Pengeluaran Pemerintah Perkembangan Variabel yang Diteliti

4.1.2. Pengeluaran Pemerintah

Berdasarkan Tabel 4.2 dan Gambar 4.2 di bawah ini dapat dijelaskan perkembangan pengeluaran pemerintah dari tahun 1983-2009 mengalami peningkatan yang sangat berfluktuatif antara -27,59–19,48 dengan rata-rata pertumbuhan pengeluaran pemerintah sebesar 6,82. Pada tahun 1997-1998 pengeluaran pemerintah saat krisis ekonomi mengalami kontraksi sebesar 27,57 mengakibatkan perekonomian mengalami kontraksi. Guna meningkatkan efisiensi anggaran belanja negara telah dilakukan penjadwalan berbagai proyek dan kegiatan yang kurang mendesak atau tidak menjadi prioritas seraya melakukan realokasi dan tambahan anggaran untuk memperkuat jaring pengamanan sosial social safety net. Dalam upaya mengurangi dampak sosial yang semakin luas dari krisis ekonomi dan moneter, anggaran bagi subsidi BBM, subsidi listrik, subsidi pangan dan subsidi obat-obatan menjadi bertambah besar. Hal ini terutama berkaitan dengan meningkatnya harga pangan sebagai akibat menurunnya produksi dan kekurangan pasokan karena kekeringan panjang pada musim tanam tahun 1997, serta meningkatnya harga obat sebagai akibat dari meningkatnya biaya impor obat jadi dan bahan baku obat karena depresiasi rupiah. Sedangkan pengeluaran pemerintah tahun 2008-2009 pada saat terjadinya shock krisis global mengalami ekspansi terjadi pada triwulan I 2009 sebesar 19,25 antara lain dipengaruhi oleh besarnya pengeluaran terkait pemilu di mana Komisi Pemilihan Umum KPU melakukan belanja logistik, Badan Pengawas Pemilu Bawaslu untuk pengawasan dan TNI Polri untuk pengamanan. Sementara itu pada Universitas Sumatera Utara triwulan lainnya pengeluaran pemerintah juga tetap tinggi sejalan dengan komitmen pemerintah meningkatkan stimulus fiskal. Beberapa stimulus fiskal yang mempengaruhi pengeluaran pemerintah dan kemudian memberikan dampak pengganda kepada perekonomian termasuk konsumsi rumah tangga antara lain adalah implementasi jaring pengamanan sosial dalam bentuk program Bantuan Langsung Tunai BLT, pengurangan pajak penghasilan, serta kenaikan gaji dan realisasi ke-13 bagi PNSTNI. Sementara pengeluaran pemerintah yang meningkat hingga 19,48 pada 2009 telah menyumbang pertumbuhan ekonomi 1,3. Berbagai pengeluaran pemerintah seperti stimulus yang diberikan juga berpengaruh bagi pertumbuhan ekonomi yang dicapai www.bi.go.id. Tabel 4.2. Perkembangan Pengeluaran Pemerintah G di Indonesia Tahun G Miliar Rp Persentase Perubahan Tahun G Miliar Rp Persentase Perubahan 1983 66.455,66 - 1997 103.336,74 -5,32 1984 70.084,46 5,46 1998 74.824,37 -27,59 1985 77.490,85 10,57 1999 87.482,96 16,92 1986 75.855,78 -2,11 2000 90.780,00 3,77 1987 71.138,00 -6,22 2001 99.230,16 9,31 1988 70.241,06 -1,26 2002 109.240,27 10,09 1989 77.263,59 10,00 2003 128.216,03 17,37 1990 79.005,14 2,25 2004 137.853,46 7,52 1991 84.306,91 6,71 2005 141.983,26 3,00 1992 94.530,58 12,13 2006 159.355,94 12,24 1993 103.723,08 9,72 2007 163.915,09 2,86 1994 100.307,10 -3,29 2008 175.203,68 6,89 1995 107.656,89 7,33 2009 209.326,54 19,48 1996 109.145,65 1,38 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2009 Universitas Sumatera Utara 0.00 50000.00 100000.00 150000.00 200000.00 250000.00 19 83 19 86 19 89 19 92 19 95 19 98 20 01 20 04 20 07 Tahun P en g el u a ra n P em er in ta h G Pengeluaran Pemerintah G Gambar 4.2. Perkembangan Pengeluaran Pemerintah G di Indonesia 4.1.3. Tingkat Bunga Berdasarkan Tabel 4.3 dan Gambar 4.3 di bawah ini dapat dijelaskan bahwa tingkat bunga tahun 1983 SBI sebesar 6. Pada tahun 1997-1998 saat krisis moneter tingkat bunga SBI mencapai 20,46 kebijakan ini juga