BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Perkembangan Variabel yang Diteliti
4.1.1. Pajak
Secara umum gambaran penerimaan pajak di Indonesia selalu meningkat dari tahun ke tahun karena kegiatan ekstensifikasi maupun intensifikasi aparat perpajakan.
Penerimaan Dalam Negeri menjadi sumber utama apabila kemandirian pembiayaan negara yang menjadi cita-cita bangsa Indonesia benar-benar ingin direalisasikan.
Untuk itu penerimaan pajak yang merupakan salah satu komponen Penerimaan Dalam Negeri harus ditingkatkan peranannya karena pajak merupakan sumber
penerimaan utama yang merefleksikan praktek demokrasi yang paling mendasar yaitu peran serta rakyat dalam ikut membiayai negara dalam pemerintahannya.
Adapun perkembangan pajak dari tahun 1983-2009 dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan Gambar 4.1 di bawah ini, pada tahun 1983-1997 sebelum terjadi krisis
ekonomi di Indonesia peningkatan penerimaan pajak sangat berfluktuatif sebesar 1,98-38,59. Lonjakan ekspansi pajak terjadi pada tahun 1985 sebesar 38,59, hal
ini disebabkan karena dilaksanakannya Undang-Undang pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah sejak 1 Apri1 1985, maka penerimaan di luar
minyak bumi dan gas alam dalam semester I tahun 19851986 terdiri dari penerimaan pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah,
bea masuk, cukai, pajak ekspor, penerimaan pajak lainnya, Ipeda dan penerimaan
Universitas Sumatera Utara
bukan pajak yang realisasinya sebesar Rp.916,7 miliar, Rp.975,5 miliar, Rp.268,3 miliar, Rp.425,4 miliar, Rp.26,9 miliar, Rp.130,3 miliar, Rp.76,1 miliar dan Rp.368,3
miliar. Pemerintah menyadari bahwa agar sistem baru perpajakan tersebut dapat berjalan dengan baik diperlukan adanya pangkal tolak baru berdasarkan kejujuran dan
keterbukaan baik dari masyarakat maupun aparatur pemerintah. Untuk itu guna pembinaan dan peningkatan kesadaran pajak dari masyarakat,
serta untuk lebih memasyarakatkan peraturan perpajakan yang baru maka batas waktu pengampunan pajak telah diperpanjang sampai dengan tanggal 30 Juni 1985,
pelaksanaan penyuluhan dan penerangan perpajakan terus ditingkatkan. Demikian pula usaha untuk memberikan suasana yang tenang bagi masyarakat wajib pajak
maka tidak dilakukan penetapan dan pemeriksaan atas wajib pajak di seluruh Indonesia selama periode semester I tahun 19851986. Selanjutnya untuk menunjang
keberhasilan pelaksanaan Undang-Undang pajak yang baru telah dilakukan pula perubahan dan perbaikan administrasiorganisasi perpajakan, peningkatan dan
penyempurnaan pengawasan pada administrasi perpajakan serta peningkatan keterampilan aparat perpajakan.
Pada tahun 1998-2000, terjadinya shock terhadap perekonomian di Indonesia yaitu krisis moneter akibatnya penerimaan pajak mengalami kontraksi sebesar 6,22-
23,59. Hal itu disebabkan karena melemahnya pertumbuhan sektor swasta dan dunia usaha yang pada gilirannya berpengaruh pada menurunnya kontribusi sektor
tersebut pada penerimaan perpajakan. Dalam kondisi normal, penerimaan pajak berhubungan erat dengan beberapa variabel makro, seperti tingkat pertumbuhan
Universitas Sumatera Utara
ekonomi, perkembangan harga inflasi dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika. Sementara itu, khusus untuk pajak penghasilan, peningkatan tingkat bunga
deposito yang terjadi akhir-akhir ini telah berpengaruh positif kepada meningkatnya potensi penerimaan PPh. Namun di lain pihak kemerosotan bidang ekonomi telah
memberikan pengaruh yang kurang menguntungkan bagi hampir semua jenis pajak pada tahun anggaran 19981999.
