Gambaran Radiografi Sindrom Proteus Pada Rongga Mulut

(1)

GAMBARAN RADIOGRAFI SINDROM PROTEUS PADA

RONGGA MULUT

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh :

CATHRINE NIM : 070600127

DEPARTEMEN RADIOLOGI DENTAL

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Radiologi Dental Tahun 2010

Cathrine

Gambaran Radiografi Sindrom Proteus Pada Rongga Mulut.

ix + 34 halaman

Sindrom Proteus merupakan suatu kelainan kompleks yang terdiri dari berbagai pertumbuhan bagian tubuh yang tidak seimbang atau asimetris, cerebriform connective tissue nevi, epidermal nevi, malformasi vaskular pada kapiler, vena, dan limfatik, serta disregulasi jaringan lemak. Komplikasi serius dapat terjadi, seperti pulmonary embolism, penyakit paru cystic, dan berbagai neoplasma. Somatic mosaicism, kematian pada daerah nonmosaik, adalah hipotesis yang paling diterima. Etiologi masih belum jelas sampai saat ini. Kriteria diagnostik perlu ditekankan karena kesalahan diagnosis sindrom Proteus ini sering terjadi. Kasus sindrom Proteus ini jarang dan hanya kurang dari 100 kasus yang telah tercatat.

Gambaran radiografi panoramik menunjukkan adanya perbedaan perkembangan dan maturasi gigi antara sisi kanan dan kiri secara signifikan, tidak ada perawatan spesifik untuk sindrom Proteus. Prognosis jangka panjang pada sindrom Proteus tidak diketahui.


(3)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah dipersetujui untuk dipertahankan

di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 25 November 2010

Pembimbing : Tanda tangan


(4)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji

pada tanggal 25 November 2010

TIM PENGUJI

KETUA : Trelia Boel., drg, M. Kes., Sp. RKG

ANGGOTA : 1. H. Amrin Thahir, drg 2. Lidya Irani, drg


(5)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat rahmatNya yang diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagaimana mestinya yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada :

1. Prof. Nazruddin, drg., Sp.Ort., Ph.D selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Eddy Dahar, drg., M.Kes selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing dan mengarahkan penulis selama menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

3. Trelia Boel., drg., M.Kes., Sp.RKG., selaku Kepala Departemen Radiologi Dental dan sekaligus sebagai pembimbing yang telah banyak membantu meluangkan waktu, tenaga dan pikiran sehingga selesainya skripsi ini.

4. Seluruh staf dosen dan laboran Departemen Radiologi Dental yang telah memberi masukan sehingga selesainya skripsi ini.

5. Teristimewa penulis sampaikan kepada ayahanda tercinta Herdy Patma dan ibunda tercinta Hatati sebagai orang tua yang telah berjerih payah dengan segala kesabaran dan penuh kasih sayang serta doa dalam membesarkan dan mendidik serta


(6)

mendukung baik secara moril maupun materil kepada penulis dalam menuntut ilmu hingga selesainya skripsi ini, juga kepada adik tersayang Kelvin Pai yang telah memberi semangat kepada penulis.

6. Pratiwi Majuliana, drg., Anwar Karim, drg., Bunga A.R SKG sebagai senior yang telah banyak membantu dalam persiapan sidang skripsi dan memberikan motivasi dalam menyelesaikan skripsi.

7. Tyson Majin, Henny Kartika, Rudy Yanto dan kawan-kawan stambuk 2007 yang mungkin terlewatkan oleh penulis.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga hasil karya atau skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembang ilmu dan masyarakat.

Medan, 21 Oktober 2010 Penulis

(Cathrine) NIM : 070600127


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...

HALAMAN PERSETUJUAN ...

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ...

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI……….. ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

BAB 1 PENDAHULUAN... ... 1

BAB 2 DEFINISI, ETIOLOGI, PATOFISIOLOGI, TANDA DAN GEJALA SINDROM PROTEUS PADA RONGGA MULUT 2.1Definisi dan Etiologi ... 3

2.2Patofisiologi ... 4

2.3 Tanda dan Gejala ... 5

BAB 3 GAMBARAN KLINIS DAN GAMBARAN RADIOGRAFI SINDROM PROTEUS PADA RONGGA MULUT 3.1 Gambaran Klinis... ... 7

3.2 Gambaran Radiografi... ... 19

BAB 4 PERAWATAN DAN DIAGNOSA BANDING SINDROM PROTEUS PADA RONGGA MULUT 4.1 Perawatan... ... 26

4.2 Diagnosa Banding... 29

BAB 5 KESIMPULAN ... 32

DAFTAR PUSTAKA... 33 LAMPIRAN


(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Pertumbuhan berlebihan yang asimetris pada anggota gerak bawah... ... 8

2. Evolusi dari cerebriform connective tissue nevus pada permukaan telapak kaki ... 9

3. Pertumbuhan berlebihan pada jari tangan dan connective tissue nevus pada telapak tangan. ... 9

4. Epidermal nevus pada leher... ... 10

5. Epidermal nevus pada punggung ... 10

6. Scoliosis disertai dengan epidermal nevus pada punggung... ... 11

7. Pasien sindrom Proteus berumur 51/2 tahun dengan lipoma yang besar ... ... 11

8. Hyperostoses pada tulang tengkorak ... ... 12

9. Exostoses pada tulang tengkorak kepala ... ... 12

10.Macrodactyly pada jari tangan dan jari kaki ... ... 13

11.Hamartoma pada sisi kanan wajah... .... 13

12.Profil wajah frontal pasien saat istirahat... ... 14

13.Pasien berumur 20 tahun dengan adanya hemifacial hypertrophy pada wajah... 14

14.Gambaran ekstraoral pasien yang menunjukkan adanya hemifacial hypertrophy pada wajah... 15


(9)

15.Fasial fenotipe pada pasien sindrom Proteus dengan retardasi mental dan

riwayat kejang ... ... 15

16.Macroglossia ... .... 16

17.Gambaran intraoral pasien ... 16

18.Gambaran intraoral terlihat adanya openbite dan maloklusi... ... 17

19.Gambaran intraoral menunjukkan adanya gigi hipolpasia, openbite anterior serta hyperplasia gingival... ... 17

20.Oklusi pasien sindrom Proteus berusia 13 tahun... ... . 18

21.Gambaran orthopantogram, lateral dan radiografi sefalometri frontal pada pasien anak perempuan berusia 6 tahun 10 bulan ... ... 21

22.Gambaran Panoramik anak perempuan berusia 13 tahun penderita sindrom Proteus ... .... 22

23.Gambaran Panoramik anak perempuan berusia 7 tahun penderita sindrom Proteus ... .... 24

24.Radiografi sefalometri lateral menunjukkan adanya distensi pada tulang Calvarian... 25

25.Radiografi sefalometri frontal terlihat adanya distensi pada tulang calvarian dan elevasi pada spenoid ... ... 25


(10)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Radiologi Dental Tahun 2010

Cathrine

Gambaran Radiografi Sindrom Proteus Pada Rongga Mulut.

ix + 34 halaman

Sindrom Proteus merupakan suatu kelainan kompleks yang terdiri dari berbagai pertumbuhan bagian tubuh yang tidak seimbang atau asimetris, cerebriform connective tissue nevi, epidermal nevi, malformasi vaskular pada kapiler, vena, dan limfatik, serta disregulasi jaringan lemak. Komplikasi serius dapat terjadi, seperti pulmonary embolism, penyakit paru cystic, dan berbagai neoplasma. Somatic mosaicism, kematian pada daerah nonmosaik, adalah hipotesis yang paling diterima. Etiologi masih belum jelas sampai saat ini. Kriteria diagnostik perlu ditekankan karena kesalahan diagnosis sindrom Proteus ini sering terjadi. Kasus sindrom Proteus ini jarang dan hanya kurang dari 100 kasus yang telah tercatat.

