LINGKUNGAN LOKAKARYA FPIC: DEMI MENCEGAH KONFLIK DI WILAYAH PEMBANGUNAN
LINGKUNGAN LOKAKARYA FPIC: DEMI MENCEGAH KONFLIK DI WILAYAH PEMBANGUNAN
‘Free, Prior and Informed Consent’ (FPIC) atau keputusan be- dalam yang meliputi Scale Up, Jikalahari, Elang, Kantor Ban- bas, didahulukan dan diinformasikan (KBDD) telah berkembang tuan Hukum (KBH) Riau, Kalipta Sumatera, dan Hakiki, Aliansi sebagai prinsip utama dalam jurisprudensi internasional berhubun- Masyarakat Adat Riau (AMAR), serta Peserta peninjau dari luar gan dengan masyarakat adat dan telah menjadi diterima secara luas negeri meliputi Wild Asia - Malaysia dan ProForest – Inggris. dalam kebijakan sektor swasta atas ‘tanggung jawab sosial peru- sahaan’ dalam sektor seperti pembangunan bendungan, industri
2. Nilai Budaya vs Rasionalisasi Pembangunan melalui ekstraktif, kehutanan, perkebunan, konservasi, pencarian-genetika Kebun Sawit : Pot ret FPIC di Kalimant an Tengah dan penilaian dampak lingkungan. FPIC dinyatakan oleh Round- table on Sustainable Palm Oil (RSPO) sebagai prinsip utama dalam
“Nilai adat istiadat dalam budaya Dayak tidak bisa dirasional- Prinsip dan Kriteria (P&C). Sama halnya, ‘free and informed con- kan dengan cara berikir pendatang. Jika dirasionalkan maka nilai
sent’ merupakan persyaratan Forest Stewardship Council. adat-istiadat akan menjadi kerdil dan kaku oleh debat ketepatatan metode ilmiah. Nilai selalu mengandung hubungan emosional dan
Dalam memperkenalkan FPIC, digagaslah beberapa lokakarya di identitas. Dan jika dipaksakan hasil akhirnya adalah nilai ilmiah Riau, Kalimantan Tengah, Sarawak (Malaysia) dan Papua. Berikut rasional tersebut tidak lagi menjadi milik masyarakat melainkan petikan hasil lokakarya FPIC di pelbagai tempat tersebut.
sebauh penyesuaian berdasarkan tafsiran risio-empiris (orang luar),” Sidik R. Usop, kandidat Doktor dan Akademisi Ilmu Sosial
1. Lokakarya FPIC di Pekan Baru, Riau; Upaya Jem - dan Ilmu Politik, Universitas Palangkaraya. bat ani Kepent ingan Masyarakat dan Perusahaan Perkebunan Sawit
Lokakarya dihadiri oleh 30 orang peserta perwakilan masyarakat Harapan Masyarakat
dari Sumatra Barat Riau, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan • Tanah dikembalikan
Harapan Perusahaan
• Investasi aman
Tengah, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur, dan sejumlah • Penyelesaian konlik-konlik • Manajemen lebih baik
• Mendapatkan hak atas tanah
• Lingkungan kerja aman
NGO sebagai narasumber dan juga perusahaan perkebunan sawit lahan
• yang beroperasi di Kalimantan Tengah. Rekonsiliasi
• Solusi menang-menang/hasil
saling menguntungkan
• Keadilan bagi masyarakat adat • Menyelesaikan
Pernyataan Perusahaan • Penghargaan untuk hak
kesalahan
Pernyataan Masyarakat
• Dalam pengalihan tanah/la- Informasi lengkap dan benar • Pemahaman lebih baik dengan
persepsi
• Konlik atas tanah merupakan
persoalan paling umum dalam tentang dampak
han masyarakat adat kepada
sektor perkebunan • kelapa Hasil (outcome) dicapai dengan • Resolusi konlik
masyarakat dan NGO
pihak perusahaan dan pemer-
sawit baik
• Solusi adil yang mencakup
intah harus ada kesepakatan
• Izin untuk perluasan kelapa •
dari seluruh masyarakat yang
Produksi yang baik bagi petani
pemerintah, perusahaan dan
mau menyerahkan tanah/lahan
sawit diberikan kepada para
• perusahaan tanpa menyelesai-
masyarakat bekerja bersama
tersebut.
