Hubungan Komunitas Sanggar Candi Busana Jakarta Selatan dengan Masyarakat Sekitar

3. Hubungan Komunitas Sanggar Candi Busana Jakarta Selatan dengan Masyarakat Sekitar

6. Apakah anda mengetahui mengenai Komunitas Sapta Darma di wilayah RW 04?

7. Bagaimana tanggapan anda terhadap keberadaan mereka di wilayah RW 04?

8. Bagaimana tanggapan warga terhadap keberadaan mereka di wilayah RW 04?

9. Bagaimana hubungan Komunitas Sapta Darma dengan warga sekitar? 10.Apakah pernah terjadi konflik terkait dengan identitas Komunitas Sapta Darma dengan warga masyarakat sekitar?

Lampiran II: Catatan Lapangan dan Wawancara Catatan Lapangan Informan TD

Informan

: TD (Menikah, 59 Tahun. Staf Tuntunan Agung Sapta Darma)

Pewawancara

: Arman Riyansyah

Lokasi Wawancara

: Sekertariat Persada Pusat, Jalan Surokarsan MG.II/472, Jogjakarta

Tanggal / Waktu

: Jumat, 16 Juli 2010. Pukul 19.10-20.05 (± 55 menit)

Catatan Observasi dan Transkrip Kategori / Keterangan Catatan Pribadi

Informan TD merupakan salah satu Staf Tuntunan Agung Sapta Darma. Penulis mendapat kesempatan untuk mewawancarai informan TD secara kebetulan. Pada waktu informan mewawancarai informan RW, informan RW memberitahukan bahwa informan T malam ini (15 Juli 2010) akan datang ke Sanggar Candi Sapta Rengga. Dan dengan keberuntungan juga, informan TD tidak berhalangan untuk diwawancarai. Awalnya janji pertemuan wawancara dengan informan T diadakan pada pukul 10.00 pagi, namun karena ada warga Sapta Darma yang meninggal dunia tepatnya di Kabupaten Wonogiri, maka penulis akhirnya menjadwal ulang pertemuan dengan informan TD. Akhirnya pertemuan dengan informan diadakan pada pukul 19.00 di hari yang sama, setelah beliau pulang dari Kabupaten Wonogiri.

Wawancara kali ini dilakukan di sekertariat Persada Pusat, yang bangunannya bersebelahan dengan Sanggar Candi Sapta Rengga. Bangunan dua tingkat ini terdiri dari aula di lantai pertama, dan terdapat ruang-ruang seperti ruang sekertariat, perpustakaan, maupun ruang arsip yang ada di lantai dua. Ruang Sekertariat Persada Pusat biasa digunakan untuk menerima tamu dan juga merupakan ruangan kerja para Staf Tuntunan Agung. Ruang ini cukup luas, di dalamnya terdapat seperangkat sofa dan meja tamu, meja kerja dan seperangkat komputer. Kesan lapang dan nyaman sangat terasa begitu pertama memasuki ruang ini. Dalam wawancara kali ini, penulis juga didampingi informan RW dan istrinya IK. Sesekali informan RW juga membantu menjawab dan juga mengambil gambar lewat handycam. Sementara mbak IK sibuk menyajikan cemilan dan teh untuk penulis. Mbak IK kadang juga menimpali wawancara dengan canda.

Transkrip Wawancara

T: Kalau kegiatan bapak sendiri selain menjadi staf tuntunan itu apa ya pak?

J: Yaah wiraswasta yaa, buruh nyuci piring. Hahahaha.. Sebelumnya saya mau ngasih masukan yaa, untuk memperlancar anda sukses dalam menyusun skripsi, khusus mengenai kepercayaan ini, dan lebih khusus lagi kerokhanian Sapta Darma, saya mohon pemikiran anda ini sebagai anak bangsa itu harus berwawasan yang luas karena di Indonesia ini dasar dari negara Pancasila bangsanya itu plural dan majemuk sekali. Jadi kalau pandangan anda sudah seperti itu, gampang kiranya menerima. Tapi kalau ada kekhususan atau kefanatikan terhadap salah J: Yaah wiraswasta yaa, buruh nyuci piring. Hahahaha.. Sebelumnya saya mau ngasih masukan yaa, untuk memperlancar anda sukses dalam menyusun skripsi, khusus mengenai kepercayaan ini, dan lebih khusus lagi kerokhanian Sapta Darma, saya mohon pemikiran anda ini sebagai anak bangsa itu harus berwawasan yang luas karena di Indonesia ini dasar dari negara Pancasila bangsanya itu plural dan majemuk sekali. Jadi kalau pandangan anda sudah seperti itu, gampang kiranya menerima. Tapi kalau ada kekhususan atau kefanatikan terhadap salah

satu agama, sulit nanti dalam pengembangannya.

T: Oooh iya pak, memang semangat saya untuk mengangkat kajian- kajian seperti ini yang saya kira masih kurang pak di Universitas Indonesia..

J: Ya saya harap jika mas sudah mengetahui mengenai ini, saya harap mas nanti mau ikut mensyiarkan mengenai Sapta Darma ini. Yah kan seperti yang mas tahu sendiri di sitkon (situasi kondisi.red) yang seperti ini kita kadang dianggap sesat dan sebagainya. Katanya juga buka wahyu dari Tuhan, padahal disini kita meyakini bahwa ajaran Sapta Darma ini adalah wahyu dari Tuhan. Nah wahyu yang pertama itu sujud, nah yang kedua itu racut, yang ketiga ini tanggal 12 kemarin itu simbol pribadi manusia, wewarah tujuh dan sesanti. Iya jadinya kita juga sangat terbuka sekali bagi rekan-rekan mahasiswa ini untuk menggali informasi disini, biar nanti tidak ada salah paham seperti informasi-informasi yang beredar sekarang ini.

T: Oke pak.. nah saya ada beberapa poin-poin pertanyaan ini pak yang mau saya tanyakan ke Bapak. Yang pertama itu kan di Indonesia sendiri kan banyak terdapat aliran-aliran kepercayaan, nah yang membedakan Sapta Darma dengan aliran-aliran kepercayaan lainnya itu apa pak?

J: kalo yang terdaftar di anu, hmm Kementrian Budaya dan Pariwisata Penjelasan informan sana kan atau Kesbangpol Depdagri itu kan sekitar 900an aliran mengenai aliran kepercayaan di Indonesia ini. Persisnya ya kurang dari itu mungkin. kepercayaan di Indonesia Terus pada tahun 70an itu ada Sarasehan Kepercayaan Nasional, itu diputuskan bahwa aliran kepercayaan di Indonesia itu dibagi dalam tiga kelompok. Kelompok kerokhanian, yang isinya hanya Sapta Darma. Terus kejiwaan, dan lalu Kebatinan..

T: Nah itu yang membedakan antara ketiga itu apa pak?

J: Ya, kalau masalah kejiwaan dan kebatinan itu isinya macem-macem mas.. Manunggaling Kawulo dan Gusti dan sebagainya. Terus masih banyak yang, mohon maaf lho ini, berbau klenik. Kalau di Sapta Darma itu murni kerokhanian hubungan antara manusia dengan Tuhannya. Di Sapta Darma seperti itu, jadi ya bedanya seperti itu.. dan di Sapta Darma juga mengajarkan lama-lama untuk mengurang kepercayaan terhadap sesuatu yang sifatnya klenik, di Sapta Darma seperti itu..

T: Dan kalau yang saya lihat kan, kalo banyak penghayat kepercayaan lainnya yang masih menganut agama formal, tapi kalau Sapta Darma itu tidak.. mungkin itu salah satu pembedanya ya pak?

J: Sebetulnya itu kita ya nggak masalah ya, karena awalnya warga Konflik yang menimpa Sapta Darma itu berasal dari warga yang bermacam-macam juga. Ada komunitas Sapta Darma Islamnya, ada katoliknya dan sebagainya. Tapi makin kesini makin kesini ada kelompok yang istilahnya garis keras lah.. itu sangat-sangat apa ya, meresahkan kita, sebab kejadian di Paringkembang ini didatengi, terus ditanya KTP-nya. KTP-nya Islam, kan kebanyakan seperti itu. Lalu mereka bilang naah ini sesat ini, lalu dipukuli dan J: Sebetulnya itu kita ya nggak masalah ya, karena awalnya warga Konflik yang menimpa Sapta Darma itu berasal dari warga yang bermacam-macam juga. Ada komunitas Sapta Darma Islamnya, ada katoliknya dan sebagainya. Tapi makin kesini makin kesini ada kelompok yang istilahnya garis keras lah.. itu sangat-sangat apa ya, meresahkan kita, sebab kejadian di Paringkembang ini didatengi, terus ditanya KTP-nya. KTP-nya Islam, kan kebanyakan seperti itu. Lalu mereka bilang naah ini sesat ini, lalu dipukuli dan

sebagainya. Ya itu di daerah Paringkembang, Gamping di Sleman.ya biasalah orang-orang yang merasa benar sendiri.. jadi kita, ajaran kita mengajarkan, istilahnya itu ngalah. Ngalah itu bahasa jawanya itu, bisa bahasa jawa kan sedikit-sedikit? Hehehehe.. ngalah itu artinya mendekat pada Allah, mendekatkan diri kepada Tuhan. Ngalah bukan berarti kalah bukan.. jadi kita selalu mendekatkan diri pada Tuhan, karena semua yang terjadi di dunia ini semuanya isilahnya Tuhan yang murba wasesa, atau kekuasaan mutlak, kita orang tidak bisa apa-apa.

T: Terus ciri dari ajaran kerokhanian ini apa sih pak?

J: yaa hanya ngolah rohani, rohani saja. Jadi tidak mencari, kalo kebatinan dan kejiwaan itu kan umumnya mencari yang hebat, biar sakti, pokoknya biar macem-macemlah, biar jualannya laku dan sebagainya. Kalau kami disini khusus hanya percaya kepada Tuhan. Semuanya ya Tuhan, yang diolah rohani. Jadi nggak ada disini yang macem-macem, yang ingin jadi pendekar hahahahahaa.. Jadi nggak ada itu, yang diolah rohani.

T: lalu kalau untuk keorganisasian sendiri, apakah sudah ada pencatatan pak berapa banyak jumlah penghayat? J: Menurut data yang kami, hmm bukan tertulis secara pasti ya mas, Keorganisasian Sapta jadi kurang lebih ya, di Indonesia kan ada 33 Provinsi, diantara 33 Darma Provinsi itu sudah ada warganya semua. Tapi yang sudah melembaga itu baru di 17 provinsi. Jadi yang sudah ada Persada-nya dan sebagainya.

T: Nanti kedepannya apakah ada agenda untuk pencatatan penghayat itu sendiri pak?

J: Ya sambil berjalan ya mas, karena dari Departemen Dalam Negeri juga

minta, dari Depbudpar

permasalahannya karena di Indonesia ini sudah seperti itu, yah dasar hukumnya sudah ada, tapi pelaksanaannya tetep masih ada diskriminasi. Jadi pengurusan itu ada daerah yang sudah gampang, ada juga daerah yang masih sulit. Ya karena itulah, tergantung birokrasinya di tiap-tiap daerah mas..

T: Misalnya gini nih pak, kalo bapak bisa ngasih angka minimal pak. Berapa sih di Indonesia itu jumlah penghayat Sapta Darma-nya?

J: Kalo untuk Sapta Darma ya sekitar, hmm ada 10 jutaan lah.. Dan perlu dicatat juga ya ini juga sudah berkembang ke Mancanegara. Seperti di Jepang, Malaysia, Singapura, Papua Nugini, Australia, Belanda, Norwegia, tempo hari itu Suriname juga minta didatengi, ada sekitar 40 KK.

T: Itu kebanyakan yan membawa ke luar negeri itu dari mana pak?

J: Ya ada yang anu hmm, orang lain yang beritahu, ada juga yang lihat internet. Jadi ya begitu mas..Ya ada juga yang dateng kesini juga, kayak mas begini, menggali informasi. Kemarin itu ada juga dari Asia Pasifik itu ya, dari beberapa negara itu datang. Istilahnya mereka itu mengadakan riset gitu. Dan dari situ juga kan mereka bertanya dan kita J: Ya ada yang anu hmm, orang lain yang beritahu, ada juga yang lihat internet. Jadi ya begitu mas..Ya ada juga yang dateng kesini juga, kayak mas begini, menggali informasi. Kemarin itu ada juga dari Asia Pasifik itu ya, dari beberapa negara itu datang. Istilahnya mereka itu mengadakan riset gitu. Dan dari situ juga kan mereka bertanya dan kita

mengenalkan kan ya, setelah itu banyak dari mereka yang merasa tertarik gitu ya, ya terus ya sujud..