Pada tahun 2001-2007 peningkatan penerimaan pajak sangat berfluktuatif sebesar 3,36-40,05. Lonjakan ekspansi pajak terjadi pada tahun 2001 sebesar
40,05 disebabkan oleh peningkatan penerimaan pajak dalam negeri, khususnya pajak penghasilan PPh, pajak pertambahan nilai barang dan jasa, pajak penjualan
atas barang mewah PPN dan PPnBM, serta penerimaan cukai. Peningkatan tersebut terutama berkaitan dengan: i membaiknya pertumbuhan ekonomi, ii pelaksanaan
intensifikasi dan ekstensifikasi perpajakan dan iii penyempurnaan berbagai peraturan perpajakan.
Sementara itu, dalam kurun waktu yang sama penerimaan pajak perdagangan internasional meningkat sebesar Rp.5,5 triliun yaitu dari Rp.5,0 triliun 0,4 persen
terhadap PDB dalam tahun anggaran 19992000 menjadi Rp10,5 triliun 0,7 persen terhadap PDB dalam tahun anggaran 2001. Pesatnya peningkatan pajak perdagangan
internasional tersebut terutama disebabkan oleh depresiasi nilai rupiah yang mengakibatkan nilai transaksi dalam rupiah menjadi lebih besar. Sebaliknya, dalam
denominasi mata uang asing perkembangan jenis penerimaan ini cenderung melambat. Hal ini berkaitan dengan masih besarnya fasilitas atas barang impor,
Universitas Sumatera Utara
khususnya pembebasan bea masuk atas produk tertentu terutama barang modal, serta kian rendahnya tarif pajakpungutan ekspor dalam rangka mendorong kegiatan ekspor
dan pertumbuhan ekonomi. Pada tahun 2008 berbagai persoalan eksternal yaitu krisis global yang terjadi
di Amerika Serikat yang sedikit banyak mempengaruhi percepatan perbaikan perekonomian Indonesia. Gejolak sub prime mortgage di Amerika Serikat telah
membawa dampak kepada melambatnya pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat yang pada gilirannya membawa dampak kepada perlambatan ekonomi dunia,
termasuk Indonesia. Akibat shock krisis global tersebut penerimaan pajak mengalami kontraksi sebesar 8,71, penurunan penerimaan pajak terutama terjadi pada pajak
perdagangan internasional. Faktor utama yang mendorong turunnya penerimaan perpajakan khususnya
bea masuk, bea keluar dan pajak dalam rangka impor PDRI adalah terjadinya krisis ekonomi yang menyebabkan merosotnya nilai dan volume transaksi perdagangan
internasional. Penurunan diperkirakan juga terjadi pada penerimaan pajak dalam Negeri, khususnya penerimaan PPN dan PPnBM. Faktor utama yang menyebabkan
penurunan penerimaan PPN dan PPnBM adalah melemahnya daya beli masyarakat yang berdampak pada berkurangnya konsumsi dalam negeri dan impor.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.1. Perkembangan Pajak T di Indonesia Tahun
Pajak Miliar Rp
Persentase Perubahan
Tahun Pajak
Miliar Rp Persentase
Perubahan
1983 40.423,01
- 1997
196.600,13 7,55
1984 41.617,40
2,95 1998
161.775,25 -17,71
1985 57.678,86
38,59 1999
151.707,31 -6,22
1986 65.638,11
13,80 2000
115.913,00 -23,59
1987 65.031,48
-0,92 2001
162.333,91 40,05
1988 74.211,26
14,12 2002
173.575,36 6,92
1989 86.073,75
15,98 2003
189.579,98 9,22
1990 98.161,85
14,04 2004
202.432,95 6,78
1991 111.592,58
13,68 2005
219.007,79 8,19
1992 128.171,10
14,86 2006
226.357,01 3,36
1993 152.010,07
18,60 2007
244.057,82 7,82
1994 171.030,49
12,51 2008
276.843,31 13,43
1995 167.651,70
-1,98 2009
252.721,47 -8,71
1996 182.797,77
9,03 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2009
0.00 50000.00
100000.00 150000.00
200000.00 250000.00
300000.00
19 83
19 85
19 87
19 89
19 91
19 93
19 95
19 97
19 99
20 01
20 03
20 05
20 07
20 09
Tahun P
a ja
k T
Pajak
Gambar 4.1. Perkembangan Pajak T di Indonesia
Universitas Sumatera Utara
4.1.2. Pengeluaran Pemerintah