Kemasan Birokrasi Neopatrimonial Orde Baru

kegiatan bisnis tergantung pada kemampuan unyuk memperoleh konsesi, kredit,dan lisensi. Disini, pembinaan hubungan pribadi dengan para pejabat sangat menentukan.

3. Kemasan Birokrasi Neopatrimonial Orde Baru

Fenomena “perekonomian magersari” dalam era Orde Baru terbungkus dalam birokrasi yang cenderung berciri paternalistik atau patrimonial. paternalisme berarti perlindungan dan pengawasan seperti terhadap sejumlah kecil anak oleh seorang ayah, yang dilakukan pemerintah atas yang diperintah, oleh seorang majikan terhadap pekerja-pekerja atau hubungan-hubungan yang lainnya. Hanya karena kemasan baru yang agak modern dibandingkan dengan zaman feodalis, muncullah istilah birokrasi neo-patrimonial. neopatrimonialisme adalah rezim birokrasi yang seolah-olah modern yang didasarkan kewibawaan tradisional yang paternalistik. Dapat digarisbawahi, perekonomian magersari dalam kemasan birokrasi patrimonial, menimbulkan banyak problem yang bersumber pada moral hazard yang amat serius. Perekonomian cenderung paternalistik sebagaimana kekuasaan itu sendiri, proses demokratisasi, termasuk dibidang ekonomi, menjadi macet karena terbentur banyak hambatan. Informasi atau ide yang berasal dari atasan selalu dianggap benar. Maka suburlah sikap segan yang terlalu berlebihan atau budaya sungkan dalam masyarakat, apabila harus mengoreksi atau menyanggah pendapat atasan. Mekanisme check and balance terhadap kekuasaan, termasuk dibidang ekonomi tidak dapat berjalan secara sempurna. Menurut Richard Robison 1978, kapitalisme produk birokrasi patrimonial tidak mengenal pemisahan yang jelas antara fungsi produksi dan kepentingan pribadi. inilah yang memunculkan istilah “kapitalisme birokrasi”. Fenomena ini terwujud di Indonesia melalui kombinasi antara jabatan birokrasi dan kegiatan ekonomi yang bersifat informal dan tidak langsung dengan klien yang dependen. 33 Money laundering alias pencucian uang yang banyak dilakukan oleh para penguasa ataupun pengusaha yang korupsi serta gembong narkotika kelas dunia. Mereka melakukannya dengan harapan agar uang hasl korupsi atau penjualan obat terlarang itu tidak terdeteksi oleh pihak yang berwajib. Istilah money laundering Istilah praktek ekonomi magersari pada dasarnya mengacu pada konstruksi gabungan dari ciri-ciri kapitralisme birokrat, kapitalisme industri, serta kapitalisme kroni. Penguasaha membagikan hak-hak atau konsesi penggarapan lahan hutan, perkebunan, atau lahan industri tertentu kepada klien-nya. Klien ini bisa datang dari anggota keluarga, bisa juga dari teman dekat pengusaha. tidak mengherankan bila monopoli, oligopoli dan tertutupnya pasar banyak terdapat pada bidang-bidang bisnis yang dijalankan oleh Soeharto. Fenomena perekonomian magersari membuat dunia bisnis dan kekuasaan terlibat dalam transaksi-transaksi yang tidak semata-mata bernuansa material. Adapula Take and Give secara sosial, bahkan spritual. Dan terdapat hubungan yang saling tergantungan antara penguasa dan pengusaha. Dan saling ketergantungan itu membuat bisnis dan kekuasaan ibarat dua sisi dari sekeping mata uang. 33 Indra Ismawan, Harta Dan Yayasan Soeharto, Jakarta: PT. Buku Kita, 2007. Hal: 99. sendiri sudah cukup lama beredar, minimal sejak sebelum Perang Dunia II, namun baru populer ketika interpol mengusut pemutihan uang mafia Amerika Serikat pertengahan dekade 1980-an. Kasus terkenal dengan nama Pizza Connection ini melibatkan uang sekitar US600 juta yang disalurkan ke bank Swiss dan Italia. Sesuai dengan namanya, usaha pemutihan ini melibatkan ratusan restoran pizza yang tersebar luas di Amerika Serikat. 