Layanan Urusan Pilihan
2.3.2. Layanan Urusan Pilihan
Urusan pilihan adalah urusan pemerintahan yang secara nyata dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah di Provinsi Jawa Barat. Urusan pilihan meliputi pertanian, kehutanan, energi dan sumber daya mineral, pariwisata, kelautan dan perikanan.
2.3.2.1. Kelautan dan Perikanan
Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, mengamanatkan bahwa pengelolaan perikanan harus dilaksanakan berdasarkan asas manfaat, keadilan, kebersamaan, kemitraan, kemandirian,
pemerataan, keterpaduan, keterbukaan, efisiensi, kelestarian, dan pembangunan yang berkelanjutan. Sasaran pembangunan kelautan dan perikanan adalah mencapai peningkatan produksi dan produktivitas perikanan dalam rangka memenuhi kebutuhan konsumsi ikan, menyediakan bahan baku industri, meningkatkan pendapatan pembudidaya dan nelayan serta memperluas kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Potensi kelautan dan perikanan cukup besar dan masih terbuka peluang untuk pengembangannya.
Salah satu arah kebijakan pembangunan urusan bidang Kelautan dan Perikanan yaitu peningkatan produksi kelautan dan perikanan, serta Salah satu arah kebijakan pembangunan urusan bidang Kelautan dan Perikanan yaitu peningkatan produksi kelautan dan perikanan, serta
a. Produksi Perikanan dan Nilai Tukar Nelayan
Produksi perikanan budidaya memberikan sumbangan yang jauh lebih besar dibandingkan perikanan tangkap bagi produksi perikanan di Provinsi Jawa Barat. Kenaikan produksi perikanan tangkap secara absolut lebih sedikit dibandingkan dengan kenaikan produksi perikanan budidaya selama periode tahun 2011–2015.
Tabel 2.99
Produksi Perikanan dan Nilai Tukar Nelayan
di Provinsi Jawa Barat Tahun 2011-2017
Produksi Produksi
Nilai Perikanan Tahun
Produksi Perikanan
Tukar Budidaya Tangkap (Ton)
Perikanan
Tangkap di Perairan
Umum (Ton)
Nelayan (Ton)
198.884,39 1.141.748,52 101,64 Sumber: Background Study Perikanan, Bappeda, 2017
Potensi perikanan budidaya ke depan menjadi salah satu hal yang perlu menjadi perhatian dalam pengembangan sub sektor perikanan di Jawa Barat. Peranan sub sektor perikanan terhadap perekonomian Provinsi Jawa Barat tidak hanya ditinjau dari aspek nilai produksi perikanan yang cenderung menggambarkan kondisi makro dari perekonomian. Namun demikian, peranan terhadap perekonomian perlu dilihat juga sebagi upaya untuk meningkatkan kesejahteraan pelaku yang terlibat dalam sub sektor perikanan.
Nelayan merupakan ujung tombak yang terlibat dalam aktivitas perekonomian di sub sektor perikanan. Tingkat kesejahteraan nelayan salah satunya diukur melalui nilai tukar nelayan yang menunjukkan kemampuan nelayan untuk mengakses kebutuhan barang dan jasa yang dibutuhkan dibandingkan dengan nilai produksi yang dihasilkan.
Berdasarkan rata-rata nilai tukar nelayan selama periode tahun 2011 – 2017 adalah sebesar 100,4 yang menunjukkan bahwa nelayan secara relatif mampu memenuhi kebutuhan hidupnya walaupun nilainya relatif terbatas, namun terjadi penurunan sebesar 0,63 persen per tahun.
b. Konsumsi Ikan Per Kapita
Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang dapat menjadi alternatif di tengah permasalahan yang dihadapi dalam produksi daging. Rata-rata konsumsi ikan masyarakat di Jawa Barat masih relatif rendah jika dibandingkan dengan standar World Health Organization (WHO) yaitu 36 kg/kapita/tahun.
