kembar identik yang diadopsi oleh keluarga yang berbeda dan dibesarkan terpisah menunjukkan hubungan yang besar dalam komposisi tubuh dan berat badan
terhadap orangtua biologisnya dibandingkan dengan orangtua asuhnya. Faktor genetik sebagai penyebab obesitas mencapai 25-40 persen Williams, 2007. Hal
ini menandakan bahwa faktor hereditas dapat menentukan faktor-faktor internal tubuh yang menyebabkan seseorang rentan mendapatkan pertambahan berat
badan predisposisi. Lebih dari 340 gen terlibat dalam pengaturan berat badan Williams,
2007. Faktor genetik tersebut dapat menjadi predisposisi dengan berbagai mekanisme, diantaranya menjadikan seseorang rentan terhadap makanan manis
dan makanan tinggi lemak, fungsi hormon seperti insulin dan kortikol yang rusak, konsentrasi plasma leptin yang rendah, ketidakmampuan nutrient dan hormon
dalam darah menekan pusat pengaturan nafsu makan, meningkatkan jumlah sel lemak, meningkatkan efisiensi metabolisme dalam penyimpanan lemak, oksidasi
lemak yang rendah, menurunkan level aktivitas fisik spontan sepanjang hari, menurunkan level pengeluaran energi selama latihan ringan, dan masih banyak
yang lainnya.
2.2.5.4 Lingkungan
Terjadinya peningkatan kejadian obesitas di negara maju maupun negara – negara berkembang terutama pada golongan masyarakat tertentu memberi kesan
bahwa faktor lingkungan seorang anak seperti di rumah keluarga, di sekolah dan lingkungan sosial mempengaruhi perilaku makan anak Subardja, 2004.
Lingkungan yang berpengaruh terhadap terjadinya obesitas yang dimaksud disini adalah lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan sosial.
Lingkungan keluarga memberikan pengaruh dalam membentuk pengembangan kebiasaan makan yang dapat menyebabkan obesitas karena lingkungan bertindak
sebagai suatu model untuk individu yang sedang berkembang. Sebagian besar kebiasaan makan seseorang ditentukan oleh kebiasaan makannya sewaktu masa
anak – anak. Kebiasaan makan ini berasal dari pengalaman seorang anak karena diberi makan oleh ibu atau oleh anggota keluarganya. Selanjutnya kebiasaan
Universitas Sumatera Utara
makan ini berkembang menjadi sikap, perasaan suka maupun rasa puas terhadap makanan tertentu . Jadi bagaimana seorang anak menyukai atau tidak menyukai
jenis makanan tertentu, misalnya sayur – sayuran, dipengaruhi oleh kebiasaan orang di sekitarnya termasuk orang tua dan anggota keluarganya. Suasana dalam
keluarga juga akan mempengaruhi pola makan anak. Lingkungan sekolah yang dimaksud adalah keadaan di lingkungan sekolah
yang mendukung kebiasaan jajan di sekolah dan kebiasaan membawa bekal dari rumah, yang secara tidak langsung akan mempengaruhi pola makan anak
Subardja, 2004. Jajan yang terlalu sering dapat mengurangi nafsu makan anak di rumah. Kadang–kadang anak menolak untuk sarapan di rumah dan meminta uang
jajan untuk membeli jajan yang mereka sukai. Padahal banyak sekali jajanan yang kurang memenuhi syarat kesehatan sehingga justru mengancam kesehatan. Selain
itu, sebagian besar jajanan terbuat dari karbohidrat yang lebih tepat sebagai snack antar waktu makan, bukan sebagai pengganti makanan utama. Hal ini dapat diatasi
dengan memberi bekal makanan dari rumah, karena bekal dapat menghindarkan anak dari kebiasaan jajan yang sekaligus berarti menghindarkan anak dari
gangguan penyakit akibat makanan yang tidak bersih. Dua unsur yang diutamakan dalam bekal makanan adalah kandungan kalori dan protein, kekurangan unsur-
unsur yang lain dapat diberikan dalam makanan di rumah. Lingkungan sosial atau masyarakat berkaitan erat dengan perubahan
budaya yang dapat mendorong terjadinya kegemukan khususnya di negara – negara maju dan sebagian masyarakat di perkotaan di negara berkembang. Di
masyarakat dikenal pola makan atau kebiasaan makan di mana seorang anak hidup. Pola makan kelompok masyarakat tertentu juga menjadi pola makan anak,
sedangkan pola makan akan mempengaruhi penyusunan menu. Kebiasaan makan dan selera makan seorang anak dapat terbentuk dari kebiasaan makan dalam
masyarakatnya. Menurut Friedmen 1990 dalam Dedi Subardja 2004, perubahan budaya yang dapat mendorong anak mengalami obesitas berhubungan
dengan banyaknya keluarga yang kedua orang tuanya bekerja sehingga akan terjadi peningkatan ketergantungan terhadap makanan cepat saji fast food yang
diperoleh dari luar rumah dan juga terhadap penyediaan makanan dengan
Universitas Sumatera Utara
pemanasan serta waktu makan yang singkat. Makanan ini cenderung tinggi lemak sehingga merugikan individu yang bersangkutan karena adipositas pada manusia
berkorelasi positif dengan kandungan lemak makanan dan berkorelasi negatif dengan karbohidrat dan protein nabati. Selain itu banyak diantara penduduk
Indonesia yang enggan mengkonsumsi beberapa makanan tertentu baik karena pantangan yang menurun yang salah diwariskan oleh leluhurnya maupun karena
gaya kehidupan sehari–hari Kartaspoetra,2003.
2.2.5.5 Faktor Psikologi