34
5. Adanya kecemburuan dari pihak wanita
Cemburu memiliki penyebab dan pendorong yang bermacam-masam. Dalam kenyataannya, bahwa pendorong cemburu mungkin timbul karena
peran istri dalam mengaktualisasikan dirinya, dan pada sebagian kesempatan bahwa prilaku istri memiliki pengaruh terhadap kecurigaan dan kecemburuan
suaminya. Pada umumnya istri tidak menyadari bahwa dirinya menjadi faktor penyebab berkobarnya api cemburu suaminya.
Begitu juga halnya, suami dengan berbagai prilakunya terkadang menjadi penyebab kecurigaan dan kebingungan dalam hati istrinya dan
mendorongnya untuk menyalakan api cemburu yang dapat menghancurkan tatanan kehidupan rumah tangganya secara total.
38
Dengan berkobarnya api cemburu dari pihak istri kepada suaminya maka istri banyak yang menggugat cerai suaminya.
D. Khulu’ dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia
Di antara jenis perselisihan serta penyakit yang biasa menimpa kehidupan rumah tangga ialah kebencian istri kepada suaminya. Islam telah menetapkan
talak sebagai hak mutlak suami dengan syarat tidak melampaui batas-batas ketentuan yang telah ditentukan Allah SWT. akan tetapi dalam waktu yang
bersamaan Islam pun tidak memaksa seorang istri harus tetap hidup bersama suami yang dibencinya.
38
Butsainah as-Sayyid al-Iraqi, Menyingkap Tabir Perceraian, Penerjemah Abu Hilmi Kamaluddin, Jakarta: Pustaka Al-sofwan, 2005, h. 52
35
Karena itulah, Islam menetapkan ketentuan khulu’ yaitu perceraian yang
didasarkan pada harta. Seseorang istri yang membenci suaminya, padahal ia tidak menemukan sesuatu aib pada diri sang suami selain kebencian kepadanya, maka
ia diwajibkan mengembalikan mahar yang telah diberikan suaminya dan saat itu juga suaminya harus menceraikannya.
39
Khulu’ adalah kesepakatan perceraian antara suami istri atas permintaan istri dengan imbalan sejumlah uang harta yang diserahkan kepada suami.
Perceraian semacam ini pernah terjadi pada masa Rasulullah. Jamiliah binti Sahal, istri dari Tsabit bin Qais, merupakan wanita pertama yang melakukan
khulu’ dalam Islam. Dikisahkan oleh Ibnu Abbas:
Artinya: “Dari Ibnu Abbas r.a. diceritakan: Istri Tsabit bin Qais datang
menemui Rasulullah SAW dan ia berkata: “Wahai Rasulullah, aku tidak mencela
suamiku Tsabit bin Qais baik dalam hal akhlak maupun agamanya. hanya saja aku khawatir akan terjerumus kedalam kekufuran setelah memeluk islam
karena tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai istri”. Rasulullah bersabda:” Apakah kamu bersedia mengembalikan kebun itu kepada suamimu?
39
Butsainah as-Sayyid al-Iraqi, Menyingkap Tabir Perceraian, Penerjemah Abu Hilmi Kamaluddin, h. 199
40
Ibnu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim. Shahih Bukhori kairo : Jumhuriyyah Mishro al-Arobiyah, 1411 H, juz VIII, h. 219
36
wanita itu menjawab: “saya bersedia”, lalu Rasulullah berkata kepada suaminya: “Ambilah kebun itu dan ceraikan istrimu satu talak”. HR.Bukhari.
41
Dalam surah Al Baqarah Allah SWT berfirman:
229
Artinya: “…Tidak halal bagi kamu mengambil sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat
menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya suami istri tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Maka tidak ada dosa atas
keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya
….”QS. al-Baqarah2:229
Menurut para fuqaha, khulu’ pengertian luasnya yakni perceraian dengan
disertai agar melepas dari ikatan perkawinan, baik dengan kata khulu’, muhabarah
atau pembebasan, dan talak. jika disertai dengan alasan khususnya, yaitu talak atas dasar iwadh pengganti sebagai tebusan dari istri.
42
Dengan pengertian khulu’ di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
khulu’ adalah hak memutus akad nikah oleh istri terhadap suaminya yang dapat
41
Sayyid Sabiq, Terjemah: Fikih Sunnah Jilid 3, Jakarta: Pena Punadi Aksara, 2008, Cet. Ke-3, h. 190-191
42
Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, Jakarta: Prenada Media, 2003, edisi.I. h.221
37
terjadi atas kesepakatan jumlah tebusan mahar atau perintah hakim agar istri membayar dengan jumlah tertentu dan tidak melebihi jumlah mahar suaminya.
