Aspek Hukum Penanaman Modal Yang Berwawasan Lingkungan

(1)

Peraturan Perundang-undangan

Undang-undang No. 25 Tahun 2007, tentang Penanaman Modal di Indonesia Undang-undang No. 40 Tahun 2007, tentang Perseroan Terbatas

Undang-undang No. 23 Tahun 1997, tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2007, tentang Daftar Bidang Usaha yang

Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.

Peraturan Pemerintah. No. 45 Tahun 2008 tentang Pedoman Pemberian Insentif dan Pemberian Kemudahan Penanaman Modal di Daerah

Makalah

Mu’man Nuryana,”CSR dan kontribusi bagi pembangunan berkelanjutan”, makalah yang disampaikan pada diklat pekerja sosial induntri.balai besar pendidikan dan pelatihan sosial (BBPPKS) Bandung, Lembang 5 Desember 2005

Internet

http:/koalisi.org/detail.php?m (koalisi untuk Indonesia sehat ),”CSR : lebih dari Sekedar Menyisihkan Dana”, Rabu 04 september 2008.

http:/businessenvironment. Wordpress.com/2008/10/01 program. Corporate responsibility (Blog Tentang Lingkungan Bisnis di Indonesia oleh Aditiawan Chandra “program corporate social responsibility yang berkelanjutan” 01 Oktober 2008 )


(2)

Majalah

Timotheus Lesmana, “Implementasi Konsep Sustainable Development dalam program CSR” Majalah Lensa ETF Edisi 1 November 2006.


(3)

Daftar Buku

Anoraga, Pandji, Perusahaan Multinasional Penanaman Modal Asing, Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya, 1995

Danusaputro, Munadjat, Hukum Lingkungan, Buku V Sektoral, Jilid I, Bandung: Binacipta, 1982

Harjono,K,Dhaniswara, Hukum Penanaman Modal, Jakarta: PT RadjaGrafindo Persada, 2007

Hartono, Sunaryati, Beberapa Masalah Transnasional dalam Penanaman Modal Asing (PMA) DI Indonesia, Bandung: Bina Cipta, 1970

Ilmar Aminuddin, Hukum Penanaman Modal di Indonesia, Jakarta: Prenada Media, 2004

Jhon R. Schermerhorn. Management for Productivity, New York: Jhon Wiley & san, 1993

Manik, K.E.S, Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta : Djambatan, 2003. Marbun, S, F, Dimensi-dimensi pemikiran Hukum Administrasi Negara,

Bandung: Universitas Indonesia Press, 2001

Naiborhu, S, R, Netty, Peranan Penanaman Modal dalam Menunjang Pembangunan Industri yang Berwawasan Lingkungan, Bandung: Uil Press, 2001

Rahmadi, Bagus, Ida, Kerangka Hukum Kebijakan Investasi Langsung di Indonesia Jakarta: Ghalia Indonesia, 2005

Rapke, Jochen, Kebebasan yang Terhambat : Perkembangan Ekonomi dan Perilaku Kegiatan Usaha di Indonesian, Jakarta: Gramedia, 1986


(4)

Rahmawati, Rosyidah, Hukum Penanaman Modal di Indonesia dalam Menghadapi Era Global, Malang: Bayumedia, Juli 2004

Rajagukguk, Erman, Hukum Investasi di Indonesia, Jakarta: Universitas Indonesia, 2005

Indonesianisasi saham, Jakarta: Bina Aksara, 1985

Salim, Emil, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 1985.

Siahaan, N. H. T, Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan, Jakarta: Gramedia, 2006

Santoso, Gunawan, Analisis Dampak Lingkungan, Yogyakarta: Universitas GadjahMada, 1987

Suny, Ismail, Tinjauan dan Pembahasan UU Penanaman modal Asing &Kredit Luar Negeri, Jakarta: Pradnya Paramita, 1972

Sihombing, Jonker, Investasi Asing Melalui Surat utang Negara di Pasar Modal, Bandung: PT. Alumni, 2008

Sembiring Sentosa, Hukum Investasi, Bandung: CV. Nuansa Aulia, 2007

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2007

Salim H.S., dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007

Sumartono.R.M.Gatot P, Mengenal Hukum Lingkungan Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 1991

Siswanto Sunarso, Hukum Pidana Lingkungan Hidup dan Strategi Penyelesaian Sengket, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2001


(5)

BAB III

PENANAMAN MODAL DAN LINGKUNGAN HIDUP A. Perkembangan Penanaman Modal di Indonesia

Perkembangan penanaman modal di Indonesia dimulai pada abad XVI, tepatnya tahun1511 ketika bangsa Eropa mulai menjejakkan kakinya di bumi Indonesia. Penanaman modal di Indonesia dapat dibagi menjadi enam kurun waktu berikut :

1. Masa penjajahan atau penguasaan oleh bangsa-bangsa Eropa (1511-1942) : a. Masa penguasaan Portugis (1511-1596)

b. Masa penguasaan Belanda yang pertama (1596-1795) c. Masa penguasaan Prancis (1795-1811)

d. Masa penguasaan Inggris (1811-1816)

e. Masa kembalinya penguasaan Belanda (1816-1942) 2.Masa pendudukan Jepang (1942-1945)

3. Masa revolusi mempertahankan kemerdekaan (1945-1949) 4. Masa orde lama (1949-1967)

5. Masa orde baru (1967-1998)42

a. Masa Penguasaan Portugis (1511-1596).

6. Masa setelah krisis ekonomi (1998-sekarang).

1. Masa penguasaan atau penjajahan oleh bangsa-bangsa Eropa (1511-1942)

43

Bangsa Eropa yang pertama kali datang sebagai pedagang (investor) adalah bangsa Portugis. Portugis pertama kali menguasai Malaka pada tahun 1511

42

Charles Himawan, The Foreign Invesment Procces in Indonesia, (Singapura: Gunung Agung, 1980). Hal. 24.

43


(6)

atas bantuan raja Utimate dari Indonesia, dimana pada saat itu Malaka merupakan pusat perdagangan produk-produk dari Cina, India, dan Indonesia (Majapahit). Tujuan Portugis pada waktu itu datang ke Malaka adalah untuk mencari sumber rempah-rempah.

b. Masa Penguasaan Belanda yang Pertama44

c. Masa Penguasaan Prancis

Misi pedagang belanda yang di pimpin oleh Cornelis de Houtman adalah melakukan pooling atau penggabungan atau mengelola modal mereka untuk melakukan bisnis di Indonesia. Bentuk penanaman modalnya adalah tidak ditanamakan di Indonesia dengan maksud membangun Indonesia , tetapi untuk mengeruk keuntungan di Indonesia.

45

1. membangun sistem pertahanan di Indonesia terhadap kemungkinan penyusupan oleh pasukan Inggris;

Dalam penguasaan Prancis yang dipimpin oleh Deandles, yang mana dalam

masa kekuasaannya bertugas untuk :

2. melakukan reorganisasi dalam pengelolaan kekayaan Indonesia yang amburadul karena salah urus oleh VOC.

Falsafah tersebut dijabarkan dalam bentuk usulan pengaturan yang perlu ditempuh dalam rangka investasi di Indonesia yang intinya, sebagai berikut :

a) Sawah harus dukuasai oleh petani agar kebutuhan hidup dapat dipenuhi secara damai.

44

Ida Bagus Rahmadi Supanca, Op.Cit., hal. 26.

45


(7)

b) Motivasi untuk produktif dalam diri masyarakat harus ditumbuhkan dan bukan didasarkan atas paksaan.

c) Dalam proses pembangunan mulai diperkenalkan peranan modal swasta (privat capital) yang pada saat itu dijalankan oleh golongan Eropa dan Cina.

d) Kopi dan merica agar tidak ditanam di atas tanah sawah (jadi sudah ada perencanaan tata ruang).

e) Hasil bumi harus dibayar dengan harga yang pantas sehingga kebijaksanaan The Rules on Contingents and Foeced Deliveries harus ditinggalkan.

f) Partisipasi dalam perdagangan harus terbuka, baik untuk Belanda sendiri maupun orang asing lainnya karena sistem kartel harus ditinggalkan.

d. Masa Penguasaan Inggris (1811-1816)46

Inggris menguasai Indonesia (Jakarta) pada tahun 1811, dimana Gubernur Jenderal Inggris dipimpin oleh Sir Thomas Raffles sebagai Letnan Gubernur Jawa. Raffles memperkenalkan kebijakan investasi yang sama sekali berbeda dibanding dengan Portugis, Prancis, dan Belanda. Jika ketiga bangsa tadi melakukan untuk mengamankan pasaran rempah-rempah ke Eropa serta produk pertanian di Indonesia, Inggris memiliki tujuan tambahan, yaitu mencari pasaran bagi produk tekstil Inggris.

46


(8)

e. Masa Kembalinya Penguasaan Belanda (1816-1942)47

Dalam pengelolaan Indonesia sebagai daerah jajahan, terdapat dua pemikiran yang mewarnai perumusan kebijakan pemerintah Belanda, yaitu konservatisme versus liberalisme dan akhirnya dicapai kompromi sebagai berikut:48

1) pemerintah Belanda akan meningkatkan kesejahteraan umum dan memajukan industri di Indonesia secara tidak langsung melalui penerapan legislasi liberal.

2) Sarana perhubungan akan ditingkatkan.

3) Semua dukungan yang mungkin dapat diberikan untuk mendukung bisnis oleh individu perorangan akan disediakan.

4) Hanya akan ikut campur dalam urusan orang perorangan secara tidak lansung dan hanya jika diperlulan.

Pada masa kepemimpinan Du Bus (1826-1830) yang tugas utamanya menambah penghasilan yang dapat dikumpulkan pemerintah Hindia Belanda untuk menutupi biaya-biaya, baik di Belanda maupun di Indonesia. Kebijakan Du Bus yang penting adalah:49

1) mengubah sistem kepemilikan komunal menjadi individual; 2) sistem tanam paksa kopi diubah menjadi suka rela;

3) menentang monopoli yang dilakukan oleh pemerintah;

4) mengundang investor asing untuk menggarap tanah-tanah yang terlantar; 5) mendirikan Bank Java (cikal bakal Bank Indonesia) pada tanggal 24

Januari 1928.

47

Charles Himawan, Op.Cit., hal 133-135.

48

Ibid., hal. 141-142.

49


(9)

2.Masa Pendudukan Jepang (1942-1945)50

50

Ibid., hal. 46-47.

pada tahun 1942, Jepang menduduki Indonesia dan mengusir Belanda. Hal ini karena Jepang merasa dirugikan atas kebijakan ekonomi Belanda yang bersifat diskriminatif terhadap produk-produk Jepang.

Sebagai “saudara tua” yang membebasakan Indonesia dari belenggu Belanda, langkah pertama yang dilakukan Jepang adalah dengan melakukan penyitaan terhadap semua harta pemerintah Hindia Belanda serta para investor asing. Bagi bangsa Indonesia cara-cara yang dilakukan oleh Jepang tersebut dianggap sebagai cara untuk melepaskan diri dari belenggu kolonialisme dan kapitalisme barat, tetapi ternyata tidak sesuai dengan harapan karena pendudukan Jepang justru membawa kesengsaraan dan penderitaan bangsa Indonesia.

