ciii
Bagaimana jika seorang yang sebenarnya menyandang predikat buruk dalam hal tingkah laku kesusilaan seperti
disebutkan di atas, tetapi dia dikenal oleh lingkungan tempat tinggalnya sebagai orang yang alien? Misalnya seorang perempuan
panggilan, yang sehari-harinya berjilbab, yang setiap waktu kelihatan khusuk ibadahnya, ucapan dan tutur katanya lembut dan
sopan, dan lain sebagainya yang tidak dikenal buruk di dalam lingkungan tempat tinggalnya. Akan tetapi, sebenarnya kebenaran
materiil dia adalah perempuan panggilan kelas wahid, yang dibawa pergi oleh laki-laki langganannya ke luar negeri setiap
diperlukan, sehingga masyarakat lingkungannya tidak mengetahui perangai yang sebenarnya. Perempuan itu adalah perempuan yang
buruk tingkah lakunya, dan terhadapnya tidak dapat dilakukan kejahatan menurut Pasal 293 ini.
114
Jadi benarlah bagi perempuan yang baik kelakuannya menurut Pasal 293 ini, haruslah secara
materiil baik tingkah lakunya, dan baik tingkah lakunya di mata setiap orang yang mengenalnya. Tidak seperti perempuan
panggilan kelas wahid seperti contoh di atas.
4. Untu k Melakukan Perbuatan Cabul atau untuk Membiarkan
Dilakukan Perbuatan Cabul
Dua perbuatan ini dilakukan oleh korban atas kemauannya sendiri, tetapi atas pengaruh dari si pembuat dengan melakukan
114
Wirjono Projodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: 1980, hal. 127.
civ
perbuatan menggerakkan dengan menggunakan empat cara tersebut di atas. Jadi, kemauan sukarela itu tidaklah murni. Untuk
yang pertama: melakukan perbuatan cabul, artinya yang berbuat cabul itu adalah korban yang belum dewasa tadi. Akan tetapi pada
membiarkan dilakukan perbuatan cabul, perbuatan ini dari pihak korban berupa perbuatan pasif, pihak yang berbuat cabul aktif
adalah orang lain, maksudnya si pembuat yang menggerakkan. Akan tetapi pihak ketiga pun dapat pula melakukan perbuatan
cabul menurut pengertian ini. Misalnya seorang membayar dua orang lelaki dan perempuan, agar di depan matanya lelaki dan
perempuan belum dewasa itu melakukan adegan bertelanjang bulat saling memegang kelamin lawannya atau adegan lainnya yang
melanggar kesusilaan atau yang merangsang nafsu seksual pada umumnya orang normal.
5. Diketahui atau Sepatutnya Harus Diduganya tentang
Kebelumdewasaannya
Ada dua bentuk unsur kesalahan dalam kejahatan Pasal 293 ini, yaitu bentuk kesengajaan berupa diketahuinya tentang
kedewasaan, dan bentuk culpa berupa sepatutnya harus diduga tentang kebelumdewasaan orang yang digerakkannya untuk
berbuat cabul tersebut. Mengenai unsur ini telah dibicarakan secara cukup dalam hal pembicaraan kejahatan homoseksual menurut
Pasal 292 di atas.
cv
Kejahatan kesusilaan menurut Pasal 293 ini merupakan indak pidana aduan absolut. Pengaduan adalah perbuatan
penyampaian informasi telah terjadinya tindak pidana aduan oleh yang berhak kepada pejabat yang berwenang untuk menindak
dengan disertai permintaan secara tegas bahwa terhadap pembuatnya agar dilakukan penindakan sesuai dengan ketentuan
hukum. Siapa yang berhak mengadu? Menurut Pasal 293, yang
berrhak mengadu adalah orang yang terhadap dirinya dilakukan kejahatan itu, yang in casu adalah orang yang melakukan perbuatan
cabul dan orang yang dilakukan perbuatan cabul. Walaupun dua orang itu sebenarnya juga melakukan perbuatan cabul, vang satu
aktif melakukan perbuatan cabul, dan yang satunya ialah pasif membiarkan dilakukan perbuatan cabul, keduanya bukan
pembuat, sehingga tidak dibebani tanggung jawab pidana. Justru kejahatan ini dibentuk untuk melindungi orang yang belum dewasa
tersebut. Tenggang waktu penggunaan hak mengadu di sini tidak
sama dengan tenggang waktu yang disebutkan menurut Pasal 74 enam bulan bagi yang tinggal di Indonesia, dan sembilan bulan
bagi yang tinggal di luar Indonesia sejak yang berhak mengadu mengetahui adanya kejahatan, tetapi sembilan bulan untuk
pengadu yang bertempat tinggal di Indonesia, dan dua belas bulan
cvi
untuk yang bertempat tinggal di luar Indonesia, sejak pengadu mengetahui dilakukannya kejahatan. ,.
Pasal 294 KUHP
Pasal 294 mengatur tentang Perbuatan Cabul terhadap Anak, Anak Tirinya, dan Lain Sebagainya, yang berbunyi :
1. Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya, anak tirinya, anak angkatnya, anak di bawah
pengawasannya yang belum dewasa yang pemeliharaannya, pendidikan, atau penjagaannya
diserahkan kepadanya ataupun dengan pembantunya atau bawahannya yang belum dewasa, diancam dengan pidana
penjara paling lama tujuh tahun.
2. Diancam dengan pidana yang sama: 1. Pejabat yang melakukan perbuatan cabul dengan orang
yang karena jabatan adalah bawahannya, atau dengan orang yang penjagaannya dipercayakan atau
diserahkan kepadanya; 2.
Pengurus, dokter, guru, pegawai, pengawas atau pesuruh dalam penjara, tempat pekerjaan negara,
tempat pendidikan, rumah piatu, rumah sakit, rumah sakit jiwa atau lembaga sosial, yang melakukan
perbuatan cabul dengan orang yang dimasukkan ke dalamnya.
Ada tiga rumusan kejahatan kesusilaan dalam Pasal 294 tersebut di atas. Masing–masing satu pada ayat 1, dan dua pada ayat
2. Berbeda dengan perbuatan cabul pada Pasal-Pasal sebelumnya yang telah dibicarakan di atas, pada perbuatan cabul menurut Pasal 294
ini terdapat suatu hubungan tertentu antara subjek hukum atau si pembuatnya dengan objek orang yang dilakukan perbuatan cabul
dengannya. Faktor adanya hubungan, dan hubungan itu disalah- gunakannya dipandang oleh pembentuk undang–undang dapat
cvii
mempermudah untuk dilakukannya perbuatan cabul, dan sipembuat menyalahgunakan kedudukannya yang demikian, yang seharusnya si
pembuat melindungi kepentingan hukum korban. Karena dipandang sebagai faktor mempermudah, merupakan hal yang wajar jika
pembentuk undang-undang mengancam si pembuat dengan pidana yang lebih berat daripada kejahatan perbuatan cabul terhadap orang
belum dewasa menurut Pasal 293 maksimum lima tahun penjara yang tidak terdapat unsur hubungan seperti Pasal 294 maksimum
tujuh tahun penjara.
1. Kejahatan Ayat 1 mempunyai unsur-unsur berikut.