dimaksudkan agar tingkat bunga riil tetap positif sehingga dapat menarik kembali modal luar negeri dan mendorong masyarakat memasukkan kembali dananya ke dalam sistem perbankan nasional. Selanjutnya, untuk lebih memantapkan efektivitas pengendalian moneter pemerintah dalam hal ini Bank Indonesia telah melakukan penyempurnaan ketentuan tentang penerbitan dan perdagangan Sertifikat Bank Indonesia SBI yaitu mulai akhir bulan Juli 1998 penjualan SBI dilakukan melalui le1ang dengan Sistem Stop Out Rate SOR. Melalui langkah tersebut diharapkan kuantitas uang yang dikontraksikan mendekati seperti yang direncanakan dalam program moneter. Pada Universitas Sumatera Utara tahun 2006 tingkat bunga sebesar 9,75 turun -3 dari tahun 2005 sebesar 12,75, penurunan tingkat bunga secara bertahap ini tetap diikuti oleh berbagai upaya untuk mengoptimalkan penyerapan ekses likuiditas perbankan yang masih cenderung meningkat. Pada tahun 2007 sebesar 8 turun sebesar -1,75 dari tahun 2006, Kebijakan tersebut diharapkan memberi sinyal positif terhadap ekspansi ekonomi yang tengah berlangsung, kendati tetap mengedepankan upaya mencapai sasaran inflasi. Dalam implementasinya, stance kebijakan moneter selama tahun 2007 dapat dibagi dalam dua periode yakni periode penurunan tingkat bunga Januari-Juli 2007 dan periode tingkat bunga tetap Agustus-November 2007. Penurunan tingkat bunga terutama didasarkan atas pertimbangan tercapainya sasaran inflasi dan terjaganya stabilitas sistem keuangan. Sementara itu, tidak berubahnya tingkat bunga didasarkan atas pertimbangan antisipatif terhadap meningkatnya potensi risiko inflasi yang ditimbulkan oleh gejolak pasar keuangan global sejak akhir Juli 2007 dan trend kenaikan harga minyak dunia. Pada tahun 2008 sebesar 9,25 naik sebesar 1,25 dari tahun 2007, Bank Indonesia menaikkan tingkat bunga secara bertahap dari 8 menjadi 9,5 pada Oktober 2008. Kenaikan tingkat bunga secara gradual dilakukan dengan mempertimbangkan bahwa: i tekanan inflasi yang terjadi tidak hanya bersumber dari sisi permintaan, ii kenaikan tingkat bunga secara drastis akan memberatkan kinerja dan stabilitas sistem keuangan termasuk perbankan. Bank Indonesia memutuskan untuk menurunkan tingkat bunga menjadi 9,25 pada Desember 2008. Universitas Sumatera Utara Keyakinan penurunan tekanan inflasi ke depan tersebut didukung oleh: i indikasi anjloknya permintaan domestik yang semakin kuat, yang juga dikonfirmasi oleh ekspansi kredit perbankan yang mulai menunjukkan penurunan tajam pada Oktober 2008 dan November 2008, ii terjaganya kecukupan pasokan bahan pokok dan energi, iii minimalnya kebutuhan untuk menaikkan harga barang administered, terutama bahan bakar minyak BBM dalam Negeri karena rendahnya harga minyak dunia. Selain itu, penurunan tingkat bunga tersebut juga didasari oleh kondisi imbal hasil rupiah yang masih menarik dan merupakan upaya untuk mengurangi tekanan pada stabilitas sistem keuangan. Pada tahun 2009 sebesar 6,50 turun sebesar - 2,75 dari tahun 2008. Tabel 4.3. Perkembangan Tingkat Bunga R di Indonesia Tahun Tingkat Bunga Persentase Perubahan Tahun Tingkat Bunga Persentase Perubahan 1983 6,00 - 1997 17,38 5,12 1984 12,14 6,14 1998 37,84 20,46 1985 13,77 1,63 1999 11,93 -25,91 1986 14,00 0,23 2000 14,53 2,60 1987 13,54 -0,46 2001 17,62 3,09 1988 15,30 1,76 2002 12,93 -4,69 1989 11,64 -3,66 2003 8,31 -4,62 1990 17,87 6,23 2004 7,43 -0,88 1991 18,03 0,16 2005 12,75 5,32 1992 13,79 -4,24 2006 9,75 -3,00 1993 9,08 -4,71 2007 8,00 -1,75 1994 11,59 2,51 2008 9,25 1,25 1995 13,34 1,75 2009 6,50 -2,75 1996 12,26 -1,08 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2009 Universitas Sumatera