T: nah menurut bapak nih, secara umum ya pak ya.. Masalah apasih yang masih terjadi pak pada penghayat Sapta Darma ini pak?

J: kalau secara intern saya rasa tidak ada ya, kalau secara ekstern ya itu Masalah diskriminasi mas perlakuan yang kurang adil itu loh, masih ada diskriminasi.. yang dialami oleh meskipun payung hukumnya sudah kuat. Payung hukumnya kan jelas penghayat Pancasila, UUD 45 Pasal 29 Ayat 2, Pasal 28 mengenai HAM, UU no.23 tahun 2006, PP no.37 tahun 2007, komplit mas. Tapi di daerah- daerah ini mas, ya masih seperti itu. Ya seperti Mas Robi itu, kemarin itu ngurus di Jogja ngurus KTP, bisa mas, tapi jalannya lika-likunya dipersulit. Nah itu tergantung dengan kita, hubungan dengan pejabatnya gimana. Nah kalo saya misalnya, hubungan dengan bupatinya baik, dengan camatnya baik, nggak usah diminta udah dikasih aja..

T: iya pak, jadi kalau sebagai ilustrasi itu dulu waktu saya itu di Bandungan, banyak penghayat dari kalangan generasi tua yang dalam kolom agamanya di KTP itu seringkali dipermainkan dengan diisi agama tertentu oleh pihak kelurahan ya pak, apakah hal-hal yang seperti itu masih ada pak?

J: Ooh masih, seperti halnya terjadi itu di daerah Brebes. Sudah diberitahu, mengisi datanya pake kolom yang nomor tujuh, yaitu yang lainnya. Tapi keluarnya ya masih saja begitu, karena takutnya itu distip-stip (dihapus .red) ini kan sudah melanggar hukum, akhirnya ia nggak mau kan mas, karena melanggar hak asasi, akhirnya diurus diurus lagi baru akhirnya ditulis kepercayaan. Kalau saya pribadi sih, agama saya ya Sapta Darma sudah. Karena awal wahyu ini kan adalah agama, mereka bilang agama terakhir agamanya mereka ya nggak masalah. Orang kekuasaannya nggak ada yang melebihi Tuhan. Agama menurut kita, menurut ajaran Sapta Darma itu, A-nya itu asal mula manusia, GA-nya istilah Jawanya itu gama, yang artinya itu air suci. Kalau dari bapak itu sperma, kalau ibu itu ovum. Terus yang terakhir itu Ma atau maya yang artinya itu sinar Tuhan. Karena terjadinya manusia itu dari tiga unsur itu.

T: Terus kalau diskriminasi terhadap penghayat sapta darma sendiri di pemerintahan itu gimana pak?

J: Ooh ya jelas, di pemerinahan itu apalagi Sapta Darma, selain Islam Diskriminasi penghayat aja istilahnya ya.. satu contoh lah ya, misalnya waktu Jusuf Kalla jadi di pemerintahan wakil presiden, iu orang Sulawesi itu diprioritaskan..Hahahahahaaa.. tapi betul, ini kenyataan, di jajaran pemerintahan itu memang ada diskriminasi. Coba sekarang mana, bupati, gubernur, harus Islam semua. Ini apa tatanan seperti ini apa bener? Ya nggak bener, tapi kenyataannya seperti itu, yang salah ya disitu.. Tapi kalau menurut dia bener ya silakan saja lah. Kalau kami, kepercayaan kami kepada Tuhan ya terserah urusan Tuhan. Jadi masih terjadi diskriminasi, apalagi untuk kita. Yang beragama Kristen, Katholik, Hindu, saja masih dipetak-petak.. itu saja istilahnya yang agama formal saja masih seperti itu. Kalau kita dibuka keran sebebas-bebasnya sesuai dengan J: Ooh ya jelas, di pemerinahan itu apalagi Sapta Darma, selain Islam Diskriminasi penghayat aja istilahnya ya.. satu contoh lah ya, misalnya waktu Jusuf Kalla jadi di pemerintahan wakil presiden, iu orang Sulawesi itu diprioritaskan..Hahahahahaaa.. tapi betul, ini kenyataan, di jajaran pemerintahan itu memang ada diskriminasi. Coba sekarang mana, bupati, gubernur, harus Islam semua. Ini apa tatanan seperti ini apa bener? Ya nggak bener, tapi kenyataannya seperti itu, yang salah ya disitu.. Tapi kalau menurut dia bener ya silakan saja lah. Kalau kami, kepercayaan kami kepada Tuhan ya terserah urusan Tuhan. Jadi masih terjadi diskriminasi, apalagi untuk kita. Yang beragama Kristen, Katholik, Hindu, saja masih dipetak-petak.. itu saja istilahnya yang agama formal saja masih seperti itu. Kalau kita dibuka keran sebebas-bebasnya sesuai dengan

kemerdekaan, hak asasi manusia, Islam itu nggak ada separo di Indonesia, ya karena Islam KTP semua.. tapi apa boleh buat, lha wong negaranya seperi itu ya.. apalagi wewarah kita kan nomor dua itu kan dengan jujur dan suci hati selalu menjaga dan menjalankan undang- undang negaranya, apa boleh buat.. Tapi bukan berarti juga kami mengikuti hal yang salah.

T: Itu ada semacam advokasi ke tingkat pemerintah nggak pak terkait hal tersebut?

J: Oh ada, justru sekarang ini dari pihak pemerintah, khususnya Advokasi terhadap instansi terkait, dari Kementrian Dalam Negeri lewat Kesbangpol-nya, masalah-masala yang dari

Direktur dialami oleh penghayat. Kepercayaannya, selalu menggali sebenarnya jatidiri bangsa itu apa. Ya di kepercayaan itu. Cuma kepercayaan itu juga banyak yang amburadul lah.. Organisasi papan nama tok, kalau Sapta Darma dengan Persada-nya sudah legal sekali, sudah terdaftar di Kementrian Dalam Negeri, di Budaya dan Pariwisata (Kementrian .red) sudah nggak diragukan lagi. Tinggal kita melaksanakan ini, yah menjaga keseimbangan lah dengan yang lainnya. Kami jika memaksa kehendak kami ya juga nggak bisa, kami ini semuanya terserah Tuhan sih.. kami ini diajarkan untuk percaya betul adanya Tuhan, dibuktikan dan dirasakan kalau Tuhan itu ada bagaimana, bukan di mulut tok. Nah ini kekhususan kerokhanian Sapta Darma ya itu, jadi benar-benar harus bisa mengenal Tuhan. Sebelum mengenal Tuhan, harus mengenal hidupnya sendiri. Bagaimana kita mau mengenal-Nya hidunya sendiri saja nggak kenal. Karena tujuannya Sapta Darma adalah memayu hayuning bagya buwana , membangun dunia yang tentram dan sebagainya. Sebelum ke dunia makro, ya ke dunia mikronya dulu.

Menteri Kebudayaan

T: Ada banyak orang yang mengidentifikasi ajaran Sapta Darma itu sebagai ajaran kejawen atau kejawaan, itu menurut bapak bagaimana?

J: Kalau menurut saya, setelah saya menghayati ajaran Sapta Darma, Mengenai ajaran Sapta justru saya justru mengerti bahwa ooh ajaran dari wayang itu, itu disini Darma bisa dibuktikan semua. Contoh wayang, terus situs-situs yang ada ya seperti sumur jalatunda dan sebagainya itu kan sebelum ada Sapta Darma kan sudah ada, terus aksara hanacaraka, aksara jawa ya, itu sebelumnya itu kan ada Raja jawa yang namanya Ajisaka yang menciptakan huruf itu, itu juga mengandung filosofi yang luar biasa sebenernya. Tapi karena waktu itu kita dijajah, jadi ya berusaha untuk dimatikan. Padahal itulah jatidiri bangsa yang luar biasa. Ya semoga saja dengan Sapta Darma bangsa kita akan menemukan jatidirinya, karena wahyunya seperti itu.

T: Kalau bapak sendiri perjalanan kerohanian bapak sebagai penghayat Sapta Darma itu sendiri bagaimana pak?

J: Jadi saya itu mulai dari SMA kelas satu, prosesnya jadi bapak saya Perjalanan relijius itu kan juga warga Sapta Darma, saya menentang tadinya. Setelah saya Informan itu ada kesulitan, saat saya menjelang ujian, saya kan lapor orangtua, lalu mereka bilang salahmu sendiri kamu nggak mau. Lha saya waktu itu sudah nggak peduli omongan orangtua, saya belajar lalu buka-buka buku lalu di dalamnya ini lembarannyaada gambar simbol itu, terselip J: Jadi saya itu mulai dari SMA kelas satu, prosesnya jadi bapak saya Perjalanan relijius itu kan juga warga Sapta Darma, saya menentang tadinya. Setelah saya Informan itu ada kesulitan, saat saya menjelang ujian, saya kan lapor orangtua, lalu mereka bilang salahmu sendiri kamu nggak mau. Lha saya waktu itu sudah nggak peduli omongan orangtua, saya belajar lalu buka-buka buku lalu di dalamnya ini lembarannyaada gambar simbol itu, terselip

T: setelah bapak melaksanakan ajaran Sapta Darma ini setelah SMA, terus dalam perjalannya bagaimana pak, bapak dengan identitas bapak sebagai Sapta Darma sendiri?

J: Ooh saya awalnya kan kerja di BRI. Sesulit apapun kata orang, Dinamika identitas karena kepala-kepala saya orang agama ya, tapi kenyatannya setiap informan sebagai tahun tiap desember kan saya harus kesini ya sebagai tuntunan penghayat Sapta Darma kabupaten ya, harus mengikuti penataran rohani selama enam hari enam malam itu ndak minta cuti malah diberi cuti oleh pimpinan, kamu ini biasanya setiap desember pergi ke Jogja ini cutinya, bener ya dengan menggunakan ajaran ini, saya selalu minta kepada Tuhan agar pimpinan saya baik dengan saya, ya hanya itu sajalah. Bukan baiknya karena kita nyogok, ya enggak.. saya juga nggak pernah karena yang lainnya itu kan untuk mencari jabatan itu kan, biasalah nggak asing lagi, kalau saya mah apa adanya.

T: Jadi selama ini bapak nggak ada kendala dengan identitas bapak?

J: ya nggak ada lah.. ya karena disini memang nggak ada muatan apa- apa sih. Karena saya meyakini kalau Sapta Darma itu adalah pegangan hidup saya. Dan keluarga saya dulu berangkat dari Islam lo.. dari muddi atau mubaligh yang ngurusin agama di desa lah. Tapi setelah mengetahui lantas semua sujud semua.

T: Jadi nggak ada sama sekali kesulitan ya pak ya?

J:Ya meskipun ada, ya bisa diatasi lah..

T: Jadi untungnya waktu di BRI itu birokrasinya tidak mempersulit ya pak?

J: Iya malah saya sumpah janji jabatannya pakai cara kepercayaan.. saya sendiri.. memang kepala saya itu memang mendudukkan yang sebenarnya. Dari kalimantan itu, saya sendiri juga heran kok. Kalau nggak dari Tuhan kok hahahahahaa.. Saya ya anu bersyukurlah nggak ada halangan. Kalau ada masalah apa-apa, warga saya di kecamatan atau di Koramil kalau saya datengi ya, mungkin karena saya sudah kenal ya, loh kok anak buahnya bapak kok, saya bilang saya tidak punya anak buah, ini warga saya kok.. Terus dia bilang ini nih masalah KTP, lalu saya bilang, kan sudah ada undang-undangnya No 1 tahun J: Iya malah saya sumpah janji jabatannya pakai cara kepercayaan.. saya sendiri.. memang kepala saya itu memang mendudukkan yang sebenarnya. Dari kalimantan itu, saya sendiri juga heran kok. Kalau nggak dari Tuhan kok hahahahahaa.. Saya ya anu bersyukurlah nggak ada halangan. Kalau ada masalah apa-apa, warga saya di kecamatan atau di Koramil kalau saya datengi ya, mungkin karena saya sudah kenal ya, loh kok anak buahnya bapak kok, saya bilang saya tidak punya anak buah, ini warga saya kok.. Terus dia bilang ini nih masalah KTP, lalu saya bilang, kan sudah ada undang-undangnya No 1 tahun

1974 pak, saya bilang begitu. Katanya kalau memaksakan kehendak tentang keyakinan ini kan melanggar HAM. Yaa akhirnya nggak apa- apa, ya diskusi biasalah.. akhirnya lama-lama kan tahu, oh Sapta Dara ini nggak ada masalah apa-apa. Ini keadaan yang nyata ya sehari-hari, artinya ya seperti itu.