34 Kedua perusahaan ini menjadi klien perusahaan pengelola investasi C. Perusahaan C menginvestasikan uang perusahaan A dan B ke transaksi derivatif Secara umum money laundering terdiri dari beberapa tahap: tahap pengumpulan dan penempatan uang haram ke berbagai aset instrumen investasi, tahap pengelabuhan, tahap pengumpulan kembali, dan tahap pembagian keuntungan. Kunci keberhasilan pemutihan uang adalah melewatkan uang haram tersebut melalui sederetan transaksi finansial yang rumit agar asal-usulnya sulit ditelusuri. Para pencuci uang haram biasanya menggunakan instrumen sekuritas derivatif. Sekuritas derivatif adalah sekuritas yang nilainya bergantung pada aset lain. Contoh sekuritas yang nilainya bergantung pada aset lain. Contoh sekuritas derivatif adalah kontrak opsi options, kontrak berjangka futureforward contracs, dan swaps. Setelah melalui beberapa proses yang relatif standar, seperti meminta kredit dari sebuah bank dengan jaminan deposito uang haram di bank tersebut, uang berbentuk kredit tersebut digunakan untuk mendirikan dua perusahaan “halal” A dan B. Perusahaan A dibuat memiliki modal awal yang cukup besar, perusahaan B dengan modal awal lebih kecil. 34 Ibid, Hal: 136. misalnya perdagangan berjangka valuta asing atau valas dengan posisi berlawanan long atau beli dan posisi short atau jual. Posisi long akan untung rugi bila harga valas naik turun, sebaliknya posisi short akan untung rugi bila harga valas turun naik. Oleh perusahaan C dibuat sedemikian rupa sehingga posisi yang mengalami kerugian dibebankan kepada perusahaan A, dan perusahaan yang untung di alokasikan kepada perusahaan B. Dengan demikian, oleh orang luar terlihat bahwa perusahaan A bangkrut gara-gara derivatif sedangkan B mendapat durian runtuh dengan kejadian tersebut. Bagi para pemutih uang, transaksi derivatif sangat ampuh dan hemat waktu. Keuntungan dan kerugian yang sangat besar dapat diatur atau diadakan dalam tempo sekejap dengan hitungan menit atau pun detik tanpa mengundang kecurigaan orang luar. Untung rugi yang besar dalam tempo sekejap memang merupakan hal yang basah dalam transaksi derivatif. Menurut L. Murbandono Hs., ada 3 tahap teknik yang bukan merupakan suatu rahasia lagi bagi orang-orang yang terkait didalamnya, yaitu: 35 Pertama, Teknik tahap setor alias placement. Tahap ini sangat sederhana, tetapi paling menentukan. Pelaku cuma setor uang secara tunai di bank-bank domestik, yang biasanya disebar ke sebanyak mungkin bank. Tindakan ini umumnya dikombinasikan dan atau diikuti setor atau bayar sesuatu ke badan keuangan lain, baik secara formal atau informal. Jika uang haram itu masih banyak, akan dilarikan ke badan-badan keuangan luar 35 Ibid, Hal: 138-139. negeri. Dan bila dengan cara tersebut belum habis juga, maka uang haram tersebut selain buat sesuka hati, juga akan dibeli sebanyak- banyaknya berlian, real-estate, kastil, dan 1001 benda bernilai tinggi lainnya, yang kelak dapat dijual lagi lewat cek dan atau transfer bank. Kedua, Teknik tahap “kue lapis” alias layering. Yang terjadi di sini memang seperti membuat kue lapis. Berbagai transaksi finansial memang dibuat berlapis-lapis hingga tampak ruwet bagi mata yang tidak suka ribut. Targetnya ialah untuk memisahkan transaksi dengan sumber asal mengelabui kerja-kerja pengauditan. Teknik layering menggunakan cara transfer lewat telepon dari cash-tersetor dan atau konversi cash-tersetor ke berbagai instrumen moneter