Gambaran radiografi panoramik menunjukkan adanya perbedaan perkembangan dan maturasi gigi antara sisi kanan dan kiri secara signifikan, tidak ada perawatan spesifik untuk sindrom Proteus. Prognosis jangka panjang pada sindrom Proteus tidak diketahui.


(11)

BAB 1

PENDAHULUAN

Sindrom Proteus dikenal juga sebagai sindrom elattoproteus dan penyakit manusia gajah. Sindrom ini merupakan suatu kelainan bawaan yang menyebabkan pertumbuhan kulit yang berlebihan dan perkembangan tulang yang abnormal, sering disertai dengan adanya tumor hampir melebihi setengah badan. Sejak Dr. Michael Cohen mengidentifikasinya pada tahun 1979, hanya sedikitnya lebih dari 200 kasus telah dipastikan di seluruh dunia, dengan memperkirakan bahwa sekitar 120 orang yang saat ini hidup dengan kondisi tersebut. Kelemahan dari penyakit ini adalah pada saat terdiagnosa , bentuknya sudah yang paling parah.1,2

Sindrom Proteus merupakan suatu kondisi progresif dimana biasanya anak-anak lahir tanpa adanya cacat yang jelas. Tumor dan kulit serta pertumbuhan tulang muncul seiring usia mereka. Tingkat keparahan dan lokasi dari berbagai pertumbuhan asimetris sangatlah bervariasi tetapi biasanya terdapat pada tengkorak, satu atau lebih anggota badan, dan telapak kaki. Terdapat risiko kematian prematur pada individu yang terkena karena adanya trombosis vena dalam dan emboli paru yang disebabkan oleh malformasi pembuluh yang berkaitan dengan gangguan ini. Kelainan itu sendiri tidak secara langsung menyebabkan gangguan distribusi intelijen antara penderita sindrom Proteus sama seperti populasi umum. Namun, seiring pertumbuhan dapat menyebabkan kerusakan sekunder pada sistem saraf yang menyebabkan cacat kognitif. Selain itu, adanya cacat terlihat dapat memiliki efek negatif pada


(12)

pengalaman sosial penderita, menyebabkan defisit kognitif dan sosial. Individu yang menderita akan meningkatkan risiko untuk mengembangkan tumor tertentu termasuk

unilateral ovarian cystadenomas, tumor testikular, meningioma, dan adenoma

monomorfik pada kelenjar parotid. Para peneliti mencoba untuk menentukan penyebab sindrom Proteus. Beberapa penelitian telah menunjukkan kondisi terkait dengan Phosphatase and tensin homolog (PTEN) pada kromosom 10 (Smith 2002), sedangkan penelitian lainnya menunjukkan kromosom 16. Beberapa peneliti meragukan kemungkinan keterlibatan Phosphatase and tensin homolog (PTEN) atau Glypican-3 (GPC3).1

Dalam skripsi ini penulis akan membahas tentang sindrom Proteus yang mencakup definisi, etiologi, patofisiologi, tanda dan gejala, gambaran klinis, gambaran radiografi, dan perawatan serta diagnosa banding dari penyakit ini.


(13)

BAB 2

DEFINISI, ETIOLOGI, PATOFISIOLOGI, TANDA DAN GEJALA SINDROM PROTEUS

2.1 Definisi dan Etiologi

Sindrom Proteus merupakan suatu kelainan hamartomatous kongenital yang jarang terjadi dan sangat kompleks. Sindrom Proteus ditandai dengan adanya gigantisme sebagian pada tangan , kaki atau keduanya, hiperplasia pada telapak kaki,

hemangiomas, lipomas, lymphangiomas, varicosities, verrucous epidermal nevi, macrocephaly, cranial exostosis , dan asimetris pada anggota badan karena

pertumbuhan yang berlebihan pada sumsum tulang belakang.3

Penyebab sindrom Proteus ini masih belum jelas. Sindrom Proteus tampaknya terjadi secara acak dan bukanlah karena faktor keturunan. Pada tahun 1987, Happle menemukan bahwa sindrom Proteus merupakan hasil dari gen yang tidak dikenal yang berubah (mutasi) pada beberapa sel tetapi normal pada sel-sel tubuh lainnya. Hal ini disebut dengan mosaicism. Sifatnya yang progresif alamiah dan keterlibatan multisistem menunjukkan adanya penyebab genetik. Kemunculan sindrom ini sudah lama diketahui bersifat sporadis, hal ini kemungkinan karena suatu mutasi mematikan yang bertahan hanya pada bentuk mosaik. Mutasi somatis yang diperoleh dapat mempengaruhi reseptor faktor pertumbuhan jaringan fibroblas atau faktor pertumbuhan fibroblas di bagian tubuh tertentu. Tingkat keterlibatannya bervariasi


(14)

tetapi keterlibatan penyebaran pada sistem organnya tidak khas. Tidak ditemukan adanya perbedaan statistik pada prevalensi jenis kelamin.3,4

2.2 Patofisiologi

Sindrom Proteus ini adalah suatu penyakit sporadis yang jarang, dengan manifestasi mosaik atau tidak teratur. Penyebab sindrom Proteus masih belum diketahui, namun hipotesis utama menyatakan bahwa sindrom Proteus disebabkan oleh perubahan mosaik postzigotik dalam gen yang mematikan di daerah nonmosaik. Penyimpangan kromosom belum ditunjukkan dengan studi sitogenetik, tetapi kariotipe pada dua pasien dengan sindrom Proteus menunjukkan adanya susunan abnormalitas dari kromosom 16 dan kromosom 1 dalam distribusi mosaik, lebih mendukung hipotesis mutasi somatik.5

Konsep mutasi somatis yang melibatkan faktor pertumbuhan jaringan atau reseptor dapat menjelaskan beberapa aspek sindrom Proteus, seperti mosaik distribusi lesi, kejadian sporadisnya, keturunan terpengaruh dari individu yang terkena dampak dan keberadaan kembar tidak identik. Meskipun bukti mengarah pada mutasi somatis, tidak ada penyebab mutasi gen yang telah dikenal sebagai sindrom Proteus.5

Pasien dengan sindrom Proteus mengalami kesulitan berjalan karena jari kaki makrodaktil, skoliosis, dan ketidakstabilan sendi dengan dislokasi pinggul , tumor subkutan ekspansif dan neuropati kompresi karena hamartomas intraneural. Beberapa pasien mungkin atelektasis permanen, pneumonia, atau gejala dari insufisiensi paru. Terdapat sekitar 30% pasien yang mengalami retardasi mental dan 20% pasien sindrom Proteus yang dilaporkan mengalami kematian dini, kebanyakan disebabkan karena trombosis vena dalam atau emboli paru-paru, komplikasi postoperasi atau