3. Masa Revolusi Mempertahankan Kemerdekaan (1945-1949)

Setelah proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia mampu mengonsolidasikan semua unsur kekuatannya, termasuk pemerintahan dan militer sehingga ketika pasukan Belanda masuk kembali dengan membonceng pasukan sekutu, bangsa Indonesia telah siap.

Untuk itu, bangsa Indonesia merumuskan kemerdekaannya dalam suatu Undang-Undang Dasar yang diharapkan mampu menegakkan supremasi hukum serta dapat mengantarkan bangsa undonesia ke arah kesejahteraan yang lebih baik. Terhadap investasi asing, pemerintah tidak bersifat antipati. Hal ini karena dalam rangka membangun bangsa tetap memerlukan adanya investasi asing, disamping bantuan intelektual serta keahlian teknik.


(10)

4. Masa Orde Lama (1949-1967)51

Perjanjian dalam Konfrensi Meja Bundar tahun 1949 telah membuka jalan bagi bangsa Indonesia untuk menghidupkan kembali investasi asing yang sempat terbengkalai hampir 10 tahun selama perang dunia II dan perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Sesuai dengan isi perjanjian tersebut, masalah-masalah investasi yang diwajibkan Indonesia adalah:52

1. menjamin berlangsungnya iklim investasi di Indonesia seperti sebelum tahun 1942, termasuk pengakuan dan pemulihan hak-hak investor asing. 2. dalam hal kepentingan nasional, Indonesia menghendaki dilakukannya

tindakan nasionalisasi, maka tindakan tersebut harus dilakukan dengan cara memberi ganti rugi yang layak;

3. diperbolehkan adanya penanaman modal baru di Indonesia

5. Masa Orde Baru (1967-1998)53

Pada tanggal 1 Januari 1967 diberlakukan Undang-Undang Penanaman Modal Asing. Tanggapan luar negeri atas hal tersebut sangat positif sehingga sejak saat itu angka penanaman modal asing di Indonesia secara konstan menunjukkan kenaikan. Namun, sampai lima tahun pertama diberlakukan Undang-Undang Penanaman Modal Asing tahun 1967, kegiatan penanaman modal asing hanya bertumpu pada dua bidang industri, yaitu:54

a. industri sekunder yang terdiri dari barang konsumen serta produk pengganti impor; dan

51

Ibid., Hal 47-48.

52

Dhaniswara K. Harjono, Op.Cit., hlm. 40

53

Ibid., hal. 53.

54


(11)

b. industri yang berbasis sumber daya alam seperti minyak, pertambangan dan kehutanan.

6. Masa Setelah Krisis Ekonomi (1998-sekarang)55

Atas kondisi tersebut, menurut Ida bagus Rahmadi Supancana

Keadaan perekonomian Indonesia menjadi sangat terpuruk pada saat Indonesia dilanda krisis pada tahun 1997 yang berakibat sangat luas. Penyebab krisis tersebut adalah perilaku bisnis yang kurang bertanggung jawab, yaitu berperilaku buruk dalam menjaga kekuatan perekonomian Indonesia.

56

a. globalisasi tatanan perdagangan, investasi dan keuangan;

terdapat tantangan dan paradigma dibidang investasi yang bersumber dari faktor-faktor yang bersifat intern maupun ektern. Faktor ekstern yang berpengaruh antara lain:

b. isu-isu global, seperti demokrasi, lingkungan hidup, dan hal asasi manusia; c. perlindungan HAKI;

d. program pengentasan kemiskinan global;

e. isu community development dan corporate social responsibility;

f. perlindungan hak-hak normatif tenaga kerja, tenaga kerja anak-anak, dan perempuan; dan lain-lain.

Disamping faktor ekstrnal, hal yang tak kalah penting adalah faktor-faktor intern yang berpengaruh, antara lain:

a. perubahan paradigma pemerintahan dari sentralisasi kearah desentralisasi (otonomi daerah dan otonomi khusus);

b. demokratisasi dalam berbagai sendi kehidupan bangsa;

55

Ibid., hal 17.

56


(12)

c. reformasi dalam tata kelola pemerintahan (ke arah good governance and clean government), termasuk pemberantasan korupsi;

d. reformasi dalam tata kelola perusahaan ke arah good corporate governance;

e. perubahan struktur industri kea rah resource based industry; f. meningkatnya pemahaman dan perlindungan lingkungan hidup; g. meningkatnya perlindungan HAM; dan lain-lain.

Penanaman modal berkembang sejalan dengan kebutuhan suatu negara dalam melaksanakan pembangunan nasional guna meningkatkan kesejahteraaan dan kemakmuran masyarakatnya. Kebutuhan tersebut timbul akibat ketidakmampuan suatu negara memenuhi kebutuhan akan modal, dengan penanaman modal menjadi salah satu alternatif terbaik selain melalui hutang luar negeri.57

57

Rosyidah Rakhmawati,Op Cit.hal.5

Selain itu, kegiatan penanaman modal juga terjadi sebagai konsekuensi berkembangnya kegiatan ekonomi dan perdagangan.

B. Dampak Negatif Kegiatan Penanaman Modal di Indonesia

Dalam rangka melakukan proses pembangunan yang dapat mengantisipasi adanya dampak negatif selain adanya dampak positif pembangunan, berarti pula adanya kecermatan dan ketepatan perencanaan yang terpadu yang dapat mencakup semua aspek yang terkait, baik dari segi negatifnya maupun dari segi positifnya.


(13)

Dari kenyataan yang di lihat dan rasakan bersama menunjukkan bahwa pembangunan itu pada awalnya hanya mengacu pada segi positifnya saja, terutama dalam mengejar ketinggalan perekonomian Indonesia terhadap negara-negara lain dan juga untuk penyerapan tenaga kerja yang sangat merisaukan karena besarnya jumlah pengangguran pada waktu itu. Oleh karena itu, pemerintah pada saat mengumandangkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) dan Undang-Undang No. 6 Tahun 1968 tentang penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) belum memikirkan masalah lingkungan seperti sekarang ini. Pemerintah hanya memikirkan pada tujuan pokok untuk mengundang investor agar bersedia menanamkan modalnya di Indonesia sebagai langkah maju dalam mengupayakan perbaikan perekonoian Indonesia.58

Menyadari akan pentingnya pembangunan dibidang penanaman modal yang berwawasan lingkungan tersebut, maka pemerintah dengan gencarnya mulai mengeluarkan berbagai peraturan yang menyangkut pembangunan yang berwawasan lingkungan. Dalam kurun waktu yang relatif singkat keluarlah berbagai peraturan yang mengatur tentang pencemaran dan lingkungan, mulai dari Undang-Undang No. 4 tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia, Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1986 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, Permendagri No. 1 Tahun 1985 tentang Tata Cara Pengendalian Pencemaran Bagi Perusahaan-perusahaan yang mengadakan modal menurut UU No. 1 tahun 1967 dan UU No. 6 Tahun

58

Netty S.R. Naiborhu. Peranan Penanaman Modal dalam Menunjang Pembangunan Industri yang Berwawasan Lingkungan, (Malang: Penerbit Bayu Madia Juli 2004), hal 38.


(14)

1968, keputusan Mendagri No. 8 tahun 1988 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Analisis Mengenai Dampak Lingkungan bagi Proyek-proyek PMA dan PMDN dan masih banyak lagi surat keputusan dari instansi yang terkait yang seakan-akan berlomba lari mengejar ketinggalannya. Kondisi seperti ini lahir setelah satu dasawarsa dilakukannya UU No. 1 Tahun 1967 dan UU No. 6 tahun 1968, berarti setelah pembangunan dibidang penanaman modal berjalan dan berhasil berkembang.59

Menurut pendapat K.E.S. Manik unsur utama terjadinya kerusakan lingkungan dibidang kehutanan disebabkan Pengusaha yang mempunyai Hak Penguasan Hutan (HPH), karena pengusaha HPH merupakan penyebab kerusakan hutan terbesar karena mereka hanya mengejar keuntungan materi saja. Persyaratan dan ketentuan-ketentuan yang mengatur pengusahaan hutan tidak mereka laksanakan sehingga kayu hutan dibabat habis. Hal ini dapat terjadi, antara lain disebabkan kurangnya pengawasan, mentalitas dan integritas pengawasan yang “bobrok”, pengusaha kurang tanggung jawb, dan pengusaha tidak peduli lingkungan.60

Dengan terlaksananya pembangunan berwawasan lingkungan dan terkendalinya pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana merupakan tujuan utamapenegelolaan lingkungan hidup. Untuk mencapai tujuan ini, sejaka awal perencanaan kegiatan sudah diperkirakan perubahan rona lingkungan akibat pembentukan suatu kondisi lingkungan baru, baik yang menguntungkan maupun yang merugikan yang timbul sebagai akibat diselenggarakanya kegiatan

59

Ibid., hal 39.

60


(15)

pembangunan. Karen itu, UU No. 23 Tahun 1997 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup ditetapkan bahwa setiap rencana yang diperkirakan mempunyai dampak penting terhadap lingkungan, wajib dilengkapi dengan AMDAL.61

Sebagaimana diketahui bahwa setiap pembangunan akan membawa dampak terhadap perubahan lingkungan terutama eksploitasi sumber daya hutan dalam rangka pengolahan dan pemanfaatan hasil hutan jelas akan menimbulkan efek dari perubahan kondisi hutan tersebut. Dengan kata lain bahwa eksploitasi sumber daya hutan itu merupakan salah satu bentuk dari perusakan hutan. Akan tetapi perusakan hutan dalam bentuk ini, tidak digolongkan sebagai perbuatan melawan hukum sebagaimana pendapat diatas. Hal ini karena perusakan hutan tersebut melalui mekanisme yang terstruktur dan tersistem yang melalui proses perencanaan atau manajemen yang matang dengan mempertimbangkan upaya-upaya perlingdungan hutan itu sendiri seperti dengan jalan reboisasi atau penebangan yang teratur dengan sistem tebang pilih dan sebagainya. Perusakan hutan yang berdampak negatif salah satunya adalah kejahatan illegal logging. Analisis yuridis tentang illegal logging yang merupakan kegiatan penebangan tanpa izin dan/atau merusak hutan adalah bahwa kegiatan illegal logging ini merupakan kegiatan yang unprediktible terhadap kondisi hutan setelah penebangan, karena diluar dari perencanaan yang telah ada. Perlindungan hutan

61

Alam Setia Zain, Hukum Lingkungan dan Konservasi Hutan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, Juni 1997), hal. 14-15.


(16)

direfleksikan dalam mekanisme konsesi penebangan hutan sebagai konsekuensi logis dari fungsi perijinan sebagai serana pengendalian dan pengawasan.62

Hutan yang merupakan bagian penting dari lingkungan hidup dalam pengelolaannya juga mempunyai asas yang sudah merupakan asas yangberlaku secara internasional yaitu asas hutan yang berkelanjutan/lestari (sustainable forest) dan asas ecolabelling. Asas hutan berkelanjutan (sustainable forest) adalah asas tentang pengelolaan hutan yang berkelanjutan dan peningkatan kerja sama internasional dalam pelestarian hutan dan pembangunan berkelanjutan. Asas ecolabelling adalah asas tentang semua kayu tropis yang dijual harus berasal dari hutan lestari melalui mekanisme pelabelan.

