Perbandingan Harga Sebagai Pemenuhan Prestise Ketersedian Barang di Pasar

72 kemajuan teknologi yang berkembang semakin pesat. Saat ini mengakses internet dapat dilakukan melalui handphonesmartphone. Sehingga tidak lagi perlu untuk menyalakan komputerlaptop. Kemajuan teknologi dalam dunia gadget itu pula diiringi semakin banyak social media, applikasi, blog, website, maupun online shop di dunia internet.

4.3. Perbandingan Harga

Toko online tidak membutuhkan biaya tetap yang tinggi seperti sewa gedung dan karyawan yang banyak, toko online juga tidak dibebani aneka pungutan liar yang biasa dikenakan pada toko offline. Untuk belanja online hanya diperlukan sedikit biaya ongkos kirim dan biaya pulsa. Karena itu toko online dapat memangkas harga jualnya tanpa mengurangi kualitas barang yang dijual.

4.4. Sebagai Pemenuhan Prestise

Perilaku-perilaku konsumsi yang mahasiswa lakukan terpengaruh dengan apa yang mereka dapatkan atau lihat melalui media massa sangat beragam. Mulai dari intensitas mereka mengunjungi mall atau pusat perbelanjaan, merek yang mereka pilih dan tempat makan atau nongkrong yang biasa mereka kunjungi. Dari paparan atau tayangan yang ada di dalam media massa tersebut, mayoritas mahasiswa menjadi semakin konsumtif dan hedonistic dalam melakukan perilaku konsumsinya. Untuk berbelanja memenuhi kebutuhan primernya seperti pakaian, sepatu, tas mereka cenderung ingin tampil untuk mengikuti perkembangan jaman serta merek dari pakaian tersebut. Model pakaian yang sedang up to date yang sering mereka lihat di media massa seperti televisi dan internet menjadikan acuan Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 73 merek untuk tampil trendy mengikuti zaman, terlebih untuk berbelanja pakaian, responden sering berbelanja pakaian sampai lebih dari empat kali setiap bulannya untuk mengikuti trend model atau motif fashion apa yang sedang booming dipakai banyak orang dan tentunya oleh artis-artis pula.