(15)

pneumonia. Sindrom Proteus tidak mempunyai prevalensi pada ras tertentu sedangkan laki-laki beresiko terkena hampir dua kali lipat lebih besar dibanding

dengan perempuan dengan rasio laki-laki berbanding peempuan adalah 1.9 : 1.5 Sedikitnya kelainan yang terkait dengan sindrom Proteus muncul saat lahir

atau pada tahun pertama kehidupan. Mereka biasanya tumbuh sampai pubertas terutama nervus cerebriform biasanya tidak terlihat sampai kisaran umur 2 tahun, hal ini sering menunda diagnosis yang benar dari sindrom Proteus.5

Jaringan dan organ yang terpengaruh oleh sindrom Proteus dan keparahan efek mungkin tergantung pada berapa banyak sel yang mengandung gen bermutasi dan apa jenis sel yang terkandung di dalamnya. Seseorang dengan banyak sel yang mengandung gen mutasi cenderung memiliki lebih banyak efek dibandingkan dengan seseorang dengan hanya sedikit sel mutasi.4

2.3 Tanda dan Gejala

Penderita sindrom Proteus dapat memiliki manifestasi yang luas. Dampaknya juga bisa dari yang ringan sampai yang berat. Manifestasi yang paling umum dari sindrom Proteus ini antara lain :2 ,4

1. Abnormalitas tulang dan perkembangan jaringan halus, seperti

hemihyperplasia (pertumbuhan berlebihan yang asimetris pada anggota tubuh

seperti tengkorak kepala, wajah, jari tangan dan jari kaki), scoliosis (kelainan tulang belakang), pertumbuhan yang tidak seimbang dan atrofi pada otot lengan atas dan leher.

2. Abnormalitas kulit dan perkembangan jaringan konektif, seperti kulit kasar yang menonjol (verrucous epidermal naevi) atau datar, garis yang dalam dan


(16)

pertumbuhan yang berlebihan dari jaringan halus pada telapak kaki (cerebriform

connective tissue naevi), dan tumor benigna pada jaringan lemak (lipoma) atau

area dimana berperan dalam menurunkan atau menaikkan berat badan serta pertumbuhan abnormal pada pembuluh darah atau limfatik (vascular

malformations).

3. Bentuk wajah seperti pembesaran belakang kepala, kelopak mata yang menurun, tulang hidung yang rendah, lubang hidung yang menengadah, wajah yang panjang dan sempit, mulut yang tetap terbuka saat istirahat (incompetent lips).

Organ internal yang juga terkena dampak termasuk limpa dan timus, yang dapat membesar. Kondisi ini juga menyebabkan cacat fisik yang cukup signifikan dan ketidakmampuan belajar atau keterlambatan perkembangan.2


(17)

BAB 3

GAMBARAN KLINIS DAN GAMBARAN RADIOGRAFI SINDROM PROTEUS

3.1 Gambaran Klinis Sindrom Proteus

Gambaran klinis secara umum pada pasien sindrom Proteus yaitu

hemihypertrophy, gigantisme sebagian pada kaki atau tangan atau keduanya, macrodactyly, scoliosis, epidermal nevus, palmar / plantar cerebriform connective-tissue nevus, cranial exostoses, tumor subkutan (lipoma, hemangioma, limfangioma

dan tumor hibrid).3,6

Gambaran klinis pada kraniofasial pasien sindrom Proteus antara lain adanya

hemifacial hypertrophy, sindrom wajah panjang, mulut yang terbuka saat istirahat,

prognasi mandibula, macrocephaly, exostoses pada tengkorak kepala (tulang parietalis, tulang frontalis, tulang occipitalis, tulang temporalis, orbital rim, zygoma, tulang nasal, angulus mandibula, dagu, auditory canal), depressed nasal bridge, dahi yang lebar dan menonjol, hemimegalocephaly, craniosynostosis (metopic, coronal), malformasi telinga, pertumbuhan berlebihan pada kondilus, asimetris tulang kepala,

ptosis, nystagmus, alopecia, asimetris midline, hiperpigmentasi kulit, lipoma sekitar

mata, dan submandibular lymphangioma.3,7

Pada rongga mulut secara klinis menunjukkan adanya disfungsi orofasial multipel, macroglossia, pertumbuhan gigi sulung yang abnormal, hipoplasia enamel, gigi berwarna kuning, gingival hyperplasia, palatum yang tinggi, maloklusi Klas III,


(18)

crossbite, retrognasi mandibula (kasus jarang terjadi), gigi berjejal (crowding), frenulum multipel pada mandibula, dan hypertrophied tonsilla. Maloklusi Klas III dengan oklusi asimetris disebabkan oleh karena garis tengah skeletal bergeser ke kanan dengan overjet dan overbite yang berkurang. Selain itu, gigi berjejal dengan kehilangan ruangan gigi permanen, terutama terlihat pada kuadran ketiga dan garis tengah gigi sebelah kiri bawah. Tercatat bahwa adanya erupsi ektopik dan kecenderungan taurodonsia pada pasien. Analisis menunjukkan adanya prognasi pada kedua rahang (bialveolar prognasi) dan pola pertumbuhan dolicocephalic.3,7

Gambar 1. Pertumbuhan berlebihan yang asimetris pada anggota gerak badan bawah. Pembesaran kaki sebelah kanan disertai dengan adanya cerebriform connective tissue nevus pada telapak kaki.

Catatan bahwa pertumbuhan berlebihan pada tulang panjang berkaitan dengan defisiensi jaringan lunak atas dan immobilitas pada lutut kanan.8


(19)

Gambar 2. Evolusi dari cerebriform connective tissue nevus pada permukaan telapak kaki. Dari kiri : Pasien berumur 5 1/2 tahun. Tengah : Pasien berumur 12 tahun. Kanan : Kaki Joseph Merrick pada umur 29 tahun (postmortem).8

Gambar 3. Pertumbuhan berlebihan yang parah pada jari-jari tangan dan connective tissue nevus pada telapak tangan.8


(20)

Gambar 4. Epidermal nevus pada leher.8


(21)

Gambar 6. Scoliosis disertai dengan adanya epidermal nevus pada punggung.10

Gambar 7. Pasien sindrom Proteus berumur 5 1/2 tahun dengan lipoma yang besar pada daerah perut kiri dan dada kanan. Terlihat juga adanya cerebriform connective tissue pada lubang hidung, pembesaran jari tangan kanan, dan epidermal nevus pada leher.8


(22)

Gambar 8. Hyperostoses pada tulang tengkorak. Kiri : pasien umur 12 tahun dengan hyperostoses pada jembatan hidung, daerah infraorbital kiri, dan mandibula. Kanan : Tulang tengkorak Joseph Merrick saat berumur 29 tahun menunjukkan perkembangan hyperostosis lebih lanjut.8

Gambar 9. Tampilan dekat wajah pasien terlihat adanya exostoses pada tulang tengkorak kepala.11


(23)

Gambar 10. Macrodactyly pada jari tangan dan jari kaki.9,10,11

Gambar 11 . Profil wajah ekstaroral pada sisi kanan wajah menunjukkan adanya hamartoma.12


(24)

Gambar 12. Profil wajah frontal pasien saat istirahat.7

Gambar 13. Pasien berumur 20 tahun terlihat jelas adanya hemifacial hypertrophy pada wajah.3


(25)

Gambar 14. Gambaran ekstraoral pasien yang menunjukkan adanya hemifacial hypertrophy pada wajah.3,12


(26)