Capaian Provinsi Jawa Barat dalam konsumsi ikan menunjukkan trend yang meningkat dari tahun 2010-2017. Namun demikian perlu upaya lebih untuk meningkatkan konsumsi ikan agar memenuhi target dan standar WHO.
Sumber: Background Study Perikanan, Bappeda,2017
Gambar 2.11 Konsumsi Ikan Penduduk
di Provinsi Jawa Barat 2010 – 2017
Peningkatan konsumsi ikan akan berimplikasi terhadap permintaan ikan, oleh karena itu produksi ikan perlu menjadi perhatian. Tantangan utama yang dihadapi ialah bagaimana kemampuan menyediakan ikan sebagai sumber protein bagi konsumsi masyarakat maupun sebagai bahan baku industri pengolahan dalam kondisi sumber daya ikan yang semakin terbatas, masih maraknya kegiatan perikanan yang tidak dilaporkan, tidak diatur, dan melanggar hukum (IUU Fishing), belum adanya kepastian spasial bagi usaha perikanan.
2.3.2.2. Pariwisata
Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata yang didukung oleh berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan masyarakat, pengusaha, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pariwisata merupakan industri jasa, berkaitan dengan transportasi, tempat tinggal, makanan, minuman, dan jasa lainnya seperti bank, asuransi, keamanan. Pariwisata menawarkan tempat istrihat, budaya, dan petualangan.
Jawa Barat sebagai bagian dari keindahan alam Indonesia selalu berusaha menggali dan mengembangkan potensi wilayah dalam bidang pariwisata. Dalam rangka meningkatkan pendapatan nasional dan penciptaan lapangan kerja dan kesempatan usaha masyarakat, destinasi pariwisata dapat dikembangkan dengan seluas-luasnya. Selain itu, pariwisata juga berperan dalam pemerataan pendapatan dan mendukung perkembangan dan pelestarian seni budaya dan keindahan alam di Provinsi Jawa Barat. Untuk mewujudkan hal tersebut Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat telah berusaha mengeluarkan berbagai kebijakan di bidang Pariwisata untuk menarik turis datang, baik dari dalam negeri (turis domestik) maupun dari luar negeri (turis asing).
a. Kunjungan Wisata
Kunjungan wisatawan baik wisatawan asing maupun domestik merupakan barometer keberhasilan pariwisata Jawa Barat. Dengan kekayaan alam, seni dan budaya, serta ekonomi kreatif di berbagai wilayah Jawa Barat, menjadi daya tarik yang besar untuk industri pariwisata.
Jumlah wisatawan mancanegara pada tahun 2012 sebanyak 1.905.378 orang dan pada tahun 2013 terjadi penurunan menjadi 1.004.301 orang wisatawan dan sejak tahun 2014 jumlahnya terus meningkat hingga tahun 2017 menjadi 4.984.035 orang. Kenaikan jumlah wisatawan asing pada tahun 2017 sangat signifikan bila dibandingkan jumlah wisatawan asing tahun 2015 yang sebanyak 2.027.629 orang.
Jumlah wisatawan domestik ke Jawa Barat selalu meningkat dari tahun ke tahun. Jumlah wisatawan domestik tahun 2012 sebanyak 42.758.063 orang terus meningkat sampai tahun 2017 mencapai sebanyak 59.644.070 orang.
Jumlah wisatawan mancanegara yang mengunjungi objek wisata pada tahun 2012 hanya sebanyak 454.408 orang pada tahun 2014 sebanyak 1.059.904 orang dan pada tahun 2015 terjadi penurunan menjadi sebanyak 960.358 orang. Namum meningkat kembali sampai tahun 2017 menjadi 2.945.716 orang.
Sementara itu, jumlah kunjungan wisatawan domestik ke objek wisata pada tahun 2012 sebanyak 28.255.015 orang dan terus meningkat sampai tahun 2017 mencapai sebanyak 42.270.538 orang .