Dalam proses pengolahan dalam rangka pemanfaatan hutan diperlukan konsep yang dapat mengintegralisasi upaya pemanfaatan fungsi ekonomis dan upaya perlindungan kemampuan lingkungan agar keadaan lingkungan tetap menjadi serasi dan seimbang atau pengolahan hutan yang berkelanjutan/lestari (sustainable forest management) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development).

63

62

Manik, K.E.S. Pengelolaan Lingkungan Hidup, Loc.Cit., hal 102.

63

Emil Salim, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, (Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 2003), hal 11.

Merusak hutan yang berdampak pada kerusakan lingkungan adalah merupakan suatu kejahatan sebagaimana dijelaskan dalam pasal 48 UU No. 23 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH), bahwa tindak pidana perusakan hutan adalah merupakan kejahatan. Salah satu bentuk perusakan hutan itu adalah illegal logging.


(17)

Berdasarkan uraian di atas, jelas bahwa perbuatan illegal logging merupakan suatu kejahatan oleh karena dampak yang ditimbulkan sangat luas mencakup aspek ekonomi, sosial budaya dan lingkungan. Kejahatan ini merupakan ancaman yang potensiil bagi ketertiban sosial dan dapat menimbulkan ketegangan serta konflik-konflik dalam berbagai dimensi, sehingga perbuatan itu secara faktual menyimpang dari norma-norma yang mendasari kehidupan atau keteraturan sosial. Bahkan dampak kerusakan hutan yang diakibatkan oleh kejahatan illegal logging ini tidak hanya dirasakan oleh masyarakat yang berada di sekitar hutan saja namun sirasakan secara nasional, regional maupun internasional.64

Sepintas lalu terlihat bahwa antara pembangunan dan lingkungan hidup terdapat pertentangan (konflik). Karena bila dilihat dari segi yang luas setiap pembangunan selalu memiliki dampak terhadap lingkungan hidup. Dimana misalnya pembangunan sebuah jalan raya yang menghubungkan satu wilayah dengan wilayah lainnya yang jelas-jelas akan berdampak terhadap lingkungan hidup sekitarnya. Yang mana dalam pembukaan jalan tersebut akan membawa pengaruh kepada 2 (dua) hal, yaitu menebasi pohon-pohon hutan yang terkena peta pembukaan jalan dan terganggunya kestabilan tanah-tanah sekitarnya.

C. Pembangunan Berwawasan Lingkungan

65

Hal ini juga bisa menimbulkan banjir dan terganggunya sistem habitat manusia dan habitat fauna serta flora lainnya. Semua hal ini dapat memberikan

64

Ibid., hal. 13.

65

N.H.T.Siahaan, Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan, (Jakarta: Gramedia, 2006), hal. 375.


(18)

pengaruh atau resiko kepada lingkungan. Tetapi tidak ada satu tindakan yang tidak berhubungan dengan resiko termasuk dalam hubungannya dengan aktivitas lingkungan. Dengan kearifan dan kebijaksanaan manusia dapat mengantisipasi semua dampak dan mencari solusi supaya interaksi antara manusia dan lingkungan dapat seimbang dan serasi.

Oleh karena itulah, untuk menghindari konflik yang terlalu besar, maka UUPLH menggariskan prinsip pembangunan berwawasan lingkungan. Dalam pasal 1 butir ke 3 UUPLH dikatakan bahwa pembangunan berwawasan lingkungan adalah upaya sadar dan berencana menggunakan dan mengelola sumber daya secara bijaksana dalam perbangunan yang berkesinambungan untuk meningkatkan mutu hidup.

Jadi ada 3 (tiga) unsur penting dalam prinsip pembangunan berwawasan lingkungan :

1. Penggunaan/pengolahan sumber daya secara bijaksana;

Bahwa dalam rangka mendaya gunakan dan mengelola sumber daya alam untuk memajukan kesejahteraan umum seperti diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan untuk mencapai kebahagiaan hidup berdasarkan Pancasila, perlu dilaksanakan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup berdasarkan kebijaksanaan nasional yang terpadu dan menyeluruh dengan memperhitungkan kebutuhan generasi masa kini dan generasi masa depan.66

66

Penjelasan Pasal 1 butir 3 UU No. 23 Tahun 1997 tentang Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup.


(19)

2. Menunjang pembangunan yang berkesinambungan;

Bahwa penyelenggaran pengelolaan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup harus didasarkan pada norma hukum dengan memperhatikan tingkat kesadaran masyarakat dan perkembangan lingkungan global serta perangkat hukum internasional yangberkaitan dengan lingkungan hidup.

3. Meningkatkan mutu hidup;

Bahwa pengelolaan lingkungan hidup untuk melestarikan dan mengembangkan kemampuan lingkungan hidup yang serasi, selaras, dan seimbang guna menunjang terlaksananya pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup. Serta pemanfaatan pembangunan secara terus menerus untuk meningkatkan kesejahteraan dan mutu hidup yang sesuai dengan daya dukung lingkungan.

Pengertian Sumber Daya pada butir 3 UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup tersebut harus diartikan lebih luas yaitu, bukan hanya mencakup pengertian ekonomis seperti sumber daya alam atau sumber daya buatan, tetapi juga meliputi semua bagian lingkungan hidup kita sendiri, mulai dari sumber daya biotik (manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan), sumber daya abiotik (air, udara, cahaya, barang-barang tambang dan lain-lain) sampai pada sumber daya buatan (mesin, hasil-hasil industri, gedung dan sebagainya).

Dalam GBHN (1973-1978) dalam BAB III pola umum pembangunan Jangka Panjang butir 10 terdapat garis yang jelas mengenai prinsip pembangunan berwawasan lingkungan yang dapat disimpulkan sebagai berikut:


(20)

1. Dalam rangka pembangunan, sumber daya alam harus dugunakan secara rasional.

2. Pemanfaatan sumber daya harus diusahakan untuk tidak merusak lingkungan hidup.

3. Harus dilaksanakan dengan kebijaksanaan menyeluruh dengan memperhitungkan kebutuhan generasi yang akan datang.

4. Memperhitungkan hubungan kait-mengait dan ketergantungan antara berbagai masalah.

Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 pasal 1 butir 3 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, maka yang dimaksud dengan:

Pasal 1 butir 3 UU No. 23 Tahun 1997

“Pembangunan berwawasan lingkungan atau pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamun kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasu masa kini dan generasi masa depan”

Berdasarkan defenisi diatas, terdapatlah tiga unsur penting dalam pembangunan berwawasan lingkungan, yaitu :

1. penggunaan sumber daya secara bijaksana;

2. menunjang pembanguan yang berkesinambungan sepanjang masa; 3. meningkatkan kualitas hidup.67

Pembangunan yang dilakukan oleh bangsa Indonesia bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan mutu hidup rakyat. Proses pelaksanaan

67

SF. Marbun. Dimensi-dimensi pemikiran Hukum Administrasi Negara, (Bandung: Universitas Indonesia Press, 2004), hal 326.


(21)

pembangunan, disatu pihak menghadapi permasalah jumlah penduduk yang besar dengan tingkat pertambahan yang tinggi, di lain pihak sumber daya alam adalah terbatas. Kegiatan pembangunan dan jumlah penduduk yang meningkat dapat mengakibatkan tekanan terhadap sumber daya alam. Pendayagunaan sumber daya alam untuk meningkatkan kesejahteraan dan mutu hidup rakyat harus disertai upaya untuk melestarikan kemampuan lingkunganhidup yang serasi dan seimbang guna menunjang pembangunan yang berkesinambungan, dan dilaksakan dengan kebijakan yang terpadu dan menyeluruh serta memperhitungkan kebutuhan generasi sekarang dan mendatang. Dengan demikian, pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan dan mutu hidup rakyat tersebut, baik generasi sekarang maupun generasi mendatang, adalam pembangunan berwawasan lingkungan.68

Menurut Emil Salim, terdapat lima (5) pokok ikhtiar yang perlu dikembangkan dengan sungguh-sungguh untuk melaksanakan pembangunan berwawasan lingkungan, yaitu:

69

1) Menumbuhkan sikap kerja berdasarkan kesadaran sehingga antara satu dengan yang lain. Hakikat lingkungan hidup memuat hubungan saling mengair dan hubungan saling membutuhkan antara sektor satu dangan sektor yang lain;

2) Kemampuan menyerasikan kebutuhan dangan kemamampuan sumber daya alam dalam menghasilkan barang dan jasa;

68

Sumartono.R.M.Gatot P. Mengenal Hukum Lingkungan Indonesia, (Jakarta: Penerbit Sinar Grafika, 1991), hal.27.

69


(22)

3) Mengembangkan sumber daya manusia agar mampu menggapi tantangan pembangunan tanpa merusak lingkungan;

4) Mengembangkan kesadaran lingkungan dikalangan masyarakat sehingga tumbuh menjadi kesadaran berbuat;

5) Menumbuhkan lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang dapat mendayagunakan dirinya untuk menggalakkan partisipasi masyarakat dalam mencapai tujuan pengelolaan lingkungan hidup.

D. Sistem Perizinan dan Kaitannya dengan Lingkungan Hidup

Perizinan merupakan suatu bentuk campur tangan pemerintah dalam rangka mengadakan servis publiknya terhadap masyarakat.

Mengenai sistem perizinan ini diberikan dalam bentuk penetapan (beschikking) pemerintah/penguasa. Pemberian izin yang keliru atau tidak cermat serta tidak memperhitungkan dan mempertimbangkan kepentingan lingkungan akan mengakibatkan terganggunya keseimbangan ekologis yang sulit dipulihkan. Perizinan merupakan instrumen kebijaksanaan lingkungan yang paling penting.70

70

Netty S.R. Naiborhu.Ibid., hal 25.

Menurut ketentuan pasal 7 ayat (2) UULH “ kewajiban memelihara kelestarian kemampuan lingkungan yang serasi dan seimbang untuk menunjang pembangunan yang berkesinambungan di camtumkan dalam setiap izin yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang”


(23)

Mengenai izin usaha dalam hubungannya dengan pengelolaan lingkungan hidup akan menimbulkan pemikiran dan upaya kearah terwujudnya sistem perizinan lingkungan yang bersifat sederhana, terkordinasi dan terpadu.

Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 dalam Bab VI tentang persyaratan penataan lingkungan hidup, maka dalam pasal 18 di atur tentang perizinan. Yang mana setiap usaha dan / atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup untuk memperoleh izin melakukan usaha dan / atau kegiatan izin melakukan usaha dan kegiatan tersebut diberikan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan dalam izin tersebut di cantumkan persyaratan dan kewajiban untuk melakukan upaya pengendalian dampak lingkungan hidup.71

a. Rencana tata ruang;

Dalam menerbitkan izin melakukan usaha dan / atau kegiatan wajib diperhatikan :

b. Pendapat masyarakat;

c. Pertimbangan dan rekomendasi pejabat yang berwenang yang berkaitan dengan usaha dan / atau kegiatan tersebut.