4.5. Ketersedian Barang di Pasar

Ada kalanya sebuah barang yang konsumen cari sangat sulit didapatkan di tempat tinggal konsumen, misalnya jika konsumen ingin membeli suatu produk dan ternyata produk tersebut tidak ada di Medan tapi ada sebuah toko online di Jakarta yang menjual barang itu, mau tidak mau, konsumen harus membeli barang itu dari toko online yang berpusat di Jakarta. Sebagian besar responden mengganggap faktor yang melatarbelakangi mereka belanja dikarenakan kebutuhan dan kesenangan baginya, tapi tanpa disadari mereka menjadi seseorang yang konsumeris. Artinya, apa yang mereka anggap kebutuhan belum tentu merupakan sebuah kebutuhan yang sebenarnya. Mereka hanya dikuasai oleh para kaum kapitalis yang membuat suatu produk semenarik mungkin sehingga, konsumen terperdaya dan membuat mereka harus membeli. Mungkin ini yang membuat mereka menyebut shopping itu sebuah kebutuhannya, walaupun tidak semua responden yang menggap demikian. Lewat produk, trend, merek, gaya, dan tanda-tanda yang ditawarkan, media online menjaring masyarakat khususnya mahasiswa dan para remaja untuk terperangkap di dalam budaya konsumsi. Lebih jauh, konsumsi yang meliputi tanda, simbol, ide, dan nilai, digunakan sebagai cara memisahkan satu kelompok Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 74 sosial dengan kelompok sosial yang lain. Terlihat pada para informan, aktivitas belanja hanya dijadikan sebagai interaksi antara individu dengan masyarakat. Bagi informan media online benar-benar menawarkan hal-hal yang baru bahkan kenyamanan bagi mereka, sehingga secara tidak sadar mereka telah terperangkap dalam ruang gaya hidup yang ditawarkan kaum kapitalis. Dari sinilah mereka dikuasai oleh kekuatan pasar, yang menyimulasi kebutuhan- kebutuhan mereka yang semestinya barang-barang tersebut bukan sesuatu yang sangat dibutuhkannya baginya. Mereka akan menjadi orang-orang yang memiliki sifat konsumtif. Belanjaonline merupakan kegiatan yang digemari bagi kedelapan informan. Disini penulis menganalisis kegiatan ini dari aspek gaya hidup. Pada mulanya belanja hanya merupakan suatu konsep yang menunjukkan suatu sikap untuk mendapatkan barang-barang sebagai keperluan sehari-hari dengan cara menukarkan sejumlah uang sebagai pengganti barang tersebut. Akan tetapi, konsep belanja itu sendiri telah berkembang sebagai sebuah cerminan gaya hidup dan rekreasi di kalangan masyarakat. Belanja merupakan suatu gaya hidup tersendiri, yang bahkan menjadi suatu kegemaran bagi sejumlah orang. Jika dilihat dari hasil penelitian, responden memaknai gaya hidup sebagai tindakan yang membedakan dirinya dengan orang lain sehingga mereka ingin dikatakan memiliki ciri khas. Misalnya saja, dalam hal berpakaian, jenis musik yang mereka gemari, potongan rambut, serta merek-merek handphone atau Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 75 pakaian pun dijadikan gaya hidup. Gaya hidup mencerminkan keseluruhan pribadi yang berinteraksi dengan lingkungan. Dari sini dapat dilihat peranan media online yang membuat seseorang dapat ketergantungan. Dengan adanya media online seseorang dapat lebih mudah untuk mencari informasi atau melihat hal-hal yang baru sedang orang-orang bicarakan atau trend-trend yang terbaru dikalangan masyarakat berduit. Internet menjadi gaya hidup baru sekarang ini. sebagai seorang mahasiswa, para informan dituntut untuk selalu kelihatan keren ketika berada di kampus. Ini semua karena pengaruh media, baik itu media elektronik, media cetak, bahkan media online. Misalnya saja, pihak produsen sengaja membuat suatu iklan atau film dengan tema remaja, di dalam iklan atau film tersebut bukan saja cerita yang masyarakat tonton, akan tetapi masyarakat juga melihat dari cara selebriti atau pemeran film atau sinetron berpakaian, berdandan dan sebagainya. Seperti halnya pemahaman gaya menurut pandangan informan selalu arahnya ke fashion, style, mode. Mahasiswa yang dilihat sebagai kaum terpelajar yang seyogyanya berbelanja buku untuk menunjang pelajaran dikampus malah lebih mementingkan hasrat mereka untuk memilih berbelanja barang-barang yang mereka inginkan. Perilaku semacam ini dikenal sebagai perilaku konsumtif mahasiswa. Hal- hal yang ingin mereka beli dapat langsung dibeli. Terlihat dari hampir semua informan, suatu barang yang mereka inginkan dapat mereka dapatkan dengan mudah, mereka tidak segan-segan mengeluarkan uang berapapun itu untuk Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 76 membeli sesuatu yang mereka perlukan tak terkecuali busana yang menunjang penampilannya. Pendapatan orang tua mereka yang terbilang lebih dari segi keuangan membuat mahasiwa atau informan ini merasa dapat membeli. Giddens 6 Belanjadijadikan sebagai sebuah kebutuhan yang mereka anggap sebagai suatu kebutuhan sebenarnya itu bukan merupakan kebutuhan sebenarnya. Kaum kapitalis yang bermain di dalam menciptakan suatu kebutuhan. Pasar menciptakan barang yang disukai konsumen, membuat iklan atau promosi semenarik mungkin, merumuskan bahwa gaya hidup semakin penting dalam penyusunan identitas diri dan aktivitas keseharian. Kenapa sampai dikatakan demikian karena, dasar pemikiran ini ingin mengklaim bahwa bergaya merupakan kebutuhan pokok, sama posisinya akan kebutuhan sandang, pangan, dan papan. Seperti yang diungkapkan hampir seluruh informan bahwa: “Belanja merupakan kesenangan dan kebutuhan bagi saya” Giddens ingin menunjukkan gaya hidup ini tidak lagi masuk pada wilayah kelompok tertentu saja, tapi hampir semua kini kehidupan. Faham ideologis gaya hidup telah menggantikan nilai-nilai kultural, yang tadinya hanya untuk pemenuhan kebutuhan hidup, menjadi gaya, menjadi bagian keseharian yang menjadi tanda, bahwa pecinta gaya ini ada serta menandai identitas kelompok yang muncul sebagai akibat dukungan media. 6 Giddens, Anthony. Konsekuensi-Konsekuensi Modernitas. Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2004. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 77 sehingga terdapat kesan bahwa produk yang ditawarkan produsen itu layak dijadikan sebagai salah satu barang yang wajib kita miliki. Sama halnya dengan hasil penelitian yang peneliti dapatkan, penampilan ke kampus sudah bukan barang asing lagi yang mereka lakukan. Berdandan dan berpakaian semenarik mungin merupakan hal biasa yang dijumpai di universitas- universitas. Sehingga menurut para informan, bagaimana menciptakan suatu gaya tersendiri sehingga orang-orang disekeliling dapat memperhatikan mereka. Kebutuhan seorang mahasiswa seperti buku pelajaran bukan lagi sebuah keharusan yang mereka harus beli. Gaya hidup yang mereka anut sekarang telah bergeser nilainya, penampilan yang ditawarkan media menjadi prioritas oleh hampir sebagian besar mahasiswa, karena kampus selain tempat mencari inli dapat digunakan sebagai tempat gaul-gaulan, nongkrong, dan pamer-pamer barang yang mereka miliki dengan mahasiswa lain. Seperti pernyataan Informan: “Mengenai buku pelajaran sebagai seorang mahasiswa, tidak perlu membeli lewat online shop. Di toko-toko buku juga ada di sediakan, dapat pinjam di perpustakaan pinjam milik teman, atau bahkan bahan kuliah dapat langsung di searching di internet” Sementara menurut pandangan Giddens, bahwa kehidupan sistem sosial tidak mempunyai kebutuhan apapun, yang memiliki kebutuhan hanyalah manusia sebagai pelaku sosial. Tentu saja keputusan untuk bergaya dikembalikan pada manusia, sebagai pelaku budaya. Image negatif dan positif tentang gaya hidup sesuatu, merupakan konsekuensi masing-masing yang harus diterima oleh orang- orang yang bergaya, yang muncul atas setuju atau ketidaksetujuan mengenai hal Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 78 tersebut. Batasan moral dan etika ketimuran atau kebarat-baratan, merupakan perdebatan yang tidak akan pernah selesai dan akan terus berlangsung, selama masih ditemukan sesuatu yang dianggap sebagai pertentangan kode etik sosial dan budaya. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 79

BAB V PENUTUP