T: Terus kalau secara keorganisasian itu kan ada tuntunan agung, lalu ada staf-stafnya. Itu fungsi dan tugasnya itu seperti apa ya pak?

J: Iya, Tuntunan Agungnya itu Pak Saekoen ini, saya sebagai Fungsi dan tugas pembantunya, staf tuntunannya. Jadi ya membantu tugas staf tuntunan keorganisasian Sapta agung. Dalam bidang rohani komplit semuanya. Tapi semua keputusan Darma mutlaknya ada di tangan tuntunan agung. Kami nggak bisa melanggar sendiri-sendiri. Terus pada level bawahnya itu ada Persada. Persada itu muncul karena adanya Undang-undang No. 8 Tahun 1985. Karena harus membentuk organisasi kemasyarakatan lah. Itu Persada ya bisa dibubarkan, ya kalau undang-undang itu dihapus ya bisa bubar. Jadi ya semakin kesini semakin direformasi ya semakin baik. Keuntungan kami ini, karena kami ini jumlahnya banyak, ada yang kepercayaan dari yang kebatinan dan kejiwaan perorangan, hanya segelintir orang. Itu bedanya disitu, ada yang sudah baik organisasinya seperti Pangestu, Sumarah, Trijaya, Tegas juga ya hampir sama dengan kita. Taapi kalau jumlah warganya ya nggak ada yang nandingi Sapta Darma.

T: Itu mulai era-era kapan ya pak warganya mulai banyak?

J: Sebenernya sejak Panuntun Agung Sri Gutomo ini menerima wahyu Sejarah penyebaran tahun 1952 Desember, terus 1953nya dapet wahyu racut, 1954nya ajaran Sapta Darma simbol pribadi manusia dan wewarah tujuh, ini sudah wah luarbiasa orang-orang ini datang. Tapi adanya Dukun Tiban di Kediri, orang pintar yang mendadak gitu lo mas. Seperti tempo hari itu Ponari didatengi orang dari mana-mana. Nah setelah 56 baru keluar dari Pare karena ya diutus oleh Tuhan itu, tadinya ya nggak mau.. Karena beliau tahu resikonya itu tinggi, ya nyawa. Dia tahu Isa saja disalib, iya tho? Nabi Muhammad sampe ke gua Hira ditimpuk batu dan sebagainya. Tapi karena lama kelamaan dipaksa, burung kesayangannya sampe diputus sama orang tersebut. Ngertinya orang padahal itu utusan Tuhan, karena setiap dia ngomong ini keluar sinarnya dari mulut. Dan tahu kalau dia membawa dua bilah keris yang tempo hari waktu beliaunya racut diberi itu. Ya setelah dia mau ya dirangkul, diciumi, ya jalan sudah. Sebab disamping itu juga ya keluarganya juga masih kecil-kecil, sosial ekonominya juga dibawah standar, jadi bisa dimaklumi. Tapi orangnya bilang, jangan kuatir, urusan keluarga itu urusan Tuhan. Nah dia baru keluar, menyebar ke seluruh Indonesia. Keluar itu sudah berjuta-juta warganya, teruama dari angkatan laut, kepolisian, waktu itu kan ada PRRI, DI/TII, udah itu TNI ABRI yang waktu itu untuk menjaga diri ikut Sapta Darma.. ya bukan mencari kekuatan, tapi kenyataannya sesudah mereka sujud, selamat lah.. Yang dicari kan selamat, buakn berarti tidak mempan ditembak, tapi kan kalau ditembak lalu tidak kena kan selamat…Hehehehee.. Nah setelah

terjadinya 1965, ahh kita dipojokkan lagi, banyak warga yang takut lah. Karena keyakinannya belum stabil. Dengan adanya seperti di Jawa Tengah banyak yang diproses lah, dieksekusi tanpa diproses hukum dan lain sebagainya. Tapi dari warga kita selamat, nggak ada yang terjadinya 1965, ahh kita dipojokkan lagi, banyak warga yang takut lah. Karena keyakinannya belum stabil. Dengan adanya seperti di Jawa Tengah banyak yang diproses lah, dieksekusi tanpa diproses hukum dan lain sebagainya. Tapi dari warga kita selamat, nggak ada yang

kena sih. Tapi kan takut juga, dikejar-kejar disangkanya PKI. Iya kadi dipojokkan, katanya kita itu PKI, ya sama golongan mayorias lah. Jadi setelah itu periodenya itu kan beliau meninggal tahun 1964 kan, terus diganti oleh Sri Pawenang. Ya pasang surut lah, sesuai dengan wewarahnya itu ya kita yakin bahwa dunia ini ya tidak abadi lah. Katanya sampe sekarang di mancanegara banyak yang mengikuti. Kemarin itu baru penataran rohani atau penggalian untuk remaja disini, dari seluruh Indonesia. Kalau ibu-ibunya itu di Kediri. Di tempat penerimaan wahyu di Pare, Kediri. Disini pusatnya untuk pengembangan ya disini. Dan kalau kita lihat lagi, beliau ini memang orang yang sangat istimewa. Jadi di Sapta Darma itu yang hebat ya beliau, sebab ukuran badannya ini semua terukur semua. Ini garis-garis tangannya juga sama, jadi ukurn mulut, matanya persis, ruas-ruas jarinya persis, itulah kehebatannya. Apa yang disabdakan dan diucapkan beliau ya terjadi semua. Tapi kita juga diperintahkan, warganya, jika ingin sujud yang benar, tidak mbebek istilahnya atau ikut-ikutan,jadi ya benar-benar menyembah kepada Tuhan dengan ajaran yang benar ya selamet lah.waktu gempa ya, ya kena gempa, tapi selamet ya nggak apa-apa, itu jadi pembuktian-pembuktian rohani disitu. Jadi beliaunya itu awalnya diutus untuk menyebarkan awalnya nggak mau, namun setelah beliau mau beliau meminta syarat supaya mau mengembangkan Sapta Darma, asal satu tidak mengeluarkan darah setetespun, terus kedua diberi mudah sabda, sabda itu ucapan yang mukjizat. Kalau sabda waras ya orang sakit itu bisa sembuh. Terus yang ketiga, siapa yang menghalang-halangi Sapta Darma, rawe- rawe rantas malang-malang putung , itu keyakinan kita seperti itu, jadi Sapta Darma ini proyeknya Yang Maha Kuasa, ya Tuhan. Da itu ya terbukti, jadi orang-orang yang menetang Sapta Darma, ya jangan tanya.. Kita nggak mengharapkan seperi itu, ya monggo, ya ajarannya damai, tenteram, dan toleran. Nah sekarang ini saya senang, muncul komunitas-komunitas dan LSM-LSM yang mengarah ke kedamaian. Nanti tanggal 25 ini kami mengundang seluruh LSM di Jogja, kurang lebih ya 100 orang, dalam hal mereka-mereka ini ingin tahu mengenai Sapta Darma juga.

T: Oh iya pak, kalau untuk pendanaan keorganisasian ini ditanggungnya lewat apa ya pak?

J: ya warga, ya secara swadaya. Tapi ya yang ndlalah ya ada ya, Masalah pendanaan kadang-kadang ada pengusaha yang sukses, ya nyumbang. Kalau organisasi. nyumbang lewat yayasan, ya nggak masalah sih. Tapi kalau perorangan, saya nerima amplop itu ya sangat dilarang, nggak boleh. Soalnya saya kan tahu sendiri kalau saya nerima ini ya resiko, dari Tuhan yang nerima. Kalau mau lewat yayasan ya monggo, silahkan..

Catatan lapangan Informan RW Informan

: RW (Menikah, 29 Tahun, Staf Persada Pusat)

Pewawancara

: Arman Riyansyah : Arman Riyansyah

Lokasi Wawancara

: Sanggar Candi Sapta Rengga, Jalan Surokarsan MG.II/472, Jogjakarta

Tanggal / Waktu

: Kamis, 15 Juli 2010, Pukul 10.15-11.10 (± 45 Menit)

Catatan Observasi dan Transkrip Kategori / Keterangan Catatan Pribadi

Sebelum melakukan wawancara, penulis pertama-tama mencoba berhubungan dengan pengurus Persada Pusat Jogjakarta melalui jejaring pertemanan Facebook. Dari situ kemudian penulis mendapatkan semacam “izin” unuk melakukan wawancara dengan pengurus atau staf Sapta Darma. Pada awalnya penulis melakukan janji untuk mengadakan wawancara dengan informan IK, namun karena berhalangan, beliau meminta suaminya, informan RW yang juga staf Persada Pusat, untuk menggantikan. Wawancara dengan Informan RW berlangsung pada Kamis siang pada tanggal 15 Juli 2010. Wawancara berlangsung di Sanggar Candi Sapta Rengga sekaligus Kantor PERSADA Pusat di daerah Taman Siswa, Jogjakarta. Sanggar ini didirikan pada pertengahan 1960 hingga pertengahan 1964.

Sanggar Candi Sapta Rengga juga sekaligus Kantor PERSADA Pusat terletak di sebuah daerah pemukiman yang cukup padat, jalan masuk menuju lokasi merupakan sebuah pemukiman penduduk. Bangunan Sanggar terdiri atas bangunan utama berupa Sanggar tempat para penghayat melakukan penggalian. Sementara dibalik tempat sanggar, terdapat kediaman Sri Pawenang yang masih dijaga keasliannya sampai sekarang. Di dalamnya terdapat kamar dan barang-barang pribadi peninggalan Sri Pawenang, juga foto-foto beliau semasa aktif sebagai Tuntunan Agung Sapta Darma. Sementara itu disamping sanggar, terdapat bangunan dua tingkat yang merupakan pusat administrasi Persada Pusat. Di tingakt pertama terdapat semacam auditorium, sementara di tingkat kedua terdapat ruangan-ruangan kantor tempat para staf tuntunan dan ruangan komputer dan perpustakaan arsip.

Transkrip Wawancara:

T: Iya jadi begini mas, saya tertarik meneliti, kan dari sekian banyak sanggar dan komunitasnya saya tertarik meneliti sanggar dn komunitas yang ada di Jakarta mas, terutama yang di Radio Dalam..

J: Ooh iya, jadi begini mas, jadi untuk struktur di kelembagaan Sapta Darma sendiri, disini pusat ya, sementara untuk turnnya wahyu itu sendiri itu di Pare, Kediri. Kalo untuk pusat pengembangan ajarannya di Jogja..

T: Kenapa nggak di Pare Kediri mas?

J: Jadi itu, istilahnya dari yang menerima wahyu ya, jadi itu saya tidak bisa menceritakan secara lebih ya, nanti kan ada porsinya sendiri.. Nanti mungkin bisa dijelaskan oleh bapak staf tuntunan sendiri. Jadi saya juga sering mendampingi bapak dalam menemani teman-teman yang mengadakan riset disini. Jadi saya pada umumnya menjelaskan masalah (tuntunan.red) remaja, jadi kalau menanyakan bagian remaja, bisa dengan saya. Terus kalo untuk struktur kelembagaannya ini persis mirip pemerintahan, kalo disini ini pusatnya, ibaratnya itu kantor pusatnya. Jadi pusat J: Jadi itu, istilahnya dari yang menerima wahyu ya, jadi itu saya tidak bisa menceritakan secara lebih ya, nanti kan ada porsinya sendiri.. Nanti mungkin bisa dijelaskan oleh bapak staf tuntunan sendiri. Jadi saya juga sering mendampingi bapak dalam menemani teman-teman yang mengadakan riset disini. Jadi saya pada umumnya menjelaskan masalah (tuntunan.red) remaja, jadi kalau menanyakan bagian remaja, bisa dengan saya. Terus kalo untuk struktur kelembagaannya ini persis mirip pemerintahan, kalo disini ini pusatnya, ibaratnya itu kantor pusatnya. Jadi pusat

pengembangan ajarannya itu ya disini. Ada juga di tingkat provinsi mas, jadi ada juga kelembagaan di ingkat provinsi, kabupaten kota sampai kecamatan.

T: Kalau di Indonesia sendiri, hanya ada di Pulau Jawa saja atau sampai diluar pulau Jawa mas?

