Mei Rini : Pertanggungjawaban Pidana Anggota Polri Terhadap Penggunaan Senjata Api Tanpa Prosedur Studi Terhadap Putusan PN BINJAI No.239Pid.B2007PN-Binjai, 2007.
USU Repository © 2009
senjata api yang dipercayakan kepada mereka. f.
Anggota Polri tersebut bertugas di lapangan penyidik lapangan, staf tidak layak diberikan izin kepemilikan senjata api, karena tujuan diberikannya
senjata api kepada anggota kepolisian adalah untuk mendukung tugas mereka di lapangan sebagai pemelihara dan penjaga keamanan di tengah-tengan
masyarakat. g.
Izin rekomendasi dari Propam Profesi dan Pengamanan Izin rekomendasi ini berupa pernyataan bahwa anggota polisi tersebut berhak
memiliki senjata api karena tidak pernah melakukan tindak pidana dan kesalahan lainnya dan hal ini berlaku surut. Propam merupakan penyaring
terakhir dalam izin kepemilikan senjata api ini. h.
Izin dari Denma Denta Semen Markas, dimana Kadenma akan menandatangi kartu izin kepemilikan senjata api ini. Setiap 1 satu tahun sekali izin harus
diurus kembali dan anggota polisi tersebut kembali harus mengikuti test.
B. Prosedur Penggunaan Senjata Api Bagi Anggota Polri
Dalam menjalankan setiap tugas ada etika yang harus dijaga dan dijunjung oleh anggota kepolisian Republik Indonesia POLRI. Ketika aparat kepolisian
mendapat gaji, tunjangan dan fasilitas dari negara, tentunya itu semua didapatkan karena mereka memiliki tugas menjaga keamanan negara. Tempaan fisik dan
pendidikan militer termasuk amanat memegang senjata dimaksudkan untuk mendukung tugas mulia yang mereka emban.
Prinsip-prinsip penggunaan kekerasan dan senjata api oleh polisi pada dasarnya termasuk dalam prinsip-prinsip dasar PBB tentang penggunaan
Mei Rini : Pertanggungjawaban Pidana Anggota Polri Terhadap Penggunaan Senjata Api Tanpa Prosedur Studi Terhadap Putusan PN BINJAI No.239Pid.B2007PN-Binjai, 2007.
USU Repository © 2009
kekerasan dan senjata api oleh petugas penegak hukum yang diadopsi dari kongres PBB ke-8 tentang Perlindungan Kejahatan dan Perlakuan terhadap
pelanggar hukum di Havana Kuba, dari tanggal 27 Agustus sampai 7 September 1990.
43
Tata tertib bagi Petugas Penegak Hukum PBB diadopsi oleh Resolusi Dewan Umum 34168, tanggal 17 Desember 1979 juga menekankan prinsip-
prinsip ini. Dan sebagai salah satu negara anggota PBB, Indonesia khususnya Polri mempunyai kewajiban untuk mengadopsi saran-saran PBB ini. Prinsip-
prinsip Dasar PBB tentang Penggunaan Kekerasan Dan Senjata Api oleh Penegak Hukum adalah:
44
1.Cara-cara tanpa kekerasan harus diusahakan terlebih dahulu. 2.Kekerasan hanya dipakai bila sangat perlu.
3.Kekerasan dipakai hanya untuk tujuan penegakan hukum yang sah. 4.Tidak ada pengecualian atau alasan apapun yang dibolehkan untuk
menggunakan kekerasan yang tidak berdasarkan hukum. 5.Penggunaan kekerasan harus selalu proporsional dengan tujuannya yang sesuai
dengan hukum. 6.Harus ada pembatasan dalam penggunaan kekerasan.
7.Kerusakan dan luka-luka harus dikurangi 8.Harus tersedia berbagai jenis alat yang dipakai dalam penggunaan kekerasan
yang beragam. 9.Semua petugas harus dilatih dalam menggunakan berbagai peralatan yang
dipakai dalam berbagai penggunaan kekerasan yang beragam. 10.