Panduan yang jelas untuk pe-
Jika tidak maka tidak boleh
kan berbagai persoalan tanah
nyelesaian masalah
dialihkan.
terlebih dahulu. Di Kalteng ada 100 izin baru sekarang sedang dalam proses
Lokakarya ini diikuti 80 orang berasal dari Komunitas masyarakat • (..ke hal berikutnya..) adat/petani sawit meliputi Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Ka-
limantan Barat, SPKS Kalimantan Timur, SPKS Jambi,dan SPKS Riau. Berasal dari Perusahaan Perkebunan Sawit meliputi Group ...Lanjutan dari halaman sebelumnya.. Asian Agri, Sinar Mas, Musim Mas, London Sumatera, Cargil, Surya Dumai dan Perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) dari
Pernyat aan Perusahaan PT. RAPP. Peserta Berasal Praktisi serta lembaga non pemerintah
Pernyat aan Masyarakat
Edisi II/ April ‘ 09- SW 17 10
• Sistem waris atas tanah/lahan • Resolusi persoalan pertanahan oleh 35 peserta termasuk utusan dari perusahaan perkebunan, lembaga tersebut sebagai mekanisme
sertiikasi, lembaga kualitas makanan, sebuah lembaga negara dan be- penerusan/transfer hak yang
sesungguhnya merupakan tang-
gung jawab pemerintah.
berapa NGO..
diakui.
• Pemetaan partisipatif dan ink-
• Adanya anggapan wilayah adat
Harapan Perusahaan ini menimbulkan tidak adanya
lusif dipandang alat berguna
Pengalaman Masyarakat
sama dengan wilayah desa, hal
untuk menggali kejelasan men-
• Dari kelompok usaha dan organisasi kelembagaan adat
genai berapa luasan klaim dan
• Beberapa perusahaan menggunakan
• terkait bisnis sawit di Negara jiran
tumpang tindih serta memer-
‘samseng’ (thugs) (preman-red)
Yang ada bentukan pemerintah
terungkap keinginan praktis perusa- yang berfungsi sebagai:
iksa keabsahan atas klaim
untuk menakut-nakuti orang-orang
haan, auditor dan organisasi sebagai • Demang sebagai pemimpin da-
• Untuk menghindari klaim palsu
kampung supaya menerima sawit
berikut: lam acara ritual keagaman
dan spekulasi tanah, sebaiknya
ditanah mereka;
untuk tanah adat dipetakan dan
• Dalam beberapa kasus tokoh-tokoh
• Kepala Desa sebagai adminis-
• Bagaimana petani ditangani? trasi politik.
diperjelas sebelum perencanaan
kampung telah dibayar dengan
penghargaan pribadi dan membuat
• Bagaimana RSPO menjawab pem-
• bukaan lahan gambut? Sehingga tanah diwilayah • Wakil yang dipakai perusahaan
tata ruang.
keputusan-keputusan bertentangan
• Bagaimana proses High Conserva- adat atau desa tersebut dikel-
dengan keinginan masyarakat luas
tion Value (nilai konservasi tinggi) ola secara turun temurun atau
adalah yang diakui pemerintah
• Pemimpin rumah panjang (tuai ru-
diterapkan khususnya didaerah merupakan sebuah warisan ke-
dan memiliki pengaruh terh-
mah dan tua kampong) dan komite
pantai? luarga, jadi dianggap tidak ada • Pemaksaan sistem pemerintah-
adap masyarakat
pembangunan kampung (JKKK),
• Dimana kawasan-kawasan yang tanah perusahaan karena tidak
sebagai badan-badan yang resmi
dikeluarkan oleh peta-peta Green- adanya izin melalui penguasa
an (misalnya kepala desa dll.)