J: Hampir se-Indonesia mas, hampir berapa puluh provinsi gitu yang tergabung mas.. Jelasnya sendiri sih masih belum bisa Keberadaan Sanggar dan terkoordinir berapa pastinya. Yang dimintai sama pemerintah ini Organisasi Sapta Darma kan harus ada kapasitas, yang terdaftar di pemerintahan, istilahnya di daerah-daerah di kan itu ada aturannya sendiri. Tapi kalau istilahnya beberapa Indonesia orang, beberapa orang di daerah tertenu itu ada, di Papua sendiri pun itu ada. Jadi hanya segelintir, jadi istilahnya kan kalau cuma ada segelintir orang kan kalau ingin mengajukan kan ijin ke pemerintahnya itu kan tidak bisa. Ada standar sendirinya kan dari pemerintah..

T: Kalau standarnya sendiri itu mas sendiri tahu? Misalnya sebuah aliran kepercayaan itu harus minimal memiliki berapa anggota gitu?

J: jadi saya kurang begitu tahu mas, mungkin nanti, jadi kebetulan ya, pengurus persatuan warga Sapta Darma Pusat itu sendiri Pak Turmudji itu kan sekarang menjabat sebagai Staf Tuntunan Agung ya, jadi beliau baru tadi pagi berangkat dari Pemalang. Jadi kalau disini diisi oleh bapak-bapak dari luar kota secara bergantian, jadi sistemnya piket..

T: kalau mas sendiri disini sebagai apa mas?

J: Kalau saya sendiri disini sebagai salah satu pengurus..

T: Oh iya mas, kalau soal keorganisasian sendiri itu kan ada yang namanya Persada terus ada yang namanya Yasrad, iu bisa dijelaskan mas?

J: Di dalam kelembagaan Sapta darma ini ada tiga lembaga, kalau di pusat sini ada namanya Tuntunan Agung, lembaga Tuntunan Struktrur kelembagaan Agung, ini bidangnya yang menangani seluruh masalah Sapta Darma. kerokhanian,

masyarakatnya ya, yang mengurusi di masyarakat dan pemerintahannya ini ada Persada Pusat, atau Persatuan Warga Sapta Darma Pusat..

T: Jadi itu lebih ke masyarakat dan ke hubungan pemerintahannya ya mas..

J: Iya, khusus menangani..

T: Terus kalau yang satu lagi?

J: Terus kalau untuk Yayasan Srati Darma atau Yasrad, ini adalah Bokor Kencana atau istilahnya bagian yang mendanai seluruh J: Terus kalau untuk Yayasan Srati Darma atau Yasrad, ini adalah Bokor Kencana atau istilahnya bagian yang mendanai seluruh

kegiatan yang dilakukan oleh Sapta Darma.

T: Jadi yang berhubungan dengan pendanaan ya..

J: Iya, pendanaan mas..

T: Kalau pendanaannya itu sendiri sifatnya bagaimana mas?

J: sifatnya ini, istilahnya ini kayak jimpitan ya, jadi swadaya warga sendiri. Kalau disini kan namanya warga ya, warga Sapta Darma..

T: Terus kalau disini apa memiliki koperasi atau bisnis dalam menghimpun dana gitu mas?

J: Sebenarnya ada juga, seperti yang di sebelah ini kan, Jamu Mengenai sumber Sapta Sari, itu ada, terus koperasinya juga ada, terus penerbitan pendanaan organisasi juga ada, jadi yang mengeluarkan segala jenis buku ya mas, buku- Sapta Darma buku yang bisa dipelajari oleh warga Sapta Darma.

T: Jadi Persada itu kan bagian yang dikhususkan untuk kemasyarakatan, apa ada bagian-bagiannya tertentu mas?

J: Ada semua mas. Jadi Ketua Umumnya itu ada, jadi ketuanya Bidang-bidang dalam ada, Ketua Bidang Kerokhanian dan Budaya itu juga ada, keorganisasian Sapta kemudian Ketua Bidang Hukum dan Keorganisasian juga ada, Darma. terus Ketua Bidang Kesejahteraan itu juga ada.

T: Wah jadi lengkap ya mas..

J: Iya, jadi ketua remaja pusat juga ada, terus ketua bidang wanita juga ada..

T: Kalau pemilihan jabatan ketua itu mekanisme seperti apa mas??

J: Lewat sarasehan, ya jadi setiap lima tahun. Kalo untuk pusat ini Mekanisme pemilihan sarasehan agung mas, kalo di daerah itu sarasehan daerah. Jadi pengurus Organisasi sebenernya sama, nanti setiap kabupaten, kota, dan propinsi, atau Sapta Darma. kecamatan sendiri itu ada namanya lembaga tuntunan, mulai dari provinsi sampai kecamatan itu ada. Sampai ke tingkat yang paling kecil itu kecamatan.

T: Kalau organisasi Sapta darma sendiri apakah sudah melakukan pencatatan jumlah anggota? Untuk penghayat yang tercatat maupun untuk yang belum tercatat..

J: Sebenernya untuk detailnya, sebenernya kita sedang dalam Estimasi jumlah rangka namanya itu mengumpulkan data.. karena gini ya mas, penghayat Sapta Darma segala perubahan yang kita inginkan dari pihak Sapta Darma Pusat di selurh Indonesia ini kan, memang harus langsung berkaitan dengan yang di daerah. Jadi memang istilahnya masih belum terkoordinir betul. Memang J: Sebenernya untuk detailnya, sebenernya kita sedang dalam Estimasi jumlah rangka namanya itu mengumpulkan data.. karena gini ya mas, penghayat Sapta Darma segala perubahan yang kita inginkan dari pihak Sapta Darma Pusat di selurh Indonesia ini kan, memang harus langsung berkaitan dengan yang di daerah. Jadi memang istilahnya masih belum terkoordinir betul. Memang

kalau yang di pusat sendiri kan menginginkan, jadi bagaimana mungkin pihak-pihak di daerah ini kan bisa melakukan pencatatan atau pendataan warga. Kebetulan yang telah kami data ini baru nama tuntunan, nah kalo di Jawa Tengah sendiri, kalau boleh saya kasih gambaran, warga Sapta Darma di Jawa Tengah ini lengkap tersebar di 35 Kabupaten Kota.

T: Nah itu kan yang di Jawa Tengah sendiri ya mas, kalau jumlah penghayatnya di Jawa Tengah sendiri itu berapa kira-kira mas?

J: jadi belum tahu kepastiannya berapa itu belum tahu mas.. tapi yang jelas ya memang banyak mas, jutaan orang ya ada mas seluruh Indonesia..

T: Jadi nanti kalau tiap-tiap sanggar itu apakah memiliki data mas, misalnya berapa jumlah penghayat tiap sanggarnya gitu, apa sudah ada mas di tiap-tiap sanggar?

J: Jadi sebenarnya ya mas, keinginan dari pusat itu kan ingin ya Kendala-kendala dalam mas, melakukan semacam pendataan. Tapi kalau kita langsung pencatatan jumlah menjalankan dari atas lalu langsung ke daerah ini kan artinya kita penghayat. tidak mengoptimalkan peran organisasi yang di daerah. Sebenarnya kan ada bagian-bagian sendiri. Seharusnya kan dari pusat sendiri kan hanya melakukan koordinasi ya, koordinasi dengan provinsi, lalu provinsi dengan daerah.. sebenarnya kan yang punya warga (data warga.red) kan orang-orang di daerah. Kalo provinsi dan pusat kan sifatnya kan hanya administrasi.

T: Berarti ini sanggar yang di pusat ini buat administrasi ya mas ya? Kalo yang di Jogjakarta ini ya..

J: Jadi di sini kan pusat pengembangan ajaran kan mas ya istilahnya, setiap ada aturan-aturan yang khusus atau setiap ada aturan-aturan yang baru, lalu kita buat pemberitahuan di daerah, jadi harus melakukan apa, harus melakukan ini, harus melakukan itu..

T: Jadi hubungan pusat dan daerah itu jadi misalnya pusat yang merumuskan lalu dilanjutkan ke daerah, seperti itu ya mas?

J: Iya, jadi kita pakai surat terus. Jadi kan dalam satu tahun akan ada 5 kali kegiatan untuk penataran rohani kan di pusat sini. Itu kan kita menyurati kan di berbagai daerah kan, kita kasih surat semua terus dari daerah mengirimkan warganya kesini, untuk mengikuti penataran rohani.

T: Selain kegiatan-kegiatan rohani, Persada Pusat sini kegiatannya apa saja ya mas?

J: kalo untuk Persada Pusat sendiri ya, jadi kita membuat sebuah Kegiatan jejaring, jadi istilahnya juga sharing dengan organisasi lain. Di kemasyarakatan yang Jogja sendiri kan ada Aliansi Jogja kan, jadi yang mewadahi dilakukan Sapta Darma. segala organisasi yang ada di Jogja ini. Jadi organisasi itu lintas ya J: kalo untuk Persada Pusat sendiri ya, jadi kita membuat sebuah Kegiatan jejaring, jadi istilahnya juga sharing dengan organisasi lain. Di kemasyarakatan yang Jogja sendiri kan ada Aliansi Jogja kan, jadi yang mewadahi dilakukan Sapta Darma. segala organisasi yang ada di Jogja ini. Jadi organisasi itu lintas ya

mas, tidak mengenal agama, suku, dan ras. Jadi semua organisasi tersebut tergabung di Aliansi Jogja tersebut. Jadi istilahnya kan semua itu kan lengkap ya mas, di wewarah tujuhnya. Karena apa, Sapta itu kan ujuh, Darma ini kan artinya kewajiban. Sebenarnya yang dijalankan warga sapta darma ini ya adalah di wewarah tujuh ini sebagai patokannya. Kayak yang nomor satu, Setya Tuhu Pada Allah Yang Maha Agung , istilahnya kepada Tuhan kan, jadi melakukan hubungan dengan Tuhan. Terus yang nomor dua, secara istilahnya selalu jujur mematuhi undang-undang negaranya. Terus yang ketiga ikut peran serta menyingsingkan lengan baju untuk menegakkan nusa bangsa ini. Jadi semuanya ada mas, dari kemanusiaan ke pemerintahan semuanya lengkap ada disini. Jadi pada intinya ya mas, sampai detik ini tidak ada satupun warga Sapta Darma yang melakukan hal-hal yang sifatnya keluar rel, atau , melanggar hukum.

T: kalau saya boleh anya nih mas, secara umum apa sih Sapta Darma itu mas? Apa sih perbedaannya dengan aliran kepercayaan lainnya?

J: Kalau untuk istilahnya perbedaan-perbedaan dengan aliran kepercayaan lainnya, gini ya mas, rata-rata kalau untuk kepercayaan-kepercayaan lainnya, istilahnya yang saya tahu saja ya mas, saya juga nggak tahu banyak mengenai kepercayaan- kepercayaan lainnya ya mas, karena untuk yang didaerah Jogja sendiri waktu dalam pertemuan HPK itu kan hanya beberapa dari kepercayaan-kepercayaan..

T: HPK itu apa mas?

J: HPK itu Himpunan Penganut Kepercayaan.. jadi disini ini kan juga ada, lalu di daerah-daerah lain kan juga ada. Badan Koordinasi Kepercayaan itu juga ada, kan istilahnya Cuma beberapa kepercayaan juga kan, tapi kalau yang di Sapta Darma sendiri ini kan murni, murni adalah wahyu.

T: Saya dapat informasi juga bahwa warga sapta darma itu sendiri juga sudah tidak lagi ya mas menganut agama formal, mungkin tidak seperti penghayat kepercayaan lainnya yang masih menganut agama formal.. juga ajarannya tersendiri ya mas, terlepas dari agama formal lainnya.. benar ya mas?

J: Sekarang kan, dari Persada Pusat sendiri kan berjuang ya mas Perjuangan Sapta Darma ya, untuk mendapatkan hak-hak sipil. Jadi kalau untuk KTP ini dalam mendapatkan hak- sendiri kan sudah keluarnya UU No.23 Tahun 2006, itu kan hak sipil. tentang adminduk ya, jadi isilahnya semua warga penghayat, bukan hanya Sapta Darma saja ini ya, warga penghayat kepercayaan itu boleh jadi KTP itu dikosongi, atau ditulis kepercayaan sebagainya bisa. Jadi itu hak sipil terhadap warga kepercayaan.

xviii

T: Lalu pada kenyataannya gimana tuh mas? Apa sekarang sudah mudah, atau masih saja dipersulit?

