maka kalkulasi ini akan digunakan sebagai sebuah bukti nyata. Testamentary evidence atau dikenal juga dengan istilah Hearsay Evidence adalah keterangan dari saksi maupun expert witness yaitu keterangan dari seorang ahli dapat diberikan selama persidangan, berdasarkan pengalaman dan pengamatan individu. Peranan dari keterangan ahli sesuai dengan peraturan perundang-undangan kita yaitu UU No.8 Tahun 1981 KUHAP, bahwa keterangan ahli dinilai sebagai alat bukti yang mempunyai kekuatan pembuktian jika keterangan yang diberikan tentang suatu hal berdasarkan keahlian khusus dalam 79 Edmon Makarim, 12 April 2007, “Tindak Pidana terkait dengan Komputer dan Internet: Suatu Kajian Pidana Materiil dan Formil”, Seminar Pembuktian dan Penanganan Cyber Crime di Indonesia, FH UI, Jakarta, seperti dikutip oleh Melda Octaria, Loc.Cit.,hal.44. bidang yang dimilikinya dan yang berupa keterangan “menurut pengetahuannya” secara murni. 80 Kedudukan seorang ahli dalam memperjelas tindak pidana yang terjadi serta menerangkan atau menjelaskan bukti elektronik sangat penting dalam memberikan keyakinan hakim dalam memutus perkara kejahatan dunia maya. Termasuk pada Testamentary evidence adalah dokumen-dokumen data yang juga diolah oleh komputer yang merupakan salinan dari informasi yang diberikan dimasukkan oleh manusia kepada komputer. Cek yang ditulis dan slip pembayaran yang diambil dari sebuah rekening bank juga termasuk herasey evidence. 81 c. Circumstantial evidence Pengertian dari circumstansial evidence ini adalah merupakan bukti terperinci yang diperoleh berdasarkan ucapan atau pengamatan dari kejadian yang sebenarnya yang mendorong untuk mendukung suatu kesimpulan, tetapi bukan untuk membuktikannya. circumstantial evidence atau derived evidence ini merupakan kombinasi dari real evidence dan hearsay evidence”. 82 80 M. Yahya Harahap, Pembahasan dan Penerapan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Jilid II, Jakarta: Pustaka Kartini, 1993, hal. 301, seperti dikutip oleh Melda Octaria Damanik, Loc.Cit.,hal. 44. Atau singkatnya, yang dimaksud dengan circumstantial evidence atau derivied evidence adalah informasi yang mengkombinasikan antara bukti nyata real evidence dengan informasi yang diberikan oleh manusia kepada komputer dengan tujuan untuk membentuk sebuah data yang tergabung. Contohnya, tabel dari kolom- 81 Sara Yosephine Bangun, Loc.Cit.,hal. 16. 82 Edmon Makarim, 12 April 2007, “Tindak Pidana terkait dengan Komputer dan Internet: Suatu Kajian Pidana Materiil dan Formil”, Seminar Pembuktian dan Penanganan Cyber Crime di Indonesia, FH UI, Jakarta, seperti dikutip oleh Lamgok Herianto Silalahi, Loc.Cit.,hal.86. kolom harian sebuah statement bank karena tabel ini adalah diperoleh dari real evidence yang secara otomatis membuat tagihan bank dan hearsey evidence check individu dan entry pembayaran lewat slip-playing in. 83 Sampai saat ini ada beberapa perundang-undangan yang secara parsial telah mengatur eksistensi alat bukti elektronik, yaitu: a. UU No. 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan UU No. 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan telah meletakkan dasar penting dalam penerimaan admissibility informasi atau dokumen elektronik. 84 Dengan dikeluarkannya UU No. 8 Tahun 1997 tanggal 24 Maret 1997 tentang Dokumen Perusahaan, pemerintah berusaha untuk mengatur pengakuan atas mikrofilm dan media lainnya alat penyimpan informasi yang bukan kertas dan mempunyai tingkat pengamanan yang dapat menjamin keaslian dokumen yang dialihkan atau ditransformasikan. Misalnya compact disk- read only memory CD-ROM, dan Write Once- Read- Many WORM, yang diatur dalam Pasal 12 UU tentang Dokumen Perusahaan tersebut sebagai alat bukti yang sah. 85 Pengalihan dokumen perusahaan ke dalam bentuk mikrofilm atau media lainnya tersebut harus memenuhi persyaratan yang secara implisit diatur dalam UU Dokumen Perusahaan. 83 Sara Yosephine Bangun, Loc. Cit.,hal. 16. 84 Josua Sitompul, Op. Cit., hal. 271. 85 Petrus Reinhard Golose, 12 April 2007,” Penegakan Hukum Cyber Crime dalam sistem Hukum Indonesia”, Seminar Pembuktian dan Penanganan Cyber Crime di Indonesia,FH UI, Jakarta, hal.23., seperti dikutip oleh Lamgok Herianto Silalahi, Loc. Cit.,hal. 78. 1 Setiap pengalihan dokumen wajib dilegalisasi yang dilakukan oleh pemimpin perusahaan atau pejabat yang ditunjuk di lingkungan perusahaan tersebut dengan dibuatkan berita acara yang memuat sekurang-kurangnya memuat: 1. Keterangan tempat waktu pelaksanaan legalisasi; 2. Keterangan bahwa pengalihan dokumen tersebut telah sesuai dengan hasilnya; 3. Tanda tangan dan nama jelas pejabat yang bersangkutan. 2 Dapat dilakukan sejak dokumen dibuat atau diterima perusahaan; 3 Pimpinan perusahaan wajib mempertimbangkan kegunaan naskah asli dokumen yang perlu; 4 Pimpinan perusahaan wajib menyimpan naskah asli Dokumen Perusahaan yang dialihkan ke dalam mikrofilm atau media lainnya adalah naskah asli yang mempunyai kekuatan pembuktian otentik dan masih mengandung kepentingan hukum tertentu. Lebih lanjut, UU Dokumen Perusahaan juga mengatur bahwa apabila dianggap perlu maka dalam hal tertentu dan untuk keperluan tertentu, dapat dilakukan legalisasi terhadap hasil cetak dokumen perusahaan yang telah dimuat dalam mikrofilm atau media lainnya. Dari pengaturan tersebut, setidaknya ada dua kesimpulan yang dapat diambil. Pertama informasi atau dokumen elektronik harus dilegalisasi. Sebenarnya, legalisasi ini merupakan usaha untuk menjaga atau mempertahankan keautentikan konten dari Dokumen Perusahaan. Melalui proses ini Dokumen Perusahaan dalam bentuk mikrofilm atau media lainnya tersebut dinyatakan sesuai dengan aslinya sehingga dapat diterima sebagai alat bukti yang sah. Kedua, yang dimaksud dengan alat bukti yang sah menurut Pasal 15 ayat 1 UU Dokumen Perusahaan ialah alat bukti surat, khususnya akta di bawah tangan. 86 b. Undang-Undang No. 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Pasal 27 UU Terorisme mengatur bahwa alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputi: 1 Alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara Pidana; 2 Alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu; dan 3 Data, rekaman, atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan atau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas, atau yang terekam secara elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada: a Tulisan, suara, atau gambar; b Peta, rancangan, foto, atau sejenisnya; c Huruf, tanda, angka simbol, atau perforasi yang memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya. c. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Berdasarkan undang-undang ini, ada perluasan mengenai sumber perolehan alat bukti yang sah berupa petunjuk. Berdasarkan KUHAP, alat bukti petunjuk hanya dapat diperoleh dari keterangan saksi, surat dan keterangan terdakwa, tetapi menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2001, bukti petunjuk 86 Josua Sitompul, Op. Cit., hal. 272. juga dapat diperoleh dari alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu tetapi tidak terbatas pada data penghubung elektronik electronik data interchange, surat elektronik e-mail, telegram, teleks, faksimili dan dari dukumen, yakni setiap rekaman atau informasi yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas, maupun yang terekam secara elektronik, yang berupa tulisan suara, gambar, peta, rancangan, foto, huruf, tanda, angka, atau perforasi yang memiliki makna. d. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Pasal 29 mengatur mengenai alat bukti selain sebagaimana ditentukan dalam KUHAP, dapat pula berupa: a Informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau serupa dengan itu dan b Data, rekaman atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, danatau didengar yang dapat dikeluarkan denegan atau tanpa bantuan suatu sarana, bauk yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas atau yang terekam secara elektronik, termasuk tidak terbatas pada: 1 Tulisan, suara atau gambar; 2 Peta, rancangan, foto atau sejenisnya; 3 Huruf, tanda, angka, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya; BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dokumen yang terkait