Setiap izin yang diberikan harus diumumkan, karena pengumuman izin melakukan usaha dan / atau kegiatan tersebut merupakan pelaksanaan asas keterbukaan pemerintah. Pengumuman izin melakukan usaha dan / atau kegiatan tersebut memungkinkan peranserta masyarakat khususnya yang belum

71

. Siswanto Sunarso, Hukum Pidana Lingkungan Hidup dan Strategi penyelesaian Sengketa, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006), hal. 42.


(24)

menggunakan kesempatan dalan prosedur keberatan, dengar pendapat, dan lain dalam proses pengambilan keputusan izin.

Keputusan izin melakukan usaha dan / atau kegiatan wajib diumumkan.Tanpa suatu keputusan izin, setiap orang dilarang melakukan pembuangan limbah yang berasal dari luar wilayah Indonesia ke media lingkungan hidup Indonesia, setiap orang dilarang melakukan impor limbah bahan berbahaya dan beracun.

Konsep pelayan perizinan terpadu satu pintu tersebut telah diterapkan dalam ketentuan undang-undang penanaman modal No. 25 Tahun 2007 yang diatur dalam Bab XI pasal 25 dan 26 mengenai pengesahan dan perizinan perusahaan.

Pasal 25 : (1) penanam modal yang melakukan penanaman modal di Indonesia harus sesuai dengan pasal 5 UU ini.

(2) pengesahan pendirian badan usaha penanaman modal Dalam Negeri yang berbentuk badan hukum atau tidak berbadan hukum dilukikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan

(3) pengesahan pendirian badan usaha penanaman modal asing yang berbentuk perseroan terbatas dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(4) perusahaan penanaman modal yang akan melakukan kegiatan usaha wajib memperoleh izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dari instansi


(25)

yang memiliki kewenangan , kecuali ditentukan lain dalam undang-undang.

(5) izin sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diperoleh melalui pelayanan terpadu satu pintu.

Dalam Pasal 4 Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2008 tentang Pedoman Pemberian Insentif dan Pemberian Kemudahan Penanaman Modal di Daerah menyebutkan bahwa:

Pemberian kemudahan penanaman modal dalam bentuk percepatan pemberian perizinan sebagaimana dimaksud pada pasal 3 ayat (2) diselenggarakan melalui pelayanan terpadu satu pintu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.72

Dalam rangka untuk mengatasi kendala perizinan yang selama ini dirasakan menghambat masuknya investor untuk menanamankan modalnya di

Dalam rangka menarik investor sebesar-besarnya, Indonesia harus menyiapkan insentif yang baik dan lebih konprehensif. Insentif tersebut berupa penyederhanaan perizinan yang selama ini merupakan bagian yang menjadi momok mengerikan bagi investor, dimana perizinan yang berbelit dan terlalu panjang (kurang lebih 12 prosedur) yang pengurusannya memerlukan waktu selama 151 hari sampai dengan 180 hari. Lambatnya pegurusan izin investasi tersebut disebabkan karena birokrasi yang panjang. Rentang waktu yang dibutuhkan tersebut memakan waktu dua kali lebih lama dibandingkan dengan Negara-negara lain.

72

Peraturan Pemerintah. No. 45 Tahun 2008 tentang Pedoman Pemberian Insentif dan Pemberian Kemudahan Penanaman Modal di Daerah.


(26)

Indonesia, upaya yang dilakukan oleh pemerintah adalah dangan mempercepat dan memangkas waktu proses perizinan serta mengimplementasikan konsep one stop service centre.

Dalam izin melakukan usaha dan/atau kegiatan harus ditegaskan kewajiban yang berkenaan dengan penataan terhadap ketentuan mengenai pengelolaan lingkungan hidup yang harus dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dalam melaksanakan usaha dan/atau kegiatannya. Bagi usaha dan atau kegiatan yang diwajibkan untuk membuat atau melaksanakan analisis mengenai dampak lingkungan hidup, maka rencana pengelolaan dan rencana pemantauan lingkungan yang wajib dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan harus dicamtumkan dan dirumuskan dengan jelas dalam izin melakukan usaha dan/atau kegiatan. Misalnya kewajiban untuk mengolah limbah, syarat mutu limbah yang boleh dibuang ke dalam media lingkungan hidup, dan kewajiban yang berkaitan dengan pembuangan limbah, seperti kewajiban melakukan swapantau dan kewajiban untuk melaporkan hasil swapantau tersebut kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang pengendalian dampak lingkungan hidup.73

Apabila suatu rencana dan/atau kegiatan, menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku diwajibkan melaksanakan analisis dampak lingkungan hidup, maka persetujuan analisis mengenai dampak lingkungan tersebut harus diajukan bersama dengan permohonan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan.

73

Penjelasan Pasal 18 ayat (3) UU No. 23 Tahun 1997 tentang Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup.


(27)

BAB IV

ASPEK HUKUM PENANAMAN MODAL YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN

A. Penanaman Modal yang Berwawasan Lingkungan

Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No.25 Tahun 2007 menyebutkan Penanaman Modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia.

Dalam penjelasan bunyi pasal 3 ayat (1) angka 8 UU No. 25 Tahun 2007 disebutkan bahwa penanaman modal itu dilaksanakan berdasarkan asas berwawasan lingkungan, yang berarti bahwa penanaman modal yang dilakukan dengan tetap memperhatikan dan mengutamakan perlindungan dan pemeliharaan lingkungan hidup.

Menurut pasal 1 angka 3 UU No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (PLH) Pembangunan Berkelanjutan yang Berwawasan Lingkungan Hidup adalah upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.

Jadi ada 3 (tiga) unsur penting dalam prinsip pembangunan berwawasan lingkungan yaitu:

1) Penggunaan/pengelolaan sumber daya alam secara bijaksana; 2) Menunjang pembangunan yang berkesinambungan;


(28)

3) Meningkatkan mutu hidup.

Hal-hal penting dalam upaya mencapai penanaman modal yang berwawasan lingkungan dapat dilakukan dengan:

1) Kemitraan lokal menjadi kunci utama dalam mencapai penanaman modal berkelanjutan di suatu Negara. Hubungan antara perencana pembangunan pengelolaan lingkungan tidak dapat dilakukan terpisah dari strategi pembangunan lainnya.

2) Setiap Negara disarankan untuk menggali strategi penanaman modal dalam pembangunan yang berwawasan lingkungan sesuai dengan kondisi Negara masing-masing.

3) Aspek yang berkaitan dengan isu perdagangan, penanaman modal (investasi), dan hutang, khususnya mengenai penanaman modal dan sistem perdagangan yang lebih bebas dan terbuka memperolah dukungan yang positif.

4) Pentingnya keterpaduan pengambilan keputusan dalam pengelolaan lingkungan hidup.

5) Pendekatan penanaman modal dalam pembangunan yang berwawasan lingkungan dengan focus kepada peran serta masyarakat.

6) Penanaman modal yang berwawasan lingkungan perlu disesuaikan dengan kebijakan di bidang ekonomi dan lingkungan untuk mencapai tujuan penanaman modal yang berwawasan lingkungan.74

74

Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkungan, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2006), hal 24-25.


(29)

Jadi dapat di tarik kesimpulan bahwa Penanaman Modal yang Berwawasan Lingkungan merupakan segala bentuk kegiatan penanaman modal baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan dengan tetap memperhatikan dan mengutamakan perlindungan dan pemeliharaan lingkungan hidup melalui upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.

B. Manfaat Penanaman Modal yang Berwawasan Lingkungan

Menurut ketentuan Pasal 3 UULH berbunyi “pengelolaan lingkungan hidup berasaskan pelestarian kemampuan lingkungan yang serasi dan seimbang untuk menunjang pembangunan yang berkesinambungan bagi peningkatan kesejahteraan manusia.”75

75

Pasal 3 UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Penjelasan Pasal 3 UULH ini menyatakan pengertian pelestarian mengandung makna tercapainya kemampuan lingkungan yang serasi dan seimbang, dan peningkatan kemampuan tersebut. Hanya dalam lingkungan yang serasi dan seimbang dapat dicapai kehidupan yang optimal.

Dalam GBHN (1999-2004) dicantumkan bahwa, manfaat yang diperoleh dari pembangunan yang berwawasan lingkungan adalah:


(30)

1) Terlaksananya pengelolaan sumber daya alam dan terpeliharanya daya dukungnya terhadap pembangunan agar bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan rakyat dari generasi ke generasi.

2) Terlaksananya pemanfaatan potensi sumber daya alam dan lingkungan dengan melakukan konsevasi, rehabilitasi, dan penghematan penggunaan, dengan menerapkan tekhnologi ramah lingkungan.

3) Terdelegasinya secara bertahap wewenang pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam pelaksanaan pengelolaan sumber daya alam secara selektif dan pemeliharan lingkungan hidup sehingga kualitas ekosistem tetap terjaga.

4) Mendayagunakan sumber daya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup, pembangunan penanaman modal yang berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan budaya lokal, serta peñata ruang.

5) Terlaksananya penerapan indikator-indikator yang memungkinkan pelestarian kemampuan keterbaharuan dalam pengelolaan sumber daya alam yang dapat diperbaharui untuk mencegah kerusakan yang tidak dapat dibalik.

Tidak dapat dipungkiri kehadiran investor mempunyai manfaat yang luas baik dari investor dalam negeri maupun investor asing. Karena ekonomi negara yang hendak tumbuh berkelanjutan memerlukan modal terus menerus, maka penanaman modal merupakan pilar yang penting bagi pertumbuhan ekonomi


(31)

suatu negara. Manfaat yang di dapat dengan adanya penanaman modal bagi negara Indonesia adalah76

1) Penyediaan lapangan kerja :

2) Mengembangkan industri substitusi impor untuk menghemat devisa

3) Mendorong berkembangnya industri barang-barang ekspor non migas untuk mendapatkan devisa

4) Pembangunan daerah-daerah tertinggal 5) Alih tekhnologi.

Dengan demikian, penanaman modal sebagai salah satu dilematif pembiayaan pembangunan mampu menfasilitasi perkembangan ekonomi. Untuk itu, hanya dengan mendorong penanaman modal, pertumbuhan ekonomi terus dapat dipacu sehingga mampu mengimbangi kemampuan ekonomi negara lain.

Keberadaan penanaman modal disuatu negara terkait dengan adanya tuntutan untuk menyelenggarakan pembangunan nasional di negara tersebut. Umumnya kesulitan yang dihadapi dalam penyelenggaraan pembangunan nasional yang menitikberatkan pada pembangunan ekonomi meliputi kekurangan modal, kemampuan dalam hal tekhnologi, ilmu pengetahuan, pengalaman dan kemampuan/keterampilan. Hambatan tersebut umumnya dialami oleh negara berkembang, sebab setiap pembangunan nasional senantiasa bersifat multidimensional yang memerlukan sumber pembiayaan dan sumber daya yang cukup besar, baik yang bersumber dari dalam maupun luar negeri.

