29
BAB II ASAS BERWAWASAN LINGKUNGAN DALAM HUKUM INDONESIA
A. Keberadaan Asas Hukum Dalam Norma Hukum
Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan terlahir sebagai makhluk individu. Namun, seiring dengan pertumbuhan kodrat manusia bergeser menjadi
mahluk sosial. Hal ini disebabkan sejak lahir sampai meninggal manusia senantiasa membutuhkan pertolongan dan bantuan manusia lainnya. Dalam
pergaulan dengan manusia lainnya, tiap-tiap manusia mempunyai kepentingan yang sama dan ada pula yang mempunyai kepentingan yang berbeda atau bahkan
kepentingan yang bertentangan satu dengan lainnya. Pertentangan antara manusia itu dapat menimbulkan kekacauan di masyarakat apabila di dalam masyarakat
tersebut tidak ada tata tertib yang dapat menyeimbangkan usaha-usaha yang dilakukan masing-masing pihak agar dapat memenuhi kepentingan mereka yang
bertentangan tersebut. Agar pemenuhan kebutuhan manusia itu berjalan secara teratur, tidak
terjadi benturan-benturan antara kepentingan manusia yang satu dengan manusia yang lainnya, diperlukan pengaturan oleh petunjuk hidup, aturan, patokan yang
biasa disebut norma. Jadi norma merupakan kaidah atau aturan-aturan yang berisi perintah atau larangan yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama untuk
mengatur perilaku manusia di dalam masyarakat guna mencapai ketertiban dan kedamaian. Dengan mentaati norma, maka tatanan kehidupan masyarakat,
Universitas Sumatera Utara
30
berbangsa, dan bernegara menjadi tertib, aman, rukun, dan damai. Suasana masyarakat yang taat terhadap norma yang berlaku dapat membentuk suatu
kehidupan masyarakat yang adil makmur, dan sejahtera.
31
Norma hukum adalah pedoman hidup yang dibuat oleh lembaga negara atau lembaga politik suatu masyarakat atau bangsa yang sifatnya mengikat dan
memaksa, tujuannya agar bisa terwujud ketertiban, keamanan, ketentraman dalam masyarakat. Norma hukum diperlukan karena norma tersebut belum cukup
menjamin ketertiban dalam pergaulan masyarakat. Ketidakcukupan jaminan ketertiban oleh norma tersebut karena tidak adanya ancaman hukuman atau sanksi
yang cukup dirasakan sebagai paksaan dari luar. Sanksi bagi pelanggar norma hukum tegas, nyata, mengikat dan bersifat memaksa. Pelanggar norma hukum
yang dinyatakan bersalah oleh hakim pengadilan, dihukum dengan pidana penjarakurungandenda atau bahkan hukuman mati.
32
Norma hukum dapat diaplikasikan tidak hanya dalam arti dilaksanakan dan dipatuhi oleh subjek hukumnya, tetapi juga dalam arti membentuk dasar bagi
suatu penilaian spesifik untuk mengkualifikasikan perbuatan subjek hukum sebagai lawful atau unlawful. Suatu tindakan dikualifikasikan sebagai tindakan
tertentu menurut norma, seperti tindakan menghilangkan nyawa dikualifikasikan sebagai
pembunuhan. Ini
adalah penilaian
tindakan. scheme
of
31
Derry Chandra, “penerapan prinsip kelangsungan usaha dalam penundaan kewajiban
pembayaran utang studi kasus putusan Mahkamah Agung Nomor 156 PKPdt.Sus2012”, Skripsi, Medan, 2014, hlm. 46.
32
Http:nurabidinabitia.blogspot.com201303bab-1-arti-penting-norma-dan-hukum- bagi.html diakses tgl 03 april 2016
Universitas Sumatera Utara
31
interprestation.
33
Namun aktivitas penilaian hakim juga terkait dengan adil atau tidak adil, tetapi hanya sepanjang kapasitasnya dalam menjalankan fungsi
pembuatan hukum. Sepanjang dia terlihat mengaplikasikan hukum, tindakannya dimaknai sebagai lawful atau unlawful seperti tindakan orang lain sebagai subjek
dari hukum.
34
Suatu penilaian hukum yang menentukan hubungan positif atau negatif antara perbuatan manusia tertentu dengan norma hukum, mengimplikasikan
keyakinan eksistensi suatu norma hukum. Keyakinan ini dapat diverifikasi dengan kenyataan keberadaan norma tersebut. Maka penilaian hukum memiliki karakter
obyektif sehingga eksistensi nilai hukum adalah sesuatu yang dapat diverifikasikan secara obyektif.