Tinjauan Yuridis Mengenai Pembuktian Elektronik Sebagai Alat Bukti Yang Sah Dalam Kasus Tindak Pidana Pencucian Uang Dikaitkan Dengan UU No. 11 tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

5 152 106

Tinjauan Yuridis Mengenai Pembuktian Elektronik Sebagai Alat Bukti Yang Sah Dalam Kasus Tindak Pidana Pencucian Uang Dikaitkan Dengan UU No. 11 tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

1 77 106

IMPLEMENTASI PASAL 5 UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK MENGENAI PEMBERLAKUAN DOKUMEN ELEKTRONIK SEBAGAI ALAT BUKTI SAH

0 12 114

IMPLEMENTASI PASAL 5 UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK MENGENAI PEMBERLAKUAN DOKUMEN ELEKTRONIK SEBAGAI ALAT BUKTI SAH

0 6 18

ANALISIS YURIDIS KEABSAHAN ALAT BUKTI ELEKTRONIK DALAM MENGUNGKAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKT

0 6 20

ANALISIS YURIDIS KEABSAHAN ALAT BUKTI ELEKTRONIK DALAM MENGUNGKAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKT

0 8 66

KEDUDUKAN ALAT BUKTI ELEKTRONIK SEBAGAI ALAT BUKTI YANG SAH DALAM PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA CYBERCRIME

4 63 229

BAB I PENDAHULUAN - Tinjauan Yuridis Mengenai Pembuktian Elektronik Sebagai Alat Bukti Yang Sah Dalam Kasus Tindak Pidana Pencucian Uang Dikaitkan Dengan UU No. 11 tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

0 1 22

BAB II PENGATURAN MENGENAI BUKTI ELEKTRONIKSEBAGAI ALAT BUKTI YANG SAH DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA - Tinjauan Yuridis Mengenai Pembuktian Elektronik Sebagai Alat Bukti Yang Sah Dalam Kasus Tindak Pidana Pencucian Uang Dikaitkan Dengan UU No. 11 tahun 200

0 1 29

BAB I PENDAHULUAN - Tinjauan Yuridis Mengenai Pembuktian Elektronik Sebagai Alat Bukti Yang Sah Dalam Kasus Tindak Pidana Pencucian Uang Dikaitkan Dengan UU No. 11 tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

0 0 22