Gambar 15. Fasial fenotipe pada pasien sindrom Proteus dengan retardasi mental dan riwayat kejang. Terlihat bentuk wajah dolichocephaly, wajah panjang, ptosis kelopak mata, jembatan hidung yang rendah, mulut yang terbuka.8


(27)

Gambar 17. Intraoral pasien : (a) rahang atas, (b) rahang bawah dan (c) oklusi. Terlihat midline gigi rahang bawah bergeser ke kiri dengan kehilangan ruangan untuk


(28)

Gambar 18. Gambaran intraoral pada pasien terlihat adanya open bite dan maloklusi.11

Gambar 19 . Gambaran intraoral menunjukkan adanya gigi hipoplasia, open bite anterior disertai dengan hyperplasia gingival.12


(29)

Gambar 20. Oklusi pasien berusia 13 tahun dimana terdapat overjet sebesar 2 mm, oklusi molar Klas I pada sisi kanan dan Klas II pada sisi kiri. Tercatat 4 mm openbite pada lateral kiri. Processus alveolaris maksila dan mandibula kiri menunjukkan adanya peningkatan pertumbuhan pada dimensi vertikal, sebesar 7mm openbite pada sisi kanan dari midline ke

molar dua. Kedua midline maksila dan mandibula bergeser 5 mm ke kanan. Terdapat ruangan antar gigi pada sisi kiri maksila dan mandibula.3


(30)

3.2 Gambaran Radiografi Sindrom Proteus

Menurut suatu laporan kasus yang menjelaskan mengenai patologi klinis kraniofasial pada seorang anak perempuan penderita sindrom Proteus dari umur 6 sampai 20 tahun. Pada pemeriksaan fisik, khususnya kraniofasial terlihat adanya pembesaran pada tulang dan jaringan lunak wajah sebelah kiri. Telinga kirinya terletak pada posisi lebih belakang. Pada regio parietalis kiri, teraba adanya exostoses dan alopecia parsial. Terdapat hiperpigmentasi yang kasar dan memerah pada regio temporalis kiri meluas sampai alis kiri. Pertumbuhan berlebih pada rambut yang kaku dan kasar juga terlihat pada daerah kiri preauricular dan kiri dagu. Pada pemeriksaaan oral terlihat semua gigi permanen erupsi kecuali molar dua kiri dan kanan maksila, kaninus kanan atas, molar dua kanan mandibula dan premolar dua. Adanya retensi sekunder pada molar satu dan dua permanen kiri mandibula. Anatomi gigi normal (ukuran, bentuk, dan mineralisasi) termasuk jaringan gingiva. Lidah pada sisi kiri membesar secara simetris. Pemeriksaan pengucapan terdapat adanya distorsi artikulasi ringan karena hipertrofi lingual dan maloklusi. Pemeriksaan pendengaran terdapat adanya gangguan pendengaran konduktif yang ringan pada sisi kiri. Pemeriksaan genetik bentuk kariotipe biopsi kulit dari regio pipi yang hipertrofi normal 46, kariotipe XX di 20 dari 20 sel pada tahap band 450. Pemeriksaan lainnya seperti pemeriiksaan fisik normal dan intelijen ditemukan diatas normal dengan tes psikometri. Manifestasi sindrom Proteus pada orofasial menunjukkan adanya perbedaan perkembangan dan maturasi gigi antara sisi kanan dan kiri secara signifikan, perkembangan gigi pada sisi kanan mengalami keterlambatan dan mengalami kecepatan pada beberapa gigi pada sisi kiri. Perbedaan ini sangat terlihat


(31)

pada regio mandibula. Erupsi gigi kaninus maksila kiri dan premolar satu serta semua gigi permanen pada sisi kiri mandibula terlalu cepat tumbuh sebelum waktunya (Gambar 21 A dan 22). Dental agenesis ( gigi molar tiga bawah kiri), erupsi ektopik, resorpsi akar idiopatik, dan berbagai malformasi anatomis juga tercatat. Terlihat adanya peningkatan pertumbuhan vertikal processus alveolaris kiri maksila dan mandibula serta terlihat juga adanya pembesaran pada kondilus kiri, ramus, dan badan mandibula serta kanal mandibula kiri dan foramen mentalis (Gambar 22).3

Gambaran radiografi sefalometri lateral menunjukkan adanya prognasi pada maksila dan mandibula. Analisis pertumbuhan dari umur 6 tahun 10 bulan sampai umur 26 tahun mengungkapkan suatu pola pertumbuhan normal pada maksila dan mandibula sebelumnya dan selanjutnya. Terdapat pembesaran exostoses pada tulang parietalis lebih dari setahun (Gambar 21 B).3

Gambaran sefalometri frontal menunjukkan analisis radiografi sefalometri arah posterior-anterior pada umur 6 tahun 10 bulan dan terlihat kedua maksila dan mandibula mengalami pergeseran sebesar 3,5 derajat ke kanan dibandingkan dengan midline frontal. Pada umur 16 tahun, pergeseran ke kanan meningkat hingga 4,0 derajat (Gambar 21 C).3


(32)

Gambar 21. (A) Orthopantogram, (B) lateral, (C) radiografi sefalometri frontal pada anak perempuan berusia 6 tahun 10 bulan terlihat pertumbuhan dini dan erupsi gigi pada sisi kiri. Tampak juga pembesaran lidah pada gigi insisivus bawah dan asimetris mandibula.3


(33)

Computed tomography (CT) kepala menunjukkan isi intrakranial dalam keadaan normal. Terdapat sedikit merata di daerah parietal kiri, kemungkinan berhubungan dengan suatu kelainan sutural lokal dan terlihat adanya exostoses pada titik calvarium sepanjang sutura sagitalis, lebih besar pada sisi kiri serta sepanjang sutura koronal kiri. Peningkatan asimetris jaringan lunak sepanjang sisi kiri wajah dan leher atas termasuk subkutan, parapharyngeal, dan submandibular serta kelenjar parotis juga terlihat. Karena adanya pembesaran jaringan lunak terdapat cacat ringan pada jalan napas faring.3

Gambar 22. Gambaran Panoramik seorang anak perempuan berusia 13 tahun penderita sindrom Proteus terlihat pembesaran kanal mandibula kiri dan foramen mental dan resorpsi akar idiopatik secara jelas diamati pada gigi kaninus kiri maksila dan gigi kiri mandibula.3

Laporan kasus kedua ; seorang anak perempuan berumur 7 tahun berkewarganegaraan Afrika penderita sindrom Proteus yang merupakan anak ketiga dari orangtua yang sehat. Gambaran radiografi panoramik menunjukkan gigi 34


(34)

mencapai bidang oklusal, gigi 33 terlihat mencapai 4/6 dari pertumbuhan akar sempurna yang sebagian dipertahankan oleh gigi 32 dan gigi 34 yang tilting setelah gigi 73 hilang terlalu dini. Awal pertumbuhan akar ditemukan pada gigi permanen sisi kanan. Gigi 43 sangat terpendam. Tidak ada tanda-tanda resorpsi akar yang abnormal. Tercatat adanya suatu kecenderungan taurodontism pada kedua molar satu atas. Oleh karena adanya keterbatasan pada radiografi panoramik maka dibuat diagnosis sementara peningkatan pertumbuhan vertikal sisi kiri mandibula dan pembesaran sisi kiri kanal mandibula. Selanjutnya, folikel gigi 38 biasanya terletak di sudut kiri rahang sedangkan folikel gigi 48 menunjukkan batas radiolusen yang jelas (Gambar 23 B). Hal ini dianggap sebagai suatu folikel gigi tambahan atau transformasi cystic dari folikel 48.7

