Etiologi Gagal Jantung Kongestif

hidup secara rata-rata. Dari pertengahan tahun 1997 sampai tahun 1999, AHH Indonesia mengalami peningkatan sebesar 1,8 tahun menjadi 66,2 tahun. Namun pada tahun 2002 AHH tidak menunjukkan peningkatan dan baru tiga tahun kemudian yaitu pada tahun 2005 mulai meningkat menjadi 68,1 tahun. Selanjutnya selama dua tahun berturut-turut AHH Indonesia naik menjadi 68,5 pada tahun 2006 dan 68,7 pada tahun 2007 dengan angka 68,4 tahun di provinsi Sumatera Utara BPS, 2008. Dan berdasarkan data dari ASEAN 2007 dalam Badan Pusat Statistik 2008, AHH Indonesia masih tertinggal dari negara ASEAN lainnya seperti Malaysia, Filipina, dan Thailand apalagi jika dibanding dengan negara-negara maju. Usia harapan hidup di negara maju seperti Eropa dan Amerika jauh lebih tinggi daripada Indonesia, tercatat pada tahun 2000 saja usia harapan hidup di negara- negara Eropa berkisar 72 tahun dan di US sekitar 70 tahun, bahkan di Jepang yang menduduki peringkat teratas, berada pada usia 74,5 tahun WHO, 2000 yang tentunya sekarang sudah jauh meningkat. Usia harapan hidup yang tinggi di negara- negara maju ini menyebabkan populasi lansianya juga tinggi sehingga lebih banyak dijumpai penderita gagal jantung hidup pada usia lanjut di negara maju dibanding negara berkembang seperti Indonesia.

5.2.2. Etiologi Gagal Jantung Kongestif

Dari hasil penelitian berdasarkan tabel 5.3, gagal jantung kongestif dijumpai paling banyak pada pasien yang menderita HHD CAD yaitu 32 37 orang, kemudian sebanyak 25 29,4 orang penderita HHD tanpa CAD, dan 22 25,9 orang penderita CAD tanpa HHD serta hanya 6 7,1 orang yang bukan penderita CAD dan HHD. Keenam orang ini, 4 diantaranya penderita penyakit katup jantung, 1 orang kardiomiopati dilatasi, dan 1 orang CPC Cardio Pulmonary Chronic. Di Eropa dan Amerika, gagal jantung karena disfungsi miokard lebih sering terjadi akibat penyakit jantung koroner, disusul hipertensi dan diabetes. Sedang di Indonesia belum ada data yang pasti, sementara data rumah sakit di Palembang Universitas Sumatera Utara menunjukkan hipertensi sebagai penyebab terbanyak, disusul penyakit jantung koroner dan katup Ghanie, 2007. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian bahwa gagal jantung disebabkan paling banyak oleh HHD, disusul CAD meski dengan perbedaan yang kecil, dan dengan angka sedikit penyakit katup jantung 4 orang. Hal mencolok yang terlihat adalah sebanyak 32 37 orang pasien gagal jantung mengalami HHD dan CAD. Hal ini mengindikasikan adanya hubungan antara HHD dengan CAD. Penyakit jantung akibat insufisiensi aliran darah koroner dapat dibagi menjadi 3 jenis yang hampir serupa : penyakit jantung arteriosklerotik, angina pektoris, dan infark miokardium yang ketiganya ini dapat dipicu oleh hipertensi. Peningkatan tekanan darah sistemik pada hipertensi akan menimbulkan peningkatan resistensi terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri, sehingga beban kerja jantung bertambah, akibatnya terjadi hipertrofi ventrikel kiri untuk meningkatkan kekuatan kontraksi. Kemampuan ventrikel untuk mempertahankan curah jantung dengan hipertrofi kompensasi dapat terlampaui sehingga kebutuhan oksigen yang melebihi kapasitas suplai pembuluh koroner ini menyebabkan iskemia miokardium dan dimulailah CAD. Dan tekanan darah yang tinggi secara kronis juga dapat menimbulkan gaya regang atau potong yang merobek lapisan endotel arteri dan arteriol. Gaya regang terutama timbul di tempat-tempat arteri bercabang atau membelok: khas untuk arteri koroner, aorta, dan arteri-arteri serebrum. Dengan robeknya lapisan endotel, timbul kerusakan berulang sehingga terjadi siklus peradangan, penimbunan sel darah putih dan trombosit, serta pembentukan bekuan berupa plak atreosklerosis. Setiap trombus yang terbentuk dapat terlepas dari arteri sehingga menjadi embolus di bagian hilir yang bermanifestasi sebagai infark miokardium Santoso, 2005. HHD sendiri bisa langsung menyebabkan gagal jantung tanpa memicu CAD karena penurunan kekuatan kontraksi akibat miokardium yang terlalu teregang, seperti yang djumpai pada penelitian, 25 29,4 orang adalah penderita HHD tanpa CAD. Sedangkan Universitas Sumatera Utara gagal jantung yang murni disebabkan CAD tanpa HHD dijumpai pada 22 25,9 orang. Jadi, dari hasil penelitian ini dapat dilihat meski CAD memegang peranan penting dalam etiologi gagal jantung, keberadaan hipertensi terutama di negara berkembang seperti Indonesia tetap berhubungan erat dengan kejadian gagal jantung sesuai dengan pendapat Cowie 2008, bahwa hipertensi berhubungan dengan peningkatan risiko gagal jantung meskipun risiko relatifnya lebih rendah dibanding infark miokardium CAD namun karena prevalensi hipertensi lebih tinggi daripada infark miokardium, proporsi kejadian gagal jantung pada masyarakat yang dihubungkan dengan hipertensi lebih tinggi. Dan juga perlu disadari bahwa hipertensi sebagai penyebab gagal jantung seringkali tidak dikenali, sebagian karena ketika gagal jantung berkembang, disfungsi ventrikel kiri yang terjadi tidak bisa menunjukkan adanya tekanan darah tinggi, sehingga etiologi gagal jantung menjadi tidak jelas Riaz, 2010.

5.2.3. Jenis Pemeriksaan Hipertrofi Ventrikel Kiri