Karbon Tersimpan TINJAUAN PUSTAKA

2.6. Karbon Tersimpan

Perubahan iklim global yang terjadi akhir-akhir ini disebabkan karena terganggunya keseimbangan energi antara bumi dan atmosfir. Keseimbangan tersebut dipengaruhi antara lain oleh peningkatan gas-gas asam arang atau Carbon dioksida CO 2 , Metana CH dan nitrous oksida NO yang lebih dikenal dengan gas rumah kaca GRK. Saat ini konsentrasi GRK sudah mencapai tingkat yang membahayakan iklim bumi dan keseimbangan ekosistem Hairiah dan Rahayu, 2007. Konsentrasi GRK di atmosfer meningkat sebagai akibat adanya pengelolaan lahan yang kurang tepat, antara lain adanya pembakaran vegetasi hutan dalam skala luas pada waktu yang bersamaan dan adanya pengeringan lahan gambut. Kegiatan-kegiatan tersebut umumnya dilakukan pada awal alih guna lahan hutan menjadi lahan pertanian. Kebakaran hutan dan lahan serta gangguan lahan lainnya telah menempatkan Indonesia dalam urutan ketiga Negara penghasil emisi CO 2 terbesar di dunia. Indonesia berada di bawah Amerika Serikat dan China, dengan jumlah emisi yang dihasilkan mencapai dua miliar ton CO per tahunnya atau menyumbang 10 dari emisi CO 2 di dunia Noor et al., 2006. Penebangan hutan selain mengurangu jumlah biomassa yang berperanan fungsi sebagai pengikat CO 2 namun demikian akan dinilai wajar apabila terciptanya keseimbangan antara biomas yang diproduksi dengan biomas yang akan dibangun Waryono, 2002. Hairiah dan Rahayu 2007 mengatakan, tanaman atau pohon berumur panjang yang tumbuh di hutan maupun di kebun campuran agroforestri merupakan tempat penimbunan atau penyimpanan C yang jauh lebih besar daripada tanaman semusim. Oleh karena itu, hutan alami dengan keragaman jenis pepohonan berumur panjang dan seresah yang banyak merupakan gudang penyimpanan C tertinggi baik di atas maupun di dalam tanah. Hutan juga melepaskan CO 2 ke udara lewat respirasi dan dekomposisi pelapukan seresah, namun pelepasannya terjadi secara bertahap, tidak sebesar bila ada pembakaran yang melepaskan CO 2 sekaligus dalam jumlah yang besar. Bila hutan diubah fungsinya menjadi lahan-lahan pertanian atau perkebunan atau ladang pengembalaan maka C tersimpan akan merosot. Berkenaan dengan upaya pengembangan lingkungan bersih, maka jumlah CO 2 di udara harus dikendalikan dengan jalan meningkatkan jumlah serapan CO 2 oleh tanaman sebanyak mungkin dan menekan pelepasan emisi CO 2 ke udara serendah mungkin. Jadi, mempertahankan keutuhan hutan alami, menanam pepohonan pada lahan-lahan pertanian dan melindungi lahan gambut sangat penting untuk mengurangi jumlah CO2 yang berlebihan di udara. Jumlah .C tersimpan. dalam setiap penggunaan lahan tanaman, seresah dan tanah, biasanya disebut juga sebagai cadangan C. 2.7. Cadangan Karbon Daratan Komponen cadangan karbon daratan terdiri dari cadangan karbon diatas permukaan tanah, cadangan karbon dibawah permukaan tanah dan cadangan karbon lainnya. Cadangan karbon diatas permukaan tanah terdiri dari tanaman hidup batang, cabang, daun, tanaman menjalar, tanaman epifit dan tumbuhan bawah dan tanaman mati pohon mati, tumbang, pohon mati berdiri, daun, cabang, ranting, bunga, buah yang gugur, arang sisa pembakaran. Cadangan karbon dibawah permukaan tanah meliputi akar tanaman hidup maupun mati, organisme tanah dan bahan organik tanah. Pemanenan hasil kayu kayu bangunan, pulp, arang atau kayu bakar, resin, buah- buahan, daun untuk makanan ternak menyebabkan berkurangnya cadang karbon dalam sekala plot, tetapi belum tentu demikian jika di perhitungkan dalam sekala global. Demikian juga dengan hilangnya bahan organik tanah melalui erosi Rahayu et al., 2004. 2.8. Kebijakan dan Peraturan yang Berkaitan dengan Mangrove Seperti di tempat lain di dunia ini, lahan di Indonesia diberi status tertentu yang memungkinkan penggunan tertentu. Bila suatu areal lahan telah dimanfaatkan secara tradisional oleh suatu komunitas tertentu oleh masyarakat, maka biasnya pengelolaan tersebut akan dialihkan kepada komunitas masyarakat tersebut dengan status Hak Milik, Hak Milik Adat atau Hak Pengelolaan. Areal lahan yang bukan merupakan areal pertanian termasuk sebagian besar lahan hutan pada umumnya diberi status sebagai Tanah Negara Noor et al., 2006. Selanjutnya Noor et al., 2006 menjelaskan meskipun telah terdapat pembagian status lahan, kenyataannya masih muncul berbagai konflik menyangkut kepemilikan atau hak pengusahaan lahan. Sampai saat ini telah dibuat 22 buah peraturan yang berkaitan dengan pengelolaan mangrove di Indonesia. Peraturan- peraturan tersebut umumnya menyangkut hubungan antara sektor kehutanan dan sektor perikanan serta mengenai jalur hijau. Berkaitan dengan konservasi peraturan yang relevan adalah Kepres. No. 32 Tahun 1990 mengenai areal lindung. Undang- undang No. 22 Tahun1999 mengenai pemerintahan daerah. Beberapa peraturan yang terkait dengan pengelolaan mangrove di Indonesia: 1. Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 33 ayat 3. 2. Undang-Undang No.5 Tahun 1960 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Agraria. 3. Undang-Undang No.5 Tahun 1967 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan. 4. Undang-Undang No.5 Tahun 1974 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok-pokok Pemerintah di Daerah. 5. Undang-Undang No.4 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok-pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup. 6. Undang-Undang No.9 Tahun 1985 Tentang Perikanan. 7. Undang-Undang No.5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Hayati. 8. Undang-Undang No.9 Tahun 1990 Tentang Kepariwisataan. 9. Undang-Undang No.24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang. 10. Undang-Undang No.22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah. 11. Peraturan Pemerintah No.64 Tahun 1967 Tentang Penyerahan Sebagian Urusan Bidang Perkebunan, Perikanan dan Kehutanan kepada Daerah Swatentra Tingkat 1 12. Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1985 Tentang Perlindungan Hutan. 13. Peraturan Pemerintah No.29 Tahun 1986 Tentang Analisis Dampak Lingkungan. 14. Peraturan Pemerintah No.20 Tahun 1990 Tentang Pengendalian Pencemaran Air. 15. Peraturan Pemerintah No.27 Tahun 1991 Tentang Rawa. 16. Peraturan Pemerintah No.35 Tahun 1991 Tentang Sungai 17. Peraturan Pemerintah No.45 Tahun 1992 Tentang Penyelengaraan Otonomi Daerah dengan Menitik Beratkan pada Daerah Tingkat II. 18. Keputusan Presiden No.57 Tahun 1989 Tentang Tim Koordinasi Pengelolaan Tata Ruang Nasional. 19. Keputusan Presiden No.32 Tahun 1990 Tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.

III. BAHAN DAN METODE