76


(32)

Guna meningkatkan pendapatan perkapita, dalam artian peningkatan kegiatan ekonomi dan taraf kesejahteraan masyarakat, salah satu sumber pembiayaan dan sumber daya yang dapat dimanfaatkan bagi kepentingan pembangunan nasional tersebut adalah penanaman modal yang terselenggara dalam berbagai bentuk penanaman modal baik domestik maupun asing.

Dengan memanfaatkan penanaman modal secara optimal akan dapat diupayakan keuntungan maksimal, sehingga pada gilirannya akan mampu melakukan pemupukan modal, memiliki peralatan modal, pengalaman, dan keterampilan secara mandiri. Hal ini sesuai dengan makna pembangunan ekonomi menurut GBHN dalam Bab III pola Umum Pembangunan Jangka Panjang.

“Pembangunan ekonomi mempunyai arti pengolahan kekuatan ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil melalui penanaman modal, penggunaan tekhnologi serta melalui penambahan kemampuan berorganisasi dan manajemen, maka selama Indonesia belum memiliki sendiri faktor-faktor tersebut, dapat dimanfaatkan potensi-potensi modal asing tekhnologi dan keahlian luar negeri sepanjang tidak mengakibatkan ketergantungan yang terus menerus serta tidak merugikan kepentingan nasional”.77

Dengan demikian arti penting penanaman modal bagi pembangunan ekonomi di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, pada dasarnya adalah untuk meningkatkan perekonomian nasional. Dengan kata lain, untuk meningkatkan kesempatan kerja, meraih tekhnologi, dan mempercepat pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

78

1. Meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi berkelanjutan; Pembangunan penanaman modal ditujukan untuk :

77

Jonker Sihombing, Op.Cit., hal. 13.

78


(33)

2. Meningkatkan keseimbangan investasi antarsektor;

3. Menciptakan lapangan kerja dan kesempatan berusaha produktif;

4. Meningkatkan kegiatan ekonomi, pendapatan masyarakat, pendapatan Negara, pendapatan daerah melalui iklim investasi yang mendukung pengembangan kelembagaan keuangan untuk meningkatkan investasi langsung maupun tidak langsung (port polio), serta lembaga keuangan yang sudah mengakar di masyarakat;

5. Peningkatan sumber daya manusia; 6. Mobilisasi dana masyarakat,serta 7. Percepatan proses alih tekhnologi.

Apabila merujuk kepada Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 maka dapat dilihat bahwa

C. Tanggungjawab Sosial dalam Lingkungan Penanaman Modal

Adapun yang menjadi dasar hukum dalam pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) adalah sebagai berikut:

1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tenang Perseroan Terbatas dalam Bab V pasal 74 ayat (1),(2),(3), dan (4);

2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dalam pasal 15 (b) dan pasal 34;


(34)

Pada Undang-Undang Nomor. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) dapat dilihat pada pasal 74 yang menyebutkan:79

(1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya dibidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan

(2) Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepetutan dan kewajaran.

(3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Hidup diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Penjelasan atas pasal 74 ayat (1) lebih lanjut menerangkan bahwa ketentuan ini bertujuan untuk tetap menciptakan hubungan perseroan yang serasi, seimbang dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat seeetempat. Yang dimaksud dengan “ perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya dibidang sumber daya alam” adalah perseroan yang kegiatan usahanya mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam. Yang dimaksud dengan “ perseroan yang kegiatan usahanya yang berkaitan dengan sumber daya alam” adalah perseroan yang tidak mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam, tetapi kegiatan usahanya berdampak pada fungsi kemampuan sumber daya alam.80

Penjelasan atas pasal 74 ayat (3) lebih lanjut menerangkan bahwa yang dimaksud dengan “dikenai sanksi dengan ketentuan peraturan perundang-undangan” adalah dikenai segala bentuk sanksi yang diatur dalam peraturan

79

Pasal 74 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

80


(35)

perundang-undangan yang terkait. Sedangkan penjelasan atas pasal 74 ayat (2) dan (4) adalah cukup jelas.

Pada Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) dapat dilihat pada:

1. Pasal 15

setiap penanam modal berkewajiban untuk:

a. menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik; b. melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan;

c. membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal dan

menyampaikannya kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal;

d. menghormati tradisi masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha penanaman modal;dan

e. mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan.81

2. Pasal 34

(1) Badan usaha atau usaha perseorangan sebagaimana dimaksud pada dalam pasal 5 yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana ditentukan dalam pasal 15 dan dikenai sanksi administratif berupa:

c. peringatan tertulis;

d. pembatasan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal; atau e. pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal.

(2) sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh instansi atau lembaga yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) selain dikenai sanksi administratif, badan usaha atau usaha perseorangan dapat dikenai sanksi lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) dapat dilihat pada bagian kata:

81


(36)

Pembangunan suatu negara bukan hanya tanggung jawab pemerintah saja, setiap insan manusia berperan untuk mewujudkan kesejahteraan sosial dan peningkatan hidup masyarakat. Dunia usaha berperan untuk mendorong petumbuhan ekonomi yang sehat dengan mempertimbangkan pula faktor lingkungan hidup. Kini dunia usaha tidak lagi hanya memperhatikan catatan keuangan perusahaan semata (Sustainable Development).82

Upaya tersebut secara umum dapat disebut sebagai Corporate Social Responsibility atau corporate citizenship dan dimaksudkan untuk mendorong dunia usaha lebih etis dalam menjalankan aktivitas agar tidak berpegaruh atau berdampak buduk pada masyarakat dan lingkungan hidupnya, sehingga pada Seiring dengan pesatnya perkembangan sektor dunia usaha sebagai akibat liberalisasi ekonomi, berbagai kalangan swasta, organisasi masyarakat, dan dunia pendidikan berusaha merumuskan dan mempromosikan tanggung jawab sosial sektor usaha dalam hubungannya dengan masyarakat dan lingkungan.

Namun saat ini, saat perubahan melanda dunia-kalangan usaha. Juga tengah dihimpit oleh berbagai tekanan, mulai dari kepentingan untuk meningkatkan daya saing, tuntutan untuk menerapkan corporate governance hingga masalah kepentingan stakeholder yang semakin meningkat. Oleh karena itu, dunia usaha perlu mencari pola-pola kemitraan (partnership) dan seluruh stakeholder agar dapat berperan dalam pembangunan, sekaligus meningkatkan kinerja agar tetap bertahan dan bahkan berkembang menjadi perusahaan yang mampu bersaing.

82


(37)

akhirnya dunia usaha akan dapat bertahan secara berkelanjutan untuk memperoleh mamfaat ekonomi yang menjadi tujuan di bentuknya dunia usaha.

Konsep tanggung jawab sosial perusahaan telah mulai dikenal sejak tahun1970an, yang secara umum diartikan sebagai kumpulan kebijakan dan praktek yang berhubungan dengan stakeholder, nilai, pemenuhan ketentuan hukum, penghargaan masyarakat dan lingkungan; serta komitmen dunia usaha untuk berkontribusi dalam pembangunan secara berkelanjutan. Corporate Social Responsibility (CSR) tidak hanya merupakan kegiatan karitatif83 perusahaan dan tidak terbatas hanya pada pemenuhan aturan hukum semata.84

Dengan masuknya program CSR sebagai bagian dari strategi bisnis, maka akan dengan mudah bagi unit-unit usaha yang berada dalam suatu perusahaan untuk mengimplementasikan rencana kegiatan dari program CSR yang

Masih banyak perusahaan tidak mau menjalankan peogram-program CSR karena melihat hal tersebut hanya sebagai pengeluaran biaya (cost centre). CSR memang tidak memberikan hasil keuangan dalam jangka pendek. Namun CSR akan memberikan hasil langsung maupun tidak langsung pada keuangan perusahaan pada dimasa mendatang. Dengan demikian apabila perusahaan melakukan program-program CSR lebih tepat apabila digolongkan sebagai investasi dan harus menjadi strategi bisnis dari suatu perusahaan.

83

Kegiatan karitatif merupakan suatu kegiatan yang bersifat keagamaan, tradisi dan adat-istiadat. Maksudnya adalah suatu kegiatan yang ditujukan untuk membangun, memajukan dan mendukung kegiatan keagamaan, tradisi dan adat-istiadat masyarakat sekitar. (www. Toprankblog. Com/2006/04/Tips-for-online-pr/

84

http:/businessenvironment. Wordpress.com/2008/10/01 program. Corporate responsibility (Blog Tentang Lingkungan Bisnis di Indonesia oleh Aditiawan Chandra “program corporate social responsibility yang berkelanjutan” 10 OKTOBER 2008 ) diakses pada Hari Minggu Tanggal 23 November 2008.


(38)

dirancangnya. Dilihat dari segi pertanggungjawaban keuangan atas setiap investasi yang dikeluarkan dari program CSR menjadi lebih jelas dan tegas, sehingga pada akhirnya keberlanjutan yang diharapkan akan dapat terimplementasikan berdasarkan harapan semua stakeholder.85

Corporate Social Responsibility adalah suatu konsep dimana organisasi-organisasi, terutama (tapi tidak selalu) perusahaan-perusahaan, memiliki suatu tanggung jawab untuk memperhatikan kepentingan-kepentingan dari pada consumer, para karyawan, pemegang saham, para masyarakat sekitar, dan kepedulian lingkungan hidup pada semua aspek kegiatan perusahaan mereka. Tanggung jawab ini seperti memperluas melebihi ketentuan tanggung jawab mereka untuk menuruti peraturan perundang-undangan.86

Schermerhorn (1993) memberi defenisi Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai suatu kepedulian organisasi bisnis untuk bertindak dengan cara

CSR sangat berhubungan erat dengan prinsip Sustainable Development (Pembangunan Berkelanjutan), dimana berpendapat bahwa perusahaan harus membuat keputusan berdasarkan tidak saja pada kegiatan finansial seperti keuntungan atau keuntungan saham, tetapi juga berdasarkan pada konsekuensi sosial dan lingkungan baik jangka pendek dan jangka panjang dari aktivitas-aktivitas mereka.

85

Timotheus Lesmana, “Implementasi Konsep Sustainable Development dalam program CSR” Majalah Lensa ETF Edisi 1 November 2006. hal. 4.

86


(39)

cara mereka sendiri dalam melayani kepentingan organisasi dan kepentingan publik eksternal.87

Corporate Social Responsibility (CSR) adalah suatu pendekatan dimana perusahaan mengintegrasikan kepedulian sosial dalam operasi bisnis mereka dan dalam integrasi mereka dengan para pemangku kepentingan (stakeholder) berdasarkan prinsip kesukarelaan dan kemitraan.

88

Sementara itu, Yanti Koestoer Direktur Eksekutif IBL, mendefenisikan CSR sebagai suatu strategi bisnis.”CSR merupakan suatu strategi bisnis yang melihat bahwa kepentingan bisnis jangka panjang dicapai dengan laba dan pertumbuhan, sejalan dengan kesejahteraan masyarakat, perlindungan lingkungan dan peningkatan hidup masyarakat”. Donasi sesaat kadang memang diperlukan tapi lebih baik melakukan prakara yang berkenjutan.89

Ide mengenai CSR sebagai sebuah tanggungjawab sosial perusahaan kini semakin diterima secara luas. Namun demikian, sebagai konsep yang masih relatif baru, CSR tetap masih controversial, baik untuk golongan pebisnis maupun akademis. Kelompok yang menolak mengajukan argument bahwa perusahaan adalah organisasi pencari laba dan bukan person atau kumpulan orang seperti halnya dalam organisasi sosial.