Tabel 2.100
Jumlah Wisatawan
Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012-2017
Tahun
No Indikator
1 Wisatawan Mancanegara
4.428.094 4.984.035 2 Wisatawan Domestik
63.156.760 64.628.105 Mancanegara dan
Domestik Kunjungan 4 Wisatawan Mancanegara ke
2.673.379 2.945.716 Obyek Wisata Kunjungan
39.195.688 42.270.538 Domestik ke
Obyek Wisata Kunjungan
Wisatawan 6 Mancanegara dan
43.703.778 45.216.254 Domestik ke Obyek Wisata
Sumber: Jawa Barat Dalam Angka Tahun 2012-2017, dan *) LKPJ Provinsi Jawa Barat
Tahun 2017
2.3.2.3. Pertanian
Pertanian merupakan kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya.
Sub urusan pertanian sesuai Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang mejadi wewenang pemerintah daerah provinsi, yaitu: sarana pertanian, prasarana pertanian, kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner, pengendalian dan penanggulangan bencana pertanian, perizinan usaha pertanian.
c. Kontribusi Sub Sektor Tanaman Pangan dan Hortikultura Terhadap PDRB
Pertanian Jawa Barat meskipun perkembangannya selama lima tahun terakhir cenderung berfluktuatif namun kondisinya cukup menggembirakan. Bila ditinjau dari sub sektor tanaman pangan dan hortikultura, data pada tahun 2016 menunjukkan nilai PDRB riil Tanaman Pangan dan Hortikultura mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya. Seiring adanya peningkatan tersebut kontribusi Tanaman Pangan dan Hortikultura terhadap PDRB Jawa Barat naik masing-masing menjadi 4,33 persen dan 1,65 persen.
Tabel 2.101
Pertumbuhan Subsektor dan Kontribusi Tanaman Pangan dan Hortikultura Terhadap PDRB Provinsi Jawa Barat
Tahun 2012-2016
No Indikator
1 Kontribusi tanaman pangan
4,19 4,33 terhadap PDRB
1,57 1,65 hortikultura terhadap PDRB
2 Kontribusi tanaman
3 Pertumbuhan subsektor
-3,78 9,41 tanaman pangan
4 Pertumbuhan subsektor
3,86 3,88 tanaman hortikultura
Sumber: Background Study Pertanian, Bappeda, 2017
b. Kontribusi Subsektor Perkebunan Terhadap PDRB
Kontribusi sektor perkebunan terhadap PDRB terdiri dari tanaman perkebunan semusim dan tanaman perkebunan tahunan, baik yang diusahakan oleh rakyat maupun oleh perusahaan perkebunan (negara maupun swasta). Cakupan usaha perkebunan mulai dari pengolahan lahan, penyemaian, pembibitan, penanaman, pemeliharaan dan pemanenan yang menjadi satu kesatuan kegiatan. Komoditas yang dihasilkan oleh kegiatan tanaman perkebunan di antaranya tebu, tembakau, nilam, jarak, wijen, tanaman berserat, kelapa, kelapa sawit, keret, kopi, teh, kakao, lada, pala, kayu manis, cengkeh, jambu mete dan sebagainya. Pada tahun 2012 persentase sektor perkebunan mencapai 0,82 persen, tahun 2013 sampai dengan tahun 2016 menurun menjadi 0,80 persen, 0,73 persen, 0,67 persen dan 0,63 persen dan meningkat kembali di tahun 2017 menjadi 0,67 persen.
Tabel 2.102
Kontribusi Sektor Perkebunan Terhadap PDRB di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012-2017
Kontribusi subsektor perkebunan terhadap
0.82 0.80 0.73 0.67 0.63 0,67 PDRB (%)
Sumber: PDRB Provinsi Jawa Barat Menurut Lapangan Usaha 2012-2017
2.3.2.4. Kehutanan
Sumber daya hutan merupakan salah satu penyangga kehidupan yang harus dikelola dengan bijaksana agar mampu memberikan kontribusi dan manfaat secara optimal dan lestari. Hutan rakyat dapat memberikan manfaat sebagai salah satu penyangga ekonomi masyarakat antara lain dalam bentuk pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja dan pengembangan wilayah. Hutan sebagai suatu ekosistem tidak hanya menyimpan sumberdaya alam berupa kayu, tetapi masih banyak potensi non kayu yang dapat diambil manfaatnya oleh masyarakat. Sebagai ekosistem, hutan sangat berperan dalam penyediaan sumber air, penghasil oksigen, tempat hidup berjuta flora dan fauna, penyeimbang lingkungan, serta mencegah timbulnya pemanasan global.