diakui mewakili masyarakat ser-
peace? wilayah adat atau pewaris ke-
ingkali takut akan pemerintah dan
• Bagaimana prinsip dan kriteria luarga.
tidak dapat dipercaya untuk
menyediakan
bentuk-bentuk
enggan menyuarakan kekuatiran
masyarakat
RSPO terkait dengan peraturan
• pemerintah? Tidak adanya tanah negara kar- ma oleh masyarakat dan dilihat
keterwakilan yang dapat diteri-
• Perusahaan merasa masyarakat
• Bagaimana peraturan diperbaiki ena adanya anggapan wilayah
tidak ada hak untuk menolak pem-
untuk membuat RSPO lebih mudah desa sama dengan wilayah • Debat sengit soal penggunaan
oleh masyarakat adu-domba
bangunan pada tanah-tanah mereka
diterapkan? adat.
• Kepercayaan telah rusak antara
• Diakui bahwa perusahaan dan • Masyarakat memandang perlu
hukum adat dalam menyelesai-
badan-badan pemerintah dan
lembaga sertiikasi memerlukan ada komitmen politik
kan konlik dan ini harus dipan-
masyarakat yang memiliki kepent-
pedoman yang lebih jelas tentang • Organisasi yang baik dan kuat
dang sebagai satu upaya terpadu
ingan pribadi dan pro perusahaan.
konsultasi. untuk menjalankan FPIC
dari
pendekatan-pendekatan
• Lembaga pemerintah menganggap
dan digunakan hanya untuk ‘pencar- • Kekuatiran praktis: • •
berdasarkan FPIC
tanah-tanah adat ‘tidak-dibangun’
Data dan informasi yang be-
Diskusi-diskusi lebih banyak
ian’ dan oleh karena itu memerlukan •
nar dan dipahami masyarakat
• Dalam menanggapi pelatihan, syarat penting FPIC
diarahkan tentang konlik lahan
pembangunan yang menguntungkan
• berikut adalah beberapa pertanyaan
yang ada daripada bebicara ten-
• Lembaga pemerintah berusaha
Memiliki rentang waktu yang
yang diajukan: jelas sehingga masyarakat bisa
tang bagaimana menggunakan
mengambil tanah-tanah adat dan
FPIC untuk menghindari konf-
bertindak sebagai ‘penjamin’ atas
• Bagaimana memastikan tingkat • Otoritas dan aturan main san- • Bila konlik semakin mening-
memberikan keputusan bebas
lik dimasa yang akan datang
kepentingan masyarakat setempat
akurasi dan keabsahan peta partisi- gat penting tanpa mengabaikan
dalam kerjsama dengan perusahaan
patif atas tanah-tanah masyarakat? adat-istiadat masyarakat seba-
• Bagaimana memastikan TBS petani gai warisan leluhur
kat sampai terjadi represi dan
Lembaga pemerintah tidak
kekerasan mediator perlu/pent-
mengakui luas wilayah kelola yang
mendapat sertiikat?
• • Bagaimana menangani persoalan Wacana atau konsep yang
ing dilibatkan untuk menyele-
dianggap masyarakat merupakan
saikan konlik
hak-hak adat
hak-hak adat yang diakui oleh jelas harus sampai ditingkat • Perusahaan membutuhkan pe-
• Lembaga pemerintah tidak menang-
masyarakat adat tetapi tidak sama masyarakat tentang bagaiman
gapi ketika masyarakat menyampai-
persis sebagaimana yang diakui se- menerapkan FPIC
doman konkrit tentang apa ben-
kan kekuatiran mereka
bagai tanah-tanah adat secara resmi • Bagaimana cara menggunakan
tuk pembagian kompensasi dan
• Perusahaan berusaha membuat
oleh pemerintah? FPIC ke depan atau kebelakang • Perusahaan juga menggunakan
manfaat yang harus diambil.
