Dari hasil triangulasi keseluruhan responden menyatakan bahwa aspek jaminan itu adalah adalah bagian dari tanggung pekerjaan yang
dilakukan secara bersama-sama antara pasien, perawat dan dokter artinya ini menjadi “simbiose mutualisme” bahwa harus ada relasi yang
saling menguntungkan supaya kesembuhan pasien menjadi tanggung jawab bersama, walaupun menurut perawat aspek jaminan adalah
memberi kepastian kesembuhan tidak bisa dilakukan perawat sendiri melainkan harus bekerjasama dengan pihak lain dan menurut perawat
inisiatif mereka tidak bisa lebih adalah dengan cara menghubungi dokter, yang merawat pasien tersebut. Hasil kajian tersebut terlihat dari ilustrasi
berikut ini :
Kotak 12
” …bagi saya, jaminan yang dilakukan perawat adalah memberikan penjelasan atas tindakan saya…kalo berinisiatif, nggak berani, paling saya
telpon dokternya, apa yang mesti saya lakukan, itulah yang kadang-kadang tindakan perawat nggak bisa cepat karena mereka tidak kerja
sendiri…harus bekerjasama dengan pasien, keluarga pasien dan dokter yang merawat…”
Ww, 30 th, VIP ” … meyakinkan pasien bahwa nek perawat di sini saling bahu
membahu untuk menyembuhkannya, ibarate urip matine pasien hidup matinya pasien di tangan perawat…artinya kita itu
simbiosa mutualisme, kita ni saling menguntungkan saling memberi dan saling menerima, gitu
bu…”
WN, 35 th, kls 1.
G. Pelayanan perawat ditinjau dari aspek Empati
Hasil wawancara mendalam menunjukkan bahwa menurut pasien bagaimana empati perawat apakah melihat umur, pendidikan,
penghasilan, pekerjaan, jenis kelamin, jenis penyakit, kelas perawatan dan lama perawatan adalah yang menghargai pasien, tidak membeda-
bedakan di dalam perawatan kepada pasien dan benar-benar menjiwai empati. Hal tersebut terlihat dalam ilustrasi di bawah ini:
Kotak 13 ”… Empati itu sikap pasien baik, nguwongke pasien lah ....kita
dihargai, mereka sopan, yang jelek ya mereka melihat kita pake askeskin, didiamkan saja, mari ra mari yo karepmu....susah kan
mbak...mosok pasien ngajari perawate....empati menurut saya ya ndak mbeda-bedakan dari segi umur, pendidikan, penghasilan,
pekerjaannya sampai kelas perawatan, jadi ya sopo wae yang dateng sebagai pasien ya mereka harus diperhatikan, diberi kasih sayang,
dihargai tanpa memandang status sosial mereka...”
M, 15 tahun, NonVIP
”... Empati itu persoalan pribadi perawat, walaupun penting dan harus untuk perawat tapi keluarannya bisa berbeda, misalnya yang satu
orangnya lembut, sabar yang satu orangnya memang bawaannya grusa-grusu, tapi sebenarnya dasarnya baik, nah ini persoalan
pribadi, tetapi pada dasarnya penjiwaan empati menjadi dasar kepribadian perawat, jadi hal tersebut syarat mutlak, dan mungkin di
pendidikan perawat, materi psikologi harus lebih banyak, karena mereka berhubungan dengan manusia, yang harus diperhatikan,
dipedulikan, dan tidak diabaikan tanpa memandang pasien tersebut berasal dari golongan yang mana...”
L, 51 tahun, VIP
Dari hasil triangulasi mereka menyatakan bahwa aspek empati bahwa empati adalah sifat yang melekat pada diri perawat, Wujud empati
terhadap pasien tercermin dalam perilaku perawat, modal sebagai perawat sebenarnya terletak pada keramahan dan kesabaran, karena
setiap pasien dianggap sebagai pembeli dan pembeli adalah raja,
sehingga pasien layak dihormati dan dihargai. Hasil kajian tersebut terdapat dalam ilustrasi sebagai berikut:
Kotak 14
“…Kalau ditanya soal empati, pada dasarnya itu menjadi sebuah pola pekerjaan yang melekat pada perawat, tapi ya masing-masing pribadi
seorang perawat berbeda juga empatinya…”
Ww,30 th, VIP
“…Wujud empati saya terhadap pasien tercermin dalam perilaku perawat, modal sebagai perawat sebenarnya terletak pada keramahan
dan kesabaran, karena setiap pasien dianggap sebagai pembeli dan pembeli itu adalah raja, sehingga mereka layak dihormati dan dihargai…”
ST,31 th, Kls 1
BAB V PEMBAHASAN
A. Kepuasan pasien terhadap pelayanan perawat