43
Menurut golongan Zahiriyah dan pendapat Ibnu Munzir, bahwa untuk sahnya
khulu’ haruslah karena istri nusyuz atau durhaka kepada suami.
44
Tetapi Imam Syafi’i, Abu Hanifah berpendapat bahwa khulu’ itu sah dilakukan meski
istri tidak dalam keadaan nusyuz, dan khulu’ itu sah dengan saling kerelaan antara
suami istri kendati keduanya dalam keadaan baik dan biasa saja. Khulu’ adalah sah apabila telah ada syarat-syarat berikut:
1. Kerelaan dan Persetujuan
Para ahli Fiqh sepakat bahwa khulu’ dapat dilakukan berdasarkan
kerelaan dan persetujuan dari suami istri, asal kerelaan dan persetujuan itu tidak berakibat kerugian di pihak orang lain.
45
Apabila suami tidak mengabulkan permintaan khulu’ dari istrinya.
sedang pihak istri tetap merasa dirugikan haknya sebagai seorang istri, maka ia dapat mengajukan gugatan untuk bercerai kepada pengadilan.
2. Istri yang dapat dikhulu’
Para ahli fiqh sepakat bahwa istri yang dapat dikhulu’ itu ialah yang
mukallaf dan telah terikat dengan akad nikah yang sah dengan suaminya.
46
43
A. Rahman. I Doi, Penjelasan Lengkap Hukum- Hukum Allah Syari’ah, Jakarta:PT. Raja
Grafindo Persada, 2002, Cet.1, h.215
44
Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, h.220
45
Kamal Mukhtar, Asas-Asas Hukum Islam tentang Perkawinan, Jakarta: Bulan Bintang, 1993, Cet.III. h.184
38
3. Iwadh
Bentuk iwadh sama dengan bentuk mahar. benda apa saja yang dapat dijadikan mahar dapat pula dijadikan iwadh.
Mengenai jumlah iwadh, yang penting adalah persetujuan pihak-pihak suami istri, apakah jumlah yang disetujui itu kurang atau sama atau lebih dari
jumlah mahar yang pernah diberikan oleh pihak suami kepada pihak istri di waktu terjadinya akad nikah.
47
4. Waktu menjatuhkan khulu’
Para ahli fiqh sepakat bahwa khulu’ boleh dijatuhakan pada masa haid. pada masa nifas, pada masa suci yang belum dicampuri atau yang telah
dicampuri dan sebagainya. Pendapat ini berdasarkan pengertian umum ayat 229 surah Al Baqarah dan Hadits Ibnu Abbas yang tidak menyebutkan waktu-
waktu menjatuhkan khulu’.
48
Ketentuan hukum khulu’ menurut tinjauan fikih dalam memandang
masalah Al khulu ’ terdapat hukum-hukum taklifi sebagai berikut:
1. Mubah diperbolehkan. Ketentuannya, sang wanita sudah benci tinggal
dengan suaminya karena kebencian dan takut tidak dapat menunaikan hak suaminya tersebut dan tidak dapat menegakkan batasan-batasan Allah SWT
dalam ketaatan kepadanya, dengan dasar firman Allah SWT .
46
Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, h.185
47
Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, h.186
48
Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, h.187
39
“Al-hafidz Ibnu Hajar memberikan ketentuan dalam masalah khulu’ ini dengan pernyataanya, bahwasanya
khulu’, ialah seorang suami menceraikan istrinya dengan penyerahan pembayaran ganti kepada suami. Ini dilarang.
Kecuali jika keduanya atau salah satunya merasa khawatir tidak dapat melaksanakan apa yang diperintahkan Allah. Hal ini bisa muncul karena
adanya ketidaksukaan dalam pergaulan rumah tangga. Bisa jadi ini karena jeleknya akhlak atau bentuk fisiknya. Demikian juga larangan ini hilang,
kecuali jika keduanya membutuhkan perceraian, karena khawatir dosa yang menyebabkan timbulnya Al-Bainunah Al-Kubra Perceraian besar atau talak
tiga. Syaikh Al-Bassam mengatakan, diperbolehkan
khulu’ gugat cerai bagi wanita. apabila sang istri membenci akhlak suaminya atau khawatir berbuat
dosa karena tidak dapat menunaikan haknya. Apabila sang suami mencintainya, maka disunnahkan bagi sang istri untuk bersabar dan tidak
memilih perceraian. 2.