keputusan hanya dengan tokoh-
tokoh masyarakat tanpa keterlibatan
(yang sebelumnya).
pertemuan tersebut untuk men-
masyarakat secara luas
• Masyarakat harus mendapatkan
gungkapkan rasa frustrasi mer-
eka dengan apa yang mereka
masukan hukum (legal advice)
anggap sebagai stigmatisasi sebelum menanda-tangani kontrak
yang mereka sama sekali ak
• mengerti
oleh NGO:
Peran NGO apakah memperce- pat dan menyelesaikan konlik
atau sebaliknya?
4. Keamanan dan HAM: FPIC sebagai Kerharusan da- lam Kebun Sawit di Papua
3. FPIC di Sarawak: Keinginan Perusahaan ant ara Komit men Pemerint ah dan Tunt ut an Orang Pribumi/
Papua dipilih menjadi tuan rumah dalam lokakarya FPIC karena ren- Asal
cana tata ruang propinsi tahun 2006 menyebutkan lebih dari 3 juta ha hutan dan lahan (sekarang terbagi menjadi 2 propinsi Papua dan Papua
Lokakarya ini dihadiri sekitar 50 orang yang berasal dari berbagai Barat) telah ditetapkan untuk perluasan kelapa sawit. wilayah di Sarawak dari Utara dan Selatan termasuk NGO serta peser- Sawit Watch membuat komitmen substansial untuk mempersiapkan ta dari Sabah dan Semenanjung Malaysia. Perwakilan masyarakat adat pelatihan FPIC di Papua, memfasilitasi peserta pelatihan, mematang- hadir diantaranya Penan, Kenyah, Kayan, Lun Bawang, Iban, Bidayuh, kan rencana dengan FOKKER LSM Papua dan meletakan dasar logistik Keramai dan Dusun-Kadazan. NGO setempat hadir BRIMAS, IDEAL untuk pertemuan tersebut. Pada saat pelaksanaan pelatihan lebih dari dan SADIA juga mengirimkan utusannya untuk ambil bagian dalam
95 utusan masyarakat, organisasi, lembaga pemerintah dan perusahaan lokakarya ini. Dalam lokakarya bersama kalangan perusahaan dihadiri perkebunan kelapa sawit diundang menghadiri kegiatan tersebut.
Ta nda n Sawit
Pengalaman Masyarakat
Harapan Perusahaan
• Orang-orang khususnya mereka
• Ada pembahasan mengenai apa
yang berasal dari kampung dan
yang harus perusahaan lakukan jika
pedalaman yang sulit dijangkau
hukum dan penerapannya kelihatan
mereka merasa diintimidasi dan
bertolak belakang dengan pendeka-
takut berbicara
tan FPIC RSPO.
• Tentara ada dimana-mana dan
• Perusahaan harus mengikuti Kri-
banyak daerah ditetapkan sebagai
teria 2.1 mewajibkan perusahaan
‘kawasan merah’ – misalnya
mematuhi semua peraturan hukum
daerah dianggap sebagai ancaman
nasional
keamanan karena gangguan oleh
• Tetapi Kriteria 2.2, 2.3, 7.5 dan 7.6
gerakan merdeka. Dalam keadaan
mewajibkan penghargaan bagi hak-
ini memang tidak ada maknanya
hak adat, yang mungkin dihilangkan
berbicara pilihan-pilihan ‘bebas’
atau diabaikan oleh penerapan
oleh masyarakat.
hukum akibat pembebasan lahan
• Kurangnya penghargaan untuk
dan perkebunan.
