yang paling kukuh, Perdana Menteri Inggris Margareth Tatcher. Dia adalah seorang darwinis sosial yang menggariskan bahwa kompetisi adalah syarat utama bagi tersedianya alokasi sumberdaya yang memadai.
15
Ketiga , di dalam dunia kontemporer, praktek hak asasi manusia seharusnya menempatkan subyek, yakni kaum korban pada
titik pusatnya. Akan tetapi yang terjadi adalah, kehidupan ekonomi modern dengan hegemoni kapitalisme neoliberal, beroperasi melalui dissolution subject.
16
Keempat , perekonomian neoliberal dan pasar didasarkan kepada model pembangunan tertentu yang terhomogenisasi.
Model pembangunan ini, yang terkait dengan globalisasi telah menjadi pelanggar hak asasi manusia yang amat kasar.
17
hal tersebut dapat dibuktikan. Akibat bentuk kebijakan penyesuaian struktural yang dipaksakan oleh Bank Dunia terhadap
negara-negara di selatan, telah mengakibatkan pengalihan kekayaan secara besar-besaran dari lapisan masyarakat bawah ke lapisan puncak. Serta menyebabkan ketimpangan yang terjadi antara utara-selatan semakin bertambah dari masa ke masa.
Kelima , ketidaksesuaian antara pasar dan hak asasi manusia secara alamiah mendatangkan konsekuensi-konsekuensi bagi
negara. Setiap negara yang mempromosikan perekonomian neoliberal dan pasar kapitalis akan mendapatkan halangan yang besar dalam hal perlindungan hak asasi manusia, khususnya hak ekosob. Karena negara dalam paradigma ekonomi ini,
mendapatkan perlakuan hanya sebagai “anjing penjaga malam” yang tidak punya kekuatan yang signifikan. Keenam
, neoliberalisme menyebabkan terjadinya proses akumulasi kekayaan individu. Yang pada akhirnya menyebabkan ketimpangan pendapatan dan kepemilikan. Orang miskin, dengan instrumen HAM sekalipun, tidak dapat serta merta
menagih haknya. Oleh karena sistem ekonomi yang berlaku di dunia saat ini membenarkan proses itu terjadi. Sebagai contoh, laporan terakhir UNDP menyebutkan, secara akumulatif 225 orang terkaya di dunia memiliki kekayaan sebesar
lebih dari US 1 trilyun yang juga merupakan total income dari 47 masyarakat miskin yang berjumlah 2,5 milyar jiwa.
18
Uraian di atas menunjukan bahwa dalam pemenuhan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya oleh negera-negara di dunia, khususnya di Selatan mengalami kendala yang serius akibat kebijakan ideologi ekonomi neoliberalisme yang dipaksakan.
Pada akhirnya, pertarungan di tingkat internasional dalam perumusan Kovenan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya juga tidak dapat dihindari pertarungan ideologi antara kubu “liberal-kapitalis” dan kubu “sosialis”.
C. Refleksi Kebijakan Pembangunan Orde Baru Dalam Pemenuhan Hak
ekonomi, Sosial dan Budaya
Sejak dimulainya era pembangunan dalam masa pemerintahan Orde Baru, praktis terdapat perubahan orientasi kebijakan pemerintahan dari masa Orde
Lama. Kebijakan pembangunan dalam masa Orde Baru menandakan dimulainya satu orientasi dimana “ekonomi sebagai panglima”, menggantikan orientasi
“politik sebagai panglima” masa Soekarno. Kebijakan ekonomi pemerintahan Orde Baru yang bertolak belakang dengan kebijakan pemerintahan Orde Lama
15
Susan George, “Sejarah Singkat Tentang Neoliberalisme; Duapuluh Empat Tahun Ilmu ekonomi Elit dan Timbulnya Peluang Bagi
Perubahan Struktural,” dalam Sugeng Bahagijo, ed., Republik Pasar Bebas Jakarta, PT Bina Rena Pariwara, 2002 cet. I, hal. 45.
16
Felix Wilfred, “Hak Asasi Manusia ataukah Hak-hak Asasi Kaum Korban?” Jurnal WACANA, edisi 8, tahun II2001: h. 117.
17
Wilfred, “Hak Asasi Manusia ataukah Hak-hak Asasi Kaum Korban?,” h. 118.
18
Wilfred, “Hak Asasi Manusia ataukah Hak-hak Asasi Kaum Korban?,” h. 120.
menempatkan pemerintah sebagai fasilitator bagi pihak-pihak swasta, terutama dari segi administrasi. Pada masa-masa ini, terutama dimulai pada awal tahun
1970-an sembari berperan sebagai fasilitator, pemerintah Indonesia mulai memainkan peran sebagai agen pembangunan ekonomi di samping agen
pembangunan sosial dan politik. Sepintas, kebijakan tersebut adalah langkah maju dari upaya pemerintahan
Orde Baru di bawah Presiden Soeharto menjadikan pemenuhan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya di Indonesia menjadi agenda prioritas pembangunan. Tetapi
kenyataannya, kebijakan pembangunan Orde Baru, khususnya dalam kerangka pemenuhan hak ekonomi, sosial dan budaya tidak menjadi agenda prioritas
pembangunan. Kondisi demikian terjadi di tengah Indonesia menyatakan dirinya sebagai negara hukum, yang bertujuan mencapai masyarakat adil dan makmur,
merata baik spiritual dan material. Menurut seorang ekonom asal Inggris, Daudley Seers, pembangunan belum bisa dikatakan berhasil bila salah satu atau
dua dari tiga kondisi, yaitu kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan menjadi lebih buruk, meskipun pendapatan per kapita melambung tinggi.
19
Untuk melakukan upaya percepatan ekonomi, pada awal episode pembangunan, Orde Baru melakukan upaya konsolidasi ekonomi-politik.
Langkah strategis yang paling dominan dilakukan adalah melakukan tindakan- tindakan progresif dengan memfasilitasi dan memobilisasi potensi ekonomi yang
19
Andrinof A. Chaniago, Gagalnya Pembangunan; Kajian Ekonomi Politik Terhadap Akar Krisis Indonesia Jakarta, LP3ES, 2001, Cet.
I, h. 1.
paling mudah diproduksi untuk menggerakkan roda perekonomian yang berorientasi pasar. Dalam kaitan mendukung kebijakan ini, terdapat setidaknya 2
produk perundang-undangan yang terbit pada tahun 1967, yaitu Undang-undang Penanaman Modal Asing PMA dan Undang-undang Pokok Kehutanan. Dua
produk undang-undang ini dimaksudkan untuk menstimulir berbagai pihak masuk ke sektor-sektor strategis di Indonesia.
20
Selain itu, paket undang-undang ini adalah kebijakan deregulasi dan kebijakan debirokratisasi untuk urusan-urusan
yang berkaitan dengan perekonomian. Dengan kata lain, sejak saat itu pemerintahan Orde Baru sedang menjalankan agenda-agenda neoliberalisme.
Selain membuat kebijakan-kebijakan strategis dalam rangka menopang percepatan pertumbuhan ekonomi, sebagai bagian dari kebijakan tersebut
pemerintahan Orde Baru melakukan kebijakan stabilisasi politik. Konsekwensinya adalah menutup pintu rapat-rapat atau bahkan melakukan
kriminalisasi terhadap setiap sikap kritis rakyat kepada pemerintah. Kebijakan tersebut diambil oleh pemerintah orde baru dengan alasan untuk menjamin laju
pertumbuhan ekonomi dan pemenuhan atas hak ekonomi dan sosial rakyat agar tidak mengalami “gangguan”. Ke depan, alasan inilah yang selalu diungkapkan
Orde Baru ketika dihadapkan pada pertanyaan-pertanyaan dunia Internasional tentang terjadinya pelanggaran hak sipil dan politik secara massif pada sepanjang
masa kekuasaannya. Singkatnya, arah pembangunan Orde baru di bawah jargon trilogi pembangunan menekankan pada pertumbuhan ekonomi dengan menjalin
20
Chaniago, Gagalnya
Pembangunan; Kajian
Ekonomi Politik
Terhadap Akar Krisis Indonesia, h. 26.
hubungan yang harmonis dengan swasta, baik yang berasal dari dalam atau luar negeri.
Untuk mengetahui lebih rinci sejauh mana kebijakan pembangunan Orde Baru memberikan keuntungan benefit bagi tercapainya pemenuhan hak-hak
ekonomi, sosial dan budaya berikut akan disampaikan tiga hal yang merupakan sebagian dari pokok-pokok hak ekonomi, sosial dan budaya yang merupakan
evaluasi dari kebijakan pada masa Orde Baru.
1. Hak Atas Pangan
Pangsa pengeluaran pangan terhadap total pengeluaran rumah tangga masih relatif tinggi di Indonesia, yaitu 67,2 persen dan 52,36 persen dari rumah tangga
di desa dan kota. Hal ini menunjukan bahwa sebagian besar pendapatan keluarga masih dibelanjakan untuk pangan.
21
Artinya pangan adalah komoditas dominan bagi sebagian besar rumah tangga di Indonesia dan oleh karena itu
ketergantungan orang Indonesia terhadap ketersediaan akses atas pangan sangatlah tinggi. Oleh karena kebutuhan masyarakat Indonesia pada waktu Orde
Baru terhadap pangan, khususnya beras, sangat tinggi. Pemerintah menyadari bahwa ketersediaan padi di pasaran memiliki hubungan yang signifikan terhadap
stabilitas kekuasaan. Masalah yang muncul adalah, kebijakan pangan pada masa pemerintahan
Orde Baru berkisar pada masalah kecukupan pangan dan persoalan tata niaga
21
Revrisond Baswir, dkk., Pembangunan Tanpa Perasaan; Evaluasi Pemenuhan Hak ekonomi, Sosial, dan Budaya Jakarta, ELSAM, 2003,
cet. II, h. 53.
pangan yang merugikan petani. Sentralisme kekuasaan Orde Baru yang ditopang oleh kekuatan modal internasional -IMF dan Bank Dunia- menyebabkan
persoalan pangan merupakan hal yang jauh dari rasa keadilan. Kebijakan impor pangan atas dorongan dari IMF, kebijakan harga, merupakan bagian yang
mendapat perhatian serius. Dari kebijakan pangan selama Orde Baru, tampak bahwa kebijakan
pemerintah lebih dominan dalam memperburuk kepemilikan akses terhadap pangan. Hal ini terjadi dalam bentuk pertama, terciptanya pasar komoditi pangan
yang oligarkis baik pada beras, minyak kelapa, kedelai dan lain-lain. Kedua, adanya kerugian pada masyarakat berupa social welfare loss atau menurunnya
kesejahteraan sosial baik karena harga pangan yang ditentukan semena-mena maupun karena faktor-faktor inefisiensi lainnya yang melekat pada pasar
oligarkis. Ketiga, terjadinya stratifikasi kepemilikan akses atas pangan yang berakibat pada mudah terjadinya penjarahan dan kerusuhan sosial.
2. Hak Atas Kesehatan
Salah satu indikator untuk mengukur komitmen negara pada pemenuhan atas kesehatan adalah dengan menggunakan parameter besarkecilnya anggaran
untuk pemenuhan pelayanan kesehatan. Menurut standar WHO yang dikeluarkan pada Deklarasi Alma Ata tahun 1978, untuk mencapai Health for all by the year
2000 , besar anggaran kesehatan yang harus dialokasikan minimal 5 dari Produk
Domestik Bruto PDB. Untuk Indonesia sampai tahun 1990, besar anggaran yang dialokasikan hanya 2,5 dari PDB.
22
Menurunnya kemampuan pemerintah untuk membiayai pelayanan kesehatan, dikarenakan kebijakan deregulasi yang memberikan peluang bagi
investasi swasta dalam dan luar negeri untuk menanamkan investasi di bidang kesehatan. Kebijakan deregulasi yang dikeluarkan pemerintah menyangkut
sejumlah peraturan yang dibuat, yang pada intinya mengalihkan peran pemerintah dalam bidang kesehatan kepada swasta. Peraturan itu antara lain ialah keluarnya
Permenkes No. 159B1988, yang memudahkan swastanisasi di sektor kesehatan. Deregulasi yang dilakukan pemerintah menyebabkan terjadi perubahan arah
pembangunan kesehatan yang berorientasi sosial menjadi lebih bersifat komersial. Secara umum, kinerja pembangunan kesehatan dapat dikatakan mengalami
peningkatan. Namun, dari segi pemerataan terhadap akses pelayanan kesehatan, kebijakan Orde Baru cenderung memihak kepada kaum berpunya dan cenderung
urban bias .
3. Hak Atas Pendidikan
Sebagaimana diketahui bahwa pendidikan dalam dunia ekonomi mempunyai kewajiban untuk mempersiapkan tenaga kerja yang mempunyai nilai
produktivitas yang tinggi. Karenanya, pendidikan dapat dipandang sebagai usaha manusia untuk meningkatkan kesejahteraannya. Pandangan tersebut menimbulkan
kerancuan dan bias antara fungsi pendidikan di satu sisi dan kebutuhan pasar di
22
Baswir, dkk., Pembangunan Tanpa Perasaan; Evaluasi Pemenuhan Hak ekonomi, Sosial, dan Budaya, hal. 100.
sisi yang lain. Pada masa Orde Baru, pandangan tersebut dilatar belakangi oleh kebijakan liberalisasi sektor pendidikan. Yaitu dengan menekankan aspek-aspek
kuantitatif dan keterampilan teknis pada dunia pendidikan agar mampu bersaing dalam era teknologi dan liberalisasi.
Pada masa Orde Baru, pandangan-pandangan di atas banyak dianut menjadi strategi pembangunan pendidikan di Indonesia. yang kemudian hari menimbulkan
masalah terutama terkait dengan kebijakan kurikulum dan pengekangan kretivitas pelajar. Di samping itu, keterkaitan yang erat antara pembangunan dan
pendidikan menimbulkan masalah, yang disebabkan oleh ketidakberesan pembangunan itu sendiri. Terjadinya ketimpangan pendidikan di Jawa dan luar
Jawa, merupakan akibat dari sentralisme pembangunan yang dijalankan Orde Baru. Walaupun dalam kebijakan anggaran pendidikan, Orde Baru dinilai cukup
memberikan perhatian. Hal tersebut dapat dilihat dari pengeluaran pemerintah untuk pembangunan gedung Sekolah Dasar yang meningkat secara absolut dari
tahun ke tahun. Secara umum, kebijakan pendidikan pada masa Orde Baru dinilai cukup baik. Kecuali beberapa permasalahan yang muncul akibat kepentingan
negara dalam pengaturan pendidikan bagi warga negara yang sarat dengan kepentingan politik.
D. Signifikansi Peran Muhammadiyah Dalam Mempromosikan Hak Ekonomi,