Analisis sefalometri lateral mengungkapkan adanya suatu prognasi pada maksila dan mandibula, yang menghasilkan hubungan kelas III skeletal yang berat. Terlihat pola pertumbuhan wajah dolichocephalic. Superimposisi dari bayang-bayang rambut gimbal diatas tengkorak kepala membuat kalsifikasi intrakranial tidak bisa terlihat. Calvarium menggembung, terjadi pembesaran struktur tulang sepanjang sutura parietalis (Gambar 24). Korteks batas bawah sisi kanan dan kiri mandibula tidak dilapisi, yang terlihat asimetris mandibula. Pernyataan ini dibatasi oleh sedikit kemiringan kepala untuk dilihat oleh superimposisi kurang dari cincin cephalostat.7

Analisis radiografi sefalometri frontal, mandibula bergeser 4,5 mm ke kanan dibandingkan midline frontal. Superimposisi dari rambut gimbal kembali terlihat. Tampak adanya hipertrofi pada sisi kiri calvarium. Pada sisi kiri ramus dan korpus mandibula membesar. Kompleks sel kiri ethmoidal mengalami hipertrofi. Sayap kecil


(35)

kiri sphenoid meninggi. Tulang orbital dan tulang maksila simetris dan tidak berubah secara patologis. Sinus frontalis belum dapat terdeteksi (Gambar 25).7

Gambar 23. (a) Gambaran Panoramik anak perempuan berusia 7 tahun penderita sindrom Proteus dimana terlihat pertumbuhan gigi yang asimetris dengan erupsi cepat pada sisi kiri. Perbedaan lebih banyak terjadi pada rahang bawah.

(b) Bagian dari radiografi panoramik (panah) menunjukkan ventral radiolusen dari folikel gigi 48.7


(36)

Gambar 24. Radiografi sefalometri lateral. Distensi pada tulang Calvarian (panah).7

Gambar 25. Radiografi sefalometri frontal. Distensi pada tulang calvarian (panah tebal) dan elevasi


(37)

BAB 4

PERAWATAN, PROGNOSIS DAN DIAGNOSA BANDING SINDROM PROTEUS

4.1 Perawatan dan Prognosis

Tidak ada perawatan spesifik untuk sindrom Proteus. Kondisi ini harus ditangani dengan mengidentifikasi secara awal masalah medis yang serius dan memberikan profilaksis dan perawatan terhadap gejala (simtomatik) yang dapat membantu menenangkan dan mengurangi masalah yang terkait dengan gangguan ini. Tim dokter multidisiplin diperlukan untuk menangani sindrom Proteus. Mereka harus mencakup beberapa para ahli yaitu ahli ortopedi, ahli bedah kraniofasial, ahli bedah plastik, dokter kulit, dokter gigi, ahli bedah saraf, ahli genetika, dan psikolog.2

Perawatan sindrom Proteus secara umum dapat dibagi menjadi 3 antara lain perawatan medis, perawatan bedah dan konsultasi. Tujuan perawatan medis adalah hanya untuk meminimalkan konsekuensi fisik dan psikososial pada penderita sindrom Proteus, ini diperlukan suatu pencapaian multidisiplin. Profilaksis antitrombotik harus dianjurkan apabila pasien sedang di bawah prosedur pembedahan karena malformasi vascular pasien memperburuk menjadi trombosis vena dalam dan kematian emboli paru. Lesi paru kistik sebaiknya diikuti karena dapat berkembang menjadi

pneumonia, atelektasis dan berpotensi menjadi insufisiensi paru. Terdapat suatu

laporan mengenai keberhasilan penurunan ukuran hamartoma dengan terapi rapamycin. Cerebriform connective-tissue nevi banyak mencemaskan bagi pasien,


(38)

terutama ketika permukaan telapak kaki menyebabkan saat berjalan menjadi tidak nyaman. Perawatan medis konservatif untuk cerebriform connective-tissue nevi mencakup menjaga kaki agar bersih dan kering, pemakaian antibacterial lotion secara teratur untuk menurunkan bau, tetap memeriksa ulser dan infeksi dan menggunakan peralatan ortotik.5

Perawatan bedah dapat dilakukan dengan evaluasi preoperatif harus mencakup perhitungan anatomi pernapasan karena frekuensi adanya hipertropi tonsil dan kista paru. Ahli bedah plastik dan ahli bedah ortopedi dapat memperbaiki beberapa kelainan skeletal. Epiphysiodesis dapat membantu memperbaiki pertumbuhan epiphyseal yang asimetris, dan penurunan osteotomi dapat digunakan untuk memperpendek tulang panjang. Penyatuan tulang spinal untuk pertumbuhan yang berlebih pada tulang belakang dapat mencegah perkembangan kyphoscoliosis dan resiko kompromis paru. Tumor subkutan harus dibuang pada tahap awal perkembangan. Kelainan alat reproduksi (ovarian atau testicular) harus ditangani secara cepat oleh karena tingginya insidens perubahan neoplastik. Pengobatan umumnya melibatkan manajemen efek dari gangguan, seperti pembuangan tumor atau pertumbuhan yang berlebih pada tulang. Pembuangan tumor tidak dianjurkan, kecuali mereka yang menyebabkan masalah besar, karena biasanya tumor ini tumbuh kembali. Pembedahan untuk mengangkat sebagian tulang berlebih harus dilakukan hanya jika pertumbuhan tulang yang berlebih mempengaruhi fungsi normal. Pertumbuhan tulang yang berlebih di telinga, misalnya, mungkin harus dibuang jika mereka mengganggu pendengaran. Meskipun jenis operasi ini kadang-kadang dapat meningkatkan pertumbuhan tulang yang tersisa. Konseling psikologis untuk


(39)

membantu anak-anak dengan sindrom Proteus berurusan dengan gangguan yang harus dipertimbangkan. Agar konseling menjadi efektif, sebaiknya dimulai pada usia muda.4,5

Konsultasi dapat dilakukan dengan dokter ahli kulit, ahli bedah plastik untuk perbaikan kelainan, ahli bedah ortopedi untuk perbaikan kelainan skeletal, ahli mata dan ahli saraf dapat berguna karena banyak terdapat manifestasi ocular dan kelainan Sistem Saraf Pusat (SSP), merujuk pada ahli psikologis atau psikiatri penting dan bagi keluarga mereka. Penyakit ini menyebabkan stigma sosial dengan adanya kondisi yang sangat jarang, progresif dan tidak berbentuk. Terdapat laporan bahwa 23% orang tua dengan anak yang menderita sindrom ini mengalami gejala depresi.5

Sebuah tim dokter di Australia telah menguji percobaan obat Rapamycin dalam perawatan sindrom Proteus dan telah ditemukan sebagai pengobatan yang efektif. Penelitian yang berlangsung di London dalam menentukan penyebab sindrom Proteus yang didukung oleh kelompok pendukung Inggris untuk sindrom Proteus. Pengobatan masih belum ditemukan. Sementara, obat Rapamycin telah digunakan untuk mengobati pertumbuhan, tetapi masih belum dapat digunakan untuk menyembuhkan kondisi penyakit itu sendiri.1