87

Jhon R. Schermerhorn. Management for productivity (New York : Jhon Wiley & Son 1993) hal. 42.

88

Mu’man Nuryana,”CSR dan kontribusi bagi pembangunan berkelanjutan”, makalah yang disampaikan pada diklat pekerja sosial induntri.balai besar pendidikan dan pelatihan sosial (BBPPKS) Bandung, Lembang 5 Desember 2005

89

http:/koalisi.org/detail.php?m (Koalisi Untuk Indonesia Sehat ),”CSR : lebih dari Sekedar Menyisihkan Dana”, Jum’at 23 Juni 2006. diakses Pada Hari Kamis 06 November 2008.


(40)

D. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup

Sejalan dengan tujuan pembaharuan dan pembentukan Undang-Undang Penanaman Modal, ketentuan pasal 3 ayat (1) UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal menetukan bahwa penanaman modal diselenggarakan berdasarkan asas yang salah satu diantaranya “Berwawasan lingkungan” yang berarti bahwa suatu kegiatan penanaman modal yang dilakukan harus tetap memperhatikan dan mengutamakan perlindungan dan pemeliharaan lingkungan hidup.90

Suasana kebatinan pembentukan Undang-Undang tentang Penanaman Modal Didasarkan pada semangat untuk menciptakan iklim penanaman modal yang kondusif sehingga undang-undang tentang penanaman modal mengatur mengenai keterkaitan pembangunan ekonomi dengan pelaku ekonomi kerakyatan yang diwujudkan dalam pengaturan mengenai pengembangan penanaman modal.

91

Dalam Pasal 18 ayat (3) huruf g Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang pengaturan mengenai fasilitas penanaman modal, disebutkan bahwa pemberian fasilitas kepada penanaman modal diberikan apabila memenuhi kriteria yang salah satunya adalah bahwa kegiatan penanaman modal yang dilaksanakan menjaga kelestarian lingkungan.

92

Bahwa dalam rangka melaksanakan pembangunan yang berwawasan lingkungan hidup sebagai upaya sadar dan berencana mengelola sumber daya

90

Penjelasan Pasal 3 ayat (1) huruf h Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Undang-Undang Penanaman Modal

91

Dhaniswara K. Harjono, Op.Cit., hal 145.

92

Pasal 18 ayat (3) huruf g UU No. 25 Tahun 2007 tentang Undang-Undang Penanaman Modal


(41)

secara bijaksana dalam pembangunan yang berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan dan mutu hidup,perlu dijaga keserasian berbagai usaha dan/atau kegiatan. Oleh sebab itu, usaha dan/atau kegiatan pada dasarnya menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup yang perlu dianalisis sejak awal perencanaannya sehingga langkah pengendalian dampak negatif dan pengembangan dampak positif dapat dipersiapkan sedini mungkin. Analisis mengenai dampak lingkungan hidup diperlukan bagi proses pengembalian keputusan tentang pelaksanaan rencana usaha dan/atau kegiatan yang mempunyai dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup.

Pengertian Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.93

1. Pengubahan bentuk lahan dan bentang alam

AMDAL merupakan bagian dari kegiatan studi kelayakan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan, yang mengenai hasil analisis mengenai dampak lingkungan digunakan sebagai bahan perencanaan pembangunan wilayah. Penyesunan amdal ini dapat dilakukan melalui pendekatan studi terhadap usaha dan/atau kegiatan bersfat tunggal, terpadu atau kegiatan dalam suatu kawasan. Usaha dan/atau kegiatan yang memungkinkan dapat menimbulkan dampak besa dan penting terhadap lingkungan hidup, meliputi :

93


(42)

2. Eksploitasi sumber daya alam baik yang terbaharui maupun yang tak terbaharui

3. Proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pemborosan, pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup serta kemerosotan sumber daya alam dalam pemamfaatannya.

4. Proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam, lingkungan buatan, serta lingkungan sosial dan budaya.

5. Proses dan kegiatan yang hasilnya akan dapat mempengaruhi pelestarian kawasan konservasi sumber daya alam dan/atau perlindungan cagar budaya.

6. Introduksi jenis-jenis tumbuh-tumbuhan, jenis hewan dan jasad renik; 7. Pembuatan dan penggunaan bahan hayati nonhayati;

8. Penerapan tekhnologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar untuk mempengaruhi lingkungan hidup;

9. Kegiatan yang mempunyai resiko tinggi, dan atau mempengaruhi pertahanan Negara.

Keterkaitan antara AMDAL dengan prisip pembangunan berwawasan lingkungan adalah merupakan suatu sistem analisa tentang sejauhmana dampak atau pengaruh yang timbul terhadap suatu kegiatan yang akan direncakanakan dan sistem ini didasarkan pada analisis dampak lingkungan.94

Pasal 15 undang-undang No. 23 tahun 1997 menyatakan bahwa setiap rencana yang diperkirakan mempunyai dampak penting terhadap lingkungan

94

Emil Salim, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, (Jakarta: Mutiara Sumber Jaya 1985),hal 175.


(43)

wajib diilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan AMDAL adalah hasil studi mengenai dampak suatu kegiatan terhadap lingkungan hidup yang dipergunakan bagi proses pengambilan keputusan.

Jadi, pejabat yang bertanggungjawab untuk memberi keputusan, boleh atau tidaknya suatu keputusan dilakukan berkaitan dengan pelestarian kemampuan lingkungan di dasarkan atas hasil studi AMDAL. Oleh karena ini merupakan dokumen yang sangat strategis dalam mencegah terjadinya perusakan atau pencemaran lingkungan hidup yang disebabkan oleh perbuatan manusia.

Di dalam AMDAL terkandung beberapa prinsip yang harus mendapatkan perhatian, yaitu :95

a. Suatu rencana kegiatan yang diperkirakan dampak penting terhadap lingkungan, baru dapat dilaksanakan setelah dipertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan, kegiatan ini baru di izinkan untuk dapat dilaksanakan setelah adanya persetujuan atas Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) oleh instansi-instansi yang bertanggungjawab.

b. AMDAL merupakan bagian dari proses perencanaan dan bagian dari studi kelayakan yang meliputi analisis teknis, analisis ekonomi dan analisis lingkungan.

c. Kriteria dan prosedur untuk menentukan apakah suatu kegiatan menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan hidup harus secara jelas dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan.

95

Gunawan Santoso, Analisis Dampak Lingkungan, (Yogyakarta: GadjahMada University 1987), hal 31-32.


(44)

d. Prosedur AMDAL harus mencakup tata cara penilaian yang tidak memihak (tercermin dalam susunan komisi AMDAL)

e. AMDAL bersifat terbuka terkecualimenyangkut rahasia Negara oleh karena itu mesyarakat secara luas harus diberitahukan mengenai hasil AMDAL ini.

f. Keputusan tentang AMDAL harus tertulis dengan mengemukakan dasar pertimbangan pengambilan keputusan (dokumen RKL dan RPL serta keputusan mengenai hal ini merupakan keputusan yang sangat penting dalam hal p-enegakan hukum).

g. Pelaksanaan AMDAL yang telah disetujui harus dipantau secara terus-menerus.

h. Penempatan AMDAL dilaksanakan dalam rangka Kebijakan Nasional Pengelolaan Lingkungan Hidup.

i. Untuk penerapan AMDAL dibutuhkan aparat yang memadai.

E. Konsistensi Kebijakan Pemerintah Terhadap Pelaksanaan Penanaman Modal di Indonesia

Dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang menjadi arah kebijaksanaan penanaman modal di tetapkan bahwa penanaman modal dimungkinkangkan pelaksanaannya di Indonesia dengan memenuhi berbagai persyaratan-persyaratan tertentu. Di samping itu, penanaman modal diarahkan untuk memperkuat tumbuhnya ekonomi nasional dalam rangka mendukung


(45)

tercapainyatujuan pembangunan nasional.96 Hal tersebut sejalan dengan uraian Sunaryati hartono yang mengatakan bahwa suatu pembahasan mengenai penanaman modal asing tidak dapat dilihat terlepas dari peranannyadi dalam pembangunan ekonomi dan rencana pembangunan (economic planning) karena penanamam modal asing hanya sebagai salah satu faktor saja dalam pembangunan ekonomi.97

Lemahnya koordinasi kelembagaan ditimbulkan karena ketidakjelasan tugas dan fungsi pokok masing-masing instansi dan juga dapat ditimbulkan oleh

Permasalahan daya saing investasi di Indonesia adalah inkonsistensi kebijakan, pengaturan, dan implementasi investasi, dimana mengenai tugas dan fungsi pokok Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), apakah sebagai one stop service centre dalam pelayanan perizinan dan fasilitas investasi ataukah hanya sebagai badan promosi investasi ? kondisi ini tidak hanya merupakan inkonsistensi, tetapi juga mencerminkan ketidakpastian yang membingungkan investor atau calon investor.

Disamping itu, juga rendahnya koordinasi diantara lembaga terkait baik antara sesama lembaga maupun antara instansi pemerintah pusat dan daerah, dimana mereka cenderung bertindak secara sektoral dan kadang-kadang mengundang kontroversi dan banyaknya kebijakan yang tidak relatif dalam implementasi serta terjadi kesenjangan antara kata dan perilaku aparatur pemerintah yang berakibat hilangnya kepercayaan masyarakat terutama dunia usaha.

96

Aminuddin Ilmar, Op Cit, hal 36.

97

Sunaryati hartono, Beberapa Masalah Transnasionaldalam Penanaman Modal Asing (PMA) DI Indonesia, (Bandung: Bina Cipta 1970), hal.1.


(46)

mekanisme koordinasi yang tidak berjalan baik. Seringkali terjadi kegagalan dalam koordinasi disebabkan oleh adanya pertimbangan subjektif yang berlatar belakang kepentingan politis dan ekonomi.

Dalam rangka meningkatkan daya saing investasi agar dapat menarik masuknya ke Indonesia sebanyak mungkin, kelemahaan koordinasi antara instansi terkait tersebut perlu diperbaiki dengan cara meningkatkan sinkronisasi dan koordinasi kelembagaan baik di tingkat pusat maupum daerah ditingkat daerah. Disamping itu, perlu dilakukan penataan secara menyeluruh (reformasi) terhadap aparatur negara (civil service reform) serta reformasi pelayanan publik (public sevice reform).

Koordinasi yang harmonis di antara instansi yang berkaitan dengan efektivitas sistem hukum akan dapat berjalan dengan baik apabila ada kejelasan tugas pokok dan fungsi serta kewenangan dari masing-masing institusi. Sehingga tidak terjadi duplikasi dan bahkan konflik. Hal ini karena fungsi koordinasi adalah menyangkut kejelasan pola pelayanan terpadu serta pembagian kerja dan kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Untuk itu, diperlukan mekanisme koordinasi yang dipahami dan mengikat bagi instansi terkait, misalnya menyangkut masalah promosi investasi, perizinan, fasilitas investasi dan lain-lain.

