“ Ekologi polit ik

“ Ekologi polit ik

f eminis melihat aspek penget ahuan, hak at as kekayaan alam dan sumber- sumber kehidupan,

t ermasuk di dalamnya aspek akses dan kont rol, sert a aspek inst it usi pengurusan kekayaan alam dan perj uangan merebut kembali hak at as pengurusan kekayaan

alam dari perspekt if gender, kelas, et nisit as, dan aspek-aspek lain” , (Roche- leau, T homas-Slayt er, Wangari 1996).

kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh industri sawit yang memang diketahui mempengaruhi air sungai masyarakat se- tempat. Kondisi ini bukan tidak disadari oleh perempuan yang bekerja sebagai buruh perempuan, tapi mereka tidak punya pilihan ekonomi lain untuk menjaga kelangsungan hidup keluarganya.

Terlebih, perkebunan besar kelapa sawit secara struktural juga membangun sistem kapital yang mampu menciptakan peruba- han pola konsumsi pada perempuan dan masyarakat yang dibangun sedemikian sistemik oleh pasar, sehingga mampu mer- ubah persepsi atau pandangan perempuan terhadap kebutuhan hidupnya dan bahkan terhadap tubuh perempuan itu sendiri.

Potret kekerasan dalam pengelolaan sum- ber daya alam terhadap perempuan berbasis jenderdalam sebuah relasi personal, dalam komunitas dan dalam lingkup negara yang terkait dengan agresi pasar dan alir kapi- tal yang berdasarkan pada produksi kotor, ketamakan dan mengabaikan keberlanjutan lingkungan hidup, yang dalam konteks ini dapat ditemui dalam cerita situasi global produksi agrofuel di Indonesia .

Kelangkaan dari daya dukung alam yang dikeruk tanpa mempertimbangkan keren- tanan dan keberlanjutan lingkungan, yang terjadi karena intervensi pasar dan negara, telah menyebabkan konlik terjadi di ting- kat masyarakat dengan mengabaikan pen- galaman perempuan maupun keberadaan perempuan sebagai subyek keberlangsun- gan reproduksi sosial, dan pada akhirnya menempatkan perempuan kelas paling bawah berada dalam kondisi terpuruk, ter- pinggirkan dan terabaikan.

(Khalisah Khalid , Anggota Dewan Nasional Walhi)

Ta nda n Sawit

14

Dataran Prai, terletak di sebelah barat dan ber- j arak 60 km dari Kot a Manokwari. Dat aran it u mencakup wilayah Dist rik

Warmare, Distrik Prai dan Masni yang merupa- kan kawasan pengemban- gan t ransmigrasi, pert a- nian, sert a perkebunan. Wilayah it u relat if mudah dij angkau t ransport asi darat karena j alan darat t erbuat dari aspal hot mix sampai ke dist rik Masni sepanj ang 112 Km.

i kawasan ini, berdasarkan hasil studi kelayakan yang dilaksana- kan oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan pada ta-

hun 2004, masih terdapat lahan yang siap dikembangkan untuk komoditas kelapa sawit seluas 13.855 hektar dengan ting- kat kesesuaian lahan S2 seluas 12.201 hektar dan S3 seluas 1.654 hektar. (Lapo- ran Final Penyusunan Rencana Detasil Kawasan Agropolitan Kab. Manokwari).

Perkebunan sawit sendiri diperkenalkan di Manokwari tahun 1981 oleh pemerin- tah kabupaten, masa kepemimpinan bu- pati Onim. Pemkab berharap perkebunan besar di Manokwari bisa meningkatkan taraf hidup masyarakat setempat, khususnya masyarakat adat Arfak selaku pemilik ulayat

yang mendiami wilayah dataran Prai dapat men-

ingkat. BUMN yang kemudian ditunjuk pe- merintah untuk mena- namkan modalnya di Manokwari adalah PT. Perkebunan Nusaantara

II (PTPN II) yang ber- pusat di Tanjung Mora- wa, Medan, Sumatera Utara. Selain dataran

Prai di Manokwari, PTPN II juga membu- ka perkebunan kelapa sawit di Arso, Jayapura.

Pada bulan Mei tahun 1982, 4 orang tokoh masyarakat Arfak dari 4 wilayah berbeda diterbangkan menuju Tanjung Morawa, Medan, bersama perwakilan dari pemda Manokwari. Keempat tokoh adat tersebut adalah Kontrak Mandacan, Ananias Muit, Sadrak Indou, dan Bastian Waran. Tujuannya agar para tokoh adat tadi dapat meyakinkan masyarakatnya agar menerima sawit karena mereka melihat langsung kesejahteraan masyarakat di ke- bun sawit PTPN II. Pada masa itu, harga TBS di Medan Rp 5000,-/kg. Informasi itu yang kemudian mereka sampaikan ke- pada Masyarakat adat, yang kemudian setuju untuk melepaskan tanah ulayatnya dijadikan kebun sawit tanpa ganti rugi.

Dalam pemahaman masyarakat setempat, tanah yang dilepaskan, kelak akan men- jadi tabungan bagi anak cucu mereka jika sawit sudah berproduksi. Apalagi saat itu

pemerintah dan PTPN II berjanji akan mengembalikan kepemilikan lahan kepada masyarakat adat setelah 25 tahun. Bersa- maan dengan pembukaan kebun sawit skala besar, pemerintah juga mencanangkan pro- gram transmigrasi untuk pemerataan seba- ran penduduk juga pemenuhan tenaga kerja intensif di kebun sawit. Transmigran asal Bali, Nusa Tenggara dan Jawa didatangkan ke dataran Prai. Diharapkan nantinya den- gan interaksi antara masyarakat transmigran dengan masyarakat lokal dapat meningkat- kan pengetahuan dan pemahaman mereka tentang sawit serta hal lainnya.

Menurut data yang dikeluarkan PTPN II Prai, areal yang telah dibuka saat ini hingga

habis masa ijin usahanya seluas 11.514,84 Ha yang terdiri dari areal tanaman seluas 10.514,10 Ha serta areal lainnya seluas 1000,43 Ha. Dari luas areal tanaman, 2.806,99 Ha merupakan kebun Inti, 4.400 Ha kebun Plasma dan 3.000 kebun KKPA. Penanaman kelapa sawit berkisar dimulai

SOAL SAWIT DI TANAH PRAFI