Semua petugas harus dilatih tentang menggunakan cara-cara tanpa kekerasan.
43
Buku Panduan Hak Asasi Manusia Untuk Anggota Polri, op.cit, Hal.89
44
Ibid, Hal.92
Mei Rini : Pertanggungjawaban Pidana Anggota Polri Terhadap Penggunaan Senjata Api Tanpa Prosedur Studi Terhadap Putusan PN BINJAI No.239Pid.B2007PN-Binjai, 2007.
USU Repository © 2009
Prinsip-prinsip dasar PBB tentang penggunaan Kekerasan dan Senjata Api oleh petugas penegak hukum ini, walaupun bukan merupakan sebuah perjanjian
internsional, tetapi merupakan sebuah perangkat yang bertujuan memberikan panduan bagi negara-negara anggota dalam pelaksanaan tugas mereka untuk
menjamin dan memajukan peran petugas penegak hukum secara benar. Dengan demikian, ada pemahaman mendasar bahwa prinsip-prinsip ini harus diperhatikan
dan dihormati oleh pemerintah dalam kerangka perundang-undangan dan praktek nasional, dan harus menjadi perhatian petugas penegak hukum dan orang lain,
seperti hakim, jaksa, pengacara, orang-orang yang duduk dalam pemerintahan dan legislatif serta masyarakat umum.
Pembukaan undang-undang ini menekankan pentingnya bagi pemerintahan nasional untuk memperhatikan prinsip-prinsip yang termuat di dalam perangkat
tersebut, dengan cara menyesuaikan dengan perundang-undangan dan praktek nasional. Untuk memperoleh informasi tentang penggunaan dan penerapan
peraturan ini, negara-negara anggota menyediakan informasi tentang uji dan pelatihan khusus bagi petugas penegak hukum sebelum mereka diizinkan untuk
menggunakan kekerasan atau senjata api, selain informasi tentang peraturan- peraturan secara rinci mengenai penggunaan kekerasan dan senjata api oleh
petugas penegak hukum secara umum terhadap orang yang sedang ditahan atau pada saat melakukan tugas kepolisian terhadap kegiatan berkumpul secara
melanggar hukum. Ketentuan tentang pelatihan dan ujian khusus penggunaan kekerasan dan
senjata api dalam prinsip-prinsip dasar penggunaan kekerasan dan senjata api menyatakan bahwa pemerintah dan pihak yang berwenang harus memastikan dan
Mei Rini : Pertanggungjawaban Pidana Anggota Polri Terhadap Penggunaan Senjata Api Tanpa Prosedur Studi Terhadap Putusan PN BINJAI No.239Pid.B2007PN-Binjai, 2007.
USU Repository © 2009
menjamin bahwa polisi harus dilengkapi dengan keahlian dan kemampuan yang memadai tentang penggunaan kekerasan dan senjata api.
Selain harus memperhatikan dan mematuhi prinsip-prinsip dasar tentang penggunaan kekerasan dan senjata api, aparat penegak hukum juga harus
memperhatikan dan mematuhi prinsip-prinsip dasar dalam penegakan hukum, yaitu:
45
a. Legalitas
Prinsip ini berarti bahwa semua tindakan yang dilakukan oleh anggota polisi, harus sesuai dengan hukum yang berlaku. Prinsip legalitas dalam Hak
Asasi Manusia tidak hanya diatur dalam perundang-undangan nasional, tetapi juga secara internasional.
Oleh karena itu, semua anggota polisi, baik polisi pria maupun polisi wanita, harus mengetahui perundang-undangan nasional dan internasional yang terkait
dengan tugas penegakan hukum. Misalnya, dalam hal penahanan seorang tersangka, anggota polisi yang menangkap harus memiliki mandat menurut
hukum untuk membatasi kebebasan tersangka. Dalam berbagai keadaan, anggota polisi tidak dapat bertindak di luar hukum yang sah tidak bertindak sewenang-
wenang. b. Nesesitas
Nesesitas berarti sebuah keadaan yang mengharuskan anggota polisi untuk melakukan suatu tindakan, atau menghadapi kejadian yang tidak dapat
dihindarkan atau dielakkan sehingga terpaksa melakukan tindakan yang membatasi kebebasan seseorang.