Utara 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00 19 83 19 85 19 87 19 89 19 91 19 93 19 95 19 97 19 99 20 01 20 03 20 05 20 07 20 09 Tahun T in g k a t B u n g a R Tingkat Bunga Gambar 4.3. Perkembangan Tingkat Bunga R di Indonesia 4.1.4. Inflasi Berdasarkan Tabel 4.4 dan Gambar 4.4 di bawah ini dapat dilihat perkembangan inflasi pada tahun 1997-1998 krisis keuangan melanda Indonesia. Hal ini awal bagi jatuhnya perekonomian Indonesia. Jika sebelum krisis pertumbuhan ekonomi mencapai di atas rata-rata dengan inflasi yang cukup rendah maka pada puncak krisis tahun 1998, pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan tajam ke angka minus 13 dan inflasi meningkat tajam hingga mencapai 77 persen. Kondisi ini terus bertahan dan terjadi kenaikan yang sangat tajam dengan terjadinya krisis ekonomi tahun 1998. Angka ini adalah angka pencapaian inflasi tertinggi selama kurun waktu terakhir yang dapat terjadi karena memang situasi dan kondisi perekonomian pada saat itu. Ketika itu nilai mata uang di beberapa Negara Asia merosot tajam, khususnya terhadap dolar Amerika Serikat. Perbankan merupakan salah satu sektor yang paling parah terkena dampak krisis. Hampir sebagian besar Universitas Sumatera Utara bank nasional mengalami kerugian dalam waktu yang relatif singkat. Hal ini makin memperparah kondisi ekonomi, keuangan dan perbankan ketika itu serta makin memperpanjang masa krisis yang terjadi. Tahun 2005 terjadi lonjakan harga minyak mentah di pasar internasional, memaksa pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak BBM bersubsidi beberapa kali sehingga meningkatkan laju inflasi sampai 17. Kurun waktu berikutnya seiring meningkatnya permintaan domestik akibat pemulihan ekonomi, inflasi mulai stabil. Koordinasi yang baik antara Bank Indonesia dan pemerintah akan menjadikan sasaran inflasi lebih kredibel. Di samping kehati-hatian Bank Indonesia menjalankan kebijakan moneternya dan kestabilan nilai tukar rupiah, kegiatan perekonomian yang semakin meningkat diperkirakan masih dapat diimbangi dari sisi produksi seiring membaiknya investasi. Akibatnya, tekanan harga dari sisi permintaan dan penawaran tidak memberikan tekanan terhadap harga barang-barang secara keseluruhan. Fluktuasi harga di pasar komoditi internasional serta tingginya harga minyak mentah dunia memang diperkirakan tetap memberikan tekanan terhadap inflasi dalam negeri. Namun, pemerintah akan terus melakukan langkah-langkah evaluasi kebijakan fiskal agar berjalan secara harmonis dengan kebijakan moneter. Dari sisi penawaran, Pemerintah akan menjaga ketersediaan pasokan terutama produk-produk yang memiliki peranan penting dalam mempengaruhi pergerakan inflasi seperti beras dan bahan bakar minyak. Universitas Sumatera Utara Tabel 4.4. Perkembangan Inflasi INF di Indonesia Tahun Inflasi Persentase Perubahan Tahun Inflasi Persentase Perubahan 1983 11,46 - 1997 11,05 4,58 1984 8,76 -2,70 1998 77,63 66,58 1985 4,31 -4,45 1999 2,01 -75,62 1986 8,83 4,52 2000 9,35 7,34 1987 8,90 0,07 2001 12,55 3,20 1988 5,47 -3,43 2002 10,03 -2,52 1989 5,97 0,50 2003 5,06 -4,97 1990 9,53 3,56 2004 6,40 1,34 1991 9,52 -0,01 2005 17,11 10,71 1992 4,94 -4,58 2006 6,60 -10,51 1993 9,77 4,83 2007 6,59 -0,01 1994 9,24 -0,53 2008 11,06 4,47 1995 8,64 -0,60 2009 2,78 -8,28 1996 6,47 -2,17 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2009 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00 19 83 19 85 19 87 19 89 19 91 19 93 19 95 19 97 19 99 20 01 20 03 20 05 20 07 20 09 Tahun In fl a si IN F Inflasi INF Gambar 4.4. Perkembangan Inflasi INF di Indonesia Universitas Sumatera Utara

4.1.5. Produk Domestik Bruto