J: Ya kadang-kadang memang masih saja menemui hal-hal yang Kendala-kendala dalam mempersulit ya.. istilahnya ya kita maklum saja.. karena kita juga pemenuhan hak-hak sipil menyadari ya, menyadari bahwa yang ada di kita ini adalah penghayat. kelompok minoritas. Tapi istilahnya dengan semua kebenaran, orang-orang juga pada mikir mas.. kayak waktu saya mengurus KTP saja ya mas, ya memang saya dilempar kesana kemari, tapi istilahnya ya saya diem.. Cuma saya ngikuti aja, nah orang-orang itu mikirnya gini, ini dengan sesuatu yang punya dasar yang benar dan jelas, tapi dibuat kayak apapun, orang ini nurut aja. Akhirnya mereka mikir juga kan, dan akhirnya mereka setuju. Memang istilahnya kita memang tidak pernah melakukan hal-hal yang mberontak mas. Meskipun ini bener dan mesti kita lakukan, namun di Sapta Darma sendiri ditekankan untuk itu. Memang kita diajarkan supaya warga Sapta Darma ini bisa berbudi luhur. Jadi istilahnya bisa membuat orang ini bahagia dan senang, gimana caranya itu orang lain tidak kecewa.

T: Jadi bisa diceritain lebih lanjut nggak pak, itu bagaimana prosesnya di pengurusan KTP itu mas?

J: Sebenernya prosesnya sama mas, untuk semua pembuatan Proses pencatatan identitas KTP. Tapi yang diminta oleh catatan sipil ini harus identitas penghayat dilampiri, jadi istilahnya surat pernyataan dan diketahui sama dalam pembuatan KTP. istilahnya ketua atau pimpinannya dari peghayat masing-masing.. Jadi ada pernyataan khusus bahwa si A merupakan warga penghayat apa gitu.. Cuma itu aja sebenarnya..

T: Tapi pada prosesnya itu dilempar-lemparnya gimana tuh mas?

J: Ya memang pada waktu itu ya, saya tidak membawa itu ya. Saya tahu kan, apa, istilahnya orang lain atau pemeluk agama lain apa dimintai kayak gitu? Ya tidak kan.. Apa seumpama, ya kayak yang lainnya ya, apa betul- betul itu? Apa memang semudah itu kan? Kalau yang lain mudah, nah saya waktu pertama memang tidak membawa surat pernyataan, karena apa, utnuk yang lain pun itu tidak akan kayak gitu dan bahkan di dasar negara kita kan, di Undang-Undang di Amandemen nomor berapa gitu kan, bahwa negara istilahnya itu kan melindungi ya atau memberikan hak- haknya kepada warga negara unuk memeluk atau meyakini ajaran ketuhanan, kan gitu ya.. itu kan dasar yang kuat ya. Dan di Pancasila sendiri, nomor satunya juga jelas kan, bahwa sila yang kesatu adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Dan memang istilahnya saya sendiri memang kurang gimana gitu, tapi ya wis, itu ka memang pribadinya masing-masing. Tidak bisa istilahnya ya menyebutkan apa orang ini ya kayak gini, ya kita ngikut aja.. Karena itu aturan pemerintah, dan karena di Wewarah Tujuh kita kan istilhnya kita kan harus selalu mematuhi kan dengan jujur dan sucinya hati selalu mematuhi undang-undang negara.

T: Walaupun jujur mungkin agak kecewa ya..

xix

J: Iya..

T: Iya jadi bisa dikatakan diskriminasi juga ya pak ya? Dibanding agama lain yang langsung dan prosesnya cepet, sementara yang kepercayaan prosesnya berbelit-belit seperti itu ya..

J: Sebenernya.. tapi disini sendiri kan ditekankan, ajaran Sapta Darma sendiri kan mengajarkan walaupun dikecewakan, karena apa, disini sendiri kan dipandang adanya hukum sebab akibat. Jadi memang ya istilahnya kalo berbuat baik, kan kita bisa lihat ya dari sejarah ya, orang-orang yang mau berbuat baik ini selalu dihadapkan dengan hal-hal yang tidak memuaskan..

T: kan kalo kita ngomongin pemenuhan hak-hak sipil itu mas, kan bukan Cuma KTP aja ya, kan ada pencatatan kelahiran, perkawinan warga penghayat, lalu juga kematian, itu bagaimana itu mas?

J: sebenarnya kalo dari pemerintahan sendiri ya, kita sudah Pemenuhan hak-hak sipil menerima itu semua mas, jadi dari mulai perkawinan, jadi satu- lainnya, seperti satunya ya mas aliran kepercayaan kerokhanian yang telah pencatatn kelahiran, melakukan perkawinan secara sendiri ya di Sapta Darma, ya sudah perrkawinan dan berulang kali, bahka nanti tanggal 25 ya kalau mas mau hadir, kita kematian. kan ada acara sosialisasi dengan berbagai macam organisasi disini mengenai pemaparan budaya spiritual juga dan istilahnya perkawinan secara Sapta Darma juga..

T: Jadi disosialisasikan ya mas bahwa sekarang sudah bisa melakukan perkawinan secara Sapta Darma ya mas..

J: Iya itu istilahnya ke orang lain ya, kalau ke warga sendiri itu sudah mas. Tapi kan ini istilahnya kita kan mempublikasikan lah ke semua orang bahwa Sapta Darma ini bisa seperti ini.

T: Itu gimana mas prosesnya, pencatatan perkawinan penghayat bagaimana mas?

J: jadi itu kan tergantung dengan pengurus daerah masing-masing. Itu cuma lewat Catatan Sipil, jadi kayak hmm istilahnya cuma dapet sertifikat gitu mas, atau apa gitu lo.. Jadi lewat catatan sipil ya kalo untuk perkawinan. Kalo untuk istilahnya penguburan mayat, kita juga bisa melakukan hal-hal yang istilahnya sendiri ya, yang secara Sapta Darma, memang kita sudah punya, kebetulan sudah disetujui oleh pemerintah..

T: Jadi sekarang sudah bisa dilayani di pemakaman umum ya mas?

J: Iya, karena istilahnya resmi, ada aturan khusus dari pemerintah Pengajuan kurikulum ya. Jadi istilahnya kita sendiri bisa, jadi ada juga misalnya dari unuk anak-anak warga kita yang mampu itu biasanya mereka punya pemakaman penghayat aliran sendiri. Cuma ini sekarang yang istilahnya sedang digodok ini kepercyaan. kan, dan ingin kita ajukan juga adalah mengenai kurikulum.

xx

T: Kurikulum pendidikan untuk anak-anak warga Sapta Darma mas?

J: Iya, itu masih digodok. Jadi itu diajukan kemarin, ya tapi masih belum disetujui..

T: jadi kalo selama ini mas, anak-anak warga Sapta Darma kalau di sekolah itu pelajaran agamanya gimana mas?

J: Yah terpaksa ngikut mas, karena mas tahu sendiri kan kalo di sekolahan.. mungkin saya sendiri nggak akan menceritakan, masnya sendiri kan sudah tahu.. soalnya mas ini jelas kan (agamanya.red).

T: jadi harus mengikui salah satu ya?

J: Iya, ya terus gimana? Hehehehe…

T: Kalo dilihat gitu mas, secara umum, masalah-masalah apa sih yang masih dihadapi oleh warga Sapta Darma?

J: kalo menurut saya sendiri ya mas selama saya disini ya, sepertinya sudah tidak ada masalah sih.. Misalnya seperti hal-hal seperti yang saya ceritakan tadi ya, ya ini merupakan sebuah ujian. Dan memang segala sesuau ini butuh perjuangan memang, perjuangan dan pengorbanan. Kalo merurut saya ya mas, hal-hal seperti itu menurut saya istilahnya itu bukan merupakan suatu halangan atau rintangan. Karena apa, kalau kita ingin mendapatkan sesuatu, ya kita harus melangkah. Kita nggak hanya diam terus sesuatu itu datang tiba-tiba, itu tidak mungkin menurut saya sendiri. Jadi hal-hal seperti itu mungkin tidak saya anggap sebagai halangan atau rintangan, malah men-support dan memberi semangat saya untuk itu. Karena apa, sesuatu yang tidak ada tantangan, menjadikan seseorang ini tidur.

T: kalo dari pengalaman pribadi mas sendiri, ada nggak sih pengalaman pribadi mas, dimana terjadi diskriminasi terhadap diri mas sendiri?? Misalnya dari masyarakat terkait identitas mas sebagai penghayat.

J: Kalau dari saya ya mas ya, karena saya itu memang istilahnya percaya betul, percaya tidak dengan segala bentuk ciptaan manusia ya mas istilahnya, saya percaya betul dengan Tuhan memang itu ditekankan ya mas ya di Sapta Darma ya.. Ya saya bersyukur sampe sekarang ga ada orang yang merasa bahwa saya ini orang apa itu tidak.. Jadi ya mas ya kalau warga Sapta Darma benar- benar menjalankan wewarah tujuh-nya secara benar, maka ia seperti motto-nya atau sesanti-nya yaitu dimana saja dan kepada siapa saja warga Sapta Darma harus bersinar laksana surya.. jadi yang jelas setiap manusia diturunkan di dunia ini bukanlah untuk dirinya sendiri, untuk orang banyak mas.

T: Ada nggak sih mas, pengalaman warga-warga Sapta Darma T: Ada nggak sih mas, pengalaman warga-warga Sapta Darma

yang lain yang bermasalah dengan identitasnya sebagai warga penghayat?

J: Yah sebenarnya ya ada aja ya mas, kita menyadari bahwa Masalah-masalah yang kelompok kita adalah kelompok minoritas. Jadi istilahnya konflik masih dialami oleh dan sebagainya itu semua tergantung kepengurusan mas. Jadi warga penghayat. tergantung dengan pengelola daerah masing-masing. Ya kayak di Jawa Timur, di Bali.. ya kita bersyukur, nggak ada hal-hal yang isilahnya sampe istilahnya berlebihan, nggak ada konflik apapun. Bahkan di Jawa Timur sendiri, anak warga Sapta Darma itu bisa dapat pelajaran agama sendiri, yang ngasih ulangannya pelajaran agama ini dari pimpinan (Pimpinan Agung daerah.red) waktu itu di Sidorajo.. Memang anaknya juga militan, ketika ditanya agamanya apa dia dengan tegas bilang Sapta Darma. Tapi tetap tegantung dengan kepengurusan daerah tersebut, istilahnya jika pengurusnya atau pengelolanya bener-bener, ya daerah itu akan aman.. orang lain juga akan gentar, lha wong kita nggak menyalahi kok. Itu hak kita istilahnya kita sebagai warga negara. Yang penting, kewajiban-kewajiban kita kan sebagai warga negara Indonesia kan sudah kita penuhi.. terus mana to hak kita kalau kita sudah memenuhi semua? Kan pertanyaannya disitu kan, kenapa harus dipersulit? Kita sudah memberikan kok kewajiban kita. Kita sudah istilahnya apa kayak membayar semua kewajiban kita, tapi tolong hak-hak kita jangan dipersulit, kan gitu.. pertanyaannya kayak gitu mas.

T: Hak-haknya itu apa saja sih mas? Tadi kan hak-hak sipil sudah dibahas, hak lainnya seperi hak politik dan sebagainya itu gimana?

J: memang saya tidak terlalu paham ya, karena saya juga bukan di Hak politik dan pemerintahan ya mas. Tapi ada memang, seperi halnya contohnya keterlibatan warga Sapta kepala bidang organisasi Persada Pusat ya, ini juga merupakan Darma dalam anggota dewan, DPRD di Jogjakarta ya mas. Soalnya dari dulu itu. pemerintahan. Sebenarnya warga Sapta Darma sendiri itu memang banyak mas yang jadi pejabat. Jadi kalau dibilang dibatasi ya, banyak juga mas..

T: lalu kegiatan Sapta Darma di bidang kemasyarakatan biasanya dalam setahun itu apa saja mas?

J: Ya baru-baru ini bersama teman-teman di Aliansi Jogja kita Kegiatan menggelar acara 40 hari mengenang wafatnya Gus Dur, kita bikin kemasayarakatan acara untuk mengenangnya. Itu kan kita ikut terus kan.. kebetulan Organisasi Sapta Darma. dari Sapta Darma sendiri, yang selalu hadir dan ikut itu kebetulan saya.

T: Kebanyakan yang melakukan sanggaran di sanggar ini kebanyakan dari Jogja atau mungkin seluruh Indonesia mas?