35
Telah diuraikan bahwa norma hukum merupakan pedoman tentang bagaimana seyogianya manusia bertingkah laku dalam masyarakat. Dengan
demikian maka norma itu pada umumnya menimbulkan pengertian atau kesadaran pada setiap orang akan perbedaan antara apa yang oleh umum telah dianggap dan
diakui sebagai sesuatu yang baik ataupun tidak baik, antara apa yang diperbolehkan dengan tidak diperbolehkan.
Norma hukum berbeda dengan apa yang disebut dengan asas hukum. Oleh karena itu perlu kita ketahui apakah yang dimaksud dengan asas hukum itu.
33
Stanley L. Paulson, “On Kelsen’s Place in Jurispruden, Intruduction to Hans Kelsen,” Introduction To The Problems Of Legal Theory; A Translation of the First Edition of the Reine
Rechtslehre or Pure Theory of Law, Translated by: Bonnie Litcheweski Paulson and Stanley L. Paulson, Oxford: Clarendon Press, 1992, hal. 10-11.
34
Hans Kelsen, General theory of Law and State, translated by: Anders Wedberg, New York: Russell Russell, 1961 hal. 47-48.
35
Ibid., hal. 48-49.
Universitas Sumatera Utara
32
Mengenai apa yang disebut asas hukum atau asas pada umumnya, sebaiknya kita ketahui dahulu apa yang dimaksud dengan asas.
Dalam Kamus Besar bahasa Indonesiadapat di jumpai tiga pengertian asas, yaitu sebagai berikut:
36
a. Dasar, alas, pedoman; misalnya batu yang baik untuk alas rumah.
b. Suatu kebenaran yang menjadi pokok atau tumpuan berpikir
berpendapat dan sebagainya; misalnya: bertentangan dengan asas- asas hukum pidana; pada asasnya yang setuju dengan usul saudara.
c. Cita-cita yang menjadi dasar pekumpulan negara, dan sebagainya;
misalnya, membicakan asas dan tujuan. Dari ketiga pengertian tersebut dapat di lihat pengertian yang esensial dari
asas yaitu: merupakan dasar, pokok tempat menemukan kebenaran dan sebagai tumpuan berpikir.
37
Tentang batasan pengertian asas hukum ada beberapa pendapat yang dikemukakan oleh beberapa ahli seperti berikut:
38
a. Pendapat Bellefroid. Asas hukum umum adaalah norma dasar yang
dijabarkan dari hukum positif dan yang oleh ilmu hukum tidak dianggap berasal dari aturan-aturan yang lebih umum. Asas hukum
umum merupakan pengendapat dari hukum positif.
36
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Hukum, Jakata: Balai Pustaka, 1976, hlm. 46
37
Chainur Arrasjid, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2004, hlm. 35-36
38
J.B.Daliyo, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Prenhallindo: 2001, hlm. 87-88.
Universitas Sumatera Utara
33
b. Pendapat P. Scholten. Asas hukum adalah kecenderungan-
kecenderungan yang diisyaratkan oleh pandangan kesusilaan kita pada hukum dan merupakan sifat-sifat umum dengan ketebatasannya
sebagai pembawaan yang umum itu, tetapi harus ada. c.
Pendapat Eikema Hommes. Asas hukum bukanlah norma-norma hukum kongkrit, tetapi ia adalah sebagai dasar-dasar pikiran umu atau
petunjuk-petunjuk bagi hukum yang berlaku. Asas hukum adalah dasar-dasar atau petunjuk arah dalam pembentukan hukum positif.
d. Pendapat Satjipto Rahardjo. Asas hukum adalah unsur yang penting
dan pokok dari peraturan hukum. Asas hukum adalah jantungnya peraturan hukum karena ia merupakan landasan yang paling luas bagi
lahirnya peraturan hukum atau ia adalah sebagai ratio legisnya peraturan hukum. Satjipto Rahardjo selanjutnya mengatakan bahwa
pada akhirnya
peraturan-peraturan hukum
itu harus
dapat dikembalikan kepada asas-asas tersebut.
Jika diamati rumusan pengertian tentang asas hukum yang dikemukakan oleh ke empat orang ahli tersebut diatas, kiranya dapat diambil kesimpulan bahwa
pada dasarnya apa yang disebut dengan asas hukum adalah dasar-dasar umum yang terkandung dalam peraturan hukum, dan dasar-dasar umum tersebut adalah
merupakan sesuatu yang mengandung nilai-nilai etis. Menurut C.W. Paton, yang ikutip oleh Mahadi, dalam bukunya A
Textbook of Jurisprudence, 1969, mengatakan bahwa asas adalah : A principles is
Universitas Sumatera Utara
34
the broad reason, which lies at the base of a rule of law
39
. Dalam bahasa indonesia, kalimat itu berbunyi; asas adalah suatu alam pikiran yang dirumuskan
secara luas dan mendasari adanya sesuatu norma hukum. Disingkatkan bahwa dalam unsur-unsur asas sebagai berikut:
a. Alam pikiran;
b. Rumusan luas; dan
c. Dasar bagi pembentukan norma hukum.