45
Ibid, Hal.87
Mei Rini : Pertanggungjawaban Pidana Anggota Polri Terhadap Penggunaan Senjata Api Tanpa Prosedur Studi Terhadap Putusan PN BINJAI No.239Pid.B2007PN-Binjai, 2007.
USU Repository © 2009
Pada penggunaan kekerasan dan senjata api, prinsip ini diterapkan pada saat keadaan tidak dapat dihindarkan atau tidak dapat dielakkan, sehingga penggunaan
kekerasan dan senjata api merupakan satu-satunya tindakan yang harus dilakukan. Artinya bahwa tidak ada cara lain untuk memecahkan masalah tersebut dalam
mencapai sasaran yang diharapkan. Dalam semua keadaan, penggunaan senjata api yang mematikan hanya dapat digunakan secara tegas guna melindungi
kehidupan prinsip-prinsip dasar penggunaan kekerasan dan senjata api, prinsip Nomor 9. Maksud kehidupan disini adalah nyawa warga masyarakat yang tidak
bersalah, anggota polisi dan tersangka. c.
Proporsionalitas Prinsip proporsionalitas dalam penegakan hukum, tidak bisa disamakan
dengan arti kata yang sama dalam tindakan anggota Angkatan Bersenjata armed forces, dalam perpolisian, prinsip proporsionalitas tidak berarti menggunakan
alatperalatan yang sama dengan yang digunakan oleh tersangka, misalnya dalam keadaan tersangka menggunakan senjata api, tidak secara langsung polisi juga
menggunakan senjata api. Selain itu, apabila tujuan penggunaan kekerasan dan senjata api sudah
terpenuhi, maka penggunaan kekerasan harus dihentikan. Proporsionalitas adalah penggunaan kekerasan dan senjata api yang sesuai, berdasarkan tujuan yang
dicapai dan tidak melebihi batas. Anggota polisi harus menerapkan prinsip proporsionalitas dalam setiap tindakan, terutama pada saat penggunaan kekerasan
dan senjata api hanya pada saat sangat dibutuhkan. Prinsip proporsionalitas dalam penggunaan kekerasan dan senjata api harus diterapkan pada saat
berhadapan dengan keadaan sebagai berikut:
Mei Rini : Pertanggungjawaban Pidana Anggota Polri Terhadap Penggunaan Senjata Api Tanpa Prosedur Studi Terhadap Putusan PN BINJAI No.239Pid.B2007PN-Binjai, 2007.
USU Repository © 2009
a. Tindakan tersangka dan penggunaan saranaperalatan senjata api, pisau dan
lain-lain. b.
Keadaan yang mendadak menimbulkan risiko kematian warga masyarakat, petugas kepolisian dan tersangka.
c. Kondisi atau keadaan yang penuh bahaya, ancaman terhadap jiwa, keadaan
ketika bahaya atau ancaman sudah sangat dekat untuk terlaksana. d.
Risiko dengan kemungkinan penggunaan senjata api dan kekerasan akan terjadi, petugas harus mampu menentukan tingkatan penggunaan kekerasan
yang akan digunakan. Tata tertib bagi Petugas Penegak Hukum pasal 3 menjelaskan bahwa
petugas penegak hukum hanya boleh menggunakan kekerasan bila sangat diperlukan dan hanya sebatas yang dibutuhkan dalam melaksanakan pekerjaan
mereka.
46
Dalam situasi apapun penggunaan kekerasan dan senjata api secara sengaja dan mematikan hanya diizinkan jika sangat diperlukan untuk melindungi nyawa
Anggota polisi tidak boleh menggunakan senjata api untuk melawan orang yang dihadapi, kecuali dalam rangka membela diri atau membela orang lain
ketika menghadapi ancaman nyawa atau luka yang parah, dan untuk mencegah kejahatan lain yang mengancam nyawa. Yang termasuk kasus-kasus pengecualian
adalah penahanan seseorang yang membahayakan, yang melakukan perlawanan atau berkemungkinan melarikan diri dari anggota polisi, juga baik tindakan-
tindakan yang lebih lunak tidak efektif lagi.