Dari segi kepentingan investor, tertibnya koordinasi diantara instansi-instansi terkait akan memberikan kejelasan kepastian dalam pemenuhan kewajiban mereka dan menciptakan efisiensi berusaha, dimana hal ini tentunya memberikan dampak yang positif bagi iklim investasi. Penerbitan koordinasi


(47)

kelembagaan mencakup aspek : sinkronisasi wewenang dan tingkatkan kerja sama antarlembaga.

Atas dasar pertimbangan tersebut, Undang-Undang Penanaman Modal Nomor 25 Tahun 2007 mengatur koordinasi dan kebijakan Penanaman Modal yang termuat dalam Bab XII, pasal 27 yang menyatakan bahwa :

1) pemerintah mengoordianasikan kebijakan penanaman modal, baik koordinasi antarinstansi pemerintah, antara instansi pemerintah dengan Bank Indonesia, antara instansi pemerintah dengan daerah, maupun antarpemerintah daerah.

2) Koordinasi kebijakan penanaman modal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh BKPM

3) BKPM sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipimpin oleh seorang kepala dan bertanggungjawab kepada presiden.

4) Kepala BKPM sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diangkat dan diberhentikan oleh presiden.

Dari ketentuan ayat (1) tersebut, dalam rangka investasi, pemerintah mengoordinasikan kebijakan penanaman modal, baik antarinstansi pemerintah, pemerintah dengan Bank Indonesia, pemerintah dengan daerah maupun antarpemerintah daerah. Koordinasi tersebut sangat diperlukan mengingat dalam rangka reformasi, terdapat kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 jo. Undang-Undang Nomor 12 tahun 2008 tentang Pemerintahan daerah, dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor


(48)

33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Kebijakan tersebut telah mengubah penyelenggaraan pemerintahan, dari yang sebelumnya bersifat terpusat menjadi terdesentralisasi yang meliputi penyerahan kewenangan pemerintah pusat kepada daerah (kecuali, politik luar negeri, pertahanan, peradilan, agama, fiskal moneter, dan kewenangan lainnya) serta perubahan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah.

Sejak diterapkan kebijakan desentralisasi dam otonomi daerah tersebut, ternyata masih terdapat permasalahan dalam pelaksanaan yang secara tidak langsung maupu langsung sangat berpengaruh terhadap investasi yaitu terhadap birokrasi perizinan penanaman modal. Permasalahan yang dijumpai sebagaimana yang dalam RPJMN tahun 2004-2009 mengenai revitalisasi desentralisasi dan otonomi daerah adalah :

1) belum jelasnya pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah;

2) berbedanya persepsi para pelaku pembangunan terhadap kebijakan desentralisasi dan otonami daerah;

3) masih rendahnya kerjasama antarinstansi pemerintah;

4) belum terbentuknya kelembagaan pemerintah daerah yang efektif dan efisien;

5) masuh terbatas dan rendahnya kapasitas pemerintah daerah; 6) masih terbatas kapasitas keuangan daerah

7) pembentukan daerah otonom baru (pemekaran wilayah) yang masih belum sesuai dengan tujuannya.


(49)

Permasalahan desentralisasi dan otonomi daerah pemerintah daerah tersebut sangat erat pengaruhnya terhadap masuknya investasi di Indonesia mengingat dalam Undang-Undang Penanaman Modal, UU No. 25 Tahun 2007, pemerintah menerapkan pelayanan terpadu satu pintu dalam pemberian perizinan penanaman modal yang bertujuan untuk membantu penanam modal dalam memperoleh kemudahan pelayanan

Selanjutnya, dalam ketentuan pasal 26 ayat (2) dikatakan bahwa pelayanan terpadu satu pintu tersebut dilakukan oleh lembaga atau instansi yang berwenang dibidang penanaman modal yang mendapat pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari lembaga yang memiliki kewenangan perizinan dan nonperizinan ditingkat pusat atau lembaga atau instansi yang berwenang mengeluarkan perizinan dan nonperizinan di propinsi atau kabupaten/kota.

Untuk itu, perlu adanya koordinasi yang sinergis antar lembaga, antarpemerintah dan antarpemerintah pusat dan daerah serta antarpemerintah daerah. Untuk mengatur koordinasi pelaksanaan kebijakan penanaman modal termasuk perizinan, menurut pasal 27 ayat (2) diserahkan kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang dalam melaksanakan tugas dan fungsinya serta pelayanan terpadu satu pintu menurut pasal 29 Undang-Undang No. 25 Tahun 2007, harus melibatkan perwakilan secara langsung dari setiap sektor dan daerah terkait dengan pejabat yang mempunyai kompetensi dan kewenangan.


(50)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan oleh penulis yang menjelaskan tentang aspek hukum penanaman modal yang berwawasan lingkungan, maka penulis mengambil kesimpulan dan saran tentang penanaman modal yang berwawasan lingkungan sebagai berikut:

1. Penanaman Modal yang Berwawasan Lingkungan merupakan segala bentuk kegiatan penanaman modal baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan dengan tetap memperhatikan dan mengutamakan perlindungan dan pemeliharaan lingkungan hidup melalui upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.

2. Unsur yang merupakan bagian dari penanaman modal yang berwawasan lingkungan:

a. Penggunaan/pengelolaan sumber daya secara bijaksana;

Bahwa dalam rangka mendaya gunakan dan mengelola sumber daya alam untuk memajukan kesejahteraan umum seperti diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan untuk mencapai kebahagiaan hidup berdasarkan Pancasila, perlu dilaksanakan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup berdasarkan kebijaksanaan nasional


(51)

yang terpadu dan menyeluruh dengan memperhitungkan kebutuhan generasi masa kini dan generasi masa depan.

b. Menunjang pembangunan berwawasan lingkungan;

Bahwa penyelenggaran pengelolaan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup harus didasarkan pada norma hukum dengan memperhatikan tingkat kesadaran masyarakat dan perkembangan lingkungan global serta perangkat hukum internasional yangberkaitan dengan lingkungan hidup.

c. Meningkatkan mutu hidup baik generasi masa kini dan generasi masa depan;

Bahwa pengelolaan lingkungan hidup untuk melestarikan dan mengembangkan kemampuan lingkungan hidup yang serasi, selaras, dan seimbang guna menunjang terlaksananya pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup. Serta pemanfaatan pembangunan secara terus menerus untuk meningkatkan kesejahteraan dan mutu hidup yang sesuai dengan daya dukung lingkungan.

3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 merupakan Undang-Undang tentang penanaman modal yang benar-benar memperhatikan masalah lingkungan hidup yang mana hal ini dapat dilihat dari :

a. Pasal 3 ayat (1)

Dalam penjelasan bunyi pasal 3 ayat (1) angka 8 Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 disebutkan bahwa penanaman modal itu dilaksanakan berdasarkan asas berwawasan lingkungan, yang berarti bahwa penanaman


(52)

modal yang dilakukan dengan tetap memperhatikan dan mengutamakan perlindungan dan pemeliharaan lingkungan hidup.

b. Pasal 16 huruf d

Dalam Pasal 16 huruf d Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dinyatakan setiap penanaman modal bertanggung jawab menjaga kelestarian lingkungan hidup.

c. Pasal 18 ayat (3) huruf g

Dalam Pasal 18 ayat (3) huruf g Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang pengaturan mengenai fasilitas penanaman modal, disebutkan bahwa pemberian fasilitas kepada penanaman modal diberikan apabila memenuhi kriteria yang salah satunya adalah bahwa kegiatan penanaman modal yang dilaksanakan menjaga kelestarian lingkungan.

d. Disisi lain dapat juga dilihat dengan adanya penentuan Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal, Jadi dengan merujuk kepada ketentuan-ketentuan tersebut jelaslah bahwa Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 memperhatikan aspek lingkungan yang berkelanjutan.

B. Saran

Dengan melihat kesimpulan diatas, penulis memberikan saran yaitu:

1. Pemerintah diharapkan harus tetap konsisten terhadap visi dan misi pembangunan nasional tanpa mengesampingkan hal-hal yang berkaitan


(53)

dengan lingkungan hidup sekalipun bahwa penanaman modal memang sangat dibutuhkan dalam rangka mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. 2. Hendaknya pemerintah sebagai pembuat kebijakan harus mampu memperbaiki

kesalahan-kesalahan yang berkaitan dengan penanaman modal pada masa lalu yang berakibat terganggunya fungsi lingkungan hidup karena malihat kepentingan sementara.

3. Pemerintah diharapkan terus berupaya menggalakkan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan pembangunan nasional yang sinkron dengan mutu lingkungan hidup.


(54)

BAB II

TINJAUAN HUKUM PENANAMAN MODAL DI INDONESIA A. Pengertian dan Jenis-Jenis Penanaman Modal

Sebelum berlakunya Undang-Undang No. 25 Tahun 2007, keberadaan penanaman modal dalam negeri diatur dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri. Menurut ketentuan undang-undang tersebut, penanaman modal dalam negeri adalah penggunaan modal dalam negeri (yang merupakan bagian dari kekayaan masyarakat Indonesia termasuk hak-haknya dan benda-benda baik yang dimiliki oleh Negara maupun swasta nasional atau swasta asing yang berdomisili di Indonesia yang disisihkan /disediakan guna menjalankan usaha sepanjang modal tersebut tidak diatur dalam Pasal 2 UU No. 1 Tahun 1967) bagi usaha-usaha yang mendorong pembangunan ekonomi pada umumnya.21

Dalam Undang-Undang Penanaman Modal No.25 Tahun 2007 tidak mengadakan pembedaan antara penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal asing. Oleh karena itu, undang-undang tersebut mengatur mengenai kegiatan penanaman modal, baik penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri dan tidak mengadakan pemisahaan undang-undang secara khusus, seperti halnya undang-undang penanaman modal terdahulu yang terdiri dari dua undang-undang, yaitu Undang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang Penanaman Modal Dalam Negeri.22

21

Dhaniswara K. Harjono,Hukum Penanaman Modal, .(Jakarta: PT RadjaGrafindo Persada, 2007), hal.122-123.

22


(55)

Menurut ketentuan Pasal 1 ayat (1) UU No. 25 Tahun 2007 menyebutkan bahwa penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia.23

Menurut Komaruddin, yang dikutip oleh Pandji Anoraga merumuskan penanaman modal dari sudut pandang ekonomi dan memandang investasi sebagai salah satu faktor produksi disamping faktor produksi lainnya, pengertian investasi dapat di bagi menjadi tiga,yaitu:24

1. Suatu tindakan untuk membeli saham, obligasi atau suatu penyertaan lainnya;

2. Suatu tindakan memberi barang-barang modal;

3. Pemamfaatan dana yang tersedia untuk produksi dengan pendapatan di masa mendatang.

Selain pembagian penanaman modal yang di kenal dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, yaitu yang membagi penanaman modal dengan penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri, kegiatan penanaman modal pada hakikatnya dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu sebagai berikut:

1. Investasi langsung (direct invesment) atau penanaman modal jangka panjang

Investasi lansung di Indonesia saat ini diatur dalam UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang memperbaharui ketentuan

perundang-23

Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang UUPM.