Pemanfaatan hutan bertujuan untuk memperoleh manfaat yang optimal bagi kesejahteraan seluruh masyarakat secara berkeadilan dengan tetap menjaga kelestariannya. Hutan sebagai sumber daya nasional harus dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi masyarakat sehingga tidak boleh terpusat pada seseorang, kelompok, atau golongan tertentu. Manfaat yang optimal bisa terwujud apabila kegiatan pengelolaan hutan dapat menghasilkan hutan yang berkualitas tinggi dan lestari.
a. Rehabilitasi Hutan dan Lahan Kritis
Rehabilitasi Hutan dan Lahan Kritis adalah Luas hutan dan lahan kritis yang direhabilitasi dibagi dengan luas total hutan dan lahan kritis dikalikan 100 persen. Pada tahun 2014 Rehabilitasi hutan dan lahan kritis mencapai 26,08 persen, meningkat di tahun 2015 menjadi 100 persen, dan menurun kembali di tahun 2016 menjadi 81,28 persen.
Tabel 2.103
Rehabilitasi Hutan dan Lahan Kritis di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012-2016
Rehabilitasi hutan
100 81,28 dan lahan kritis (%)
Sumber: LPPD Provinsi Jawa Barat Tahun 2012-2016
b. Kerusakan Kawasan Hutan
Kerusakan Kawasan Hutan adalah Luas kerusakan kawasan hutan dibagi dengan luas kawasan hutan dikalikan 100 persen. Pada tahun 2014 sebesar 1,22 persen, menurun di tahun 2015 menjadi 0,45 persen, dan menurun kembali di tahun 2016 menjadi 0,02 persen.
Tabel 2.104
Kawasan Kerusakan Hutan di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012-2016
Kerusakan Kawasan
0,45 0,02 Hutan
Sumber: LPPD Provinsi Jawa Barat Tahun 2012-2016
2.3.2.5. Energi Dan Sumber Daya Mineral
Berdasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, urusan energi dan sumber daya mineral terdiri atas sub urusan: geologi, mineral dan batubara, energi baru dan terbarukan, dan ketenagalistrikan.
a. Rasio Elektrifikasi
Rasio elektrifikasi adalah tingkat perbandingan jumlah rumah tangga yang telah mendapat listrik dengan jumlah total rumah tangga di suatu wilayah. Rasio Elektrifikasi di Provinsi Jawa Barat selama tahun 2012-2017 dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 2.105
Rasio Elektrifikasi Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012-2017
84 – 86 96 - 98 Elektrifikasi
Target Rasio -
Realisasi Rasio
Sumber: LKPJ Provinsi Jawa Barat Tahun 2016-2017
Rasio elektrifikasi di Provinsi Jawa Barat telah mencapai 99,87 persen di tahun 2017. Rasio elektrifikasi yang tinggi tersebut diharapkan dapat mencapai 100 persen sehingga seluruh warga di Provinsi Jawa Barat dapat menikmati aliran listrik untuk keperluan hidupnya.
b. Persentase Penertiban Pertambangan Tanpa Izin
Persentase Penertiban Pertambangan tanpa izin adalah jumlah penambangan illegal yang ditertibkan dibagi dengan jumlah usaha pertambangan illegal dikalikan 100 persen. Pada tahun 2014 persentase penertiban petambangan tanpa izin mencapai 82,99 persen. Tahun 2015 menurun menjadi 79,88 persen dan di tahun 2016 meningkat kembali menjadi 82,86 persen.