J: kalo untuk setiap harinya ya memang orang-orang terdekat dari Kegiatan Sanggar Candi sini, kadang-kadang ada warga dari luar kota seumpama mampir Sapta Rengga. melakukan sujud. Untuk setiap hari minggu ya, malam senin itu ada namanya sanggaran, atau sujudan bareng. Itu biasa dilakukan oleh warga Sapta Darma. Itu khusus untuk warga DIY. Terus kalo J: kalo untuk setiap harinya ya memang orang-orang terdekat dari Kegiatan Sanggar Candi sini, kadang-kadang ada warga dari luar kota seumpama mampir Sapta Rengga. melakukan sujud. Untuk setiap hari minggu ya, malam senin itu ada namanya sanggaran, atau sujudan bareng. Itu biasa dilakukan oleh warga Sapta Darma. Itu khusus untuk warga DIY. Terus kalo

setiap malam Jumat Wage itu kita mengenang dan memperingati turunnya wahyu sujud. Itu kita peringati disini ada acara untuk memperingatinya. Kita datangkan dari empat kabupaten, kalo misalnya kita datangkan dari seluruh Indonesia bisa nggak cukup tempatnya..hehehe.. Yang dateng itu sekitar ratusan lah mas, kalo kayak Jumat wage kemaren itu yang datang sekitar 500an orang.

T: Iya jadi saya lihat di website itu Sanggar-sanggar itu kebanyakan di Jawa ya mas? Apa ada di luar jawa mas?

J: iya ada, ya jawa sampai Bali ada mas.. Tapi ya itu, kadang ada yang menyatu dengan rumah warga itu sendiri.. Kalo masalah website, pengurus pusat itu belum mengeluarkan website, jadi website yang ada itu dikelola oleh warga, jadi jika mas ingin informasi, bisa datang langsung kemari..

T: Oh iya mas, kalau untuk perizinan pendirian tempat ibadah itu bagaimana mas?

J: Ya itu juga sudah bisa mas, ya kan sudah ada SKB Menteri itu Mengenai seputar kan yang isinya mengatur antara lain utnuk membangun sanggar pembangunan tempat dan panguti layon atau pemakaman. Itu keluar juga, jadi semuanya ibadah. disini ini nggak ada istilahnya kita membuat aturan sendiri.

T: Itu sebelum ada pelegalannya sekarang , dulu itu bagaimana mas perjuangannya?

J: kita tetap berjuang terus ya mas ya, karena di daerah-daerah itu Perjuangan Pengurus kan banyak halangan atau rintangan yang dihadapi oleh warga- Pusat ke Dirjen warga ya, dan itu memang kewajiban dari pengurus pusat ya untuk Kepercayaan. memperjuangkan itu semua. Dan memang dari Direktur Dirjen Kepercayaan sendirri memang bejuang. Ya akhirnya nggak rugi to mas, kalao Pak Gendro Dirjen Kepercayaan memperjuangkannya, lha wong warga Sapta Darma itu nggak pernanh macem-macem juga kok mas. Kenapa untuk kebaikan kok nggak mau, malah kemarin Pak Gendro sendiri datang menghadiri acara Sapta Darma sendiri yaitu Sarasehan Nasional di Pare sana mas.

T: Jadi salah satu jalan perjuangannya itu melalui Dirjen Aliran Kepercayaan ya mas?

J: Iya, jadi istilahnya perjuangan kita melalui jalurnya yang sesuai, jadi yang mana jalurnya ya disitu kita berjuang. Di situ kan kita harus juga tetap duduk bareng, diskusi gitu. Istilahnya ini apa yang harus kita perjuangkan? Kan ada istilahnya rel-rel yang harus kita lewati.. istilahnya ya mas, dalam sejarah kita jika kita pelajari ya, jauh sebelum ajaran agama-agama ada di Indonesia ini, nenek moyang kita, leluhur kita itu sudah menyakini ajaran nilai ketuhanan. Ini kan istilahnya juga asli dari budaya Nusantara kita yang patut kita harus junjung tinggi. Ini punya kita sendiri, ngapain harus disingkirkan. Dan yang jelas, semua kegiatannya itu jelas semua, kenapa kok yang istilahnya yang bener itu kok disingkirkan? J: Iya, jadi istilahnya perjuangan kita melalui jalurnya yang sesuai, jadi yang mana jalurnya ya disitu kita berjuang. Di situ kan kita harus juga tetap duduk bareng, diskusi gitu. Istilahnya ini apa yang harus kita perjuangkan? Kan ada istilahnya rel-rel yang harus kita lewati.. istilahnya ya mas, dalam sejarah kita jika kita pelajari ya, jauh sebelum ajaran agama-agama ada di Indonesia ini, nenek moyang kita, leluhur kita itu sudah menyakini ajaran nilai ketuhanan. Ini kan istilahnya juga asli dari budaya Nusantara kita yang patut kita harus junjung tinggi. Ini punya kita sendiri, ngapain harus disingkirkan. Dan yang jelas, semua kegiatannya itu jelas semua, kenapa kok yang istilahnya yang bener itu kok disingkirkan?

Catatan Lapangan dan Transkrip Wawancara Informan BI Informan

: BI (Menikah, 51 Tahun, Tuntunan Provinsi Jakarta)

Pewawancara

: Arman Riyansyah

Lokasi Wawancara

: Rumah Bapak BI Jl. Poncol No.1 Gandaria Selatan.

Tanggal / Waktu

: Kamis, 23 Desember 2010, Pukul 11.05-13.15 (± 130 Menit)

Catatan Observasi dan Transkrip Kategori / Keterangan Catatan Pribadi

Kesempatan mewawancarai informan BI didapat penulis ketika tidak sengaja peneliti melakukan kontak dengan Sanggar Candi Busana Jakarta Selatan untuk meminta data awal mengenai awal mula terbentuknya komunitas ini hingga sekarang. Pada saat peneliti

mengarahkan saya untuk mewawancarai informan SB. Setelah mendapatkan kontak informan SB dari staf Sanggar Candi Busana Jaksel, kemudian penulis menelepon dan mendapatkan konfirmasi untuk wawancara minggu depannya di kediaman informan BI di daerah Gandaria Selatan.

Wawancara kemuadian dilakukan di rumah informan BI, dengan sambutan yang cukup hangat kepada penulis. BI seorang bapak berusia 51 tahun, memiliki dua orang anak. Anak pertama beliau kuliah di salah satu kampus swasta di bilangan Sudirman sementara anak kedua beliau masih duduk di kelas dua SMA. BI merupakan alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia pada sekitaran awal 1980an. Dengan latar belakangnya itu ia pernah bekerja di bagian legal beberapa Bank swasta sampai akhirnya ia mengundurkan diri dan membentuk law firm dan konsultan hukum terutama untuk masalah-masalah yang sifatnya non-litigasi. Informan BI juga aktif dalam keorganisasian Sapta Darma, ia merupakan Tuntunan Agung tingkat Jakarta.

Wawancara kali ini suasananya sangat santai, diselingi makan siang dan juga gurauan dari informan BI membuat wawancara kali ini layaknya sebuah obrolan dari senior kepada juniornya, lantaran kesamaan almamater penulis dengan informan SB. Penulis diterima di ruang kerja informan BI, sebuah bangunan yang terletak terpisah dari bangunan rumah utama. Terdiri dari dua tingkat, di lantai pertama tempat penulis mengadakan wawancara, terdapat benda-benda budaya seperti lukisan-lukisan, juga ada lemari tempat menyimpan keris dan tombak.

TRANSKRIP WAWANCARA

T: Jadi bapak sendiri ini tuntunan agung yang di Jakarta ya pak?

J: Ehm, jadi begini, kalau tuntunan agung sendiri itu kan cuma satu di pusat. Jadi tuntunan agung itu adalah sebuah lembaga, jadi dia adalah kumpulan lembaga ya jadi ada stafnya juga ada koordinatornya. Jadi tuntunan agung itu lebih ke satu kelembagaan. Lembaga yang membawahi satu organisasi gitu ya, J: Ehm, jadi begini, kalau tuntunan agung sendiri itu kan cuma satu di pusat. Jadi tuntunan agung itu adalah sebuah lembaga, jadi dia adalah kumpulan lembaga ya jadi ada stafnya juga ada koordinatornya. Jadi tuntunan agung itu lebih ke satu kelembagaan. Lembaga yang membawahi satu organisasi gitu ya,

kemasyarakatan gitu.

T: Jadi kalau di Sapta Darma sendiri iu kan ada Tuntunan Agung, ada Persada dan ada Yasradnya ya pak? Dan itu dari pusat, hingga kabupaten ya pak?

J: jadi ya kalau di wilayah itu kita nggak nyebutnya tuntunan agung, tapi ya tuntunan aja ya. Jadi kalau di provinsi itu Tuntunan Provinsi, ke kabupaten ada Tuntunan Kabupaten dan seterusnya ya..

T: Di Jakarta itu sendiri ada berapa ya pak?

J: Jakarta itu ya terus terang sanggar yang berdiri sendiri itu ya di Ganefo, di Priok. Terus ada lagi yang di Utan Kayu situ, tapi masih jadi satu dengan rumah. Terus di Radio Dalam, itu juga satu dengan rumah, walaupun ruangannya terpisah tapi masih jadi satu dengan rumah. Dan di Jakarta itu kan karena terbagi menjadi wilayah-wilayah, kan kita ada lima wilayah nih, Jakarta sendiri Cuma ada satu Tuntunan Provinsi DKI sendiri, membawahi kelima wilayah yang disebut dengan Tuntunan Sanggar, tuntunan wilayahlah, utara sampai selatan. Itu yang spesifiknya ya yang di Jakarta. Tapi karena lama kelamaan orang-orangnya makin pada minggir.. jadi ada yang tinggal di Tangerang, KTP-nya kan masuk Banten, tapi kalo sanggaran ya gabungnya ke Jakarta, jadi cari yang paling deket. Kayak misalnya kan Bogor, kan secara Provinsi ya dia kan Jawa Barat, tapi kalo sanggaran ya dia lebih milih ke Jakarta. Jadi ya akhirnya kita itu cakupannya ya Jabodetabek lah. Tapi dalam provinsi ya tetep, Tuntunannya itu Tuntunan Provinsi. Kita itu Yasrad-nya DKI juga ada, Persada DKI-nya juga ada, Tuntunan Provinsi DKI itu juga ada.

Sanggar-sanggar

di

wilayah Jakarta

T: Jadi Persada DKI itu kan ada, berarti Persada Jakarta Selatan itu juga ada ya pak?

J: Iya, harusnya seperti itu kan ya, baiknya sih begitu. Dulu sih waktu masih agak banyak sih bisa. Tapi kan generasi yang tua- tuanya udah pada meninggal, dan generasi-generasi yang barunya ini nggak ada yang nerusin, ya akhirnya ya udah deh kita nggak usah muluk-muluk tiap wilayah itu ada, oke jadi kita sepakat, ya satu aja dulu deh DKI. Karena memang ketentuannya begitu, kalau memang di daerah tingkat satunya memang tidak ada yang masuk ya ikut ke yang deketnya. Jadi ikut mana yang terdekat. Karena itu lebih ke administratif organisasinya gitu lo. Nah itu yang di Depdagri itu pernah dipertanyakan, jadi waktu DKI itu waktu itu bikin laporan lagi pembaruan, bahwa susunannya ini gini gini gini, lantas dia kemudian nanya, “Lho kok ini buka orang DKI?” meraka lantas bilang ini nggak boleh. Lalu yang ngurus pun bingung, mas ini kok nggak boleh? Tapi kemudian saya bilang, bukan kita yang harus ngikutin dia, tapi dia yang harus ngikutin kita. Karena dia nggak bisa nentuin itu, karena yang punya lembaga kan kita, jadi siapapun kan boleh. Jadi komunitasnya ya agak meluas, karena memang kita kekurangan orang. Jadi hal itu juga yang harusnya disadari juga sama

Mengenai keorganisasian PERSADA DKI

dan

Jakarta Selatan Jakarta Selatan

pemerintah.

T: kalo komunitas Sapta Darma itu sendiri mulai masuk ke Jakarta sendiri itu mulai kapan sih pak?

J: Ia itu kan mulai ada itu kan tahun 1950an itu sudah ada, Sejarah masuknya ajaran penerimaan wahyu itu kan tahun 1952, dan mulai berkembang itu Sapta Darma ke Jakarta. kan mulai 1955-1956 baru dikembangkan. Jadi kalau ada di Jakarta itu sendiri tahun 1957-1958an itu sudah ada di Jakarta.

T: yang membawanya itu ke Jakarta itu siapa ya pak?