24

Pandji Anoraga, Perusahaan Multi Nasional Penanaman Modal Asing, (Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1995), hal 57.


(56)

undangan yang menyangkut investasi asing sebelumnya. UU tersebut mengatur baik investasi yang dilaksanakan oleh investor dalam negeri maupun investasi yang dilaksanakan oleh investor asing.25

Dalam konteks ketentuan Undang-Undang Penanaman Modal, pengertian penanaman modal hanya mencakup penanaman modal secara langsung. Penanaman modal adalah ”segala bentuk kegiatan menanamkan modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia.”Investasi secara langsung ini karena dikaitkan dengan adanya keterlibatan secara langsung dari pemilik modal dalam kegiatan pengelolaan modal.

26

Sornarajah yang dikutip oleh Ida Bagus Rahmadi Supanca merumuskan investasi dengan, “involves the transfer of tangible or intangible assets from one country into another for the purpose of their use in that country to guarantee wealth under the total or partial control of the owner of the assets.”27

Investasi langsung ini dapat dilakukan dengan mendirikan perusahaan patungan (joint venture company) dengan mitra lokal, melakukan kerja sama operasi (joint operation scheme) tanpa membentuk perusahaan baru; mengonversikan pinjaman menjadi penyertaan mayoritas dalam perusahaan local, memberikan bantuan teknis dan manajerial (technical and management assistence) maupun dengan memberikan lisensi.28

25

Ibid. hal 12.

26

Ida Bagus Rahmadi Supanca, Kerangka Hukum &Kebijakan Investasi Lansung di Indonesia, (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2006), hal. 53.

27

Ida Bagus Rahmadi Supanca, Op.Cit., hal 79.

28


(57)

Mengenai investasi langsung oleh pihak asing, Ismail Suny menyebutkan sebagai berikut :

Investasi asing dalam bentuk direct Invesment khususnya mengenai pendirian/pembentukan suatu perusahaan baru, agak berbeda halnya, karena ptoyek yang bersangkutan tidak hanya harus memenuhi syarat formal, tetapi pula syarat-syarat materiil. Dengan syarat formil dimaksudkan di sini bahwa harus dipenugi ketentuan-ketentuan peraturan dari Negara yang berdsangkutan, sedangkan syarat materiil itu adalah dalam arti bahwa proyek itu akan dapat memenuhi kegunaan ekonomi Negara.29

a. pada investasi tak langsung, pemegang saham tidak memiliki kontrol pada pengelolaan perseroan sehari-sehari.

2. Investasi Tak Langsung (Indirect Invesment) atau Portofolio Invesment

Investasi tak langsung pada umumnya merupakan penanaman modal jangka pendek yang mencakup kegiatan transaksi di pasar modal dan di pasar uang. Penanaman modal ini disebut dengan penanaman modal jangka pendek karena pada umumnya, jual beli saham atau mata uang dalam jangka waktu yang relatif singkat tergantung kepada fluktuasi nilai saham dan/atau mata uang yang hendak mereka jual belikan.

Perbedaan antara investasi langsung dengan investasi tidak langsung adalah sebagai berikut:

b. Pada investasi tak langsung, biasanya resiko ditanggung sendiri oleh pemegang saham sehingga pada dasarnya tidak dapat menggugat perusahaan yang menjalankan kegiatannya.

29

Ismail Suny, Tinjauan dan Pembahasan UU Penanaman modal Asing &Kredit Luar Negeri, (Jakarta: Penerbit Pradnya Paramita, 1972), hal 17.


(58)

c. Kerugian pada investasi tidak lansung, pada umumnya tidak dilindungi oleh hukum kebiasaan Internasional.30

Menurut Jonker S, jenis-jenis penanaman modal dibedakan yaitu :

1. investasi langsung (Direct Invesment), yakni investasi yang dilaksanakan dengan kepemilikan proyek yang kelihatan wujudnya, kajian mengenai resiko dan hasil yang diterima dari investasi tersebut dilakukan melalui studi kelayakan investasi yang menyangkut semua aspek-aslek keuangan, aspek ekonomi/sosial, aspek pemasaran, aspek teknis/produksi, aspek hukum serta aspek organisasi dan menajemen.

2. investasi tidak langsung (Indirect Invesment), yakni investasi yang dilakukan dengan membeli surat-surat berharga yang diterbitkan oleh perseroan ataupun yang diterbitkan oleh Olter ego dari pemerintah, kajian mengenai resiko dan hasil yang diterima dari investasi dimaksudkan dilakukan melalui analisis atas data-data yang berkaitan dengan portofolio investasi yang diminati, data-data tersebut didapatkan dari emiten maupun sumber-sumber lainnya.31

merupakan suatu bentuk penanaman modal secara langsung. Dalam hal ini pihak investor langsung terlibat aktif dalam kegiatan pengelaolaan usaha dan bertanggungjawab secara langsung apabila terjadi suatu kerugian.

Secara umum dikenal ada dua macam penanaman modal yaitu : 1. Penanaman modal secara langsung (Direct Invesment)

30

Ibid. hal. 13.

31

Jonker Sihombing, Investasi Asing Melalui Surat Utang Negara di Pasar Modal, (Bandung: Penerbit PT. Alumni, 2008), hal, 160.


(1)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan berkah, rahmad dan hidayahNya berupa karunia kesehatan dan ilmu pengetahuan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini guna melengkapi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Adapun judul skripsi penulis adalah “ASPEK HUKUM PENANAMAN MODAL YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN”.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah berusaha sebaik mungkin namun karena keterbatasan yang dimiliki, penulis menyadari masih banyak kekurangan baik dari penyajian materi maupun penyampaiannya. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran bagi berbagai pihak guna memberikan masukan demi kesempurnaan skripsi ini.

Dalam masa penulisan skripsi ini penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulis banyak sekali menerima bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Runtung Sitepu, SH, M. Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(2)

2. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH, M. Hum selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syariffudin Hasibuan, SH, DFM, MH selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Muhammad Husni, SH, M. Hum selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, SH. M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah bersedia dengan teliti memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi tersebut. 6. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M. Hum selaku Dosen Pembimbing I

yang telah bersedia dengan teliti memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.

7. Bapak Dr. Mahmul Siregar, SH, M. Hum selaku Dosen Pembimbing II yang telah bersedia dengan teliti memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.

8. Ibu Rafiqoh Lubis, SH, M. Hum selaku dosen penasehat akademik penulis. 9. Seluruh dosen dan staf pengajar yang telah memberikan bimbingan selama

dalam perkuliahan.

10.Dan semua teman-teman yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu (makasih atas bantuannya).


(3)

Wa bil khusus, Penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Orangtua No.1 di dunia Ayahanda Marah Halim Nasution dan Ibunda Masgabe Lubis. Bersyukur atas limpahan cinta, kasih sayang, perlindungan, pengorbanan, perjuangan, dan doa. Sungguh, hanya surgalah yang pantas menjadi ganjarannya.

Akhirnya sembari mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmad dan karuniaNya, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat baik bagi penulis sendiri maupun bagi para pembaca dan dapat digunakan untuk kemajuan bangsa dan negara.

Medan, Desember 2008


(4)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR………... i

DAFTAR ISI……….. iv

ABSTRAKSI……….. vi

BAB I PENDAHULUAN……….. 1

A. Latar Belakang………... 1

B. Perumusan Masalah………... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian……….. 8

D. Keaslian Penelitian……….…… 9

E. Tinjauan Kepustakaan……… 9

F. Metode Penelitian………..… 12

G. Sistematika Penelitian……… 15

BAB II TINJAUAN HUKUM PENANAMAN MODAL DI INDONESIA ………. 18

A. Pengertian dan Jenis-Jenis Penanaman Modal………… 18

B. Asas dan Tujuan Penanaman Modal……..………….. 23

C. Bidang-Bidang Usaha yang Tertutup Bagi Penanaman Modal………...………. 26

D. Hak, Kewajiban dan Tanggung Jawab Penanam Modal ...……… 32

BAB III PENANAMAN MODAL DAN LINGKUNGAN HIDUP………. 37

A. Perkembangan Penanaman Modal di Indonesia……… 37

B. Dampak Negatif Kegiatan Penanaman Modal Terhadap Lingkungan Hidup….……… 44


(5)

C. Pembangunan Berwawasan Lingkungan……...………. 49

D. Sistem Perizinan dan Kaitannya dengan Lingkungan Hidup………...……….. 54

BAB IV ASPEK HUKUM PENANAMAN MODAL YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN……….. 59

A. Penanaman Modal yang Berwawasan Lingkungan.….. 59

B. Manfaat Penanaman Modal yang Berwawasan Lingkungan……… 61

C. Tanggung Jawab Sosial dalam Lingkungan Penanaman Modal……… 65

D. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan…….……… 72

E. Konsistensi Kebijakan Pemerintah Terhadap Pelaksanaan Penanaman Modal di Indonesia...……… 76

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………. 82

A. Kesimpulan……… 82

B. Saran……….. 84


(6)

ABSTRAKSI *) Samsiruddin **) Budiman Ginting ***) Mahmul Siregar

Penanaman modal merupakan segala kegiatan menanamkan modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia. Kendatipun kegiatan penanaman modal ini sangat diperlukan untuk membiayai pembangunan, akan tetapi dalam pelaksanannya harus tetap memperhatikan aspek-aspek perlindungan terhadap lingkungan hidup yang bukan saja diperlukan untuk masa sekarang tetapi untuk kepentingan generasi mendatang yang kesemuaannya akan dapat terlaksana dengan adanya perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan dalam bidang penanaman modal.

Pokok permasalahan dalam skripsi ini adalah apa yang dimaksud dengan penanaman modal yang berwawasan lingkungan, unsur apa saja yang merupakan bagian dari penanaman modal yang berwawasan lingkungan, serta apakah Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 telah memperhatikan aspek lingkungan hidup dalam pelaksanaannya. Pokok permasalahan tersebut diteliti dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif. Pengumpulan data dilakukan dengan tehnik studi pustaka dan dianalisis dengan metode kwalitatif, dalam Undang-Undang Penanaman Modal ditentukan bahwa Investor, baik domestik maupun asing yang melakukan kegiatan investasinya di Indonesia, dalam pelaksanannya disarankan dilakukan dengan memperhatikan kriteria atau aspek Lingkungan Hidup.

Pada dasarnya terhadap pelaksanaan penanaman modal yang ada di Indonesia dilaksanakan berdasarkan peraturan Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 dan peraturan perundang-undangan lain yang relevan. Tujuan yang dapat dalam penerapan asas berwawasan lingkungan dalam penanaman modal adalah terlaksananya pembangunan yang berkesinambungan bagi peningkatan kesejahteraan manusia. Serta dengan diterapkannya penanaman modal yang berwawasan lingkungan secara optimal, akan dapat terciptanya masyarakat yang sejahtera yang peduli akan kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan.