Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
masing pihak, namun dilain pihak telah terjadi wanprestasi di mana pelaku usaha tidak melakukan kewajibannya dalam perjanjian yang telah diadakan kepada pihak
konsumen, dan dalam hal ini apabila konsumen telah mendapatkan sebuah tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh pihak pelaku usaha maka bagaimana kekuatan
hukum yang timbul dalam perjanjian yang diadaakan oleh kedua belah pihak, agar dari pihak konsumen dapat memiliki rasa aman dari kontrak elektronik yang diakan
kepada pihak pelaku usaha tersebut. Dengan masuknya media internet dalam dunia perdaganganbisnis, banyak
hal-hal mengalami perubahan, seperti kedekatan para pihak dalam bertransaksi menjadi semakin renggang, karena masing-masing pihak praktis tidak mengenal
secara dekat satu sama lain pengenalan hanya diketahui melalui media komputer, ketidakjelasan mengenai barang yang ditawarkan, terlebih apabila barang yang
ditawarkan membutuhkan pengenalan secara fisik seperti parfum dan obat-obatan, kepastian bahwa barang yang dikirim sesuai dengan barang dipesan, padahal kita
ketahui bahwa hubungan yang timbul antara konsumen dengan pelaku usaha senantiasa dimaksudkan agar kedua belah pihak menikmati keuntungan.
Kondisi inilah yang seringkali timbul dalam setiap transaksi dengan mempergunakan internet. Sebaliknya Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang
sekarang berlaku di Indonesia masih berbasis pada sesuatu yang sifatnya fisik belum kepada
virtualmaya. Transaksi perdangan melalui media elektronik atau lazim disebut
Electronic Commerce menyisakan berbagai permasalahan yang belum ada pengaturannya.
Electronic Commerce terbentuk dari berbagai sub sistem yang
tersusun secara sistematis, dan masing-masing sub sistem tersebut memiliki permasalahnya masing-masing.
Ketika seseorang hendak melakukan suatu transaksi, misalnya saja pembeliaan barang, maka para pihak sudah mulai dihadapkan pada berbagai masalah
hukum seperti keabsahan dokumen yang dibuat, tandatangan digital yang dibuat saat seorang tersebut meyatakan sepakat untuk betransaksi, kekuatan mengikat dari
kontrak tersebut dan pembayaran transaksi. Dalam oprasionalnya, E-Commerce ini
dapat berbentuk Business to Business atau Business to Consummers. Salah satu isu
yang curcial dalam E-Commerce adalah menyangkut keamanan dalam mekanisme
pembayaran payment mechanism dan jaminan keamanan dalam bertransaksi
security risk, seperti informasi mengenai transfer data kartu kredit dan identitas pribadi konsumen, dalam hal ini ada dua masalah utaman yaitu pertama,
indetification integrity yang menyangkut indetitas sipengirim yang dikutakan lewat digital signature, kedua, message integrity yang meyangkut apakah pesan yang
dikirimkan oleh si pengirim benar-benar diterima oleh penerima yang dikehendaki intended recipant.
Dalam pelaksanaannya, E-Commerce ini mengalami permasalahan khusunya
yang berkaitan dengan kontrak, perlindungan konsumen, pajak, yuridiksi dan digital
signature
4
. Pada tahun 2008, pemerintah Indonesia telah menerbitkan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
4
Didik M. Arief dan Elisatris Gultom, Cyber Law Aspek Hukum Teknologi Informasi,
Bandung : Refika Aditama, 2005 , h.133-135.
Elektronik. Dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik ini diatur mengenai transaksi elektronik di mana salah satunya adalah kegiatan mengenai jual
beli dalam media internet ini. Dalam Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik
ini yang dimaksud dengan transaksi elektronik adalah “perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer, danatau media
elektronik lainnya”. Sesuai dengan pengertian di atas, maka kegiatan jual beli yang dilakukan melalui komputer ataupun handphone dapat dikategorikan sebagai suatu
transaksi elektronik. Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik juga mewajibkan pelaku usaha untuk memberikan informasi yang lengkap dan benar.
Kewajiban tersebut terdapat dalam Pasal 9 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik
yang berbunyi : “Pelaku usaha yang menawarkan produk melalui sistem elektronik harus menyediakan informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan
syarat kontrak, produsen, dan produk yang ditawarkan” di antaranya: 1.
Informasi yang memuat identitas serta status subjek hukum dan kompetensinya, baik sebagai produsen, pemasok, penyelenggara maupun
perantara; 2.
Informasi lain yang menjelaskan hal tertentu yang menjadi syarat sahnya perjanjian serta menjelaskan barang danatau jasa yang ditawarkan seperti
nama, alamat, dan deskripsi barangjasa
5
. Menurut Pasal 1 angka 1
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
“Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang
5
Hukum Online, “ Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Belanja Online”, artikel diakses pada tanggal 21 okober 2013 dari
http:www.hukumonline.comklinikdetaillt50bf69280b1eeperlindungan-hukum-bagi konsumen belanja-online.
menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen”
6
. Selain upaya dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik
dalam melindungi konsumen terhadap transaksi jual beli dalam media internet dalam KUHP Kitab Undang-Undang Hukum Pidana juga mengatur mengenai sebuah
perbuatan yang dilanggar bagi para pelaku usaha. Pada dasarnya penipuan secara jual beli di internet ini tidak jauh berbeda dengan penipuan secara konvensional. Yang
membedakan hanyalah sarana perbuatannya, dalam penipuan secara internet, penipuan tersebut menggunakan sarana elektronik. Karena itu, penipuan secara
internet dapat dikenakan Pasal 378 KUHPidana. Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik juga telah mengatur bentuk penipuan dalam media internet ini.
Dalam Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik disebutkan bahwa :
“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian
konsumen dalam transaksi elektronik ”.
Adapun perbuatan optimum yang dianggap mengandung sifat ketidakadilan dan berdasarkan sifanya, yang patut dilarang dan diancam dengan hukuman oleh
Undang-Undang adalah mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik. Perbuatan tersebut, dapat mengandung unsur delik penuh bilamana
dianggap terlaksana penuh dengan perbuatan yang dilarang Undang-undang yakni
6
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta : PT. Raja
Grafindo, 2011, h.1.
menyebarkan berita bohong dan menyesatkan, dan menimbulkan akibat kerugian konsumen dalam transaksi elektronik. Dengan demikian, delik ini termasuk delik
materiil atau delik dengan perumusan materiil, yakni delik yang baru dianggap terlaksana penuh bahwa unsur kerugian konsumen dalam transaksi dengan elektronik
harus dibuktikan terlebih dahulu
7
. Dalam beberapa literatur di atas yang sedikit mejelaskan bagaimana fenomena
yang sekarang ini sedang terjadi, dalam transaksi yang dilakukan di dalam media internet ini juga meninggalkan masalah mengenai keabsahan sebuah kontrak
elektronik dalam transaksi jual beli dalam media internet ini, apabila dilihat dalam hukum perikatan
8
. Transaksi jual beli melalui media internet, biasanya akan didahului oleh
penawaran jual, penawaran beli dan penerimaan jual atau penerimaan beli. Sebelum itu mungkin terjadi penawaran secara elektronik, misalnya melalui website situs di
internet atau melalui posting di mailing list dan newsgroup atau melalui undangan
untuk para customer melalui model business to customer
9
, yang dalam hal tersebut antar pihak pelaku usaha dan konsumen hanya dapat berkomunikasi melalui media
intenet dan tidak melakukan tatap muka dalam melakukan sebuah kesepakatan, dan disini timbul pertanyaan apakah hanya dengan kata sepakat dan tidak dengan
7
Siswanto Sunarso, Hukum Informasi dan Transaksi Elektronik, Studi kasus : Prita
Mulyasari, Jakarta : PT. Raja Grafindo, 2009, h. 99-100.
8
K. Muljadi dan G. Widjaja , Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian, Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2003, h.18.
9
Ahmad Mujahid Ramli, Cyber Law dan HAKI Dalam Sistem Hukum Indonesia, Bandung :
Refika Aditama, 2004, h. 97.
perjanjian tertulis sebuah kepakatan dapat terlaksana jika dilihat perkembangan jaman yang sudah sangat maju dengan adanya teknologi tersebut yang tidak lagi merupakan
paper based economy, akan tetapi berubah menjadi digital electronic economy. Bedasarkan latar belakang belakang masalah tersebut di atas maka penulis
tertarik untuk meneliti dan dituangkan dalam bentuk skripsi dengan judul :
“Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Transaksi E-commerce Di
Tinjau Dari Hukum Perikatan
”.
B . Identifikasi Masalah
1. Bagaimana peranan pemerintah dalam mengedukasi masyarakatnya untuk lebih
mengutamakan unsur kehati-hatian dalam melakukan sebuah transasksi dalam
media elektronik.
2. Bagaimana keamanan yang didapatkan oleh konsumen dalam melakukan
transaksi dimedia internet.
3. Perlindungan yang seperti apa yang akan didapatkan oleh konsumen dalam
melakukan transaksi dimedia internet. C.
Pembatasan dan Rumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Dalam hal-hal yang telah dipaparkan oleh penulis di dalam latar belakang masalah, maka penulis hanya membahas mengenai perlindungan hukum terhadap
konsumen dalam transaksi E-Commerce ditinjau dari hukum perikatan.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan latar belakang masalah yang telah dijelaskan oleh penulis di atas, maka dapat diambil kesimpulan permasalahan yang sekarang telah
menjadi aktifitas yang sering kita jumpai di kalangan masyarakat global ini yaitu transaksi yang di lakukan dengan menggunakan media intenet, namum
masyarakat harus mengetahui mengenai keabsahan sebuah kontrak elektonik dalam transaksi jual beli di media internet agar tercipta sebuah perlindungan
hukum terhadap konsumen dalam bertransaksi melalui media internet tersebut. Untuk menjawab permasalahan tersebut maka penulis menyajikan pertanyaan
penilitian sebagai berikut : a.
Bagaimana legalitas transaksi elektronik yang ditinjau dari hukum perikatan?
b. Bagaimana perlindungan hukum terhadap konsumen dalam bertransaksi
melalui media internet? c.
Apa saja bentuk penyelesaian sengketa konsumen dalam transaksi pada media internet?