J: Jadi dulu itu ada beberapa orang yang dulu itu tinggal di daerah, kalo yang saya kenal itu bangsanya Pak Ranu, lalu Pak Gofur, terus ada lagi Pak Ismadi Urip. Dan juga dulu lebih banyak dulu itu pejabat. Jadi dulu iu bisa kita lihat itu Mensos Sapardjo itu dulu juga penghayat juga. Waktu itu juga ada yang di DPR/MPR dulu itu saya juga lupa namanya ya. Jadi kebanyakan dulu kan tentara, jadi awal mulai muncul ajaran ini kebanyakan pengikutnya itu tentara, dan banyak itu Marinir. Begitu mulainya itu waktu penyerangan Irian Barat. Abis itu banyak orang-orang Marinir yang ikut ajaran ini, sebab waktu itu ajarannya itu, memang sudah sifatnya ketuhanan, tapi jadi lebih semacam ilmu, jadi banyak mendapatkan

T: Tapi apakah itu termasuk klenik pak?

J: Bukan, jadi bukan bersifat yang gimana-gimana ya.. jadi sama kekuatannya dengan yang bisa kita lihat contohnya itu di debus. Gak mempan ditembak, nah yang kayak gitu-gitu lho. Tapi kondisi itu didapat karena memang kekuatan dari Tuhan. Karena memang sebenarnya, semua manusia esensinya mempunyai kekuatan itu, cuma bagaimana mengolahnya, nah itu kan tidak semua orang tahu kan.. Maka dari situ itu kita memiliki kekuatan- kekuatan yang boleh dibilang itu adalah bonus bagi manusia. Kalo dia dekat dengan Tuhan, dia bisa kontak dengan Tuhan, pasti dia punya kekuatan itu, dan itu sifatnya bermanfaat dan bisa dimanfaatkan. Jadi kita berdoa meminta kepada Tuhan, tahu-tahu jalannya mah ada aja.

T: Iya pak jadi dari literatur yang juga saya pernah baca, pasang surutnya aliran kepercayaan ini terutama pada tahun 1965 ya pak?

J: Iya betul, jadi waktu jaman G 30 S PKI. Akhirnya banyak yang dianggap PKI, dicap PKI. Jadi dulu waktu terkenalnya jamannya dukun terkenal Mbah Suro itu, nah banyak itu orang kita yang dianggap PKI karena mendukung dia.

T: Jadi konsekuensinya banyak yang akhirnya memeluk agama formal ya pak?

J: Iya, jadi itu bukan hanya ke Sapta Darma saja, tapi ke seluruh aliran kepercayaan, dan semuanya itu diharuskan untuk kesana, J: Iya, jadi itu bukan hanya ke Sapta Darma saja, tapi ke seluruh aliran kepercayaan, dan semuanya itu diharuskan untuk kesana,

harus memeluk agama gitu lho..

T: Dan konsekuensinya terasa nggak sih pak sampai sekarang ini?

J: sebetulnya saya sih melihat semakin kesini ini semakin berbeda, Dinamika pergulatan jadi hambatan yang kita peroleh itu sangat berbeda dengan apa identitas

sebagai yang dialami pada tahun 1965, jadi beda konteks. Seperti kalau penghayat, dari mulai sekarang itu konteksnya misalnya Ahmadiyah. Misalnya Arman peristiwa tahun 1965, saya tanya nih, kamu setuju nggak kira-kira sama Ahmadiyah? hin gga

„sesat‟ Mungkin kan banyak yang nggak setuju, tapi apakah kamu udah masyarakat

cap

terhadap pernah pelajarin Ahmadiyah itu? Secara detail? Ooh nggak, paling komunitas Sapta Darma. nanti kata si anu, kata si itu. Nah sekarang ini, sangat mudah orang kita itu untuk bilang yang ini nih gini, nah yang itu tuh begitu, pokoknya katanya katanya katanya.. jadi balik disini ada satu keyakinan yang kita tidak bisa pisahkan. Esensinya kan balik lagi, apa sih yang diributin? Jadi hambatan ini selalu mereka anggep kita itu atheis, nah sekarang saya tanya, atheis itu apa sih? Jadi kebanyakan dari mereka itu nggak ngeh apa sih itu sebenernya dan cenderung nggak mau tahu. Jadi makin kesini ini, saya kira rasa ketakutan ini sifatnya politis, karena Islam itu kan mayoritas, iya kan? Terus kita tanya, apakah jika mayoritas lantas jadi lebih baik? Kan nggak.. Mereka memprotes, mereka mengklaim dirinya mayoritas itu kan biar mendapatkan dana dari luar, ototmatis dari negara-negara Islam lainnya akan mudah membantu. Jadi kalo kita di Lintas agama ada semacam becandaan, “Ya untunglah kita ini KTP-nya masih dipersulit, sekarang elu liat dong, orang-orang yang korupsi itu agamanya apa? Hahahahaha!”. Jadi kita itu mau bicara akhlak yang bagaimana? Kan semuanya itu sama. Jadi ini yang membuat suatu ketidaknyamanan dari kita, kalo kita nggak dibilang orang nggak beragama, atau kita ya dibilang PKI.. banyak hal yang melenceng itu, yang membuat kita akhirnya, aduh kok susah amat ya. Kita dicapnya seperti ini, seperti itu, macem- macem deh.. Jadi ya nggak ada kesetaraan, sejak 65 itu ya kita merangkak lagi, memperjuangakan bahwa ini bukan sesuatu yang hmm.. ya bisa kita bilang sih bukan virus. Terus terang selalu problem yang menghambat kita adalah orang-orang muslim, karena ketakutan tadi, secara politis dan mereka yang radikal itu selalu punya cita-cita untuk membangun negara ini menjadi negara Islam.. itu adalah rentetan peristiwa dari 65 yang membuat kita dilarang berkumpul, segala macem, terus kita mendapatkan pengawasan dari PAKEM (Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat.red), kenapa sih? Jadi ada ketakutan muncunya G 30 S PKI itu lagi.

J: Kan kemarin itu akhirnya keluar pak UU No.23 Tahun 2006 tentang Adminduk dimana sekarang penghayat sudah bisa dicatatkan dalam KTP dan SKB Tiga Menteri, menurut bapak sendiri itu gimana?

T: kondisinya gini, waktu ada UU perkawinan No. 1 Tahun 1974 Masalah kependudukan itu, sebetulnya penghayat itu diperbolehkan untuk kawin secara dalam

konteks penghayat, sudah ada SK-nya itu ada, Kemen Menteri Agamanya komunitas Sapta Darma. juga sudah ada, waktu itu Menterinya itu Alamsjah (Alamsjah Ratuprawiranegara .red) nah secara gerilya itu dibatalkan, jadi konteks penghayat, sudah ada SK-nya itu ada, Kemen Menteri Agamanya komunitas Sapta Darma. juga sudah ada, waktu itu Menterinya itu Alamsjah (Alamsjah Ratuprawiranegara .red) nah secara gerilya itu dibatalkan, jadi

dipersulit. Jadi kalau dulu itu kita misalnya sama-sama penghayat, ingin menikah, jadi dulu itu identitas penghayat itu bisa dicatatkan entah itu strip atau penghayat. Jadi setelah menikah secara penghayat, kemudian itu dimohonkan didaftarkan ke pengadilan, disahkan oleh pengadilan negeri dan kemudian didaftarkan ke Catatan Sipil. Tapi itupun banyak terhambat, alasannya pun itu seringkali karena SK-nya katanya belum ada, belum ini itu, kita belum tahu dan sebagainya. Tetapi sebenarnya itu bohong, kan logikanya ketika UU itu disahkan anggapannya bahwa semua orang tunduk dan tanggap dengan UU yang sudah berlaku itu, tidak bisa bilang kalo wah saya belum baca UU itu.. Akhirnya itu mulai dipersulit, nah sebetulnya yang mempersulit itu adalah oknum. Balik lagi ke kultur dalam birokrasi itu sendiri, itu dia yang mempersulit. Pada saat itu saya yang ngalamin sekitar tahun 1973-1974 saya ngurusin buat bapak saya itu, saya ngurusin KTP dia, ngurusin SK-nya dia sebagai konsultan pajak, di kelurahan itu aman-aman aja, tingkat kelurahan kecamatan itu aman. Kenapa? Karena kelurahan itu dulu day to day itu tetanggan dulu sama rumah. Dan setiap ada kegiatan, apabila butuh tempat yang luas selalu make rumah bapak saya. Dan mereka tahu kalo kita itu tidak menjalankan agama-agama yang ada, tapi mereka sangat support . Nah kenapa bisa seperti itu tadi? Ya karena hubungan kemasyarakatannya itu terbangun dengan bagus. Dia melihat bahwa kita ini bukan suatu ancaman kan.. tapi di pihak lain bagi yang fanatis, wah ini kan nggak bener, mereka itu kan nggak nyembah Tuhan. Setelah 65, pak Harto mulai naik, secara tersamar sama Pak Harto dibangkitin lagi kan. Yang paling gampang dilihat kan di TMII, dia kan buat sebuah tempat bagi orang-orang penghayat untuk berkumpul, nah disitu akhirnya kan kelihatan. Kalo saya selalu melihatnya sih begini, secara de jure silahkan orang bilang ini nih nggak ada, tapi de facto, orang itu mengakui kok. Nah yang masih masalahnya itu kita masih diawasi oleh PAKEM. Nah kemudian pada saat itu, kita mulai memilah. Kita tidak mau disebut aliran, karena kita bukan pecahan atau denominasi agama yang ada. Nah seharusnya, PAKEM dan Depag inilah mengembalikan ini kepada induk agamanya. Jadi kayak sekarang gitu, udah lo Ahmadiyah masuk aja ke aliran kepercayaan. Nah itu logikanya dimana? Lha wong adzannya sama, Al-Fathihahnya juga masih sama. Jadi dari kita itu juga kita pilah. Aliran kepercayaan itu ada apa aja? Ada kerohanian, kejiwaan dan kebatinan. Ini Cuma cara lakunya aja yang berbeda. Kebanyakan itu kejiwaan, kalau kita memang kerohanian.

T: jadi itu yang membedakan Sapta Darma dengan aliran kepercayaan lainnya ya pak?

J: Iya lakunya yang berbeda. Nah kalo kita mau memperhatikan masing-masing, yang mempunyai tata cara sembahyang ya Sapta Darma..

T: Jadi itu kenapa disebut kerohanian ya pak?

J: Iya jadi kita itu memang rohani, lebih unsurnya itu kedalam. Terus juga ditekankan ke tingkah laku, tingkat perbuatan dan

Perbedaan

kerohanian

Sapta Darma

dengan dengan

tingkat rohani manusianya. Nah oleh sebabitu kita menamakannya aliran kepercayaan dengan Kerohanian Sapta Darma. Kita punya tata caranya, sebab lainnya. kalau kita meneliti ajaran-ajaran yang lain mereka umumnya tetap merapal, iya jadi ada bacaannya kayak wiridan gitu lho. Jadi nanti sembahyangnya gimana? Ya udah duduk, diam kemudian sambil merapal itu. Nanti olahrasanya gimana, ya meditasi. Jadi ya lebih kesana itu.

T: Kalo misalnya ini pak, kalo secara statistik nih pak, kalo di Jakarta sendiri itu pernah ada pencatatan nggak pak mengenai jumlah penghayat itu sendiri?

J: kalo organisasi yang terdaftar di Budpar itu sekitar 230 Jumlah organisasi organisasi di seluruh Indonesia. Kalo sekarang itu saya itu belum kepercayaan di Budpar. bisa.. kita sendiri belum mendapatkan data yang akurat ya, apalagi sekarang dengan adanya UU Adminduk.

T: Jumlahnya mungkin akan naik ya pak ya?

J: Iya, jauh.. Akan lebih ketahuan ya.. Apalagi dengan BPS yang Stastistik kependudukan sekarang ini, apa namanya itu, iya sensus penduduk. Itu harusnya dan aliran kepercayaan bisa ketahuan berapa. Nah problemnya, ya dengan UU Adminduk untuk merubahnya saja itu sulit. Ya balik lagi kenpa sulit, oknum. Oknum dan dilatarbekangi oleh politik. Kalo memang mereka berani memasukkan data dengan benar, maka Indonesia ini nggak akan majority muslim. Jadi simpelnya gini aja deh, kalo Arman misalnya Hindu atau Budha atau malah Konghucu, terus mau memperpanjang, kalo nggak hati-hati atau teliti bisa berubah nanti menjadi Islam, dengan mudahnya diganti menjadi Islam kan, dan itu simpel sekali. Jadi misalnya kita dateng, kita bilang kita ini penghayat dan mau ngosongin kolom agamanya, kadang jika mereka males nih ya, mereka nggak mau, ini harus diisi pak dan sebagainya.. Padahal ketentuannya sudah bisa seperti itu, dikosongkan.

