HUBUNGAN KONDISI KERJA DENGAN KESEJAHTERAAN KELUARGA KARYAWAN DI PT PERKEBUNAN NUSANTARA (PTPN) VI KEBUN KAYU ARO

VII. HUBUNGAN KONDISI KERJA DENGAN KESEJAHTERAAN KELUARGA KARYAWAN DI PT PERKEBUNAN NUSANTARA (PTPN) VI KEBUN KAYU ARO

Pada Bab sebelumnya telah dijelaskan tentang kondisi kerja karyawan perkebunan dan faktor yang berhubungan dengan kondisi kerja karyawan tersebut. Pada bab ini akan dilihat bagaimana hubungan kondisi kerja karyawan terhadap kesejahteraan keluarga karyawan pada saat penelitian dilakukan. Kesejahteraan keluarga karyawan adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan keluarga yang membuat sebuah keluarga merasa aman dan bahagia. Keluarga karyawan di PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VI Kebun Ayu Aro secara umum sudah sejahtera. Kesejahteraan keluarga dapat dilihat dari kesehatan, pendidikan anggota keluarga, pola konsumsi keluarga, dan perumahan.

Variabel-variabel yang berhubungan dengan kesejahteraan keluarga karyawan di PTPN VI Kebun Kayu Aro adalah variabel pada kondisi kerja (golongan karir, pendapatan, jaminan kerja, dan jaminan keluarga). Hasil pengujian statistik untuk hubungan antara kondisi kerja dengan kesejahteraan keluarga karyawan disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12. Hasil Pengujian Hubungan antara Kondisi Kerja dengan Kesejahteraan Keluarga Karyawan PTPN VI Kebun Kayu Aro

Kondisi

Kesejahteraan Keluarga

Kerja Kesehatan Pendidikan Pola Konsumsi Perumahan Koefisien

Koefisien p-

value Golongan

2 2 2 (x ) 2 value (x ) value (x ) value (x )

0,230 0,077 -0,134 0,307 0,067 0,613 0,077 0,560 Karir Pendapatan

0,77 0,560 -,296 0,022 -0,199 0,128 0,067 0,611 Jaminan

0,184 0,160 -0,161 0,219 0,119 0,365 0,132 0,314 Kerja Jaminan

0,234 0,072 0,076 0,562 0,352 0,006 -0,033 0,076 Keluarga

Hipotesis penelitian menyebutkan bahwa ada hubungan antara kondisi kerja dengan kesejahteraan keluarga, namun berdasarkan hasil pengujian statistik membuktikan bahwa tidak hubungan antara kondisi kerja dengan kesejahteraan keluarga karyawan di PTPN VI Kebun Kayu Aro. Secara umum kondisi kerja tidak berhubungan dengan kesejahteraan keluarga karyawan, baik terhadap kesehatan, pendidikan, pola konsumsi, maupun perumahan. Artinya tidak ada perbedaan dalam hal kesehatan, pendidikan, pola konsumsi, dan perumahan diantara keluarga karyawan yang memiliki perbedaan golongan karir, pendapatan, jaminan kerja, dan jaminan keluarga. Namun ada beberapa variable kondisi kerja yang memiliki hubungan dengan kesejahteraan keluarga yaitu golongan karir dengan kesehatan keluarga, pendapatan dengan pendidikan, jaminan keluarga dengan kesehatan, pola konsumsi, dan perumahan.

Secara umum kesejahteraan Karyawan di PTPN VI Kebun Kayu Aro sudah baik. Tidak adanya hubungan kondisi kerja dengan keluarga karyawan berdasarkan pengujian statistik disebabkan terdapat faktor lain yang berhubungan

dengan kesejahteraan keluarga yaitu jumlah anak yang menjadi tanggungan keluarga berhubungan dengan kesejahteraan keluarga karyawan, pendapatan keluarga di luar pendapatan karyawan yang bersumber dari perusahaan perkebunan, dan sumbangan atau subsidi yang diperoleh keluarga yang tidak bersumber dari perusahaan perkebunan.