Perawatan khusus untuk menangani kelainan gigi pasien sindrom Proteus dapat dilakukan dengan perawatan ortodonti dan pembedahan. Perawatan ortodonti dilakukan dengan cara pasien sindrom Proteus ini memakai alat penahan lidah yang dapat dilepas untuk mencoba mengurangi efek makroglossia pada gigi-gigi yang sedang erupsi dan memakai retainer Hawley pada maksila serta retainer overlay pada mandibula. Sedangkan perawatan bedah dapat dilakukan dengan cara liposuction


(40)

pada salah satu pipi pada umur 14 tahun dan bedah orthognasi (osteotomi) pada umur 17 tahun di bawah anastesi umum.3

Prognosis jangka panjang pada sindrom Proteus tidak diketahui. Harapan hidup cenderung sangat bervariasi dari orang ke orang. Mereka dengan tumor dan pertumbuhan tulang yang berlebih mempengaruhi organ memiliki prognosis lebih buruk. Kemungkinan hidup lebih lama dipengaruhi oleh sindrom Proteus. Penyebab kematian dini yang diketahui adalah karena emboli paru. Kematian pernapasan disebabkan akibat penyakit paru-paru kistik, pertumbuhan tulang rusuk terlalu cepat dan laryngospasm. Kematian Sistem Saraf Pusat (SSP) juga terjadi dari kejang dan abses cerebellar.4,14

4.2 Diagnosa Banding

Masalah yang perlu dipertimbangkan adalah dalam membedakan sindrom Proteus dengan gangguan pertumbuhan berlebih lainnya, khususnya sindrom Klippel-Trenaunay, hemihyperplasia/sindrom lipomatosis, dan jenis neurofibromatosis tipe I. Beberapa sindrom lain juga dapat dipertimbangkan dalam diferensial diagnosis ini, akan dibahas di bawah ini.5

Definisi klasik dari sindrom Klippel-Trenaunay adalah tiga serangkai dari stain vaskular, jaringan lunak dan / atau hipertrofi tulang, dan venous varicosities. Sering melibatkan kelainan vaskularisasi termasuk anggota gerak badan atas. Kelainan vaskularisasi (kapiler, limfatik, dan vena) selalu ada dalam kombinasi. Pertumbuhan yang berlebihan sudah terdapat sejak lahir, umumnya lebih parah daripada sindrom Proteus. Selain itu, sindrom Klippel-Trenaunay kurang terdapat


(41)

tumor subkutan, palmar/ plantar cerebriform hyperplasia, dan exostoses kranial, yang biasanya ditemukan pada sindrom Proteus. Terjadinya keterlambatan cerebriform hiperplasia mengarah pada diagnosis yang keliru sindrom Proteus sebagai sindrom Klippel-Trenaunay pada saat neonatal dan bayi.5

Sindrom Parkes-Weber adalah kelainan vaskuler yang melibatkan anggota tubuh atas dan bawah. Hal ini ditandai oleh kapiler memerah yang menyebar, hangat dan didasari pengalihan arterivenous. Sindrom maffucci ditandai oleh adanya hemangioma dan enchondroma.5

Sindrom dengan pigmentasi dan lipoma diantaranya adalah

encephalocraniocutaneous lipomatosis (ECCL), hemifacial hypertrophy, facial infiltrating lipomatosis dan neurofibromatosis I dan sindrom Bannayan Rilley Ruvalcaba.3,5

Encephalocraniocutaneous lipomatosis (ECCL), sudah lama dianggap sebagai

suatu kesatuan yang terpisah, sekarang diklasifikasikan sebagai bentuk ruang lingkup yang lebih luas dari sindrom Proteus (Wiedemann dan Burgio, 1986). Beberapa laporan kasus ECCL menjelaskan bahwa hyperostoses tengkorak kepala dan visceral lipoma menunjukkan adanya tumpah tindih.3

Hemifacial Hypertrophy, pasien tersebut dibandingkan

dengan pasien sindrom Proteus. Terdapat persamaan dalam perkembangan gigi dimana pertumbuhan gigi yang lebih dini pada sisi yang terkena, erupsi dini, dan resorpsi akar idiopatik serta hipertrofi maksila dan mandibula juga ditemukan. Pasien dengan hemifacial hipertrofi sering ditemukan macrodontia, dimana tidak terlihat pada pasien sindrom Proteus. Pada pasien hemifacial hypertrophy tidak terdapat


(42)

adanya exostoses. Khanna danh Andrade (1989) melaporkan bahwa seorang pasien dengan hemifacial hypertrophy, macrodactyly, polydactyly, syndactyly, scoliosis menyerupai karakteristik sindrom Proteus dan dari sudut pandang klinis hemifacial hypertrophy dan sindrom Proteus menunjukkan beberapa tanda klinis yang sama.3

Facial Infiltrating Lipomatosis, jarang terjadi tetapi penyakit yang cukup

dikenal dan ditandai dengan adanya proliferasi pada jaringan lemak dewasa tidak berkapsul yang mengalir di sekitar jaringan lunak, adanya jaringan fibrous dengan berbagai berkas saraf dan dinding pembuluh darah yang tebal, tidak adanya tanda malignan, hipertrofi tulang bawah dan asal kongenital.3

Neurofibromatosis I, ditandai dengan adanya epidermal connective tissue

nevi, exostoses, dan kegagalan dalam mendiagnosis kriteria untuk neurofibromatosis I.3

Sindrom Bannayan Riley Ruvalcaba, yang dikarakteristikan oleh adanya macrocephaly, lipoma, kelainan kapiler, dan polyposis colon dan rectum, tidak menyebabkan pertumbuhan asimetris, exostoses kranial, epidermal nevi atau perubahan telapak tangan atau telapak kaki.5


(43)

BAB 5

KESIMPULAN

Sindrom Proteus dikenal juga sebagai sindrom elattoproteus dan manusia gajah. Sindrom ini merupakan suatu kelainan hamartomatous kongenital yang jarang terjadi dan sangat kompleks. Penyebab sindrom Proteus ini masih belum jelas. Hipotesis menunjukkan bahwa sindrom Proteus disebabkan oleh mosaicism somatis.

Gambaran klinis secara umum pada pasien sindrom Proteus yaitu hemihypertrophy, gigantisme, macrodactyly, scoliosis, epidermal nevus, palmar / plantar cerebriform connective-tissue nevus, cranial exostoses, tumor subkutan.

Gambaran klinis pada kraniofasial pasien sindrom proteus antara lain adanya hemifacial hypertrophy, sindrom wajah panjang, mulut yang terbuka saat istirahat, prognasi mandibula, macrocephaly, exostoses pada tengkorak kepala.

Pada rongga mulut secara klinis menunjukkan adanya disfungsi orofasial multipel, macroglossia, pertumbuhan gigi sulung yang abnormal, hipoplasia enamel, maloklusi Klas III, crossbite, gigi berjejal (crowding), adanya kecenderungan

taurodontism pada pasien, dan pola pertumbuhan dolicocephalic.

Tidak ada perawatan spesifik untuk sindrom Proteus. Tim dokter multidisiplin diperlukan untuk menangani sindrom Proteus. Perawatan sindrom Proteus secara umum dapat dibagi menjadi 3 antara lain perawatan medis, perawatan bedah dan konsultasi.


(44)

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonymous. Proteus syndrome. 2010.