Workshop FPIC di Riau
otoritas-otoritas adat dan hak-hak
• Ada juga pembahasan mengenai
atas tanah merupakan sumber
hubungan antara pemikiran dasar
perselisihan dan memancing perla-
FPIC apakah hak dibawah hukum
wanan kekerasan yang memperbu-
internasional menghilangkan Pasal
ruk situasi keamanan.
33 Undang-Undang Dasar yang
• Pejabat pemerintah orang Papua
memberikan hak menguasai negara
mudah korupsi
untuk membagikan sumber daya
• Proyek-proyek pemindahan pen-
alam untuk kesejahteraan bangsa.
duduk dimana masyarakat setempat
• Bagaimana memastikan keaman-
dipindahkan kedalam kawasan yang
an hukum bagi kedua pihak
desa-desa terpusat yang disediakan
masyarakat dan perusahaan?
negara telah ditolak tetapi hal ini
• Perusahaan ingin FPIC dilegalisasi-
justru memfasilitasi pengambil-ali-
kan dalam bentuk PERDA dengan
han tanah-tanah yang ‘dikosongkan’
menyeimbangkan kepentingan
oleh perusahaan.
sosial dan dunia usaha di Papua.
• Kurang kepercayaan: rakyat Papua
• Perusahaan yang hadir menerima
telah dijanjikan berbagai keuntun-
hak-hak orang setempat harus
gan dari pembangunan dimasa lalu
diakui.
tetapi hanya sedikit yang dicapai
• Perusahaan mengatakan klaim
dan mereka telah mengalami ban-
masyarakat bahwa semua tanah di
Pesert a Workshop FPIC di Kalimant an Tengah
yak derita dan kerugian
Papua adalah tanah adat
• Kapasitas komunitas untuk terlibat
• Kerangka kerja hukum yang berlaku
dalam FPIC juga lemah karena
tidak begitu jelas dalam mengakui
kurang pengetahuan mengenai
hak-hak adat dalam tanah
hak-hak mereka, hukum, tugas dan
• Jumlah badan-lembaga adat dan
tata-cara pemerintahan dan kurang
perwakilan membingungkan: siapa
kenal dengan perundingan-perund-
yang benar-benar berbicara bagi
ingan bisnis.
masyarakat?
• Masyarakat juga seringkali
• Badan-lembaga adat yang lebih
terpecah-belah karena berbagai
tinggi dan para pemimpin dari luar
faktor penyebab termasuk ketentuan
masyarakat tidak dipercaya
keamanan yang buruk dan integrasi
• Beberapa pemimpin adat juga meru-
dengan pemerintah daerah tidak
pakan pejabat penting pemerintah
menciptakan konlik kepentingan • Beberapa tahun terakhir banyak ber- • Dibeberapa tempat orang-orang
utuh.
tumbuhan organisasi atau perkum-
perusahaan mendapat ancaman akan
pulan adat baru ditingkat daerah
dibunuh dari masyarakat me-
dan propinsi. Beberapa diantara
nyebabkan perudingan damai sulit
lembaga tersebut tidak dipercaya
dilakukan.
oleh masyarakat atau unsur-unsur
Workshop FPIC di Serawak, Malaysia
tertentu masyarakat.
(Norman Jiwan, Sawit Watch)
Workshop FPIC di Papua
Edisi II/ April ‘ 09- SW 19 10
Ta nda n Sawit
20
Pembahasan t ent ang ekonomi pet ani sawi t menj adi pemba- hasan yang menar i k kar ena t er kai t dengan pr oyeksi pemer-
i nt ah unt uk per kebunan kel apa sawi t skal a besar hi ngga 20 j ut a hekt ar e pada t ahun-t ahun yang akan dat ang, pembukaan l apangan ker j a dan kesej aht er- aan pet ani yang t er l i bat dal am
i ndust r i i t u. Ini di sebabkan ol eh banyaknya per mi nt aan akan CPO dal am negr i unt uk di ol ah menj adi bi odi esel dan bar ang- bar ang l ai nnya dar i pasar-pasar asi ng. Upaya pemer i nt ah i ni t ent unya di dukung penuh ol eh per usahaan per kebunan sebagai sekt or pengembang. Untuk menjustiikasi program t er sebut , pemer i nt ah men- j ual “ kesej aht er aan ekonomi ” pet ani sawi t unt uk memul uskan pr ogr am yang sel ar as dengan per mi nt aan pasar duni a bai k dengan pr ogr am r evi t al i sasi per kebunan maupun per l uasan per kebunan yang ber ada di l uar pr ogr am t er sebut .