46
Ibid, Hal.89
Mei Rini : Pertanggungjawaban Pidana Anggota Polri Terhadap Penggunaan Senjata Api Tanpa Prosedur Studi Terhadap Putusan PN BINJAI No.239Pid.B2007PN-Binjai, 2007.
USU Repository © 2009
manusia. Keadaan-keadaan yang diizinkan untuk menggunakan senjata api adalah sebagai berikut:
47
1. Senjata api hanya boleh dipakai dalam keadaan-keadaan luar biasa.
2. Senjata api hanya boleh dipakai untuk membela diri atau membela orang lain
terhadap ancaman kematian atau luka-luka. 3.
Untuk mencegah terjadinya kejahatan berat yang melibatkan ancaman terhadap nyawa.
4. Untuk menahan atau mencegah larinya seseorang yang membawa,
mengancam dan yang sedang berupaya melawan usaha untuk menghentikan ancaman tersebut.
5. Dalam setiap kasus, dimana langkah-langkah yang lebih lunak tidak cukup.
6. Penggunaan kekerasan dan senjata api dengan sengaja, hanya dibolehkan bila
benar-benar untuk melindungi nyawa manusia. Secara rinci prosedur penggunaan senjata api bagi aparat kepolisian adalah
sebagai berikut:
48
a. Petugas harus menyebutkan dirinya sebagai anggota polisi.
b. Petugas harus memberi peringatan secara jelas.
c. Petugas harus memberi waktu yang cukup agar peringatan dipatuhi.
d. Hal ini tidak perlu dilakukan bila pengunduran waktu akan mengakibatkan.
kematian atau luka berat terhadap petugas tersebut atau orang lain atau, e.
Bila jelas-jelas tidak dapat ditunda dalam situasi tersebut. f.
Tindakan polisi setelah menggunakan senjata api, yaitu:
47
Ibid, Hal.90
48
Ibid, Hal. 91
Mei Rini : Pertanggungjawaban Pidana Anggota Polri Terhadap Penggunaan Senjata Api Tanpa Prosedur Studi Terhadap Putusan PN BINJAI No.239Pid.B2007PN-Binjai, 2007.
USU Repository © 2009
1. memberi bantuan medis bagi setiap orang yang terluka korban dan
penyerang yang memerlukan perawatan medis. 2.
memberitahukan kepada keluarga atau kerabat korban akibat penggunaan senjata api.
3. penyidikan harus diijinkan bila diminta atau diperlukan.
4. menjaga tempat kejadian perkara untuk penyelidikan lebih lanjut.
5. membuat laporan terinci dan lengkap tentang penggunaan senjata api
Hal-hal yang sangat relevan dengan prinsip-prinsip dasar penggunaan kekerasan dan senjata api adalah pemerintah dan lembaga penegak hukum harus
mengadopsi dan menerapkan peraturan dan perundang-undangan tentang penggunaan kekerasan dan senjata api terhadap orang lain melalui petugas
penegak hukum. Dalam mengembangkan aturan dan peraturan tersebut, pemerintah dan
lembaga penegak hukum harus senantiasa meninjau kembali persoalan-persoalan etika yang berkaitan dengan penggunaan kekerasan dan senjata api. Badan
pemerintah dan lembaga penegak hukum harus menetapkan prosedur pelaporan dan peninjauan yang efektif tentang semua kejadian dan harus melengkapi
anggota polisi dengan berbagai jenis senjata api dan amunisi yang memungkinkan penggunaan kekerasan dan senjata api yang beragam, termasuk senjata yang tidak
mematikan dan peralatan bela diri lainnya. Sejauh mungkin petugas penegak hukum harus menggunakan tindakan tanpa
kekerasan sebelum memutuskan untuk menggunakan kekerasaan atau senjata api. Dalam penggunaan kekerasan dan senjata api, petugas penegak hukum harus
Mei Rini : Pertanggungjawaban Pidana Anggota Polri Terhadap Penggunaan Senjata Api Tanpa Prosedur Studi Terhadap Putusan PN BINJAI No.239Pid.B2007PN-Binjai, 2007.