40
Jadi asas adalah alam pikiran, yang melatarbelakangi pembentukan norma hukum. Rumusan asas yang dihidangkan oleh Paton memberi kesan, seolah-olah
tiap norma hukum dapat dikembalikan kepada susunan asas. Ternyata, kesan itu tidak beralasan.
41
Dalam praktek terdapat norma-norma hukum yang tidak dapat ditelusuri bagaimana bunyi asas yang mendasarinya. Salah satu contoh, yang dapat kami
kemukakan, norma hukum positif dalam bidang lalu lintas, yang menyuruh pemakai jalan umum yang mempergunakan bagian kiri dari jalan itu. Untuk
norma hukum itu sendirilah yang berfungsi sebagai asas.
42
Dengan demikian, ada kalanya norma hukum dapat dikembalikan kepada suatu asas, akan tetapi ada pula yang lain semansyur sarjana, ia tidak sanggup
menyebutkan asasnya, yang mendasari suatu norma hukum. Keadaan seperti ini
39
Mahadi, Falsafah Hukum: Suatu Pengantar, Cetakan Kedua, Bandung: Alumni,1991, hlm. 121.
41
Ibid., hlm. 122.
42
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
35
banyak terdapat pada bidang-bidang hukum yang netral, yaitu bidang-bidang hukum yang tidak ada kaitannya dengan agama atau kebudayaan. Sebaliknya
dalam bidang-bidang hukum yang nonnetral bidang-bidang yang erat hubungannya dengan agama dan budaya, kita dapat bertemu dengan norma-
norma hukum yang dapat dikembalikan kepada suatu asas.
43
Menurut van Eikema Hommes, asas hukum tidak boleh dianggap sebagai norma hukum yang kongkret, tetapi perlu dipandang sebagai dasar umum atau
petunjuk bagi hukum yang berlaku. Pembentukan hukum praktis perlu berorientasikan pada asas-asas hukum tersebut. Dengan kata lain asas hukum
adalah dasa atau petunjuk arah dalam pembentukan hukum positif.
44
Menurut P. Scolten, asas hukum adalah kecenderungan yang diisyaratkan oleh pandangan kesusilaan kita pada hukum yang merupakan sifat-sifat umum
dengan segala keterbatasannya sebagai pembawa umum, tetapi tidak boleh tidak harus ada.
45
Dari beberapa pendapat para sarjana tersebut, dapat disimpulkan, bahwa asas hukum baru merupakan cita-cita suatu kebenaran yang menjadi pokok dasar
atau tumpuan berpikir untuk menciptakan norma hukum. Jadi suatu asas adalah suatu alam pikiran atau cita-cita ideal yang
melatarbelakangi pembentukan norma hukum yang kongkret dan bersifat umum atau abstrak khususnya dalam bidang-bidang hukum yang erat dengan agama dan
43
Ibid., hlm. 123.
44
Ishaq, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hlm. 75.
45
Ibid., hlm. 76.
Universitas Sumatera Utara
36
budaya. Agar supaaya asas hukum berlaku dalam praktek maka isi asas itu harus dibentuk lebih kongkret. Seperti misalnya asas praduga tak bersalah presumption
of innocent yang telah dituangkan dalam bentuk kongkret yang terdapat dalam ketentuan Pasal 8 Undang-
undang Nomor 14 Tahun 1970 yaitu: “setiap orang yang ditangkap, ditahan, dituntut, danatau dihadapkan di depan pengadilan, wajib
dianggap tidak bersalah sebelum adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap”.
Jika asas hukum telah dirumuskan secara kongkret dalam bentuk peraturan norma hukum, maka ia sudah dapat diterapkan secara langsung pada peristiwanya.
Sedangkan asas hukum yang belum kongkret dirumuskan dalam ketentuan hukum maka ia belum dapat dipergunakan secara langsung dalam peristiwanya.
Berdasarkan uraian diatas, dapat dikemukakan bahwa asas hukum bukanlah kaidah hukum kongkret, tetapi merupakan latar belakang dari peraturan
kongkret, karena ia adalah dasar pemikiran yang umum dan abstrak dan mendasari lahirnya setiap peraturan hukum.
46
B. Asas-asas Umum Dalam Penanaman Modal