2. Anonymous. Proteus syndrome. 2010.

3. Becktor KB, Becktor JP, Karnes PS, Keller EE. Craniofacial and Dental

Manifestations of Proteus Syndrome: A Case Report. Cleft Palate

Craniofacial J. 2002; 39: 233-45.

4. Andres LM, Gale T. Proteus syndrome. 2005.

2010).

5. Mahlberg MJ. Proteus Syndrome: Differential Diagnoses & Workup.

2010.

Agustus 2010)

6. Anonymous. Proteus Syndrome. 2002.

Agustus 2010).

7. Korbmacher H, Tietke M, Rother U, KahlNieke B. Dentomaxillofacial

imaging in Proteus syndrome. Dentomaxillofacial Radiology. 2005; 34:


(45)

8. Cohen MM. Proteus Syndrome: An update. American Journal of Medical Genetics. 2005; 137C: 38-52.

9. Pletcher BA. Proteus Syndrome. 2010.

Agustus

2010).

10. Puri KJPS, Malhotra SK, Jain A. Klippel Trenaunay and Proteus

Syndrome overlap-a diagnostic dilemma. Egyptian Dermatology Online J.

2009; 5: 10.

11. Nogueira RLM, Teixeira RC, Lima MC, Sant’ana E, Santos CF.

Apnoea-hypopnoea and mandibular retrusion as uncommon findings associated with Proteus syndrome. Dentomaxillifacial Radiology. 2007; 36: 367-71.

12. Batra P, Duggal R, Parkash H. Craniofacial and dental manifestations of a

case of proteus syndrome. Indian Soc Ped Prev Dent J. 2004: 22: 154-7.

13. Gibilisco JA. Oral Radiografic Diagnosis. 5th ed. Philadelphia: WB

Saunders Company, 1983: 37-40.

14. Choyke PL, Biesecker LG. Proteus syndrome. 2008.

Agustus 2010).

15. Anonymous. Proteus Syndrome- Causes, Symptoms and Treatments.

2010.

16. Saunders. A Textbook of Oral Pathology. 4th ed. Philadelphia: WB


(46)

17. Neville BW, Damm DD, Allen CM, Bouquot JE. Oral & Maxillofacial Pathology. 2nd ed. Saunders, 1983: 37-40.


(47)

LAMPIRAN

1. Abses cerebellar : abses otak

2. Adenoma monomorfik : sebuah neoplasma jinak pada duktus kelenjar saliva dengan pola epitel yang sama

3. Alopecia : hilangnya atau tidak adanya rambut pada kulit

kepala yang disebabkan kerontokan yang progresif

4. Atelektasis : pengembangan paru yang tidak sempurna yang

disebabkan oleh penekanan akibat efusi pleura

5. Calvarium : bagian atas tulang kepala

6. Cerebriform connective : garis yang dalam dan pertumbuhan berlebih dari jaringan halus pada telapak kaki

7. Congenital : bawaan sejak lahir

8. Cranial exostosis : pembentukan tulang baru pada permukaan

tulang kepala

9. Craniosynostosis : cacat bawaan yang menyebabkan satu

atau lebih jahitan di kepala bayi

10. Ovarian cystadenomas : neoplasma yang berkembang dari jaringan ovarium

11. Depressed nasal bridge : jembatan hidung yang dalam


(48)

13. Distensi : keadaaan yang membesar, bengkak dari tekanan internal

14. Dolicocephalic : bentuk wajah yang memanjang dan sempit

15. Elevasi : peninggian

16. Emboli paru : penyumbatan arteri pulmonaris oleh

suatu embolus yang terjadi secara tiba-tiba

17. Enchondroma : tumor tulang rawan jinak yang tumbuh

lambat pada ujung tulang tubular (terutama di tangan dan kaki)

18. Epidermal nevus : tumor kulit bawaan yang tidak mengandung

melanosit

19. Epiphyseal : tulang yang terpisah dari tulang panjang

20. Epiphysiodesis : prosedur operasi yang sebagian atau seluruhmya

untuk menghilangkan epiphysis biasanya dilakukan untuk menyamakan panjang kaki

21. Erupsi ektopik : gangguan perkembangan pada pola

erupsi gigi permanen

22. Ethmoidal : tulang yang berada di belakang jembatan hidung

23. Fibroblast : sel induk yang memproduksi komponen

elastis dari kulit seperti kolagen, elastin dan proteoglikan

24. Folikel : kantong kelenjar yang kecil dan sempit


(49)

lantai mulut ke garis tengah bagian bawah lidah

26. Hamartomatous : kondisi abnormal akibat pembentukan suatu

massa jaringan ukuran yang tidak proporsional

27. Hemangioma : tumor pembuluh darah

28. Hemifacial hypertrophy : suatu keadaan dimana satu sisi wajah lebih besar dari sisi sebelahnya

29. Hemihypertrophy : suatu keadaan dimana satu sisi bagian

tubuh tumbuh lebih besar dari yang lain 30. Hemimegalocephaly : kondisi dimana salah satu sisi otak lebih

besar dari yang lain

31. Hiperpigmentasi : kelebihan melanin yang diproduksi oleh kulit

32. Hyperplasia gingival : pembesaran gingiva

33. Hyperostosis : pertumbuhan yang berlebihan pada tulang

34. Hypertrophied tonsilla : tonsila yang membesar

35. Insufisiensi paru : kekurangan pernapasan dimana paru-

paru tidak dapat menerima cukup oksigen

36. Kyphoscoliosis : kombinasi kyphosis dan scoliosis (melengkung

lateral tulang belakang)

37. Laryngospasm : penutupan otot laring yang tidak teratur

38. Lipoma : tumor jinak yang tumbuh di bawah kulit

dan merupakan endapan lemak

39. Lymphangioma : kelainan sistem limfatik


(50)

41. Macrodactyly : ukuran jari tangan atau kaki yang lebih besar dari normal

42. Macroglossia : lidah yang besar

43. Malformasi : anomali pembentukan struktur ; cacat

44. Meniongioma : tumor otak jinak yang berasal dari sel-

sel yang terdapat pada lapisan meningen (selaput pelindung otak)serta derivate-derivatnya.

45. Mosaik : kesalahan kromosom yang hanya terjadi dalam

beberapa sel dalam tubuh

46. Neuropati kompresi : gangguan syaraf perifer yang meliputi

kelemahan motorik, gangguan sensorik, otonom dan melemahnya refleks tendon

47. Nystagmus : gerakan berirama yang tidak sengaja dilakukan

mata

48. Ocular : bagian mata

49. Osteotomi : pembedahan tulang

50. Overjet : jarak horizontal antara incisal edge gigi

incisivus RA terhadap bidang labial gigi insisivus pertama RB

51. Overbite : jarak vertikal antara incisal edge gigi

incisivus RA terhadap bidang labial gigi insisivus pertama RB


(51)