Diharamkan Khulu’. Hal Ini Karena Dua Keadaan a.
Dari Sisi Suami. Apabila suami menyusahkan istrinya dan memutus hubungan komunikasi dengannya, atau dengan sengaja tidak memberikan
hak-haknya dan sejenisnya agar sang istri membayar tebusan kepadanya dengan jalan gugatan cerai, maka
khulu’ itu batil, dan tebusannya dikembalikan kepada wanita. Sedangkan status wanita itu tetap seperti
asalnya jika khulu ’ tidak dilakukan dengan lafadz talak, karena Allah
berfirman:
40
ءاسنلا :
19
Artinya: “Janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak
mengambil kembali sebagian kecil dari apa yang telah kamu berikan kepadanya. terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata”
Q.S. an-Nisa4:19
Apabila suami menceraikannaya, maka ia tidak memiliki hak mengambil tebusan tersebut. Namun, bila istri berzina lalu membuatnya susah agar
istri tersebut membayar tebusan dengan khulu’, maka diperbolehkan
berdasarkan ayat diatas. b.
Dari Sisi Istri. Apabila istri meminta cerai padahal hubungan rumah tangganya baik dan tidak terjadi perselisihan maupun pertengkaran di
antara pasangan suami istri tersebut. Serta tidak ada alasan syar’I yang membenarkan adanya
khulu’. 3.
Mustahabbah Sunnah Wanita Minta Cerai Khulu’ Apabila suami berlaku mufarrith meremehkan hak-hak Allah. maka sang
istri disunnahkan khulu’. Demikian menurut Madzhab Ahmad bin Hanbal.
49
4. Wajib
49
Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, h. 189
41
Terkadang khulu’ hukumnya menjadi wajib pada sebagiaan keadaan.
Misalnya terhadap orang yang tidak pernah melakukan shalat, padahal telah diingatkan.
Demikian juga seandainya sang suami memiliki keyakinan atau perbuatan yang dapat menyebabkan keyakinan sang istri keluar dari Islam dan
menjadikannya murtad. Sang wanita tidak mampu membuktikannya di hadapan hakim peradilan untuk dihukumi berpisah atau mampu membuktikannya, namun
hakim peradilan tidak menghukuminya murtad dan tidak juga kewajiban berpisah. Maka dalam keadaan seperti itu, seorang wanita wajib untuk meminta dari
suaminya tersebut khulu’ walaupun harus menyerahkan harta. Karena seorang
muslimah tidak patut menjadi istri seorang yang memiliki keyakinan dan perbuatan kufur.
Efek hukum yang ditimbulkan fasakh dan kh ulu’ adalah talak ba’in
sughra. yaitu hilangnya hak rujuk pada suami selama masa „iddah. Artinya
apabila lelaki tersebut ingin kembali kepada mantan istrinya maka ia diharuskan melamar dan menikah kembali dengan perempuan tersebut. Sementara itu, istri
waj ib menunggu sampai masa „iddahnya berakhir apabila ingin menikah dengan
laki-laki yang lain.
42
BAB III POTRET UMUM PENGADILAN
AGAMA JAKARTA TIMUR
A. Sejarah Kelahiran
Sejarah lahirnya Pengadilan Agama Jakarta Timur erat kaitannya dengan sejarah pembentukan Pengadilan Agama pada umumnya di seluruh kepulauan
Indonesia, khususnya di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Secara khusus, sejarah lahirnya Pengadilan Agama Kelas IA Jakarta
Timur dipimpin oleh Mentri Agama RI yang tersebut dalam Keputusan Menteri Agama RI Nomor 67 jo Nomor 4 Tahun 1967.
1
Adapun kronologis lahirnya Pengadilan Agama Jakarta Timur adalah sebagai berikut:
1. Pada saat itu, pengadilan agama di tanah betawi ini hanya memiliki satu
pengadilan agama yaitu “Pengadilan Agama Istimewa Jakarta Raya” yang dibantu dua Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Tengah. Kemudian
warga Ibukota ini kian bertambah, sehingga terbitlah Keputusan Menteri Agama Nomor 67 Tahun 1963 yang berbunyi antara lain: membubarkan
Kantor-Kantor cabang Pengadilan Agama bentuk lama dalam Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya. Keputusan Menteri Agama Nomor 67 Tahun
1963 jo. Nomor 4 Tahun 1967
1
Diambil dari Arsip pengadilan Agama Jakarta Timur, Pada Tanggal 27 April 2011