Logikanya, semakin banyak jumlah anggota keluarga yang ditanggung oleh sebuah keluarga, maka semakin banyak pula kebutuhan sehari-hari yang harus dipenuhi sedangkan apa yang dimiliki sebuah keluarga tetap sama. Namun, dari hasil penelitian ternyata pada kasus keluarga karyawan di PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VI Kebun Kayu Aro ternyata tidak ada hubungan antara jumlah anak yang menjadi tanggungan keluarga dengan kesejahteraan keluarga. Usia karyawan yang secara umum sudah tua menyebabkan anak mereka tidak lagi menjadi tanggungan keluarga dan keberhasilan pihak perusahaan yang mengadakan program Keluarga Berencana (KB) untuk karyawannya melalui pemberian pengarahan secara terprogram oleh petugas kesehatan Rumah Sakit Kayu Aro menyebabkan jumlah anak karyawan menjadi sedikit.

Tidak adanya hubungan antara kondisi kerja dengan kesejaahteraan keluarga juga disebabkan banyaknya keluarga karyawan yang memiliki pendapatan yang tidak hanya bersumber dari pendapatan karyawan yang bekerja di perkebunan seperti bersumber dari pekerjaan lain atau hasil pendapatan anggota keluarga yang lain serta adanya sumbangan atau subsidi lain yang bukan dari perusahaan seperti subsidi pemerintah.

Kesejahteraan keluarga karyawan dapat dijelaskan secara rinci pada sub bab berikut:

7.1 Kesehatan Keluarga Karyawan

Kesehatan keluarga adalah kondisi status kesehatan dan taraf gizi keluarga. Kesehatan merupakan variabel untuk melihat kesejahteraan keluarga. Status kesehatan dilihat dari angka kondisi sakit, jenis pengobatan yang dilakukan. Status kesehatan karyawan dapat dilihat dalam Tabel 13 berikut:

Tabel 13. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Status Kesehatan dan Keluarga Karyawan, PTPN VI Kebun Kayu Aro 2009

Karyawan Perempuan Jumlah

Karyawan Laki-Laki

Persentase (%) Baik 21 70,00 17 56,67 Kurang Baik

Dilihat dari Tabel 13 di atas kesehatan keluarga karyawan sudah baik karena lebih dari 50,00 persen keluarga karyawan baik laki-laki maupun keluarga karyawan perempuan memiliki status kesehatan yang baik. Itu artinya lebih dari 50,00 persen karyawan yang menjadi responden sakit ≤ 2 kali sakit dalam satu tahun pada tahun lalu dan jenis pengobatan yang dilakukan adalah dengan pergi ke dokter atau rumah sakit.

PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VI Kebun Kayu Aro telah menyediakan sarana pengobatan yang diberikan perusahaan yaitu Rumah Sakit Kayu Aro (RSKA) yang dapat diakses oleh karyawan laki-laki dan termasuk istri dan anak- anaknya dengan gratis. Namun demikian, kesehatan keluarga karyawan perempuan masih lebih rendah dibandingkan dengan keluarga karyawan laki-laki. Sedikitnya perbedaan antara keluarga karyawan laki-laki dan keluarga karyawan

perempuan disebabkan banyaknya karyawan perempuan yang menjadi responden memiliki suami yang juga bekerja di PTPN sehingga anggota keluarganya dapat mengakses RSKA dengan gratis, tetapi untuk karyawan perempuan yang suaminnya tidak bekerja atau bukan karyawan di PTPN VI Kebun Kayu Aro, anak dari karyawan perempuan tersebut tidak dapat mengakses RSKA dengan gratis sehingga kesehatan keluarga karyawan perempuan lebih rendah daripada keluarga karyawan laki-laki..