52. Osteomatous : neoplasma tulang

53. Palmar / plantar : telapak tangan / telapak kaki

54. Parapharyngeal : rongga yang berdekatan dengan faring atas

55. Profilaksis : sebuah tindakan yang diambil untuk pencegahan

penyakit atau kondisi

56. Polydactyly : adanya jari keenam atau jari tambahan

57. Polyposis colon : pertumbuhan daging di bagian / lapisan dalam

dari usus besar

58. Pneumonia : peradangan pada paru-paru

59. Ptosis : melorotnya kelopak mata dari atas atau bawah

60. Rectum : bagian terminal dari usus besar

61. Scoliosis : kelainan bentuk pada tulang belakang yang

melengkung ke arah samping

62. Sitogenetik : spesialisasi dalam melakukan pendeteksian

terhadap kelainan

63. Sporadis : terjadi secara tiba-tiba

64. Sphenoid : sebuah tulang berbentuk tidak beraturan di

depan tulang occipitalis pada dasar tengkorak

65. Syndactyly : kondisi dimana dua atau lebih jari tangan atau

kaki yang bergabung

66. Trombosis vena dalam : suatu keadaan terjadinya gumpalan

darah (thrombus) pada pembuluh darah vena dalam di daerah tungkai bawah


(52)

67. Tumor subkutan ekspansif: tumor yang tumbuh di bawah kulit secara mendesak

68. Taurodontia : keadaan gigi dimana ruang pulpa yang

memanjang, membesar dan meluas ke daerah akar

69. Varicosities : pembuluh darah yang membesar dan tampak

pada permukaan kulit

70. Verrucous : lesi kulit ditandai degan adanya papula kulit


(1)

LAMPIRAN

1. Abses cerebellar : abses otak

2. Adenoma monomorfik : sebuah neoplasma jinak pada duktus kelenjar saliva dengan pola epitel yang sama

3. Alopecia : hilangnya atau tidak adanya rambut pada kulit kepala yang disebabkan kerontokan yang progresif

4. Atelektasis : pengembangan paru yang tidak sempurna yang disebabkan oleh penekanan akibat efusi pleura 5. Calvarium : bagian atas tulang kepala

6. Cerebriform connective : garis yang dalam dan pertumbuhan berlebih dari jaringan halus pada telapak kaki

7. Congenital : bawaan sejak lahir

8. Cranial exostosis : pembentukan tulang baru pada permukaan tulang kepala

9. Craniosynostosis : cacat bawaan yang menyebabkan satu atau lebih jahitan di kepala bayi

10. Ovarian cystadenomas : neoplasma yang berkembang dari jaringan ovarium

11. Depressed nasal bridge : jembatan hidung yang dalam


(2)

13. Distensi : keadaaan yang membesar, bengkak dari tekanan internal

14. Dolicocephalic : bentuk wajah yang memanjang dan sempit

15. Elevasi : peninggian

16. Emboli paru : penyumbatan arteri pulmonaris oleh suatu embolus yang terjadi secara tiba-tiba 17. Enchondroma : tumor tulang rawan jinak yang tumbuh

lambat pada ujung tulang tubular (terutama di tangan dan kaki)

18. Epidermal nevus : tumor kulit bawaan yang tidak mengandung melanosit

19. Epiphyseal : tulang yang terpisah dari tulang panjang

20. Epiphysiodesis : prosedur operasi yang sebagian atau seluruhmya untuk menghilangkan epiphysis biasanya dilakukan untuk menyamakan panjang kaki

21. Erupsi ektopik : gangguan perkembangan pada pola erupsi gigi permanen

22. Ethmoidal : tulang yang berada di belakang jembatan hidung 23. Fibroblast : sel induk yang memproduksi komponen

elastis dari kulit seperti kolagen, elastin dan proteoglikan

24. Folikel : kantong kelenjar yang kecil dan sempit 25. Frenulum : sebuah lipatan selaput lendir memanjang dari


(3)

lantai mulut ke garis tengah bagian bawah lidah 26. Hamartomatous : kondisi abnormal akibat pembentukan suatu

massa jaringan ukuran yang tidak proporsional 27. Hemangioma : tumor pembuluh darah

28. Hemifacial hypertrophy : suatu keadaan dimana satu sisi wajah lebih besar dari sisi sebelahnya

29. Hemihypertrophy : suatu keadaan dimana satu sisi bagian tubuh tumbuh lebih besar dari yang lain 30. Hemimegalocephaly : kondisi dimana salah satu sisi otak lebih

besar dari yang lain

31. Hiperpigmentasi : kelebihan melanin yang diproduksi oleh kulit 32. Hyperplasia gingival : pembesaran gingiva

33. Hyperostosis : pertumbuhan yang berlebihan pada tulang 34. Hypertrophied tonsilla : tonsila yang membesar

35. Insufisiensi paru : kekurangan pernapasan dimana paru- paru tidak dapat menerima cukup oksigen 36. Kyphoscoliosis : kombinasi kyphosis dan scoliosis (melengkung

lateral tulang belakang)

37. Laryngospasm : penutupan otot laring yang tidak teratur 38. Lipoma : tumor jinak yang tumbuh di bawah kulit

dan merupakan endapan lemak 39. Lymphangioma : kelainan sistem limfatik


(4)

41. Macrodactyly : ukuran jari tangan atau kaki yang lebih besar dari normal

42. Macroglossia : lidah yang besar

43. Malformasi : anomali pembentukan struktur ; cacat 44. Meniongioma : tumor otak jinak yang berasal dari sel-

sel yang terdapat pada lapisan meningen (selaput pelindung otak)serta derivate-derivatnya.

45. Mosaik : kesalahan kromosom yang hanya terjadi dalam beberapa sel dalam tubuh

46. Neuropati kompresi : gangguan syaraf perifer yang meliputi

kelemahan motorik, gangguan sensorik, otonom dan melemahnya refleks tendon

47. Nystagmus : gerakan berirama yang tidak sengaja dilakukan mata

48. Ocular : bagian mata

49. Osteotomi : pembedahan tulang

50. Overjet : jarak horizontal antara incisal edge gigi

incisivus RA terhadap bidang labial gigi insisivus pertama RB

51. Overbite : jarak vertikal antara incisal edge gigi

incisivus RA terhadap bidang labial gigi insisivus pertama RB


(5)

52. Osteomatous : neoplasma tulang

53. Palmar / plantar : telapak tangan / telapak kaki

54. Parapharyngeal : rongga yang berdekatan dengan faring atas 55. Profilaksis : sebuah tindakan yang diambil untuk pencegahan

penyakit atau kondisi

56. Polydactyly : adanya jari keenam atau jari tambahan

57. Polyposis colon : pertumbuhan daging di bagian / lapisan dalam dari usus besar

58. Pneumonia : peradangan pada paru-paru

59. Ptosis : melorotnya kelopak mata dari atas atau bawah 60. Rectum : bagian terminal dari usus besar

61. Scoliosis : kelainan bentuk pada tulang belakang yang melengkung ke arah samping

62. Sitogenetik : spesialisasi dalam melakukan pendeteksian terhadap kelainan

63. Sporadis : terjadi secara tiba-tiba

64. Sphenoid : sebuah tulang berbentuk tidak beraturan di depan tulang occipitalis pada dasar tengkorak 65. Syndactyly : kondisi dimana dua atau lebih jari tangan atau

kaki yang bergabung

66. Trombosis vena dalam : suatu keadaan terjadinya gumpalan

darah (thrombus) pada pembuluh darah vena dalam di daerah tungkai bawah


(6)

67. Tumor subkutan ekspansif: tumor yang tumbuh di bawah kulit secara mendesak

68. Taurodontia : keadaan gigi dimana ruang pulpa yang memanjang, membesar dan meluas ke daerah akar

69. Varicosities : pembuluh darah yang membesar dan tampak pada permukaan kulit

70. Verrucous : lesi kulit ditandai degan adanya papula kulit berwarna abu-abu atau coklat