Analisis Hukum Mengenai Penguasaan dan Penggunaan Senjata Api Tanpa Hak oleh Warga Sipil (Studi Kasus pada Putusan Nomor: 261/Pid.b/2013/PN.GS)

(1)

(2)

(3)

ABSTRAK

Kepemilikan senjata api saat ini sudah bergeser menjadi sebuah gaya hidup. Di sisi lain, maraknya kepemilikan senjata api juga harus dilihat dari aspek keamanan masyarakat. Peningkatan kepemilikan senjata api dipicu oleh rasa aman yang kini sangat sulit diperoleh masyarakat. Syarat dan mekanisme perizinan kepemilikan senjata api bagi masyarakat sipil yang dikeluarkan oleh Kepolisian termasuk ketat dengan syarat pertama mendapatkan rekomendasi dari Kepolisian setempat. Adapun permasalahan penelitian yakni bagaimanakah pengaturan hukum terhadap tindak pidana penguasaan dan penggunaan senjata api, faktor apa yang menyebabkan Tindak Pidana Penguasaan dan Penggunaan Senjata Api, bagaimana upaya penanggulangan tindak pidana secara penguasaan dan penggunaan senjata api tanpa hak oleh warga sipil.

Adapun metode penelitian dilakukan dengan jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif. Sumber data yang digunakan adalah bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh melalui Studi kepustakaan. Adapun analisia data menggunakan berupa teknik analisis metode kualitatif.

Berdasarkan hasil penelitian penulis yakni Pengaturan hukum terhadap tindak pidana penguasaan dan penggunaan senjata api yakni Pasal 1 ayat (1) UU Darurat RI No. 12 Tahun 1951 tentang senjata api dan bahan peledak jo pasal 55 ayat (1) KUHP, yang unsur-unsurnya adalah barang siapa, tanpa hak, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, menyembunyikan senjata api dan amunisi. Faktor penyebab penggunaan senjata api secara illegal oleh masyarakat sipil ada tiga faktor dominan, yaitu pertama faktor kontrol yang lemah, kedua faktor lemahnya aturan hukum, dan ketiga adalah faktor kurangnya kesadaran masyarakat tentang hukum dan bahaya yang ditimbulkan akibat penggunaan senjata api ilegal, namun dari ketiga faktor tersebut, pentingnya peran serta dari masyarakat dalam meminimalisir terjadinya peredaran senjata api secara ilegal, kesadaran masyarakat sangat di butuhkan, karena polisi hanyalah fasilitator saja untuk menciptakan ketertiban di masyarakat, dan memiliki banyak keterbatasan, oleh karena itu jika faktor kurangnya kesadaran masyarakat tentang hukum dan bahaya yang ditimbulkan akibat penggunaan senjata api. Upaya penanggulangan tindak pidana secara penguasaan dan penggunaan senjata api tanpa hak oleh warga sipil diantaranya prevantif dan represif. Adapun upaya hukum sarana penal yakni KUHP , UU Darurat No.12 Tahun 1951 dan Peraturan Kepala Kepolisian negara Republik Indonesia no 8 Tahun 2012 dan nonpenal berupa kegiatan melakukan pendidikan sosial terhadap warga, peningkatan kesejahteraan keluarga, ataupun kegiatan patroli dan pengawasan dari aparat pengamanan. Dalam putusan nomor 261/Pid.B/2013/PN.GS bahwa penjatuhan pidana bagi Terdakwa atau pelaku kejahatan, tidaklah semata sebagai pembalasan akan tetapi juga sekaligus untuk upaya preventif, dan represif dengan memperhatikan aspek filosofis, sosiologis dan yuridis, sehingga terwujud kerukunan, keamanan dan ketertiban umum yang harmonis.


(4)

KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis ingin mengucapkan puji dan sykur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan segala rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ANALISIS HUKUM MENGENAI PENGUASAAN DAN PENGGUNAAN SENJATA API TANPA HAK OLEH

WARGA SIPIL (STUDI KASUS PADA PUTUSAN NOMOR:

261/Pid.B/2013/PN.GS). adapun maksud dari penyusunan skripsi ini adalah untuk memenuhi syarat guna menyelesaikan Program Studi Strata Satu (S1) pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, tak ada pengetahuan penulis yang bisa diandalkan kecuali hanya sekedar ketekunan dan kesungguhan. Oleh karena itu dengan kerendahan hati dan rasa hormat penulis memohon kemurahan pembaca agar sudi kiranya memberikan tegur sapa dan kritik untuk membangun penyempurnaan karya ilmiah ini.

Pelaksanaan penulisan skripsi ini diakui banyak mengalami kesulitan dan hambatan, namun berkat bimbingan, arahan, serta petunjuk dari dosen pembimbing, maka penulisan ini dapat diselesaikan dengan baik. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang banyak membantu, membimbing, dan memberikan motivasi. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(5)

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum, selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin, SH, MH, DFM, selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. H. Ok. Saidin, SH. M.Hum, selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Dr. H. M. Hamdan, SH., M.H, selaku Sekretaris Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Prof. Dr. Ediwarman, SH, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing I yang banyak membantu penulis, dalam memberikan masukan, arahan-arahan serta bimbingan didalam pelaksanaan penulisan skripsi ini.

7. Bapak Alwan SH, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak membantu penulis dalam memberikan masukan, arahan-arahan serta bimbingan didalam pelaksanaan penulisan skripsi ini.

8. Seluruh Bapak dan Ibu staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmunya kepada penulis.

9. Kepada Ayahanda (Jonsen Samosir) dan Ibunda (Sinta Siahaan) atas segala perhatian, dukungan, doa dan kasih sayangnya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

10.Kepada Adek saya Ligia Stephanie Samosir, Agnes Monica Samosir dan Joshua Dunant Samosir.

11.Kepada Oppung saya Elida Nadapdap. 12.Kepada teman terbaik saya Agnetha Sitepu.


(6)

13.Terimakasih juga kepada sahabat-sahabat saya Yogi Tarigan, SH, Doly Boyke, SH, dan semuanya teman-teman stambuk 2009 yang telah lebih dahulu tamat. 14.Kepada semua mahasiswa Hukum Pidana.

15.Kepada teman-teman klinis saya (Riadhi Alhayyan, SH, Yogi Tarigan, SH, Doly Boyke, SH, Samuel Tarigan, SH, Wahyu Tampubolon, SH, dll)

16.Kepada Mahasiswa/i Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara stambuk 2009 selama menjalani perkuliahan.

17.Kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung, yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Demikianlah yang dapat penulis sampaikan, atas segala kesalahan dan kekurangan saya mohon maaf. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.

Medan, Juni 2015 Penulis


(7)

DAFTAR ISI ABSTRAK

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Keaslian Penulisan... 7

F. Tinjauan Kepustakaan ... 8

G. Metode Penelitian ... 15

1. Spesifikasi penelitian... 15

2. Metode Pendekatan ... 16

3. Sumber data... 16

4. Teknik pengumpulan data ... 17

5. Analisis data ... 18

BAB II : PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENGUASAAN DAN PENGGUNAAN SENJATA API A. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1948 tentang pendaftaran dan pemberian izin pemakaian senjata api ... 19

B. Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang Senjata Api ... 24

C. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 1996 tentang Senjata Api Dinas Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai ... 29 D. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Nomor 8 Tahun 2012


(8)

Tentang Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api Untuk

Kepentingan Olahraga ... 32 BAB III : FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TIMBULNYA TINDAK PIDANA

DENGAN MENGGUNAKAN SENJATA API

A. Faktor Kontrol Yang Lemah ... 40 B. Faktor Lemahnya Aturan Hukum ... 44 C. Faktor Kurangnya Kesadaran warga sipil Tentang Hukum dan

Bahaya

Yang Ditimbulkan Akibat Penguasaan dan Penggunaan Senjata Api ... 48 D. Faktor kepemilikan senjata api ... 51 BAB IV: UPAYA PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA SECARA

PENGUASAAN DAN PENGGUNAAN SENJATA API TANPA

HAK

OLEH WARGA SIPIL

A. Preventif ... ... 57 B. Represif... ... 59 C. Penal dan Non Penal ... ... 67 BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 72 B. Saran ... 74 DAFTAR PUSTAKA


(9)

ABSTRAK

Kepemilikan senjata api saat ini sudah bergeser menjadi sebuah gaya hidup. Di sisi lain, maraknya kepemilikan senjata api juga harus dilihat dari aspek keamanan masyarakat. Peningkatan kepemilikan senjata api dipicu oleh rasa aman yang kini sangat sulit diperoleh masyarakat. Syarat dan mekanisme perizinan kepemilikan senjata api bagi masyarakat sipil yang dikeluarkan oleh Kepolisian termasuk ketat dengan syarat pertama mendapatkan rekomendasi dari Kepolisian setempat. Adapun permasalahan penelitian yakni bagaimanakah pengaturan hukum terhadap tindak pidana penguasaan dan penggunaan senjata api, faktor apa yang menyebabkan Tindak Pidana Penguasaan dan Penggunaan Senjata Api, bagaimana upaya penanggulangan tindak pidana secara penguasaan dan penggunaan senjata api tanpa hak oleh warga sipil.

Adapun metode penelitian dilakukan dengan jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif. Sumber data yang digunakan adalah bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh melalui Studi kepustakaan. Adapun analisia data menggunakan berupa teknik analisis metode kualitatif.

Berdasarkan hasil penelitian penulis yakni Pengaturan hukum terhadap tindak pidana penguasaan dan penggunaan senjata api yakni Pasal 1 ayat (1) UU Darurat RI No. 12 Tahun 1951 tentang senjata api dan bahan peledak jo pasal 55 ayat (1) KUHP, yang unsur-unsurnya adalah barang siapa, tanpa hak, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, menyembunyikan senjata api dan amunisi. Faktor penyebab penggunaan senjata api secara illegal oleh masyarakat sipil ada tiga faktor dominan, yaitu pertama faktor kontrol yang lemah, kedua faktor lemahnya aturan hukum, dan ketiga adalah faktor kurangnya kesadaran masyarakat tentang hukum dan bahaya yang ditimbulkan akibat penggunaan senjata api ilegal, namun dari ketiga faktor tersebut, pentingnya peran serta dari masyarakat dalam meminimalisir terjadinya peredaran senjata api secara ilegal, kesadaran masyarakat sangat di butuhkan, karena polisi hanyalah fasilitator saja untuk menciptakan ketertiban di masyarakat, dan memiliki banyak keterbatasan, oleh karena itu jika faktor kurangnya kesadaran masyarakat tentang hukum dan bahaya yang ditimbulkan akibat penggunaan senjata api. Upaya penanggulangan tindak pidana secara penguasaan dan penggunaan senjata api tanpa hak oleh warga sipil diantaranya prevantif dan represif. Adapun upaya hukum sarana penal yakni KUHP , UU Darurat No.12 Tahun 1951 dan Peraturan Kepala Kepolisian negara Republik Indonesia no 8 Tahun 2012 dan nonpenal berupa kegiatan melakukan pendidikan sosial terhadap warga, peningkatan kesejahteraan keluarga, ataupun kegiatan patroli dan pengawasan dari aparat pengamanan. Dalam putusan nomor 261/Pid.B/2013/PN.GS bahwa penjatuhan pidana bagi Terdakwa atau pelaku kejahatan, tidaklah semata sebagai pembalasan akan tetapi juga sekaligus untuk upaya preventif, dan represif dengan memperhatikan aspek filosofis, sosiologis dan yuridis, sehingga terwujud kerukunan, keamanan dan ketertiban umum yang harmonis.


(10)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Di era globalisasi seperti sekarang ini, masyarakat dengan sangat mudah dan cepat mendapatkan segala informasi yang terjadi di sekitar kita ataupun yang sedang terjadi di seluruh dunia tanpa ada yang dapat membatasinya. Perkembangan yang sangat cepat itupun dirasakan oleh masyarakat Indonesia di dalam berbagai bidang : bidang sosial, ekonomi, dan juga teknologi. Perkembangan tersebut dapat menimbulkan berbagai macam dampak, baik yang positif maupun yang negatif bagi masyarakat. Jika kita langsung menerima segala informasi tersebut tanpa disaring terlebih dahulu, maka akan timbul dampak yang negatif bagi kehidupan kita. Masyarakat kita akan cepat mencontoh dan juga mempraktekkan hal yang mereka peroleh melalui media yang telah berkembang pesat. Hal tersebut dapat memicu meningkatnya segala tindak kejahatan di dalam masyarakat berupa pembunuhan, pencurian, perampokan dan juga penodongan yang telah banyak terjadi di dalam masyarakat, sehingga menimbulkan rasa tidak aman bagi warga masyarakat. Oleh karena itu sebagian besar warga masyarakat berusaha menjaga atau mencegah agar mereka terhindar dari segala tindak kejahatan tersebut. Maka menurut sebagian masyarakat senjata api cocok untuk menjaga diri, sebagai alat untuk pembelaan diri dan juga untuk perlindungan diri.

Menyikapi perkembangan kebutuhan akan rasa aman dan tenteram tersebut, pemerintah Indonesia dalam hal ini Polri mempunyai kewenangan memberikan izin kepada warga sipil yang ingin memiliki senjata api, namun pemegang izin kepemilikan


(11)

2

senjata api seringkali mengingkari dan menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan aparat yang berwenang dengan cara menggunakan senjata api tidak sesuai dengan fungsinya, yaitu tidak digunakan untuk kepentingan self defence (mempertahankan diri) dari segala bahaya yang mengancam keamanan diri. Sebaliknya senjata api itu digunakan untuk menunjukkan eksistensi seseorang ataupun sebagai wujud personifikasi sikap aroganisme pribadi secara sewenang-wenang (show of force). Dikatakan demikian karena untuk memiliki senjata api diperlukan biaya yang tidak murah. Hanya orang-orang tertentu saja yang dapat memiliki senjata api, yaitu mereka yang karena tugas dan jabatannya diperbolehkan memiliki dan membawa senjata api. Namun bukan hanya orang-orang yang karena tugas dan jabatannya saja yang diperbolehkan membawa serta memiliki senjata api, masih ada orang-orang dari golongan ekonomi tertentu yang dapat memiliki serta membawa senjata api. Di dalam perkembangannya banyak warga sipil selain yang tersebut di atas memiliki izin untuk menguasai senjata api.

Kepemilikan senjata api saat ini sudah bergeser menjadi sebuah gaya hidup. Di sisi lain, maraknya kepemilikan senjata api juga harus dilihat dari aspek keamanan masyarakat. Peningkatan kepemilikan senjata api dipicu oleh rasa aman yang kini sangat sulit diperoleh masyarakat. Syarat dan mekanisme perizinan kepemilikan senjata api bagi masyarakat sipil yang dikeluarkan oleh POLRI termasuk ketat dengan syarat pertama mendapatkan rekomendasi dari Kepolisian setempat.

Kepemilikan senjata api diizinkan untuk masyarakat umum, namun diawasi dengana sangat ketat, melibatkan pelaporan pada polisi, tes tertulis, ceramh dan serangkaian pelatihan menembak, selain pemeriksaan latar belakang yang sangat menyeluruh dan rencana penyimpanan yang mendetail. Berangkat dari kekhawatiran


(12)

3

penduduk sipil terhadap penggunaan senjata api oleh kelompok geng lokal, muncul sebuah keputusan oleh keputusan oleh pemerintah terhadap kepemilikan senjata api.1

Untuk memiliki senjata api diperlukan biaya yang tidak murah. Hanya orang-orang tertentu saja yang dapat memiliki senjata api, yaitu mereka yang karena tugas dan jabatannya diperbolehkan memiliki dan membawa senjata api. Namun bukan hanya orang-orang yang karena tugas dan jabatannya saja yang diperbolehkan membawa serta memiliki senjata api, masih ada orang-orang dari golongan ekonomi tertentu yang dapat memiliki serta membawa senjata api. Di dalam perkembangannya banyak warga sipil selain yang tersebut di atas memiliki izin untuk meguasai senjata api. Penggunaan senjata api untuk membela diri adalah sah-sah saja, tetapi jangan sampai justru berakibat pada penyimpangan atau membahayakan jiwa orang lain.

Penggunaan dan kepemilikan senjata api di Indonesia telah diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Darurat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951 Mengubah "Ordonnantietijdelijke Bijzondere Strafbepalingen" (Stbl. 1948 Nomor 17) Dan Undang-undang Republik Indonesia Dahulu Nomor 8 Tahun 1948 yang mengatur bahwa pihakpihak yang tanpa izin atau dapat dikatakan tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan, atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak, dapat diancam dengan hukuman yang sangat berat yakni dengan hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara sementara setinggi-tingginya dua puluh tahun.

1

A. Josias Runturambi dan Atin Sri Pujiastuti, Senjata Api dan Penanganan Tindak Pidana, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2015), halaman 12-21.


(13)

4

Dalam pasal ini, terdapat pengertian yang sangat luas mengenai kepemilikan senjata api. Pasal ini meliputi peredaran, kepemilikan, penyimpanan, penyerahan, dan penggunaan senjata api, amunisi, atau bahan peledak lainnya tanpa hak yang digolongkan ke dalam tindak pidana. Tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan pidana.2 Pemerintah menggangap masalah kepemilikan senjata api oleh masyarakat sangatlah berbahaya bagi keamanan dan stabilitas negara. Jadi, bagi mereka yang melanggar dan akhirnya dipidana, berarti dirinyamenjalankan suatu hukuman untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya yang dinilai kurang baik da membahayakan kepentingan umum.3 Ijin kepemilikan senjata api untuk tujuan bela diri hanya diberikan kepada pejabat tertentu. Menurut ketentuannya, mereka harus dipilih secara selektif.

Pada tahap penggunaan (pasca diterbitkannya izin) maka seharusnya dilakukan kontrol mulai dari masa berlakunya surat ijin hingga dilakukannya upaya paksa penarikan senjata api apabila tidak diperpanjang ijinnya. Selain itu perlu diberikan dasar kewenangan untuk melakukan upaya pemeriksaan secara random yang meliputi pemeriksaan senjata api ditempat-tempat umum dan lain sebagainya.

Kasus kepemilikan senjata api tanpa memiliki izin dari pihak yang berwenang untuk menyimpan, memiliki, ataupun menggunakan senjata api rakitan dan begitu dengan satu butir amunisi, untuk menjaga diri/membela diri apabila ada musuh. Sebagaimana dalam Studi Kasus Putusan Nomor: 261/Pid.B/2013/PN.GS. Rumah milik ELIFASI WARUWU Als AMA LESTIN di temukan satu pucuk senjata api rakitan tersebut dan satu butir amunis. Terdakwa tidak memiliki izin dari pihak yang berwenang untuk menyimpan, memiliki, ataupun menggunakan senjata api rakitan dan begitu dengan satu butir amunisi.

2

Masruchin Rubai, Asas-Asas Hukum Pidana, (Malang : Penerbit UM PRESS, 2001), halaman 22.

3

R. Abdoel Djamali, Pengantar Hukum Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), halaman 154.


(14)

5

Terkait kepemilikan senjata api tanpa memiliki surat izin maka hakim menyatakan terdakwa Elifasi Waruwu Alias Ama Lestin terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah tanpa hak membawa, menyimpan amunisi. Tanpa hak, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakaan,atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak.

Pengertian tanpa hak yang diartikan sebagai elemen delik yang menentukan tentang adanya kesalahan dalam perbuatan terdakwa tersebut, dimana pengertian kesalahan tersebut dibatasi pada perbuatan yang dilakukan apabila bertentangan dengan undang-undang (wet) atau perbuatan yang dilakukan bertentang dengan hak orang lain yang diakui oleh undang-undang, yang dalam unsur Pasal ini menyangkut tentang senjata api, amunisi atau suatu bahan peledak.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk membuat karya tulis dalam bentuk skripsi dengan judul “ANALISIS HUKUM MENGENAI PENGUASAAN DAN PENGGUNAAN SENJATA API TANPA HAK OLEH

WARGA SIPIL (STUDI KASUS PADA PUTUSAN NOMOR:

261/Pid.B/2013/PN.GS).” B. Perumusan Masalah

Permasalahan adalah merupakan kenyataan yang dihadapi dan harus diselesaikan oleh peneliti dalam penelitian. Dengan adanya rumusan masalah maka akan dapat ditelaah secara maksimal ruang lingkup penelitian sehingga tidak mengarah pada hal-hal diluar permasalahan.


(15)

6

Adapun permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah pengaturan hukum terhadap tindak pidana penguasaan dan penggunaan senjata api?

2. Bagaimanakah faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya tindak pidana penguasaan dan penggunaan senjata api?

3. Bagaimanakah upaya penanggulangan tindak pidana secara penguasaan dan penggunaan senjata api tanpa hak oleh warga sipil?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian mengenai apa saja yang akan dicapai dalam penelitian tersebut dan selalu menuliskan apa yang ingin dicapai dengan permasalahan.4 Tujuan penulis melaksanakan penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui/mengkaji pengaturan hukum terhadap tindak pidana penguasaan dan penggunaan senjata api.

b. Untuk mengetahui/mengkaji factor-faktor yang menyebabkan timbulnya tindak pidana penguasaan dan penggunaan senjata api.

c. Untuk mengetahui/mengkaji upaya penanggulangan tindak pidana secara penguasaan dan penggunaan senjata api tanpa hak oleh warga sipil.

D.Manfaat Penelitian

Tidak ada penelitian yang tidak memiliki manfaat. Penelitian yang baik, harus dapat dimanfaatkan.Secara umum, sebuah penelitian memiliki terhadap pengembangan

4

V. Wiratna Sujarweni, Metodologi Penelitian: Lengkap, Praktis dan Mudah Dipahami, (Yogyakarta: PustakabaruPress, 2014), halaman 55.


(16)

7

khasanah ilmu pengetahuan dalam bidang penelitian tersebut.5 Adapun manfaat Penulisan skripsi yang akan penulis lakukan adalah:

a. Secara Teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan akan memberikan sumbangan ilmiah bagi ilmu pengetahuan hukum khususnya tindak pidana penguasaan dan penggunaansenjata api tanpa hak oleh warga sipil baik materiil maupun formil dan pada umumnya dalam pengembangan hukum pidana.

b. Secara Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi penegak hukum dalam praktek ,khususnya menjadi bahan pertimbangan hak menguasai dan penggunaan senjata api oleh warga sipil yang digunakan untuk kejahatan tertentu.

D. Keaslian Penulisan

Adapun judul tulisan ini adalah analisis hukum mengenai penguasaan dan penggunaan senjata api tanpa hak oleh warga sipil (studi kasus pada putusan nomor: 261/Pid.B/2013/PN.GS), judul skripsi ini belum pernah ditulis, sehingga tulisan ini asli dalam hal tidak ada judul yang sama. Dengan demikian ini keaslian skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

55

Syahrum dan Salim, Metodologi Penelitian Kuantitatif, (Bandung: Citapustaka Media, 2012), halaman 98.


(17)

8 E. Tinjauan Kepustakaan

1. Tanpa Hak Atau Melawan Hukum (Wederrechtelijke)

Pengertian perkataan tanpa hak “wederrchtelijkheid” terbagi atas dua kelompok yaitu kelompok positif dan negatif, bagi penganut paham negatif mengartikan perkataan wederrchtelijkheid sebagai tanpa hak atau zonder bevoegdheid seperti yang dianut oleh HOGE RAAD. Hazewinkel-Suringa sebagai pengikut paham negatif berpendapat bahwa : “wederrechtelijk” itu, ditinjau dari penempatannya dalam suatu rumusan delik menunjukkan bahwa perkataan tersebut haruslah ditafsirkan sebagai” zonder eigen recht” atau “tanpa ada hak yang ada pada diri seseorang” yakni katanya seperti yang telah dijelaskan dalam rumusan-rumusan delik menurut pasal 548-551 KUHP.6 Bahwa unsur dengan sengaja dan tanpa hak merupakan satu kesatuan yang dalam tataran penerapan hukum harus dapat dibuktikan oleh penegak hukum. Unsur “dengan sengaja” dan “tanpa hak” berarti pelaku “menghendaki” dan “mengetahui” secara sadar bahwa tindakannya dilakukan tanpa hak.7

Salah satu unsur utama tindak pidana yang bersifat objektif adalah melawan hukum. Hal ini dikaitkan pada asas legalitas yang tersirat pada KUHP. Dalam bahasa Belanda melawan hukum itu adalah wederrechtelijk (weder = bertentangan dengan melawan, recht = hukum).8Definisi melawan hukum, misalnya merampas, nyawa orang lain ata menganiaya orang lain. Karena perbuatan-perbuatan ini kepentingan hukum orang lain dilanggar.9

6

P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: Penerbit Citra Aditya Bakti, 1997), halaman 353.

7

http://barita-advokat.pun.bz/unsur-dengan-sengaja-dan-tanpa-hak.xhtml, diakses tanggal 24 Mei 2015

8

Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, (Jakarta : Penerbit Rajawali Pers, 2013), halaman 67.

9

Schaffmeister, N. Keijzer dan E. PH. Sutorius, Hukum Pidana, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2011), halaman 37.


(18)

9 2. Kepemilikan senjata api bagi warga sipil

Kepemilikan senjata api (senpi) di tangan sipil telah memicu kontroversi. Hal ini disebabkan sering terjadi penyalahgunaan senpi oleh penggunanya. Banyaknya terjadi penyalahgunaan senjata api belakangan ini memaksa kita berpikir ulang soal manfaat pemberian senjata bagi warga sipil. Rasa aman memang bagian dari hak asasi manusia, tetapi apakah upaya melindungi diri dan memberikan rasa aman harus diberikan hak kepada warga sipil memiliki senpi. Bukankah melindungi dan mengayomi masyarakat adalah menjadi tugas Kepolisian? UU memberikan hak kepada aparat negara melakukan upaya paksa terhadap warga negara. Senjata termasuk simbol dari penggunaan kekuasaan itu. Ketika warga sipil diberikan izin memiliki senjata, bukankah itu berarti menggerogoti fungsi dan peran yang seharusnya dimiliki aparat negara?.10 Kasus kriminalitas makin meningkat,korbanpun makin bertambah. Kondisi ini tentu sangat meresahkan masyarakat. Sering terjadi tindak kejahatan tersebut dilakukan dengan menggunakan senjata api dan pihak aparat keamanan tidak bisa berbuat banyak karena volume kejahatan juga meningkat maka banyak kasus tidak dapat terselesaikan secara maksimal.Untuk memerangi kejahatan di lapangan banyak mengalami tantangan cukup berat jumlah personil kepolisian belum seimbang dengan luas cakupan tugasnya serta sarana dan prasarana yang kurang memadai. Meningkatnya senjata api akan menimbulkan pertanyaan sebagian masyarakat mengenai aturan kepemilikan senjata api bagi masyarakat pelaksanaannya selama ini. Kepemilikan senjata api perorangan untuk olahraga menembak sasaran/target, menembak reaksi dan olahraga berburu harus mengikuti persyaratan yang telah

10

Puteri Hikmawati, Kontroversi Kepemilikan Senjata Apioleh Warga Sipil, Peneliti Madya Bidang Hukum Pidana pada Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Setjen DPR RI, Jurnal Hukum Info Singkat Vol. IV, No. 10/II/P3DI/Mei/2012, halaman 1.


(19)

10

ditentukan. Untuk menembak sasaran atau target (reaksi) tiap atlet penembak/yang diberikan izin senjata api dan amunisi wajib menjadi anggota perbakin. Mereka harus sehat jasmani dan rohani, umur minimal 18 tahun (maks. 65), punya kemampuan menguasai dan menggunakan senjata api.

Selain warga negara indonesia warga negara asing juga bisa memiliki senjata api, selama berada di indonesia diantaranya:11

a) Sesuai Surat Edaran Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Nomor D-184/83/97 tanggal 5 September 1983 yang ditujukan kepada Kepala Perwakilan Diplomatik, Konsuler, Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Organisasi-Organisasi Internasional bahwa Warga Negara Asing yang tinggal di Indonesia tidak diizinkan memiliki dan memegang senjata api.

b) Warga Negara Asing yang diizinkan memiliki dan memegang senjata api di Indonesia adalah Pengunjung Jangka Pendek, terdiri dari : 1) Wisatawan yang memperoleh izin berburu.

c) Tenaga ahli yang memperoleh izin riset dengan menggunakan senjata api. d) Peserta pertandingan olahraga menembak sasaran.

e) Petugas security tamu negara. f) Awak kapal laut pesawat udara.

g) Orang asing lainnya yang memperoleh izin transit berdasarkan ketentuan peraturan kemigrasian.

Kejahatan yang terjadi di masyarakat merupakan sebuah pelanggaran terhadap hukum positif yaitu hukum pidana. Kejahatan dan pelanggaran yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana bisa dilihat sebagai hukum pidana objektif, yaitu

11


(20)

11

suatu tindak pidana yang digolongkan menurut ketentuan-ketentuan hukum itu sendiri dan dapat juga dilihat sebagai hukum pidana subjektif yaitu ketentuan-ketentuan di dalam hukum mengenai hak penguasa menerapkan hukum.12 Tindak pidana penyalahgunaan senjata api Kejahatan terhadap tindak pidana penyalahgunaan senjata api merupakan kejahatan yang menyerang kepentingan hokum negara. Sesuai dengan namanya, kejahatan ini mempunyai obyek keamanan negara. Lebih tepat apabila disebut sebagai Kejahatan Terhadap Pelestarian Kehidupan Negara, karena yang dijaga di sini adalah berlangsungnya kehidupan bernegara, atau Kejahatan Tata negara. Dibentuknya peraturan dalam kepemilikan senjata api adalah ditujukan untuk melindungi kepentingan hukum atas keselamatan dan keamanan negara dari perbuatan-perbuatan yang mengancam, mengganggu dan merusak kepentingan hukum negara.

Dari hal di atas dapat diketahui ada ketertiban hokum yang harus dilindungi dalam aturan tentang kejahatan terhadap keamanan negara itu. Bahwa unsur penyalahgunaan senjata api adalah orang atau pelaku sebagai subyek hukum dari suatu tindak pidana yang akan secara sadar mempertanggung jawabkan tindak pidana yang dilakukan Majelis Hakim akan mempertimbangkan Pasal 359 KUHP, dalam unsur tersebut terdiri dari :

a. Unsur pertama

“Barang siapa” menurut Undang-undang adalah setiap orang warga Negara atau siapa saja yang mampu bertanggung jawab yang tunduk pada peraturan yang di tetapkan oleh pemerintah.

12


(21)

12 b. Unsur kedua

Bahwa dari kata-kata tanpa hak dalam perumusan delik ini, sudah dipastikan bahwa seseorang (baik militer maupun non militer) sepanjang menyangkut masalah-masalah senjata api, munisi atau bahan peledak harus ada ijin dari yang berwenang untuk itu.

c. Unsur ketiga

Menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, suatu senjata api, munisi atau suatu bahan peledak.

Unsur ini bersifat alternatif, maka majelis akan memilih unsur yang terkait dengan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan yaitu “menyerahkan” berarti memberikan, mempercayakan, menyampaikan kepada (dalam hal ini senjata api) orang lain. Sedangkan yang dimaksud “senjata api” adalah menurut peraturan senjata api pasal 1 ayat 1 Staatblaad 1937 Nomor 170 yang diubah dengan Ordonantie tanggal 30 Mei 1939, Staatblaad 278 adalah senjata api dan bagianbagiannya termasuk amunisi sebagai kelengkapannya.

3. Menguasai dan Penyalahgunaan Senjata Api

Menguasai benda sebagai orang yang menikmati, artinya mengambil manfaat secara materiil, misalnya pada hak memungut hasil, hak pakai dan mendiami, hak sewa. Penguasa benda tidak hanya memegang, melainkan menikmati dan itu adalah hak yang diperolehnya atas suatu benda.13Yang dimaksud dengan “Menguasai” adalah berkuasa atas (sesuatu), memegang kekuasaan atas (sesuatu), menggunakan

13

https://trinihandayani.wordpress.com/2010/05/20/penguasaan-benda-bezit/.html, diakses tanggal 24 Mei 2015


(22)

13

kuasa/pengaruhnya atas (sesuatu) dalam hal ini senjata api, munisi atau bahan peledak. Peredaran senjata api di Indonesia mengalami peningkatan, hal ini dapat dilihat banyaknya kasus – kasus penyalahgunaan senjata api di masyarakat. Peredaran senjata api ilegal sampai kepada masyakat tentu tidak terjadi begitu saja, beberapa sumber penyebab terjadinya yang berkaitan dengan peredaran senjata api, antara lain :14 Penyelundupan. Hal ini tidak hanya berkaitan dengan impor, namun juga ekspor. Hal ini sering dilakukan baik oleh perusahaan–perusahaan eksportir/importir ataupun secara pribadi dengan cara melakukan pemalsuan dokumen tentang isi dari kiriman. Pasokan dari dalam negeri, maka hal ini erat kaitannya dengan keterlibatan oknum militer ataupun oknum polisi, karena memang mereka dilegalkan oleh undang-undang untuk menyimpan, memiliki dan menggunakan senjata api. Namun pada kenyataannya kepemilikan senjata api yang legal tersebut sering disalahgunakan dengan cara menjual senjata api organic TNI / POLRI dengan harga yang murah kepada masyarakat sipil. Munculnya berbagai kasus terhadap penyalahgunaan senjata api sudah sering terjadi di tengah masyarakat. Terkadang penggunaan senpi tak lagi sesuai fungsi dan tak jarang pemilik menggunakannya semena-mena dengan sikap arogan yang memicu terjadinya ketidaktenangan masyarakat. Lantas, bagaimana dengan senpisenpi ilegal yang sering digunakan untuk melakukan aksi kejahatan. Larangan penyalahgunaan senjata api meliputi empat hal, yaitu :

1. Memiliki senjata api tanpa izin.

2. Menggunakan senjata api untuk berburu binatang yang dilindungi. 3. Meminjamkan/menyewakan senjata api kepada orang lain.

14

M.Tito Karnavian. Indonesia Top Secret Membokar Konflik Poso, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008). halaman 197.


(23)

14

4. Serta menggunakan senjata api untuk mengancam atau menakut-nakuti orang lain. Maraknya penggunaan senjata api tanpa izin orang yang tidak bertanggungjawab berdampak meresahkan masyarakat dan mengganggu stabilitas keamanan nasional. Kondisi ini memaksa aparat keamanan untuk bekerja keras memberantas para pemasok senjata api gelap. Penyalahgunaan senjata tersebut mulai dari pengancaman, pemukulan, penembakan, modikfikasi senjata, terlibat narkoba dan apabila terjadi penyalahgunaan senjata api, otomatis izin kepemilikannya dicabut, izin kepemilikan senjata api juga dicabut apabila sang pemilik meninggal dunia. Asas hukum pidana Indonesia mengatur sebuah ketentuan yang mengatakan bahwa suatu perbuatan tidak dapat dihukum selama perbuatan itu belum diatur dalam suatu perundan-undangan atau hukum tertulis. Asas ini dapat dijumpai pada Pasal 1 ayat (1) KUHP yang disebut dengan asas legalitas yaitu asas mengenai berlakunya hukum. Untuk itu dalam menjatuhkan atau menerapkan suatu pemidanaan terhadap saeorang pelaku kejahatan harus memperhatikan hukum yang berlaku.15

Dalam ketentuan Pasal I ayat (1) KUHP, asas legalitas mengandung 3 (tiga) pengertian, yaitu :

1. Tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana kalau hal itu terlebih dahulu belum dinyatakan dalam suatu aturan undang-undang.

2. Untuk menentukan adanya tindak pidana tidak boleh digunakan analogi. 3. Aturan-aturan hukum pidana tidak berlaku surut.16

Dari pengertian point I menyebutkan harus ada aturan undang-undang. Dengan demikian harus ada aturan hukum yang tertulis terlebih dahulu terhadap suatu

15

Moeljatno. Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia. (Jakarta: PT Rineka Cipta. 2000). halaman 25

16


(24)

15

perbuatan sehingga dapat dijatuhi pidana terhadap pelaku yang melakukan perbuatan pidana. Dengan demikian berdasarkan peraturan yang tertulis akan ditentukan perbuatan apa saja yang dilarang untuk dilakukan yang jika dilanggar menimbulkan konsekuensi hukum yaitu menghukum pelaku. Berbicara mengenai tindak pidana yang ditimbulkan oleh penggunaan senjata api yang tidak sesuai dengan prosedur, maka yang akan dibahas adalah adalah tindak pidana yang terjadi akibat penggunaan senjata api yang tidak sesuai dengan prosedur. Yang dimaksud dengan “menguasai” adalah berkuasa atas sesuatu, memegang kekuasaan atas sesuatu, dalam hal ini senjata api atau munisi.

F. Metode Penelitian

Penelitian pada dasarnya merupakan suatu upaya pencarian dan bukannya sekedar mengamati dengan teliti terhadap sesuatu obyek yang mudah terpegang di tangan. Penelitian merupakan terjemahan dari bahasa Inggris yaitu research, yang berasal dari kata re (kembali) dan to search (mencari). Dengan demikian secara logawiyah berarti “mencari kembali”.17

Untuk melengkapi penulisan skripsi ini agar tujuan dapat lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka metode penulisan yang digunakan antara lain:

1. Spesifikasi penelitian

Penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian hukum normatif. Penelitian yang mempergunakan sumber data sekunder dan menekankan pada langkah-langkah

17

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Penerbit Rajawali Pers, 2012), halaman 42.


(25)

16

spekulatif, teoritis dan analisis normatif dan kualitatif.18 Pada penelitian hukum normatif bahan pustaka merupakan data dasar yang digolongkan sebagai data sekunder yang ada dalam keadaan siap terbuat, bentuk dan isinya telah disusun peneliti-peneliti terdahulu dan dapat diperoleh tanpa terikat atau tempat.19 Tujuan utama dari tipe penelitian hukum normatif ini adalah untuk mengadakan identifikasi terhadap sejumlah pengertian-pengertian dasar dalam hukum (peraturan perundang-undangan), misalnya pengertian masyarakat hukum, objek hukum, peristiwa hukum, hak dan kewajiban dan lain sebagainya.

2. Metode Pendekatan

Metode pendekatan dalam skripsi adalah deskriptif analitis. Penelitian yang bersifat deskriptif analitis merupakan suatu penelitian yang menggambarkan, menelaah, menjelaskan, dan menganalisis suatu peraturan hukum.

3. Sumber data

Untuk memecahkan isu hukum dan sekaligus memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogianya, diperlukan sumber-sumber penelitian. Sumber penelitian hukum dibedakan menjadi sumber penelitian yang berupa bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum sekunder.20

Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang terdiri dari perundang-undangan, antara lain:

a. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

18

Ediwarman, Metode Penelitian Hukum, (Medan: Penerbit PT Sofmedia, 2015), halaman 27.

19

Soerjono Soekanto, & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: Penerbit Rajawali Pers, 2013), halaman 37.

20

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Edisi Revisi, Cetakan Ke-8, (Jakarta: Penerbit Kencana Prenada Media Group, 2013), halaman 181.


(26)

17

b. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia

c. Undang-Undang No. 8 Tahun 1948 Tentang Pendaftaran dan Pemberian Izin Pemakaian Senjata Api

d. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Repubik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api Untuk Kepentingan Olahraga.

Bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, dan jurnal-jurnal hukum.21

Bahan hukum tersier atau bahan penunjang yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan/atau bahan hukum sekunder yakni kamus hukum dan Kamus Besar Bahasa Indonesia.

4. Teknik pengumpulan data

Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh melalui :

a. Studi kepustakaan, dilakukan untuk mendapatkan data sekunder seperti buku-buku, surat kabar, makalah ilmiah, majalah, internet, peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini.

5. Analisis data

Data yang berhasil dikumpulkan, data sekunder, kemudian diolah dan dianalisa dengan mempergunakan teknik analisis metode kualitatif. Penelitian kualitatif adalah

21


(27)

18

untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, memilah-milahnya, mencari dan menemukan pola.22 Mengolah dan menginterpretasikan data merupakan upaya untuk memperoleh arti dan makna yang lebih mendalam dan luas terhadap hasil penelitian yang sedang dilakukan.23

22

Lexy H. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi revisi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010), halaman 6.

23


(28)

19 BAB II

PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENGUASAAN DAN PENGGUNAAN SENJATA API

A. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1948 tentang pendaftaran dan pemberian izin pemakaian senjata api

Senjata api merupakan bukanlah benda yang umum digunakan ataupun dibawa-bawa oleh masyarakat sipil, Negara telah membuat regulasi mengenai kepemilikan senjata api. Walaupun demikian penyalahgunaan senjata api tetap tidak dapat dihindarkan. Hal ini bisa saja dikarenakan kurang konsekuennya pihak-pihak terkait dalam mengeluarkan izin kepemilikan senjata api. Sekarang masyarakat berpandangan pemberian izin senjata api sama saja dengan memberikan izin untuk membunuh. Dalam artian orang yang memegang izin senjata api lebih besar kemungkinan untuk membahayakan nyawa orang lain dengan senjata yang dimilikinya.

Ketika mendengar kata senjata api, seringkali terlintas di kepala sebuah aksi kejar-kejaran antara pelaku kejahatan dengan polisi. Kata senjata api memang sulit untuk dipisahkan dari tindakan kejahatan dan polisi sebagai aparat penegak hukum yang bertugas untuk menanggulangi kejahatan. Hal ini juga berlaku di Indonesia, baik polisi maupun pelaku kejahatan memiliki dan menggunakan senjata pai sebagai alat untuk kepentingan masing-masing. Polisi menggunakan senjata api untuk menangani kejahatan, sementara pelaku kejahatan menggunakan senjata api sebagai alat untuk melakukan kejahatan.24

24


(29)

20

Undang-undang No 8 Tahun 1948 mengatur mengenai pendaftaran dan pemberian izin pemakaian Senjata Api. Senjata Api milik masyarakat sipil yang ingin didaftarkan harus didaftarkan ke kepolisisan daerah tempat orang tersebut berdomisili. Dalam Undang-Undang ini ditetapkan bahwa orang yang bukan anggota TNI atau POLRI yang memegang senjata api harus mempunyai surat izin. Hal yang demikian diatur dalam Undang-Undang No 8 Tahun 1948 tentang pendaftaran dan pemberian izin pemakaian senjata api. Yang dimaksud dengan senjata api dalam Undang-undang ini, ialah : senjata api dan bagian-bagiannya, alat penyembur api dan bagian-bagiannya, mesiu dan bagian-bagiannya seperti "patroonhulsen", "slaghoedjes" dan lain-lainnya, bahan peledak, termasuk juga benda-benda yang mengandung peledak seperti geranat tangan, bom dan lain-lainnya.25 Dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari terhitung mulai berlakunya Undang-undang ini semua senjata api harus didaftarkan.26 Mulai hari berlakunya Undang-undang ini pemindahan senjata api kelain tangan dilarang, kecuali pemindahan sejata api ke tangan lain.27 Mulai hari berlakunya Undang-undang ini sampai hari penutupan pendaftaran yang dimaksud, pemindahan senjata api kelain tempat dilarang, kecuali pemindahan seperti9tersebut.28

Senjata api yang berada ditangan orang bukan anggauta Tentara atau Polisi harus didaftarkan oleh Kepala Kepolisian Karesidenan (atau Kepala Kepolisian Daerah Istimewa selanjutnya disebut Kepala Kepolisian Karesidenan saja) atau orang yang ditunjukkannya.29 Senjata api yang berada ditangan anggauta Angkatan Perang

25

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1948 Tentang Mencabut Peraturan Dewan Pertahanan Negara Nomor 14 dan Menetapkan Peraturan Tentang Pendaftaran Dan Pemberian Idzin Pemakaian Senjata Api, Pasal 1

26

Ibid, Pasal 2

27

Ibid, Pasal 3

28

Ibid, Pasal 4

29


(30)

21

didaftarkan menurut instruksi Menteri Pertahanan, dan yang berada ditangan Polisi menurut instruksi Pusat Kepolisian Negara.30Tiap-tiap senjata api yang akan didaftarkan dan harus dibawa ketempat pendaftaran untuk diperlihatkan kepada Kepala Kepolisian Karesidenan atau orang yang ditunjukkannya.31 Mereka yang mendaftarkan senjata apinya menerima tanda pendaftaran menurut contoh yang ditetapkan oleh Kepala Pusat Kepolisian Negara.32 Tanda pendaftaran untuk senjata-senjata api yang didaftarkan, berlaku sebagai surat idzin pemakaian senjata api untuk sementara waktu, selanjutnya disebut surat idzin sementara.33Dalam waktu 7 hari mulai hari penutupan pendaftaran tersebut, Kepala Kepolisian Karesidenan melaporkan hasil pendaftaran kepada Kepala Pusat Kepolisian Negara.34

Setiap orang bukan anggauta Tentara atau Polisi yang mempunyai dan memakai senjata api harus mempunyai surat idzin pemakaian senjata api menurut contoh yang ditetapkan oleh Kepala Kepolisian Negara.35 Untuk tiap senjata api harus diberikan sehelai surat idzin.36 Yang berhak memberi surat idzin pemakaian senjata api ialah Kepala Kepolisian Karesidenan atau orang yang ditunjukkannya.37 Semua senjata api menjadi milik Negara, bilamana sehabis waktu 16 hari terhitung mulai hari penutupan pendaftaran senjata api, senjata api tadi belum mempunyai surat idzin pemakaian senjata api.38 Surat idzin pemakaian senjata api (termasuk idzin sementara)

30

Ibid, Pasal 5 ayat (2)

31

Ibid, Pasal 6 ayat (2)

32

Ibid, Pasal 7 ayat (1)

33

Ibid, Pasal 7 ayat (2)

34

Ibid, Pasal 8

35

Ibid, Pasal 9 ayat (1)

36

Ibid, Pasal 9 ayat (2)

37

Ibid, Pasal 9 ayat (3)

38


(31)

22

dapat dicabut oleh fihak yang berhak memberikannya bila senjata api itu salah dipergunakan, dan senjata api tersebut dapat dirampas.39

Menurut ketentuan yang berlaku, cara kepemilikan senjata api harus memenuhi persyaratan-persyaratan berikut ini :

1. Pemohon ijin kepemilikan senjata api harus memenuhi syarat medis dan psikologis tertentu. Secara medis pemohon harus sehat jasmani, tidak cacat fisik yang dapat mengurangi keterampilan membawa dan menggunakan senjata api dan berpenglihatan normal;

2. Pemohon haruslah orang yang tidak cepat gugup dan panik, tidak emosional dan tidak cepat marah. Pemenuhan syarat ini harus dibuktikan dengan hasil psikotes yang dilaksanakan oleh tim yang ditunjuk Dinas Psikologi Mabes Polri;

3. Harus dilihat kelayakan, kepentingan, dan pertimbangan keamanan lain dari calon pengguna senjata api, untuk menghindari adanya penyimpangan atau membahayakan jiwa orang lain;

4. Pemohon harus berkelakuan baik dan belum pernah terlibat dalam suatu kasus tindak pidana yang dibuktikan dengan SKKB;

5. Pemohon harus lulus screening yang dilaksanakan Kadit IPP dan Subdit Pamwassendak.

6. Pemohon harus berusia 21 tahun hingga 65 tahun; dan

7. Pemohon juga harus memenuhi syarat administratif dan memiliki Izin Khusus Hak Senjata Api (IKHSA).40

39

Ibid, Pasal 13

40

http://mediaburuh.com/persyaratan-ijin-kepemilikan-senjata-api-karet-tajam.html, diakses tanggal 24 Mei 2015


(32)

23

Setelah memenuhi persyaratan diatas, maka pemohon juga harus mengetahui bagaimana prosedur selanjutnya yang diarahkan menurut ketentuan yang ada, antara lain :

1. Prosedur awal pengajuan harus mendapatkan rekomendasi dari Kepolisian Daerah (Polda) setempat, dengan maksud untuk mengetahui domisili pemohon agar mudah terdata, sehingga kepemilikan senjata mudah terlacak.

2. Setelah mendapat rekomendasi dari Polda, harus lulus tes psikologi, kesehatan fisik, bakat dan keahlian di Mabes Polri sebagaimamana yang telah dipersyaratkan.

3. Untuk mendapatkan sertifikat lulus hingga kualifikasi kelas I sampai kelas III calon harus lulus tes keahlian. Kualifikasi pada kelas III ini harus bisa berhasil menggunakan sepuluh peluru dan membidik target dengan poin antara 120 sampai 129. (dibuktikan dengan sertifikat yang dikeluarkan oleh Institusi Pelatihan Menembak yang sudah mendapat izin Polri dan harus disahkan oleh pejabat Polri yang ditunjuk).

4. Proses pemberian izin dan tes memiliki senjata harus diselesaikan dalam rentang waktu antara tiga sampai enam bulan. Bila gagal dalam batas waktu tersebut, Polri akan menolak melanjutkan uji kepemilikan.41

Dalam undang-undang disebutkan bahwa ijin kepemilikan senjata api hanya diberikan kepada pejabat tertentu, antara lain :

1. Pejabat swasta atau perbankan, yakni presiden direktur, presiden komisaris, komisaris, diretur utama, dan direktur keuangan;

41

http://www.gtmshootingclub.com/2012/05/prosedur-teknis-kepemilikan-senjata-api.html, diakses tanggal 24 Mei 2015


(33)

24

2. Pejabat pemerintah, yakni Menteri, Ketua MPR/DPR, Sekjen, Irjen, Dirjen, dan Sekretaris Kabinet, demikian juga Gubernur, Wakil Gubernur, Sekwilda, Irwilprop, Ketua DPRD-I dan Anggota DPR/MPR;

3. TNI/Polri dan purnawirawan.42

Hingga saat ini banyak sekali warga dari kalangan sipil yang mengajukan izin kepemilikan senjata api. Baik ditujukan untuk alat proteksi diri, olahraga, berburu, hingga hobby mengkoleksi hal-hal terkait ragam jenis senjata api. Hal ini tentu menimbulkan suatu problem tersendiri mengingat benda yang diperizinkan tersebut merupakan benda yang dapat dikatakan sangat berbahaya. Masyarakat sipil pada dasarnya diperbolehkan menggunakan senjata api dengan kategori peruntukkan bela diri, koleksi, olahraga, dan berburu dengan persyaratan-persyaratan administrasi perizinan yang harus dipenuhi terlebih dahulu. Pemberian izin senjata api bagi masyarakat sipil merupakan bentuk dispensasi oleh pejabat aparatur negara. Dan apabila izin kepemilikan (dispensasi) senjata api telah diperoleh, maka senjata api tersebut menjadi tanggung jawab pemegang izin selain Kepolisian yang mengeluarkan kebijakan tersebut. Baik dalam penggunaaan, penyimpanan, serta pengawasan senjata api.43

B. Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang Senjata Api

Senjata adalah suatu alat yang digunakan untuk melukai, membunuh, atau menghancurkan suatu benda. Senjata dapat digunakan untuk menyerang maupun untuk mempertahankan diri, dan juga untuk mengancam dan melindungi. Apapun yang dapat

42

http://www.gtmshootingclub.com/2012/05/prosedur-teknis-kepemilikan-senjata-api.html, diakses tanggal 24 Mei 2015

43

http://www.distrodoc.com/314077-perizinan-kepemilikan-senjata-api-bagi-masyarakat-sipil-di.html, diakses tanggal 24 Mei 2015


(34)

25

digunakan untuk merusak (bahkan psikologi dan tubuh manusia) dapat dikatakan senjata. Senjata bisa sederhana seperti pentungan atau kompleks seperti peluru kendali balistik.44

Senjata api (bahasa Inggris: firearm) adalah senjata yang melepaskan satu atau lebih proyektil yang didorong dengan kecepatan tinggi oleh gas yang dihasilkan oleh pembakaran suatu propelan. Proses pembakaran cepat ini secara teknis disebut deflagrasi. Senjata api dahulu umumnya menggunakan bubuk hitam sebagai propelan, sedangkan senjata api modern kini menggunakan bubuk nirasap, cordite, atau propelan lainnya. Kebanyakan senjata api modern menggunakan laras melingkar untuk memberikan efek putaran pada proyektil untuk menambah kestabilan lintasan.45

Senjata api diartikan sebagai setiap alat, baik yang sudah terpasang ataupun yang belum, yang dapat dioperasikan atau yang tidak lengkap, yang dirancang atau diubah, atau yang dapat diubah dengan mudah agar mengeluarkan proyektil akibat perkembangan gas-gas yang dihasilkan dari penyalaan bahan yang mudah terbakar didalam alat tersebut, dan termasuk perlengkapan tambahan yang dirancang atau dimaksudkan untuk dipasang pada alat demikian.

Senjata Api diartikan sebagai setiap alat, baik yang sudah terpasang ataupun yang belum, yang dapat dioperasikan atau yang tidak lengkap, yang dirancang atau diubah, atau yang dapat diubah dengan mudah agar mengeluarkan proyektil akibat perkembangan gas-gas yang dihasilkan dari penyalaan bahan yang mudah terbakar

44

http://sekolah007.blogspot.ca/2013/04/pengertian-senjata.html, diakses tanggal 24 Mei 2015

45


(35)

26

didalam alat tersebut, dan termasuk perlengkapan tambahan yang dirancang atau dimaksudkan untuk dipasang pada alat demikian.46

Indonesia memiliki 2 (dua) buah Undang-undang yang walaupun sudah berusia “lanjut” namun tetap berlaku secara efektif, salah satunya yaitu Undang-undang Nomor 12/Drt Tahun 1951 tentang Senjata Api (undang senjata Api). Undang-undang ini merupakan satu-satunya Undang-Undang-undang yang masih efektif diberlakukan terhadap pelaku penyalahgunaan Senjata Api. Dalam Undang-undang tersebut, secara tegas diatur unsur-unsur dari tindak pidana penyalahgunaan Senjata Api di Indonesia.

Ketentuan UU Drt No 12 Tahun 1951 pada dasarnya mengatur mengenai peraturan hukuman istimewa sementara. Melalui peraturan ini pula ditetapkan sanksi pidana terhadap seseorang yang melakukan penyalahgunaan senjata api dan bahan peledak.

Barangsiapa, yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata api, munisi atau sesuatu bahan peledak, dihukum dengan hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara sementara setinggi-tingginya dua puluh tahun.47Yang dimaksudkan dengan pengertian senjata api dan munisi termasuk juga segala barang yang telah diubah dengan Ordonnantie tanggal 30 Mei 1939 (Stbl. No.278), tetapi tidak termasuk dalam pengertian itu senjata-senjata yang nyata-nyata mempunyai tujuan sebagai barang kuno atau barang yang ajaib

46

http://www.bumn.go.id/pindad/berita/358/Senjata.Api,.Definisi.Dan.Pengaturannya.html, diakses tanggal 24 Mei 2015

47


(36)

27

(merkwaardigheid), dan bukan pula sesuatu senjata yang tetap tidak dapat terpakai atau dibikin sedemikian rupa sehingga tidak dapat dipergunakan.48Yang dimaksudkan dengan pengertian bahan-bahan peledak termasuk semua barang yang dapat meledak, yang dimaksudkan dalam Ordonnantie tanggal 9 Mei 1931 (Stbl. No.168), semua jenis mesiu, bom-bom pembakar, ranjau-ranjau (mijnem), granat-granat tangan dan pada umumnya semua bahan peledak, baik yang merupakan luluhan kimia tunggal (enkelvoudige chemische verbindingen) maupun yang merupakan adukan bahan-bahan peledak (explosieven mengsels) atau bahan peledak pemasuk (inleidende explosieven), yang dipergunakan untuk meledakkan lain-lain barang peledak, sekedar belum termasuk dalam pengertian munisi.49

Peraturan ini bisanya digunakan untuk kasus-kasus penyalahgunaan senjata api, maupun kasus penyelundupan senjata api ke Indonesia. Sebab UU Darurat No 8 Tahun 1951 ini merupakan perundang-undangan yang masih berlaku dan belum dicabut, di dalamnya juga mengatur secara khusus mengenai sanksi penyalahgunaan senjata api.

Akan tetapi sebagaimana disebutkan dalam rumusan pasal-pasal di atas, hal yang dilarang tersebut dapat dilakukan jika orang tersebut memiliki hak untuk melakukan kepemilkan senjata api, senjata pemukul, senjata penikam, atau senjata penusuk (slag-, steek-, of stootwapen).50

Barangsiapa yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperolehnya, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya,

48

Ibid, Pasal 1 ayat (2)

49

Ibid, Pasal 1 ayat (3)

50

http://syafruddinmoha.blogdetik.com/2013/10/04/alat-pertahanan-diri-yang-diperbolehkan-di-indonesia/.html, diakses tanggal 25 Mei 2015


(37)

28

menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata pemukul, senjata penikam, atau senjata penusuk (slag, steek of stoot wapen), dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya sepuluh tahun.51 Dalam pengertian senjata pemukul, senjata penikam atau senjata penusuk dalam pasal ini, tidak termasuk barang-barang yang nyata-nyata dimaksudkan untuk dipergunakan guna pertanian, atau untuk pekerjaan-pekerjaan rumah tangga atau untuk kepentingan melakukan dengan sah pekerjaan atau yang nyata-nyata mempunyai tujuan sebagai barang pusaka atau barang kuno atau barang ajaib (merkwaardigheid).52 Perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum menurut Undang-undang ini dipandang sebagai kejahatan.53Bilamana sesuatu perbuatan yang dapat dihukum menurut Undang-undang ini dilakukan oleh atau atas kekuasaan suatu badan hukum, maka penuntutan dapat dilakukan dan hukuman dapat dijatuhkan kepada pengurus atau kepada wakilnya setempat.54Barang-barang atau bahan-bahan dengan mana atau terhadap mana sesuatu perbuatan yang terancam hukuman dapat dirampas, juga bilamana barang-barang itu tidak kepunyaan si tertuduh.55Barang-barang atau bahan-bahan yang dirampas harus dirusak, kecuali apabila terhadap barang-barang itu oleh atau dari pihak Menteri Pertahanan untuk kepentingan Negara diberikan suatu tujuan lain.56

Yang diserahi untuk mengurus perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum berdasarkan pasal 1 dan 2 selain dari orang-orang yang pada umumnya telah ditunjuk untuk mengusut perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum juga orang-orang, yang

51

Ibid,Pasal 2 ayat (1)

52

Ibid,Pasal 2 ayat (2)

53

Ibid,Pasal 3

54

Ibid,Pasal 4 ayat (1)

55

Ibid,Pasal 5 ayat (1)

56


(38)

29

dengan peraturan Undang-undang telah atau akan ditunjuk untuk mengusut kejahatan-kejahatan dan pelanggaran-pelanggaran yang bersangkutan dengan senjata api, munisi dan bahan-bahan peledak.57 Pegawai-pegawai pengusut serta orang-orang yang mengikutnya senantiasa berhak memasuki tempat-tempat, yang mereka anggap perlu dimasukinya, untuk kepentingan menjalankan dengan saksama tugas mereka. Apabila mereka dihalangi memasukinya, mereka jika perlu dapat meminta bantuan dari alat kekuasaan.58

C. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 1996 tentang Senjata Api Dinas Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai

Dalam melaksanakan tugas dan fungsi yang menjadi kewenangannya untuk mengamankan hak-hak negara dan dipatuhinya ketentuan dibidang kepabeanan dan cukai, Pejabat Bea dan Cukai dapat menggunakan segala upaya terhadap orang atau barang agar dipenuhinya ketentuan Undang-undang. Dalam rangka melaksanakan penegakan hukum, Pejabat Bea dan Cukai perlu dilengkapi dengan sarana operasi termasuk Kapal Patroli. Mengingat tugas penegakan hukum dan penggunaan Kapal Patroli kemungkinan menghadapi bahaya yang mengancam jiwa atau keselamatan, dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku, Pejabat Bea dan Cukai dan Kapal Patroli dapat dilengkapi dengan Senjata Api Dinas. Sesuai dengan tugas dan fungsi yang menjadi kewenangan Pejabat Bea dan Cukai, maka jumlah, jenis, macam, dan ukuran/kaliber Senjata Api Dinas yang digunakan dalam penegakan hukum perlu dilakukan pembatasan. Mengingat besarnya bahaya bagi keselamatan dan keamanan, penggunaan Senjata Api Dinas perlu dibatasi hanya dalam hal yang sangat mendesak.

57

Ibid,Pasal 6 ayat (1)

58


(39)

30

Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka perlu diatur tentang Senjata Api Dinas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam suatu Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Senjata Api dan Amunisi adalah sebagaimana dimaksud dalam Ordonansi Senjata Api 1937 (Staatsblad 1937 Nomor 170) sebagaimana telah diubah dengan Ordonansi tanggal 30 Mei 1939 (Staatsblad 1939 Nomor 278) serta Undang-undang Nomor 8 Tahun 1948 tentang Pendaftaran dan Pemberian Izin Pemakaian Senjata Api.59 Peralatan Keamanan adalah peralatan yang digunakan untuk keperluan keamanan, yang digolongkan sama dengan senjata api.60

Pengadaan Senjata Api Dinas hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin dari Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.61Pengadaan Senjata Api Standar ABRI hanya dapat dilakukan dengan cara pinjam pakai dari Panglima Angkatan.62

Pemilikan Senjata Api Non Standar ABRI dan Peralatan Keamanan berdasarkan izin pengadaan wajib dilengkapi dengan izin pemilikan.63 Izin pemilikan diberikan oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia kepada Direktur Jenderal.64 Untuk memperoleh izin pemilikan Direktur Jenderal mengajukan daftar Senjata Api Non Standar ABRI berdasarkan izin pengadaan.65 Izin pemilikan berlaku selama lima tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu yang sama kepada Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.66 Senjata Api Standar ABRI

59

Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 1996 tentang Senjata Api Dinas Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai, Pasal 1 angka 1

60

Ibid,Pasal 1 angka 4

61

Ibid,Pasal 2 ayat (4).

62

Ibid, Pasal 2 ayat (5)

63

Ibid, Pasal 3 ayat (1)

64

Ibid, Pasal 3 ayat (2)

65

Ibid, Pasal 3 ayat (3)

66


(40)

31

berdasarkan persetujuan pengadaan pemilikannya tetap berada pada Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.67Penguasaan Senjata Api Standar ABRI diberikan berdasarkan izin hak pakai oleh Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia kepada Direktur Jenderal.68Senjata Api Dinas disimpan di tempat yang memenuhi persyaratan keamanan.69

Pengangkutan Senjata Api Dinas dalam rangka distribusi wajib dilengkapi dengan izin pengangkutan.70 Izin pengangkutan diberikan oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia kepada Direktur Jenderal.71 Untuk memperoleh izin pengangkutan Direktur Jenderal mengajukan permohonan tertulis kepada Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.72

Pejabat Bea dan Cukai dan Kapal Patroli wajib memiliki izin penguasaan pinjam pakai.73 Izin penguasaan pinjam pakai diberikan oleh Direktur Jenderal atas kuasa Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.74 Izin penguasaan pinjam pakai berlaku untuk seluruh Daerah Pabean.75

Pemeliharaan Senjata Api Dinas dilakukan secara rutin guna menjaga kondisi senjata siap pakai.76 Perbaikan Senjata Api Dinas dilakukan oleh bengkel pemeliharaan milik Angkatan Bersenjata Republik Indonesia atau bengkel swasta yang telah mendapat izin dari Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.77

67

Ibid, Pasal 4

68

Ibid,Pasal 5

69

Ibid,Pasal 6

70

Ibid,Pasal 7 ayat (1)

71

Ibid,Pasal 7 ayat (2)

72

Ibid,Pasal 7 ayat (3)

73

Ibid,Pasal 9 ayat (2)

74

Ibid,Pasal 9 ayat (3)

75

Ibid,Pasal 9 ayat (4)

76

Ibid,Pasal 10 ayat (1)

77


(41)

32

Pertanggungjawaban senjata api yang hilang diselesaikan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.78Pengawasan Senjata Api Dinas dilakukan dengan sistem pelaporan tentang : jumlah dan posisi Senjata Api Dinas; dan perubahan jumlah dan penghapusan Senjata Api Dinas.79Izin Pemilikan Senjata Api Non Standar ABRI yang sudah dimiliki oleh Direktorat Jenderal sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini masih tetap berlaku sampai dengan berakhir masa berlakunya dan dapat diperpanjang sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.80

D. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api Untuk Kepentingan Olahraga

Penggunaan senjata api di kalangan masyarakat sipil setidaknya disebabkan beberapa hal seperti kurangnya rasa keamanan yang dirasakan masyarakat. Rasa aman tidak cukup didapat hanya dengan adanya perangkat hukum. Sehingga masyarakat merasa perlu untuk mengamankan dirinya sendiri dari segala ancaman marabahaya yang bisa muncul. Alasan lain bagi masyarakat sipil memiliki senjata adalah karena proses kepemilikan tersebut bias dilakukan dengan proses yang relatif mudah.81

Senjata Api adalah suatu alat yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari logam yang mempunyai komponen atau alat mekanik seperti laras, pemukul/pelatuk, trigger, pegas, kamar Peluru yang dapat melontarkan anak Peluru atau gas melalui laras dengan bantuan bahan peledak.82 Penggunaan Senjata Api adalah hak atas Senjata Api dan peluru dengan tujuan untuk menggunakannya sebagai kepentingan olahraga sesuai

78

Ibid,Pasal 11 ayat (4)

79

Ibid,Pasal 12 ayat (1)

80

Ibid,Pasal 13

81

http://digilib.unila.ac.id/3903/10/BAB%20I.pdf.html, diakses tanggal 25 Mei 2015

82

Peraturan Kepala Kepolisian Negara Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api Untuk Kepentingan Olahraga, Pasal 1 angka 2


(42)

33

dengan ketentuan perundang-undangan.83 Penyimpanan adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk menyimpan Senjata Api dan peluru di tempat yang aman agar terhindar dari pencurian, kerusakan dan disalahgunakan oleh orang yang tidak berhak.84

Jenis senjata api olahraga, meliputi: senjata api; pistol angin (air Pistol) dan senapan angin (air Rifle); dan airsoft gun.85 Senjata api digunakan untuk kepentingan olahraga: menembak sasaran atau target, menembak reaksi; dan berburu.86 Pistol angin (air Pistol) dan senapan angin (air Rifle) digunakan untuk kepentingan olahraga menembak sasaran atau target.87 Airsoft Gun hanya digunakan untuk kepentingan olahraga menembak reaksi.88

Jumlah senjata api olahraga yang dapat dimiliki dan dibawa/digunakan oleh atlet menembak sasaran atau target dan reaksi, dibatasi paling banyak 2 (dua) pucuk untuk setiap kelas yang dipertandingkan.89 Senjata api hanya digunakan di lokasi pertandingan, latihan dan lokasi berburu.90 Pistol angin (air Pistol) dan senapan angin (air Rifle) dan Airsoft Gun hanya digunakan di lokasi pertandingan dan latihan.91

Persyaratan untuk dapat memiliki dan/atau menggunakan senjata api untuk kepentingan olahraga sebagai berikut:

1. memiliki kartu tanda anggota Perbakin;

83

Ibid, Pasal 1 angka 18

84

Ibid, Pasal 1 angka 19

85

Ibid, Pasal 4 ayat (1)

86

Ibid, Pasal 4 ayat (2)

87

Ibid, Pasal 4 ayat (3)

88

Ibid, Pasal 4 ayat (4)

89

Ibid, Pasal 5 ayat (1)

90

Ibid, Pasal 5 ayat (2)

91


(43)

34

2. berusia paling rendah 17 (tujuh belas) tahun dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun;

3. sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan Surat Keterangan dari Dokter Polri serta Psikolog Polri; dan

4. memiliki keterampilan menembak, merawat dan mengamankan senjata api yang dibuktikan dengan sertifikat yang dikeluarkanoleh Perbakin.92

Persyaratan usia, dikecualikan bagi atlet olahraga menembak berprestasi yang mendapatkan rekomendasi dari PB Perbakin.93Izin senjata api olahraga, meliputi: pemasukan dari luar negeri (impor), pemasukan (impor) dan pengeluaran (re-ekspor), pengeluaran (ekspor), pengeluaran (ekspor) dan pemasukan (re-impor), pembelian dari dalam negeri, pemilikan, penghibahan, pembaharuan, penyimpanan, pemindahan (mutasi), pengangkutan, penggunaan, pemusnahan; dan/atau gudang.94

Dalam hal pemilik senjata api meninggal dunia dan belum sempat menghibahkan kepada orang lain maka status senjata api: dimiliki oleh salah satu ahli waris yang sah dan memenuhi persyaratan untuk kepemilikan senjata api setelah ada pernyataan tertulis dari seluruh ahli waris yang berhak, dihibahkan oleh ahli waris yang sah kepada orang lain yang memenuhi persyaratan kepemilikan senjata api, diserahkan kepada negara oleh ahli waris untuk dimusnahkan; atau ahli waris yang sah telah memenuhi persyaratan diantaranya sudah dewasa atau belum dewasa tetapi telah mendapat penetapan sebagai ahli waris dari pengadilan.95

92

Ibid, Pasal 11 ayat (1)

93

Ibid, Pasal 11 ayat (2)

94

Ibid, Pasal 14 ayat (1)

95


(44)

35

Permohonan izin penggunaan senjata api olahraga diajukan kepada: Kapolda u.p. Dirintelkam, untuk penggunaan dalam satu wilayah Polda; dan Kapolri u.p. Kabaintelkam Polri, untuk penggunaan lebih dari satu wilayah Polda atau di wilayah Polda lain.96Izin pemasukan senjata api olahraga berlaku selama 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal dikeluarkan dan dapat diperpanjang sebanyak 1 (satu) kali untuk jangka waktu 6 (enam) bulan, diajukan paling lambat 1 (satu) bulan sebelum habis masa berlakunya.97 Izin kepemilikan senjata api (Buku Pas) berlaku selama 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal dikeluarkan, dan wajib didaftar ulang setiap tahun di Polda setempat.98 Izin penggunaan/membawa senjata api di luar wilayah Polda setempat untuk mengikuti kejuaraan/pertandingan menembak, berlaku selama pertandingan berlangsung.99 Izin penggunaan/membawa senjata api di luar wilayah Polda setempat untuk kegiatan olahraga berburu, berlaku paling lama 10 (sepuluh) hari dan untuk olahraga safari berburu berlaku paling lama 14 (empat belas) hari.100

Pengesahan izin senjata api olahraga dilaksanakan oleh Kabaintelkam Polri atas nama Kapolri dan Dirintelkam Polda atas nama Kapolda.101Sebelum mengeluarkan surat rekomendasi, Dirintelkam Polda meminta saran/pertimbangan kepada Kapolres tempat domisili atlet yang mengajukan permohonan izin senjata api.102

Pengawasan dan pengendalian perizinan senjata api, peluru, Pistol Angin (Air Pistol) dan Senapan Angin (Air Rifle), dan Airsoft Gun dilaksanakan pada

96

Ibid, Pasal 26 ayat (1)

97

Ibid, Pasal 29 ayat (1)

98

Ibid, Pasal 29 ayat (2)

99

Ibid, Pasal 29 ayat (3)

100

Ibid, Pasal 29 ayat (4)

101

Ibid, Pasal 33

102


(45)

36

tingkat:Polres, Polda; dan Mabes Polri.103 Pengawasan dan pengendalian pada tingkat Polres dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:

1. kegiatan yang dilakukan sebelum terbit izin

a.menerima/mencatat dan meneliti tembusan surat permohonan rekomendasi yang diajukan oleh Pemohon;

b.melaksanakan pengecekan di lapangan;

c.membuat dan menyampaikan surat saran kepada Kapolda u.p. Dirintelkam Polda dengan tembusan Kapolres, atas hasil penelitian dan pengecekan di lapangan; dan

d.mengadakan koordinasi dan pengecekan terhadap senjata api olahraga yang dimohonkan serta meneliti biodata anggota Perbakin yang akan mengadakan latihan, pertandingan, atau berburu.

2. kegiatan yang dilakukan setelah terbit izin:

a.menerima dan mencatat tembusan surat izin yang dikeluarkan oleh Kapolri/Kapolda;

b.mengadakan pengecekan dan pengamanan terhadap pelaksanaan izin yang telah diberikan kepada pemohon;

c.mengadakan penyelidikan dan penyidikan bilamana terjadi penyimpangan/penyalahgunaan izin; dan

d.melaporkan hasilnya kepada Kapolda u.p. Dirintelkam Polda.104 Pengawasan dan pengendalian pada tingkat Polda, dilakukan sebagai berikut:

1. kegiatan yang dilakukan sebelum terbit izin:

103

Ibid, Pasal 35

104


(46)

37

a.menerima, mencatat dan meneliti surat permohonan rekomendasi serta kelengkapan persyaratan dan mengadakan pengecekan di lapangan; dan b.mengadakan koordinasi dan pengecekan terhadap senjata api olahraga yang

dimohonkan serta meneliti biodata anggota Perbakin yang akan mengadakan latihan, pertandingan, atau berburu;

c.membuat rekomendasi ditujukan kepada Kapolri u.p. Kabaintelkam Polri sesuai hasil pengecekan di lapangan atau surat saran Kapolres.

2. kegiatan yang dilakukan setelah terbit izin:

a. menerima dan mencatat tembusan surat izin yang telah dikeluarkan oleh Kapolri u.p. Kabaintelkam Polri;

b. mengadakan pengamanan atas pelaksanaan realisasi izin yang telah diberikan kepada pemohon;

c. melaporkan kepada Kapolri u.p. Kabaintelkam Polri bilamana ditemukan adanya penyimpangan/penyalahgunaan izin;

d. melakukan pengecekan gudang Pengprov Perbakin terhadap kepemilikan senjata api olahraga setiap 3 (tiga) bulan sekali;

e. memberikan teguran/sanksi kepada pemegang izin bilamana menyimpang dari ketentuan sebagaimana telah ditetapkan dalam surat izin dan bilamana perlu mengadakan penyelidikan dan penyidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

f. mencabut izin kepemilikan dan melakukan penggudangan senjata api apabila: 1) izin kepemilikannya sudah mati/tidak diperbarui/tidak didaftarkan ulang


(47)

38

2) terbukti melakukan penyalahgunaan izin.105

Pengawasan dan pengendalian pada tingkat Mabes Polri, dilakukan sebagai berikut:

1. kegiatan yang dilakukan sebelum terbit izin:

a.menerima, mencatat dan meneliti surat permohonan rekomendasi serta kelengkapan persyaratan dan mengadakan pengecekan di lapangan; dan b.mengadakan koordinasi dan pengecekan terhadap senjata api olahraga yang

dimohonkan serta meneliti biodata anggota Perbakin yang akan mengadakan latihan, pertandingan, atau berburu;

c.membuat rekomendasi ditujukan kepada Kapolri u.p. Kabaintelkam Polri sesuai hasil pengecekan di lapangan atau surat saran Kapolres;

2. kegiatan yang dilakukan setelah terbit izin:

a.menyampaikan surat izin dan/atau surat penolakan kepada pemohon serta mendistribusikan surat tembusan ke alamat yang dituju sebagaimana tersebut dalam surat izin/surat penolakan;

b.mencatat dan membukukan untuk surat izin yang telah dikeluarkan serta menerima laporan realisasi surat izin;

c.memberikan petunjuk arahan kepada kewilayahan berkaitan dengan pengawasan dan pengendalian terhadap senjata api dan peluru yang telah mendapat izin dari Kapolri; dan

d.memberikan teguran/sanksi kepada pemegang izin bilamana menyimpang dari ketentuan sebagaimana telah ditetapkan dalam surat izin yang telah diberikan

105


(48)

39

dan mengadakan penyelidikan dan penyidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.106

Pemegang Senjata Api untuk kepentingan olahraga dilarang menggunakan atau menembakkan senjata api di luar lokasi latihan, pertandingan, dan berburu.107 Pada saat peraturan ini mulai berlaku, izin Senjata Api untuk kepentingan olahraga yang diterbitkan berdasarkan peraturan lama, dinyatakan tetap sah sampai habis masa berlakunya.108

106

Ibid, Pasal 38

107

Ibid, Pasal 41

108


(49)

40 BAB III

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TIMBULNYA TINDAK PIDANA DENGAN MENGGUNAKAN SENJATA API

A. Faktor Kontrol yang Lemah

Salah satu faktor penyebab maraknya penyalahgunaan senjata api disebabkan oleh kontrol terhadap peredaran senjata api yang lemah di Indonesia, baik itu senjata api yang legal maupun yang ilegal. Dalam kaitan dengan senjata api legal, meski terdapat aturan yang mengatur tentang perizinan penggunaan senjata api, namun seringkali implementasi pengawasannya sangat lemah khususnya terhadap pengawasan penggunaan senjata api oleh warga sipil.

Aksi kekerasan dengan menggunakan senjata api belakangan ini sudah sangat memprihatinkan. Penyalahgunaan senjata api itu secara nyata telah mengusik rasa aman masyarakat. Terlebih lagi target penembakan oleh orang tidak dikenal menyasar kepada institusi penegak hukum dan mengakibatkan jatuhnya korban jiwa. Imparsial mengecam keras aksi kekerasan menggunakan senjata api oleh orang atau kelompok tidak dikenal. Tindakan teror itu tentu memiliki beragam motif sehingga tindak kejahatan itu harus diungkap secara tuntas. Aparat kepolisian harus bekerja terdepan untuk menuntaskan kasus-kasus tersebut secara cepat dan akuntabel.

Pemerintah seharusnya bersikap serius di dalam menghadapi aksi kekerasan menggunakan senjata api belakangan ini. Negara tidak boleh kalah di dalam menghadapi tindakan teror orang atau kelompok tidak dikenal itu. Di sini, negara harus memastikan kepada publik bahwa rasa aman masyarakat tetap terjamin, dengan langkah-langkah kebijakan komprehensif dan proporsional yang seharusnya segera


(50)

41

dibuat pemerintah untuk menghadapi situasi ini. Salah satu faktor penyebab maraknya penyalahgunaan senjata api disebabkan oleh kontrol terhadap peredaran senjata api yang lemah di Indonesia, baik itu senjata api yang legal maupun yang ilegal. Dalam kaitan dengan senjata api legal, meski terdapat aturan yang mengatur tentang perizinan penggunaan senjata api, namun seringkali implementasi pengawasannya sangat lemah khususnya terhadap pengawasan penggunaan senjata api oleh warga sipil. Jumlah senjata api yang beredar di mayarakat secara legal telah mencapai 41.102 pucuk. Sebanyak 17.983 pucuk di antaranya berizin untuk bela diri, 11.869 pucuk digunakan oleh Polisi Khusus (Polsus), 6.551 pucuk diperuntukkan olahraga, dan 4.699 pucuk diperuntukkan oleh Satpam. Sementara itu, berdasarkan perhitungan statistik yang dihimpun oleh organisasi Gunpolicy.org menyebutkan bahwa tingkat kepemilikan senjata api pribadi di Indonesia adalah 0.5 per seratus orang. Bila mengacu pada 2010 saja, Polri mencatat ada 58 kasus penyalahgunaan senjata api.