USU Repository © 2009
mempertimbangkan bahwa tindakannya yang tidak memadai dapat menyebabkan kematian.
Ada saatnya peningkatan dan perlindungan Hak Asasi Manusia sukar dilakukan, misalnya pada saat terjadi kerusuhan massal atau pada saat aparat
kepolisian sedang berhadapan dengan seorang penjahat. Pada saat-saat yang demikian itulah biasanya negara melakukan pengurangan kewajibannya terhadap
konvensi yang disepakati.
49
1. Menghargai dan melindungi hak-hak yang tidak dapat dikurangi pada setiap
saat dan dalam keadaan apapun. Akan tetapi ketika hal ini terjadi, petugas penegak
hukum tetap mempunyai tanggung jawab yang sepenuhnya harus dilaksanakan, yaitu:
2. mematuhi tindakan-tindakan tersebut, dengan tetap melindungi hak-hak asasi
lainnya, menyusul dilakukannya tindakan pengurangan oleh pemerintah. Anggota polisi mempunyai posisi yang sah secara hukum untuk membatasi hak-
hak seseorang dalam masyarakat, terutama mereka yang dicurigai melakukan kejahatan. Kendati demikian, ada faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam hal
pembatasan hak-hak seseorang. Untuk itu, penting bagi anggota polisi untuk memahami peran mereka sebagai pelindung dan penegak Hak Asasi Manusia
setiap orang dalam masyarakat. Apabila hal ini tidak diperhatikan oleh pihak kepolisian, maka tindakannya
tersebut akan sangat membahayakan citra institusi kepolisian. Pihak kepolisian
49
Ibid, Hal.43
Mei Rini : Pertanggungjawaban Pidana Anggota Polri Terhadap Penggunaan Senjata Api Tanpa Prosedur Studi Terhadap Putusan PN BINJAI No.239Pid.B2007PN-Binjai, 2007.
USU Repository © 2009
harus memperhatikan tiga tingkat prioritas keamanan sebelum menggunakan kekerasan dan senjata api yaitu:
50
a. Keamanan masyarakat atau pihak ketiga setiap warga Negara
b. Keamanan polisi
c. Keamanan pelanggar hukum
Selain itu, semua petugas penegak hukum harus dilatih dalam menggunakan berbagai peralatan yang dipakai dalam berbagai penggunaan kekerasan yang
beragam dan petugas penegak hukum harus dilatih tentang menggunakan cara- cara tanpa kekerasan. Dan harus ada pembatasan dalam penggunaan kekerasan ,
kerusakan dan luka-luka harus dikurangi serta harus tersedia berbagai jenis alat yang dipakai dalam penggunaan kekerasan yang beragam. Selain itu dalam
memilih kekerasan yang akan digunakan, polisi harus memperhatikan tingkat kerjasama si tersangka dalam situasi tertentu serta mempertimbangkan rangkaian
logis dan hukum sebab akibat. Dalam situasi tersebut polisi harus memutuskan cara apa yang akan ditempuh, teknik spesifik dan tingkat kekerasan yang akan
digunakan berdasarkan keadaan. Penggunaan kekerasan secara progresiftingkat kekerasan menyiratkan penilaian terhadap tiga situasi yaitu:
51
a. Adanya atau tidak adanya kerjasama dari tersangka kepatuhan terhadap
perintah polisi: 1.
Bekerjasama: tersangka mematuhi perintah polisi 2.
Perlawanan pasif: tersangka menolak perintah polisi tetapi pada tingkat verbal
50
Ibid, Hal.92
51
Ibid, Hal. 93
Mei Rini : Pertanggungjawaban Pidana Anggota Polri Terhadap Penggunaan Senjata Api Tanpa Prosedur Studi Terhadap Putusan PN BINJAI No.239Pid.B2007PN-Binjai, 2007.