Tabel 2.106
Persentase Penertiban Pertambangan Tanpa Izin di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012-2017
Persentase Penertiban Pertambangan Tanpa
82,86 100 Izin Sumber: LPPD Jawa Barat Tahun 2013-2017
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, definisi dari perdagangan adalah tatanan kegiatan yang terkait dengan transaksi Barang dan/atau Jasa di dalam negeri dan melampaui batas wilayah negara dengan tujuan pengalihan hak atas Barang dan/atau Jasa untuk memperoleh imbalan atau kompensasi.
Sub urusan perdagangan sesuai Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah terdiri dari: perizinan dan pendaftaran perusahaan, sarana distribusi perdagangan, stabilisasi harga barang kebutuhan pokok dan barang penting, pengembangan ekspor, standarisasi dan perlindungan konsumen.
a. Laju Pertumbuhan Ekspor
Daerah yang tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri berusaha mendatangkan dari daerah atau bahkan dari negara lain. Di sisi lain, daerah yang memproduksi barang dan jasa melebihi dari kebutuhan Daerah yang tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri berusaha mendatangkan dari daerah atau bahkan dari negara lain. Di sisi lain, daerah yang memproduksi barang dan jasa melebihi dari kebutuhan
Tabel 2.107
Laju Pertumbuhan Ekspor Di Provinsi Jawa Barat 2012-2017
Target Laju Pertumbuhan
7,5 Realisasi Laju
3,34 13,42 Pertumbuhan Ekspor (%)
Sumber: LKPJ Provinsi Jawa Barat tahun 2016-2017
Laju pertumbuhan ekspor Provinsi Jawa Barat di tahun 2014 sebesar 14,83 persen, meningkat di tahun 2015 menjadi 15,05 persen, kemudian mengalami penurunan yang drastis di tahun 2016 dengan laju pertumbuhan ekspor hanya sebesar 3,34 persen. Di tahun 2017 laju pertumbuhan ekspor meningkat lagi menjadi 13,42 persen.
b. Ekspor Bersih Perdagangan
Ekspor bersih perdagangan adalah jumlah nilai ekspor dikurangi dengan nilai impor. Pada tahun 2014 ekspor bersih perdagangan sebesar U$ 13,66 juta, di tahun 2015 menurun menjadi U$ 12,74 juta, dan di tahun 2016 meningkat kembali menjadi U$ 14,187 juta.
Tabel 2.108
Ekspor Bersih Perdagangan di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012-2016
Ekspor Bersih Perdagangan (Juta
12,74 14,187 U$)
Sumber: LPPD Provinsi Jawa Barat tahun 2013-2016.
2.3.2.7. Perindustrian
a. Persentase Pertumbuhan Industri
Persentase pertumbuhan industri di Provinsi Jawa Barat tahun 2013 dan tahun 2014 sebesar 12,21 persen, meningkat menjadi 16,76 persen pada tahun 2015, dan menurun kembali pada tahun 2016 menjadi
8,87 persen. Persentase pertumbuhan industri di Provinsi Jawa Barat dapat dilihat di tabel berikut ini.
Tabel 2.109
Persentase Pertumbuhan Industri di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012-2016
Persentase Pertumbuhan
Sumber: LPPD Provinsi Jawa Barat tahun 2013-2016.
2.3.2.8. Transmigrasi
Persentase Transmigrasi Swakarsa di Provinsi Jawa Barat dapat dilihat di tabel berikut ini.
Tabel 2.110
Persentase Transmigrasi Swakarsa di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012-2016
Persentase Transmigran
11,91 35,93 Swakarsa Sumber: LPPD Jawa Barat Tahun 2013-2016
Persentase Transmigrasi Swakarsa di Provinsi Jawa Barat Tahun 2014 sebesar 15,38 persen, menurun menjadi 11,91 persen dan meningkat kembali menjadi 35,93 persen pada tahun 2016.