Untuk mengetahui kondisi kesehatan keluarga karyawan selain melalui status kesehatan, dilihat pula dari taraf gizi. Taraf gizi diukur dari dua hal yaitu frekuensi makan dan jenis makanan yang dikonsumsi oleh keluarga karyawan. Taraf gizi karyawan dapat dilihat dalam Tabel 14 berikut:

Tabel 14. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Taraf Gizi dan Keluarga Karyawan, PTPN VI Kebun Kayu Aro 2009

Taraf Gizi

Keluarga

Karyawan Perempuan Jumlah

Karyawan Laki-Laki

Persentase (%) Baik 24 80,00 19 63,33 Kurang Baik

Berdasarkan Tabel 14 atas, dapat dilihat bahwa taraf gizi keluarga yang diperoleh karyawan laki-laki lebih baik daripada keluarga karyawan perempuan yaitu 80,00 persen dari keluaraga karyawan laki-laki mempunyai taraf gizi yang baik, sedangkan taraf gizi keluarga karyawan perempuan kurang baik dibandingkan kaluarga karyawan laki-laki yaitu 63,33 persen.

Di luar hal tersebut taraf gizi keluarga karyawan laki-laki dan keluarga karyawan perempuan sudah baik karena lebih dari 50,00 persen keluarga karyawan baik laki-laki maupun perempuan yang menjadi sampel makan > 2 kali dalam satu hari dan jenis makanan yang dikonsumsi oleh responden sudah mencukupi kebutuhan gizi yaitu kebutuhan karbohidrat dan protein sudah terpenuhi bahkan zat gizi lain seperti lemak, vitamin, dan lainnya juga sudah dipenuhi.

7.2 Pendidikan Keluarga Karyawan

Pendidikan keluarga adalah banyaknya jumlah anggota keluarga karyawan yang Drop Out atau tidak melanjutkan sekolah. Pendidikan keluarga dapat memberikan gambaran kesejahteraan keluarga yang terlihat dari keberhasilan menyekolahkan anak karyawan perusahaan perkebunan. Keberhasilan menyekolahkan anak dapat dilihat dari Tabel 15 berikut:

Tabel 15. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Pendidikan dan Keluarga Karyawan, PTPN VI Kebun Kayu Aro 2009

Karyawan Perempuan Jumlah

Karyawan Laki-Laki

Persentase (%) Baik 17 56,67 15 50,00 Kurang Baik

Berdasarkan Tabel 15 di atas dapat dilihat bahwa keluarga karyawan PTPN VI Kebun Kayu Aro baik keluarga karyawan laki-laki maupun keluarga karyawan perempuan belum sepenuhnya berhasil menyekolahkan anak mereka.

Terlihat dari persentase pendidikan keluarga karyawan laki-laki (43,33 persen) dan keluarga karyawan perempuan (50,00 persen) yang masih kurang baik. Akan tetapi banyak alasan yang menyebabkan kurang baiknya tingkat pendidikan keluarga karyawan, selain kurangnya biaya ternyata tidak adanya kemauan anak untuk melanjutkan sekolah menjadi alasan utama kurang baiknya pendidikan keluarga. Hal ini terungkap dari hasil wawancara dengan karyawan PTPN VI Kebun Kayu Aro:

“Saya sudah berusaha bilang pada anak saya untuk melanjutkan sekolah saja agar nanti tidak menjadi karyawan rendahan seperti saya, tapi anak saya tetap tidak mau, katanya buat apa sekolah cuma bikin capek dan mengahabiskan uang, lebih baik bekerja saja.”

(Ibu Try, 44 tahun, Karyawan PTPN VI Kebun Kayu Aro)

“Anak saya sudah punya skire (pacar) jadi dia tidak mau melanjutkan sekolah, dia mau menikah saja dengan pacaranya padahal saya ikhlas hidup susah asalkan anak saya mau sekolah tapi anaknya gak mau ya mau diapakan lagi, apalagi bapaknya tidak mendukung saya, malah mendukung keinginan anaknya, katanya anak perempuan gak perlu sekolah tingi-tinggi karena akhirnya juga ngurusin dapur sama kasur.”