ada sektor lainnya, khususnya per- olehan tanah untuk pembangunan perkebunan skala besar, dalam be- berapa pengalaman selama beberapa
dekade politik, perolehan tanah untuk pem- bangunan perkebunan untuk perusahaan, selalu di tentang oleh masyarakat adat/lokal yang melakukan tindakan perampasan/ tanpa pemberitahuan atau tanpa rencana ko- munitas untuk menyetujui atau tidak. Pros- es-proses yang beradab/berkeadilan jarang
dilakukan sehingga banyak terdapat konlik. Catatan sawit watch terdapat sebanyak 513
konlik di komunitas (sawit watch 2007).
Selain perusahaan tidak melakukan proses beradab/berkeadilan dalam pembangunan perkebunan, juga pada sektor pemerintah (yang bermasalah) sebagai pemicu dengan mengeluarkan ijin ratusan hingga jutaan Ha untuk pembangunan perkebunan kelapa sawit tanpa melakukan cek kawasan atau persetujuan masyarakat. Ini disebabkan oleh buruknya tata kelola pemerintahan (bad governance). Sutoro Eko (2004) menyebut- kan Permasalah dalam birokrasi (bad gov- ernance) beberapa hal; 1). kapasitas apara- tus pemerintah yang mengeluarkan ijin,2). KoKoNep=korupsi, kolusi dan nepotisme, 3). Lembaga politik seperti DPR/DPRD yang tidak bekerja maksimal dan terdapat banyak representasi pengusaha 4). Akunt- abilitas dan transparansi birokrasi. Bebera- pa point bad governance ini sebagai pemicu pengeluaran ijin begitu mudah tanpa proses/ mekanisme yang berkeadilan/beradab yang kemudian mengakibatkan konlik sosial (vertikal dan horisontal).
Peran sentral pemerintah tersebut, mengaki- batkan hilangnya tempat berpijak; kawasan kelola rakyat seperti tempat berladang hu- tan sebagai sumber hidup sehari-hari. Cata- tan Nordin dari Save Our Borneo, menga- lihfungsikan kawasan kelola rakyat untuk perkebunan sawit telah menghilangkan pendapatan masyarakat sebesar Rp. 500.000 hingga Rp. 700.000.
Pemerintah dalam konteks mendukung pembukaan perkebunan, selalu menjanjikan kesejahteraan rakyat melalui kebun plasma. Sehingga terdapat banyak masyarakat ter- mobilisasi dalam industri ini. Pada sisi lain khususnya petani sawit yang sudah terlebih dahulu mengembangkan sawit, memiliki persoalan dalam kehidupan ekonominya. Ke depan, kesejahteraan petani sawit masih bersifat paradoks, yang susah diterka menu- ju kemajuan atau akan mundur, seperti ke- hidupan ekonomi petani di PIR LOK dan PIR TRANS.
Kondisi ekonomi petani sawit terutama PIR-LOK, terdapat masalah pokok yakni hilangnya lahan pangan untuk ditanami sayur, padi dan kacang-kacangan. Pengem- bangan sawit yang menggunakan hamparan luas oleh perusahaan, memaksa lahan pan- gan untuk sumber ekonomi masyarakat
Ekonomi Petani Sawit ;
Menuj u kesej ahteraan atau kehancuran?
Mansuet us Dart o Alsy Hanu, Ang-
got a PSW ( dok. SW-Images)