semacam bonds obligasi, traveler checque cek wisata dan lain-lain. Contoh lain adalah menjual kembali instrumen moneter dan benda-benda berharga yang sudah terbeli. Juga, investasi di realestate dan berbagai bisnis legal khususnya di sektor wisata dan hiburan sampai-sampai pengeboran minyak lepas pantai. Ketiga, Teknik tahap pemberesan alias integration. Berkat dua tahap sebelumnya, segala harta-akses-modal mulai luntur kadar haramnya. Maka pada tahap pemberesan, mereka direkayasa lebih jauh, agar keharaman itu lenyap total. Kejahatan “pencucian uang” sudah ada sejak manusia kenal uang. Upaya penanggulangan kejahatan tersebut sebenarnya telah diformalkan menjadi kesepakatan global dan regional. Misalnya dalam Konvensi Wina tahun 1988, Komite Basle 1988, Konvensi Dewan Eropa 1990, Dewan Masyarakat Eropa 1991, dan Resolusi 1992 IOSCO The International Organization of Securities Commision. Yang cukup besar dan relatif baru adalah deklarasi pada konfrensi dunia tingkat menteri “Kejahatan Transnasional Terorganisasi” di Napoli, Italia pada 1994. Deklarasi Napoli ini mengusulkan prioritas nasional dan internasional yang lebih besar dalam menanggulangi kejahatan terorganisasi, menyangkut tiga agenda yaitu: 1. Peningkatan kerjasama internasional 2. Bantuan teknis harus segera diberi peluang dan harus dibuat makin efektif. 3. Prioritas tertinggi harus mengacu kepada inplementasi deklarasi Global Action Plan GAP. Didalam GAP, rumusan melawan cuci uang makin eksplisit. Malah juga diagendakan tindakan konkret. Yang terpenting menyangkut 5 butir, yaitu: a. Penyempurnaan legislasi nasional. b. Kerjasama Internasional dalam penyelidikan dan penuntutan serta pengadilan. c. Panduan-panduan untuk kerjasama internasional tingkat regional dan global. d. Pencegahan dan kontrol pemutihan uang. e. Kontrol pada sidang-sidang pengadilan pemutihan uang harus makin diperketat. Dari esai panjang Nigel Coteril 1995, Ahmed Al Amin 1996, Mark Kehoe 1996, dan Phil Wiliam 1998, kita bisa “merangkai” 5 butir kesulitan ekstra melacak pencucian uang. Pertama, adanya kerjasama yang terjadi antara bank dan klien tidak sesuai dengan peraturan dan hukum ilegal. Cuci uang sudah merupakan bisnis yang sangat menguntungkan, hingga semua pihak yang mempunyai akses ke sistem finansial, cenderung korupsi. Cuci uang konon merupakan industri terbesar ketiga di dunia. Kedua, hukum dan peraturan-peraturan pencucian uang tak akan banyak berfungsi, sebab para kriminal akan selalu menemukan jalan untuk menempatkan uang haramnya ke dalam sistem ekonomi yang lemah. Ini memungkinkan skenario paling umum, pendirian PT-PT di mancanegara yang identitas para boss-nya dirahasiakan. Mereka membuka rekening dan menyerahkan deposit. Ketiga, lalu lintas antarbank amat sibuk dan dinamis. Layanan finansial sudah menjadi global, elektronik bahkan cybernetik, yang memungkinkan tranfer ke seluruh dunia cuma dalam hitungan detik. dengan EFT Electronic Funds Transfer, dalam sehari terjadi tak kurang dari 0.5 juta transfer, senilai satu triliun dolar-AS. Jumlah yang sangat besar itu memberatkan pembedaan antara uang yang normal dan uang yang didapat secara tidak normal. Keempat, era cybernetik membuat kiprah cuci yang makin mengerikan. Kini sudah ada kartu yang bermuatan chips khusus yang bebas pelacakan. Kelima, tiap kasus cuci uang umumnya berlangsung hanya dalam hitungan detik dan oleh beberapa oknum. sedangkan upaya membongkarnya makan waktu minimal belasan bulan atau bahkan tahunan.

4. Negara Birokratik-Otoritarianisme Orde Baru