(Ibu Wyt, 43 tahun, Karyawan PTPN VI Kebun Kayu Aro)

Hal tersebut menunjukkan bahwa bukan salah perusahaan perkebunan yang menyebabkan rendahnya tingkat pendidikan keluarga karyawan perkebunan sebab perusahaan telah menyediakan sarana pendidikan mulai dari pendidikan untuk pra sekolah sampai dengan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) bahkan perusahaan juga memberikan santunan pendidikan untuk anak karyawan, akan tetapi hal ini terjadi karena rendahnya pendidikan orang tua sehingga tidak mampu memberi motivasi kepada anak-anaknya untuk melanjutkan sekolah atau meneruskan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi, tidak pula terdapat contoh orang yang berpendidikan yang berhasil di kalangan mereka.

7.3 Pola Konsumsi Keluarga Karyawan

Pola konsumsi adalah tingkat pengalokasian uang dalam keluarga untuk kebutuhan akan konsumsi makanan dibandingkan dengan konsumsi non-makanan. Pola konsumsi adalah salah satu kondisi karyawan yang menggambarkan kesejahteraan keluarganya. Kondisi pola konsumsi dapat dilihat dari Tabel 16 berikut ini:

Tabel 16. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Pola Konsumsi dan Keluarga Karyawan, PTPN VI Kebun Kayu Aro 2009

Pola Konsumsi

Keluarga

Karyawan Perempuan Jumlah

Karyawan Laki-Laki

Persentase (%) Baik 18 60,00 7 23,33 Kurang Baik

Tabel 16 di atas menggambarkan bahwa pola konsumsi keluarga karyawan laki-laki lebih baik yaitu 60,00 persen, dibandingkan dengan pola konsumsi keluarga karyawan perempuan yaitu 23,33 persen. Pola konsumsi keluarga karyawan perempuan dapat dikatakan kurang baik karena sebagian besar yaitu 76,67 dari sampel keluarga karyawan perempuan pola konsumsinya kurang baik. Pola konsumsi keluarga karyawan yang menjadi sampel pada umumnya lebih banyak pada konsumsi makanan daripada konsumsi non makanan. Hal ini dikarenakan mereka lebih mengutamakan kebutuhan pokok makanan daripada kebutuhan lainnya. Hal ini di dukung kondisi mereka yang setiap hari bekerja sehingga tidak banyak hal yang lebih penting daripada makanan untuk menjaga

kesehatan mereka. Hal ini terungkap dari seorang karyawan PTPN VI Kebun Kayu Aro yaitu:

“Yang terpenting untuk karyawan seperti saya dan teman-teman cuma makanan, asal perut kenyang sudah cukup, badan juga jadi sehat. Mau beli baju baru juga gak tau mau dipeke kemana, paling waktu lebaran saja beli baju, itu juga buat anak-anak, kalau sudah tua baju ya gak guna, kan saya sudah punya istri. Maunya saya punya rumah mewah tapi gak cukup juga. Upah saya ya digunakan untuk makan, anak saya juga tidak sekolah jadi gak ada uang keluar untuk biaya sekolah anak.”

(Bapak Sd, 51 tahun, Karyawan PTPN VI Kebun Kayu Aro)

Waktu yang banyak dihabiskan oleh karyawan perkebunan untuk bekerja di perusahaan membuat karyawan jarang sekali melakukan aktivitas di luar bekerja seperti rekreasi atau berpergian sehingga biaya untuk hal tersebut jarang ada. Biaya untuk keperluan pakaian, sepatu, sandal, dan assesoris hanya dikeluarkan pada saat hari raya dan itupun biasanya lebih diprioritaskan untuk anak mereka karena mereka beranggapan benda-benda tersebut tidak terlalu penting untuk mereka yang sudah tua dan mereka tidak ada waktu dan tujuan menggunakan benda-benda tersebut karena untuk bekerja mereka cukup memakai pakaian lama yang sudah jelak. Seperti yang diungkapkan oleh seorang karyawan perempuan PTPN VI Kebun Kayu Aro berikut ini:

“Saya dan suami tidak pernah beli baju baru atau sandal yang bagus, paling saat hari raya Idul Fitri, itu juga tidak setiap tahun karena nanti baju dan sandal yang bagus tidak bias dipakai lagi. Kan sayang kalau dipakai untuk ke kebun. Tapi untuk anak baju lebaran selalu dibeli, kalu tidak dia akan iba hati.”

(Ibu Try, 44 tahun, Karyawan PTPN VI Kebun Kayu Aro)

7.4 Perumahan Keluarga Karyawan

Perumahan adalah tingkatan keadaan infastruktur rumah karyawan yang menunjukkan tingkat kesejahteraan keluarga. Hal dapat terlihat dari status rumah, keadaan rumah, keadaan MCK, alat penerangan, fasilitas komunikasi.

Pada prinsipnya perusahaan sudah berusaha untuk memberikan fasilitas perumahan untuk setiap karyawan, namun sebagian besar karyawan telah mampu untuk memiliki rumah pribadi sehingga kebanyakan dari keluarga karyawan tinggak di rumah-rumah pribadi di daerah sekitar perusahaan perkebunan. Rumah yang disediakan oleh perusahaan adalah rumah peninggalan jaman Belanda yang masih dalam kondisi baik dan layak untuk dihuni berupa bangunan semi permanen. Lingkungan membuat karyawan mendirikan rumag pribadi mereka dengan bentuk yang hampir serupa yaitu bangunan yang semi permanen, sepertiga bagian bawah rumah terbuat dari beton dan sisanya terbuat dari papan. Selain mengikuti model yang mereka inginkan, hal ini bertujuan agar suhu di dalam rumah tidak terlalu dingin karena daerah Kayu Aro adalah daerah pegunungan yang suhunya sangat dingin.

Rumah yang disediakan oleh perusahaan telah memiliki MCK, begitupula dengan rumah pribadi yang dimiliki oleh keluarga karyawan, walaupun sebagian kecil dari rumah karyawan masih ada yang memiliki dua diantara tiga macam MCK. Untuk penerangan di rumah-rumah karyawan sebagian menggunakan jasa PLN, sedangkan yang belum menggunakan PLN penerangannya dikelola oleh Koperasi Karyawan Aroma Pecco dengan mendapat subsidi dari perusahaan. Perkembangan teknologi yang kini telah merambah ke pelosok daerah-daerah membuat keluarga karyawan yang tinggal di sekitar perusahaan telah memiliki

fasilitas komunikasi yaitu handphone, bagi mereka yang tidak memiliki handphone mereka dapat menggunakan jasa warung telepon yang ada di Kayu Aro.

Adapun perumahan yang dimiliki keluarga karyawan keluarga laki-laki dan keluarga karyawan perempuan dapat dilihat dari Tabel 17 di bawah ini:

Tabel 17. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Perumahan dan Keluarga Karyawan, PTPN VI Kebun Kayu Aro 2009

Perumahan

Keluarga

Karyawan Perempuan Jumlah

Karyawan Laki-Laki

Persentase (%) Baik 19 63,33 19 63,33 Kurang Baik

Berdasarkan Tabel 17 di atas dapat diketahui bahwa perumahan keluarga karyawan laki-laki dan keluarga karyawan perempuan telah baik. Baik keluarga karyawan laki-laki maupun keluarga karyawan perempuan (63,33 persen) telah memiliki keadaan infastruktur rumah yang baik. Namun, 36,67 persen dari karyawan laki-laki dan perempuan masih memiliki keadaan infastruktur rumah yang kurang baik. Keadaan infrastruktur rumah perempuan yang kurang baik dikarenakan terdapat karyawan perempuan yang tidak memiliki suami sehingga pendapatan hanya bersumber dari dirinya sendiri, sedangkan karyawan laki-laki jarang sekali yang tidak memiliki istri, bahkan dari semua karyawan semuanya memiliki istri.

7.5 Ikhtisar

Keluarga karyawan di PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VI Kebun Ayu Aro secara umum sudah sejahtera. Kesejahteraan keluarga dapat dilihat dari kesehatan, pendidikan anggota keluarga, pola konsumsi keluarga, dan perumahan.

K esehatan keluarga karyawan di PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VI Kebun Kayu Aro sudah baik karena baik keluarga laki-laki maupun keluarga karyawan perempuan memiliki status kesehatan yang baik yaitu hanya ≤ 2 kali sakit dalam satu tahun pada tahun lalu dan jenis pengobatan yang dilakukan adalah dengan pergi ke dokter atau rumah sakit karena perusahaan menyediakan sarana pengobatan yaitu Rumah Sakit Kayu Aro (RSKA). Namun demikian, kesehatan keluarga karyawan perempuan masih lebih rendah dibandingkan dengan keluarga karyawan laki-laki karena untuk karyawan laki-laki RSKA dapat diakses oleh dirinya, istri dan anak-anaknya, sementara untuk karyawan perempuan hanya untuk dirinya sendiri.

Taraf gizi keluarga karyawan laki-laki dan keluarga karyawan perempuan sudah baik karena baik keluarga karyawan laki-laki maupun keluarga karyawan perempuan yang menjadi sampel makan > 2 kali dalam satu hari dan jenis makanan yang dikonsumsi oleh responden sudah mencukupi kebutuhan gizi yaitu kebutuhan karbohidrat dan protein sudah terpenuhi bahkan zat gizi lain seperti lemak, vitamin, dan lainnya juga sudah dipenuhi.

Keluarga karyawan PTPN VI Kebun Kayu Aro baik keluarga karyawan laki-laki maupun keluarga karyawan perempuan belum sepenuhnya berhasil menyekolahkan anak mereka. Kurang baiknya tingkat pendidikan keluarga karyawan, selain karena kurangnya biaya ternyata tidak adanya kemauan anak

untuk melanjutkan sekolah menjadi alasan utama kurang baiknya pendidikan keluarga. Hal tersebut bukan salah perusahaan perkebunan, akan tetapi karena rendahnya pendidikan orang tua sehingga tidak mampu memberi motivasi kepada anak-anaknya dan tidak terdapat contoh orang yang berpendidikan yang berhasil di kalangan mereka.

Pola konsumsi keluarga karyawan yang menjadi sampel pada umumnya lebih banyak pada konsumsi makanan daripada konsumsi non makanan karena mereka lebih mengutamakan kebutuhan pokok makanan daripada kebutuhan lainnya. Kondisi mereka yang setiap hari bekerja sehingga tidak banyak hal yang lebih penting daripada makanan untuk menjaga kesehatan mereka.

Perumahan karyawan laki-laki dan karyawan perempuan telah baik. Baik keluarga karyawan laki-laki maupun keluarga karyawan perempuan telah memiliki keadaan infastruktur rumah yang baik. Walaupun sebagian kecil keluarga karyawan perempuan masih memiliki keadaan infastruktur rumah yang kurang baik.

Pada kasus keluarga karyawan di PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VI Kebun Kayu Aro ternyata tidak ada hubungan antara jumlah anak yang menjadi tanggungan keluarga dengan kesejahteraan keluarga. Hal ini karena kebanyakan dari keluarga karyawan memiliki jumlah anak yang sedikit karena adanya program KB dari perusahaan dan usia karyawan yang kebanyakan sudah tua sehingga anak mereka sudah tidak menjadi tanggungannya. Perbedaan kesejahteraan keluarga karyawan juga disebakan oleh pendapatan keluarga karyawan di luar pendapatan karyawan yang bersumber dari perusahaan.