USU Repository © 2009
3. Perlawanan aktif: tersangka menunjukkan sikap yang berlawanan ketika
dia ditangkap, tidak mematuhi polisi bahkan sebaliknya memelototi polisi 4.
Agresif tingkat I, tidak mau mematuhi: tersangka secara fisik menolak ketika ditangkap, mengancam polisi dengan menggunakan kekuatan fisik.
5. Agresi tingkat II, tersangka menunjukkan ancaman fisik dan kematian
bagi polisi dengan menggunakan senjata api atau cara-cara ekstrim lainnya.
b. Persepsi atas risiko yang timbul dari penerapan kekerasan
Dalam situasi kritis ketika secara umum nyawanya terancam, polisi harus mengevaluasi situasi tersebut dalam waktu secepat mungkin dengan menilai
hal-hal di bawah ini: 1. Tindakan tersangka
2. Kondisi risiko bagi warga, polisi dan tersangka dan 3. Risiko yang muncul, agar dapat memutuskan tingkat kekerasan yang akan
digunakan. Dengan demikian, penting bagi petugas penegak hukum untuk mendapatkan
pelatihan yang cukup, dilengkapi dengan pengetahuan tentang teknik penggunaan kekerasan, cara-cara yang sesuai untuk berbagai situasi serta keahlian yang benar
yang akan memberikan rasa percaya diri ketika memilih tingkat kekerasan yang sesuai.
c. Tingkat kekerasan
Langkah-langkah polisi dalam berbagai tingkatan kekerasantahap penggunaan kekerasan dan senjata api:
52
52
Ibid, Hal. 94
Mei Rini : Pertanggungjawaban Pidana Anggota Polri Terhadap Penggunaan Senjata Api Tanpa Prosedur Studi Terhadap Putusan PN BINJAI No.239Pid.B2007PN-Binjai, 2007.
USU Repository © 2009
a. Kehadiran polisi
Kehadiran polisi yang berseragam dianggap sebagai tindakan pencegahan kejahatan. Polisi tidak harus berbadan besar, yang dulu merupakan suatu
keharusan di banyak negara. Polisi yang dilatih dengan baik, yamg memiliki pengetahuan teknis dan taktis, pengetahuan lengkap tentang
tugas kepolisian, dan memiliki etika, adalah sifat-sifat utama yang dapat menjadi penangkal yang efektif terhadap terjadinya kejahatan.
b. Negosiasi
Seorang polisi harus mampu mengkomunikasikan maksudnya secara efektif dan sadar akan pentingnya kemampuan untuk mendengarkan apa
yang dikatakan orang yang dilayani. Komunikasi dapat menjadi tingkat kekerasan yang efektif, sehingga bahasa dan nada yang dipakai menjadi
penting karena keseriusan campur tangan dan tingkat pendidikan anggota polisi tersebut. Bila polisi menggunakan bahasa yang biasanya dipakai
oleh para penjahat, dia akan dianggap negatif oleh masyarakat dan tidak mendapatkan rasa hormat yang seharusnya diberikan kepada petugas
penegak hukum. Penggunaan cara non kekerasan meliputi negosiasi, mediasi dan penyelesaian konflik. Semua anggota polisi harus mampu
menjadi negosiator. Pengalaman telah membuktikan bahwa penggunaan cara-cara seperti ini lebih efektif dari penggunaan kekerasan. Melakukan
kontak visual atau pengendalian kontak dengan tersangka, sadar atas apa yang mereka lakukan serta mengantisipasi apa yang akan mereka lakukan,
adalah hal-hal yang sangat penting untuk menghindari risiko yang tidak perlu.
Mei Rini : Pertanggungjawaban Pidana Anggota Polri Terhadap Penggunaan Senjata Api Tanpa Prosedur Studi Terhadap Putusan PN BINJAI No.239Pid.B2007PN-Binjai, 2007.