Senjata itu seharusnya digunakan untuk membela diri oleh warga sipil, tetapi di salahgunakan oleh pemiliknya. 58 kasus tersebut dengan rincian, 14 pucuk senpi dengan peluru tajam, sebanyak 44 pucuk senjata berpeluru karet dan 11 pucuk senjata api berpeluru gas. Yang mengkhawatirkan, Gunpolicy.org juga menyebutkan bahwa pada perhitungan kepemilikan senjata api yang tidak terdaftar, di Indonesia terdapat sekitar 0.44 dari 100 orang. Sumber senjata api ilegal bisa berasal dari penyelundupan melalui perbatasan, sisa dari daerah konflik, rakitan, bisnis senjata api legal yakni senjata api yang tadinya legal lalu diperjualbelikan secara ilegal. Di sisi lain, persoalan lemahnya aturan hukum yang mengatur tentang kontrol peredaran senjata api menjadi permasalahan tersendiri yang memicu penyalahgunaan senjata api. Dalam level


(1)

a. Preventif dilakukan dengan cara memperketat psikotes dan tes mental hak memegang senjata api, tidak mengijinkan anggota yang bermasalah pribadi, keluarga atau kedinasan untuk pinjam pakai senjata api, serta melakukan tes ulang hak memegang senjata api terhadap anggota Polri yang memegang senjata api.

b. Represif yaitu dengan memproses pelaku melalui jalur hukum bagi warga sipil yang terbukti melakukan penyalahgunaan senjata api tersebut dan pencabutan izin kepemilikan senjata api serta juga penjatuhan sanksi pidana terhadap warga sipil yang melakukan penyalahgunaan senjata api yang sebagaimana diatur Undang-undang dan peraturan Kepolisian.

c. Adapun upaya hukum sarana penal dan non penal yakni KUHP, UU Darurat No.12 Tahun 1951 dan Peraturan Kepala Kepolisian negara Republik Indonesia no 8 Tahun 2012 dan nonpenal berupa kegiatan melakukan pendidikan sosial terhadap warga, peningkatan kesejahteraan keluarga, ataupun kegiatan patroli dan pengawasan dari aparat pengamanan. Dalam putusan nomor 261/Pid.B/2013/PN.GS bahwa penjatuhan pidana bagi Terdakwa atau pelaku kejahatan, tidaklah semata sebagai pembalasan akan tetapi juga sekaligus untuk upaya preventif, dan represif dengan memperhatikan aspek filosofis, sosiologis dan yuridis, sehingga terwujud kerukunan, keamanan dan ketertiban umum yang harmonis.

B.Saran


(2)

cenderung terjadi penyalahgunaan sehingga senjata api untuk kepentingan bela diri tidak diperlukan.

2. Memperketat dan mengawasi seseorang dalam proses pemilikan senjata api serta kerjasama masyarakat dengan aparat penegak hukum serta memperluas informasi-informasi yang akurat lagi dalam peredaran senjata api serta ditingkatkan kesadaran masyarakat dalam yang melanggar hukum seperti menggunakan senjata api dan akibat serta tujuan penggunaan.

3. Penerapan sanksi terhadap tindak pidana senjata api tanpa hak pelaku penyalahgunaan senjata api ada Undang-undang khusus yang mengatur diluar KUHP.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

I. Buku

Djamali, R. Abdoel, Pengantar Hukum Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996)

Hakim, Rosyid Nurul dan A. Syalaby Ichsan, Senjata Tak Bertuan, Senjata Makan Tuan, Jakarta: Republika, 2010)

Hamdan, M., Politik Hukum Pidana, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1997)

Karnavian, M.Tito. Indonesia Top Secret Membokar Konflik Poso, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008)

Josias, A. Runturambi dan Atin Sri Pujiastuti, Senjata Api dan Penanganan Tindak Pidana, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2015)

Lamintang, P.A.F., Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1997)

Maksum, M. Umar, Agus Suprianto, Thalis Noor Cahyadi, M. Ulinnuha dan Afronji, Cara Mudah Menghadapi Kasus-kasus Hukum, (Yogyakarta: Penerbit Ansor Press, 2013

Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Edisi Revisi, Cetakan Ke-8, (Jakarta: Penerbit Kencana Prenada Media Group, 2013)

Moeljatno.Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia. (Jakarta: PT Rineka Cipta. 2000) Moleong, Lexy H., Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi revisi, (Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya, 2010)

Pane, Armian, Sketsa Peredaran Senjata Api Illegal di Indonesia, (Jakarta: Sinar Pres, 2006)

Philips, Vermonte, Jusario, Small is (Not) Beautiful (The Problem of Small Arms in Southeast Asia),(Jakarta, CSIS, 2004)

Prasetyo, Teguh dan Abdul Halim Barkatullah, Politik Hukumm Pidana: Kajian Kebijakan Kriminalisasi dan Dekriminalisasi, (Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar, 2005)


(4)

Rubai, Masruchin, Asas-Asas Hukum Pidana, (Malang : Penerbit UM PRESS, 2001) Schaffmeister, N. Keijzer dan E. PH. Sutorius, Hukum Pidana, (Bandung: PT Citra

Aditya Bakti, 2011)

Soekanto, Soerjono & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: Penerbit Rajawali Pers, 2013)

Sujarweni, V. Wiratna, Metodologi Penelitian: Lengkap, Praktis dan Mudah Dipahami, (Yogyakarta: PustakabaruPress, 2014),

Syahrum dan Salim, Metodologi Penelitian Kuantitatif, (Bandung: Citapustaka Media, 2012)

II. Peraturan dan Perundang-undangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1948 Tentang Pendaftaran Dan Pemberian Idzin Pemakaian Senjata Api

Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang Senjata Api

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 1996 Tentang Senjata Api Dinas Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai

Peraturan Kepala Kepolisian Negara Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api Untuk Kepentingan Olahraga

III. Jurnal dan Makalah

Hikmawati, Puteri, Kontroversi Kepemilikan Senjata Api oleh Warga Sipil, Peneliti Madya Bidang Hukum Pidana pada Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Setjen DPR RI, Jurnal Hukum Info Singkat Vol. IV, No. 10/II/P3DI/Mei/2012

Syafrudin, Ateng, Perizinan untuk Berbagai Kegiatan, Makalah Tidak Dipublikasikan, Jakarta, 2012

IV. Internet

http://barita-advokat.pun.bz/unsur-dengan-sengaja-dan-tanpa-hak.xhtml, diakses tanggal 24 Mei 2015


(5)

https://trinihandayani.wordpress.com/2010/05/20/penguasaan-benda-bezit/.html, diakses tanggal 24 Mei 2015

http://sekolah007.blogspot.ca/2013/04/pengertian-senjata.html, diakses tanggal 24 Mei 2015

http://id.wikipedia.org/wiki/Senjata_api.html, diakses tanggal 24 Mei 2015

http://www.bumn.go.id/pindad/berita/358/SENJATA.API,.DEFINISI.DAN.PENGAT URANNYA.html, diakses tanggal 24 Mei 2015

http://syafruddinmoha.blogdetik.com/2013/10/04/alat-pertahanan-diri-yang-diperbolehkan-di-indonesia/.html, diakses tanggal 24 Mei 2015

http://pages-news.blogspot.com/2012/05/syarat-kepemilikan-senjata-api-bagi.html, diakses tanggal 24 Mei 2015

http://matanoku-asal.blogspot.com/2006/09/asal-usul-senjata-api.html, diakses tanggal 25 Mei 2015

http://lukevery.blogspot.com/2012/05/10-senjata-api-terburuk-dalam-sejarah.html, diakses tanggal 25 Mei 2015

http://antares-sciencefreak.blogspot.com/2011/07/sejarah-awal-pistol.html, diakses tanggal 26 Mei 2015

http://www.imparsial.org/id/2010/pemerintah-dan-dpr-harus-segera-membuat-uu-tentang-kontrol-senjata-api.html, diakses tanggal 26 Mei 2015

http://www.voaindonesia.com/content/adanya-penembakan-atas-polisi-bin-desakkan-razia-senjata-api/1731913.html, diakses tanggal 26 Mei 2015

http://tabloidjubi.com/2013/08/17/imparsial-pemerintah-dan-dpr-segera-buat-uu-kontrol-senpi/.html, diakses tanggal 26 Mei 2015

http://www.rmol.co/read/2012/05/09/63214/Polri-Telah-Keluarkan-Izin-Kepemilikan-18-Ribu-Senpi-.html, diakses tanggal 26 Mei 2015

http://news.detik.com/read/2012/05/07/112510/1910791/10/.html, diakses tanggal 27 Mei 2015

http://www.imparsial.org/id/2010/pemerintah-dan-dpr-harus-segera-membuat-uu-tentang-kontrol-senjata-api.html, diakses tanggal 27 Mei 2015

http://www.beritasatu.com/blog/tajuk/2535-koboi-kembali-beraksi.html, , diakses tanggal 27 Mei 2015


(6)

http://us.finance.detik.com/read/2012/05/07/090510/1910584/10/kepemilikan-senpi-berkaitan-erat-dengan-faktor-keamanan-lingkungan.html, diakses tanggal 28 Mei 2015

http://kilometer25.blogspot.com/2012/09/upaya-non-penal-dalam-menanggulangi.html, diakses tanggal 29 Mei 2015

www.Infide.be/join statement.html, diakses tanggal 24 Mei 2015

Surya, Ringkasan Hukum Pidana, www.docstoc.com.html, diakses tanggal 24 Mei 2015

www.Deplu.com.html, diakses tanggal 24 Mei 2015


Dokumen yang terkait

Analisis Hukum Mengenai Penguasaan dan Penggunaan Senjata Api Tanpa Hak oleh Warga Sipil (Studi Kasus pada Putusan Nomor: 261/Pid.b/2013/PN.GS)

12 173 88

Pelanggaran Hak Sipil dan Politik Warga Negara (Studi Kasus Penghilangan Orang Secara Paksa Periode 1997 – 1998)

7 68 90

Pengakuan Penguasaan Dan Pendudukan Tanah Tanpa Alas Hak Kepemilikan Yang Berakibat Sengketa: Studi Kasus Putusan MA NO. 2511K/PDT/1995 Tanggal 09 September 1997

1 68 136

Analisis Hukum Terjadinya Pengalihan Hak Atas Tanah Atas Dasar Penguasaan Fisik (Analisis Terhadap Putusan Mahkamah Agung No.475//Pk/Pdt.2010).

5 41 132

Pelanggaran Hak Asasi Manusia Oleh Israel Terhadap Warga Sipil Palestina Ditinjau Dari Hukum Internasional

6 79 100

Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Kepemilikan dan Penjualan Senjata Api Serta Amunisi Ilegal Oleh Masyarakat Sipil (Studi Putusan Nomor 3550/Pid.B/2006/PN.Mdn)

0 64 150

Pertanggungjawaban Pidana Anggota Polri Terhadap Penggunaan Senjata Api Tanpa Prosedur (Studi Terhadap Putusan PN BINJAI No.239/Pid.B/2007/PN-Binjai)

1 52 120

Analisa Kasus Tindak Pidana Memberikan Ijazah Tanpa Hak (Studi Putusan PN Medan Reg. NO. 1932/Pid.B/2005/PN.MDN)

4 52 94

Analisis Hukum Mengenai Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan Dalam Perspektif Kriminologi (Studi Putusan Kasus Putusan No:2438/Pid.B/2014/Pn.Mdn )

5 117 134

Pengakuan Penguasaan Dan Pendudukan Tanah Tanpa Alas Hak Kepemilikan Yang Berakibat Sengketa: Studi Kasus Putusan MA NO. 2511K/PDT/1995 Tanggal 09 September 1997

0 0 27