USU Repository © 2009
c. Penggunaan tangan kosong
Mengharuskan anggota polisi berada dalam kondisi fisik yang bugar sehingga mampu menghentikan tersangka atau melakukan intervensi
dalam situasi yang beresiko. Anggota polisi yang tidak bugar akan mengalami kesulitan menangkap dan menahan tersangka terutam ketika
tersangka melawan. Karena itu, sangat penting bagi polisi untuk senantiasa berlatih secara fisik, yang memungkinkannya berada dalam kondisi fisik
yang prima, yang membuatnya mampu menggunakan metode atau teknik bela diri bila diperlukan.
d. Penggunaan teknik melumpuhkan
Mencakup penggunaan tongkat yang biasa dipakai polisi atau cara-cara lain tongkat, tameng dan lain-lain yang paling sesuai dengan keadaan.
Alat-alat tersebut hanya boleh dipakai ketika teknik-teknik tanpa kekerasan terbukti tidak efektif dalam situasi tersebut dengan
mempertimbngkan prinsip-prinsip legalitas, nesesitas, dan proporsionalitas.
e. Penggunaan zat kimia
Zat kimia gas air mata, bom asap pemedih, dan sejenisnya dapat digunakan jika situasi massa bertindak anarkisbrutal dan tidak terkendali
dengan tetap mempertimbangkan Prinsip-prinsip Dasar Penegakan Hukum.
f. Penggunaan tindakan yang mematikan
Senjata api atau peralatan yang lain dapat digunakan hanya untuk melindungi nyawa manusia. Hal ini meliputi nyawa korban, nyawa warga,
Mei Rini : Pertanggungjawaban Pidana Anggota Polri Terhadap Penggunaan Senjata Api Tanpa Prosedur Studi Terhadap Putusan PN BINJAI No.239Pid.B2007PN-Binjai, 2007.
USU Repository © 2009
atau penonton, polisi serta pelanggar hukum atau penjahat itu sendiri. Ketika menggunakan senjata api polisi harus:
1. menyatakan identitas dirinya 2.menyatakan maksudnya dengan jelas bila berkaitan dengan penggunaan
senjata api. 3.memberi cukup waktu sehingga peringatan diperhatikan kecuali jika
jelas sekali bahwa kondisinya memaksanya untuk melakukan tindakan lain.
Dalam rangkaian tugasnya pelindung dan pelayan polisi memang diberikan kewenangan untuk menggunakan senjata dan kekerasan, aparat
kepolisian diberikan kewenangan untuk menggunakan kekuatan guna memaksa seseorang atau kelompok agar mematuhi aturan sebagi inti dari demokrasi Law
enforcement in democratic society. Kewenangan ini telah dimuat dengan tegas dalam Resolusi 34169 majelis
umum PBB, yang tertuang dalam code of conduct for law enforcement dengan prinsip dasar mengizinkan aparat penegak hukum menggunakan kekerasan dalam
menjalankan tugasnya. Namun harus diingat bahwa resolusi ini juga memuat tiga asas esensial seperti yang telah disebutkan di atas, yaitu asas legalitas legality,
kepentingan necessity dan proporsional proportionality, artinya sekalipun aparat kepolisian diberikan kewenangan untuk menggunakan senjata dan
kekerasan, namun mereka memiliki kewajiban untuk mengendalikan sekaligus mencegah dengan bertindak secara proporsional berdasarkan situasi dan kondisi
lapangan sebab jika tidak, tindakan tersebut akan dianggap penggunaan kekerasan
Mei Rini : Pertanggungjawaban Pidana Anggota Polri Terhadap Penggunaan Senjata Api Tanpa Prosedur Studi Terhadap Putusan PN BINJAI No.239Pid.B2007PN-Binjai, 2007.
USU Repository © 2009
berlebihan excessive use of force dan penyalahgunaan wewenang abuse of power sekaligus pelanggaran harkat dan martabat manusia.
C. Tujuan Pengaturan Penggunaan Senjata Api Bagi Anggota Polri