T: hal itu pernah bapak alami sendiri atau keluarga alami pak?

J: kalau saya sendiri ya, saya ini lho, saya sih mudah. Karena saya itu orangnya ya itu tadi sering ngobrol dan dekat dengan orang kelurahan. Dan saya kan dulu pernah jadi dekel. Nah kalau Arman ke daerah itu banyak ditemukan, nggak usah jauh-jauh kayak Bekasi atau Tangerang, nah sebagian dari birokrasinya ada yang bisa menerima ada juga yang tidak.

T: Berarti kalau di Jakarta sendiri birokrasinya sudah akomodatif ya pak?

J: Iya harusnya. Harusnya bukan Cuma di Jakarta aja, tapi di seluruh Indonesia.

T: Berarti kalau harusnya, masih terjadi ya pak kasus-kasus pelanggaran UU di birokrasi itu?

J: Oh iya, banyak! Hehehehehe… Di Jakarta pun banyak. Problem terkait masalah J: Oh iya, banyak! Hehehehehe… Di Jakarta pun banyak. Problem terkait masalah

Sekarang kalo kita masuk ke Tanjung Priok, belum semuanya bisa Adminduk ganti.

T: Terus kalo di Jakarta Selatan itu sendiri gimana pak?

J: Kalau di Jakarta Selatan itu sendiri, hmm kalau saya mudah, temen saya di Pasar Minggu mudah, jadi ya tergantung si manusianya pengelola kelurahan itu sendiri. Jadi bicara oknum ya, jadi kalo dia deket sama kita dan dia sudah tau ya gampang. Malah ada lurah yang RT/RW-nya kita deket malah dengan senang hati membantu.itu kan sekali lagi karena hubungan, hubungan yang baik ya tentunya. Toh kitapun juga tidak tertutup kok.

T: Kan kalo kita bicara konteks adminduk itu kan dari kelahiran sampai kematian ya pak. Nah kalau kematian sendiri kan banyak kasus penghayat itu kan tidak bisa dimakamkan di pemakaman umum ya pak, sekarang itu gimana? Apa masih terjadi pak?

J: di Jakarta terutama di Jakarta Selatan itu kita belum pernah Ritual kematian alami. Problemnya adalah, ini problem kota besar ya, biasanya Penghayat jika terjadi seperti itu, itu lebih ke daerah, daerah itu bisa saya katakan lebih kritis dari Jakarta. Sementara kalau Jakarta menurut saya orang ya lebih rasional ya. Hal-hal yang kayak gitu tuh nggal terlalu dipermasalahin. Sebenernya kalau di Sapta Darma sendiri, ada fatwa yang mengatakan bahwa jika kamu meninggal ikutilah tata cara yang berlaku disekitarnya. Jadi kalau mayoritas Islam, kan kalo ada keluarga kita yang meninggalitu kan yang ngurusin itu tetangga-tetangga, kalo dia mayoritas Islam dan menjalankan secara Islam ya silahkan. Tapi kalau mereka tau bahwa wah dia kan bukan Islam nih, nggak bisa. Nah dari situ kita yang masuk dan kita yang akan mengurusnya secara Sapta Darma. Jadi dulu waku bapak saya meninggal itu, sebelum meninggalnya ia pesan bahwa biar Yayasan Bunga Kamboja aja yang ngurusin. Bapak saya cuma pesen, bahwa ia jangan di pocong, cukup dikafanin saja dan kepalanya diberikan penutup kepala khas Sapta Darma. Dan kalau yang datang ingin mendoakan dengan caranya masing- masing ya silahkan. Jadi untungnya bapak saya waktu itu dimakamkannya di Tonjong (Pemakaman para pensiunan .red) jadi nggak ada masalah, lain ceritanya misal di pemakaman umum.

T: Kalau bapak sendiri sekeluarga Sapta Darma pak?

J: anak saya yang paling besar Islam, sekeluarga juga Islam. Dan Identitas Sapta Darma saya waktu nikah dulu itu dengan tata cara Islam. Karena KTP informan

dan saya dulu Islam kan. Begitu adanya UU Adminduk, saya berubah. keluarganya. Kalau menurut saya itu bukan konsekuensi, tapi lebih menunjukkan identitas diri. Saya merubahnya, namun istri dan anak-anak saya tidak merubah, jadi Cuma saya saja sebagai kepala keluarga saya rubah. Kenapa, karena balik lagi secara politis di Indonesia itu tidak sehat, nggak usah penghayat, begitu non-Islam di Negeri ya dikucilkan. Jadi saya ya terserah, jadi kalau kamu berani mengambil resiko untuk di kucilkan ya terserah. Tapi kan saya juga harus memikirkan perkembangan kejiwaan anak-anak.

xxx

Yang penting bagi saya adalah dia tahu apa yang dijalankan oleh bapaknya.

T: Jadi anak bapak juga bapak ajari Sapta Darma juga, terus suka ikut sanggaran?

J: Iya, jadi ya kadang-kadang ikut. Walaupun sekarang kan udah remaja kan males ya, udah punya acara sendiri-sendiri. Justru saya ke anak saya yang besar, tiap dia ngadu pa gini gini gini, saya justru menganjurkan dia untuk sembahyang, coba kamu shalat. Saya tidak alergi kalau diajak shalat, saya bisa. Karena prinsip saya itu semuanya sama, gereja, vihara itu semuanya rumah Tuhan. Cuma doanya aja beda, itu semua rumah Tuhan. Itu yang harusnya yang ada pada tiap orang yang menghayati ajaran Tuhan. Jadi gerakan fanatisme itu bukan Cuma di Islam saja, tapi dalam Sapta Darma sendiri pun itu ada.

T: Oh jadi di Sapta Darma sendiri itu juga ada gerakan fanatismenya?

J: oh ada. Dan itulah yang saya tentang. Lantas kalo kita fanatis juga, apa yang membedakan kita dengan agama-agama lainnya? Kayak kita misalnya berjuang, memperjuangkan UU Adminduk. Yang memperjuangkannya siapa sih? Ya LSM, dengan siapa? Ya dengan penghayat yang lain. Sapta Darma ada nggak? Nggak ada.. Waktu UU Perkawinan betul orang Sapta Darma di DPR. Kalo sekarang, siapa sih yang masih suka ikut? Ya mungkin saya, seorang gitu.

T: itu kenapa tuh pak? Kok dulu aktif mengadvokasi UU sekarang kok jadi malah nggak.

J: kondisinya waktu itu memang anggota kita bisa masuk Politisasi gerakan aliran DPR/MPR karena Golkar buuh massa. Politis. Dan di kita, yang kepercayaan. namanya tuntunan agung bilang A, semua A. itu balik lagi kan fanatisme, kultus. Harusnya, kalau dia murni bertuhan, jadi kita Cuma berkeyakinan pada Tuhan, dan menjalankan apa yang diajarkan oleh Tuhan, kultus itu hilang, politik itu habis, partai itu nggak akan mungkin ada. Karena orang akan menilai dia itu baik atau nggak itu dari rasanya.

T: kalau sekarang itu masih ada pak gerakan politisasi terhadap Sapta Darma?

J: Wah masih! Masih tetep.. kondisinya sekarang kan gini, kenapa Masih seputar politisasi sih nggak mau gabung sama yang lain? Terutama kita melihat gerakan

aliran warga Sapta Darma itu secara ekonomi itu kebanyakan menengah kepercayaan. kebawah. Yang menegah kebanyakan guru, pegawai negeri, mereka terikat adanya UU PNS, nah itu tadi makanya agak susah kan kita tahu berapa sebenernya jumlah statistik penghayat. Nah misalnya kalo saya ngaku saya ini penghayat, karirnya pasti abis.. kenapa, ya karena tadi. Kalo dia tidak mengakui agama formal itu, apalagi PNS, abiis.. kan gitu lho.. Nah kan ini yang harusnya dimengerti, makanya perjuangan kita bersama LSM-LSM itu aliran warga Sapta Darma itu secara ekonomi itu kebanyakan menengah kepercayaan. kebawah. Yang menegah kebanyakan guru, pegawai negeri, mereka terikat adanya UU PNS, nah itu tadi makanya agak susah kan kita tahu berapa sebenernya jumlah statistik penghayat. Nah misalnya kalo saya ngaku saya ini penghayat, karirnya pasti abis.. kenapa, ya karena tadi. Kalo dia tidak mengakui agama formal itu, apalagi PNS, abiis.. kan gitu lho.. Nah kan ini yang harusnya dimengerti, makanya perjuangan kita bersama LSM-LSM itu

bahwa, bersama ICRP dan lainnya itu, bahwa kita inginkan sekarang kan sudah bisa dihilangkan di KTP, tapi yang kita perjuangkan itu adalah penghilangan kolom agama itu sendiri di KTP. Jadi kan itu sekarangkan akan ditentukan jadi seperti paspor ya, di paspor sendiri itu kan nggak ada. Nah tujuan kita kan sekarang kesitu, karena itu ngerusak persatuan. Amat sangat merusak persatuan. Nah hal itu akhirnnya yang menjawab kenapa kok akhirnya nggak ada generasi penerus.. Mereka yang masuk secara politis, misalnya kita akan memperjuangakn penghayat bla bla bla, misalnya di dalem dia nggak berani biasanya dia akan habis. Jika dia menunjukkan identitas dia sebagai penghayat pasti dia kegiles sama yang lain. Nah itu dia, kalau seseorang tetap ngotot masuk membawa suatu identitas penghayat dia untuk duduk di DPRD, ada banyak, dia memanfaatkan suara penghayat. Jadi ambisi pribadinya dia, dia tidak pernah membawa misi penghayat. Itu akan tercapai Cuma kalau kita para penghayat membuat partai sendiri. Tapi bukan itu. Karena kalau kita membuat partai, kita berpolitik, itu akan menghancurkan tatanan kepenghayatan itu sendiri. Karena politik itu jahat..

T: Sekarang kalau kita ngomongin masalah diskriminasi nih pak untuk penghayat Sapta Darma itu sendiri, apa masih banyak pak?

J: Banyak.. sebetulnya kan gini, yang simpelnya aja seperti bidang Diskriminasi- pendidikan. Mulai dari awal deh, lahir, nah saya belum lihat itu di diskriminasi

yang Jakarta, kalau lahir itu kan pasti ada perkawinan, nah perkawinan dialami oleh penghayat. secara Sapta Darma di Jakarta itu masih belum ada. Ya karena tadi, kondisi politisnya tidak memungkinkan kalau ia kawin secara Sapta Darma, jadi ya itu tadi, identitas Sapta Darmanya dia belum menjamin kehidupannya dia, terutama dalam berkarir. Itu yang bahaya, berkakrir pun sekarang bukan hanya PNS, swasta pun sekarang juga melihat itu. Yang professional pun kadang-kadang, oh dia palang lo, oh dia ini lo, oh dia itu lo.. sebetulnya bukan swasta secara keseluruhan, balik lagi ke oknum. Kita mau berprestasi kayak apa, secara karir ya akan habis.

T: kalau tadi pendidikan itu gimana maksudnya tuh pak? J: Kalau pendidikan itu gini, ada beberapa anak yang minta, saya Diskriminasi di bidang

penghayat dan bapak saya penghayat, saya pengin minta pendidikan. pendidikan agama saya penghayat, nggak ada.. jadi mau nggak mau dia masuk kemana.. jadi kayak anak saya ya, jadi dulu SMP- nya di PL terus masuk ke 6 (SMAN 6 .red) dia ngaji bisa, diajarin sama tantenya, tapi kan pasif, nah itu dia habis dia disitu. Untungnya dia nggak sendiri kan, ada lagi satu temennya dari Tarki (Tarakanita .red) sama-sama terpukul kan. Akhirnya mereka berdua menggila, belajar bareng terus sampe nilai agamanya paling bagus, karena mereka disindir terus sama guru agamanya. Dia disindir kayak gini, “Ah kamu ini Islam tapi kok nggak bisa ngaji, makanya jangan sekolah di sekolah palang, masuk sekolah kafir!”, ini kan yang seperti itu ya, kasian. Jadi balik lagi lh, kenapa sih? Kenapa sih seperti itu, kenapa hanya 5 atau sekarang

6 agama? Konghucu pun diakui tapi di sekolah pun sekarang masuh belom bisa. Itu pendidikan, perkawinan kita juga masih. Balik lagi ke daerahnya, ada yang gampang, ada juga yang sulit.

xxxii

T: Kalo Jakarta itu masuk yang mana, yang gampang apa yang sulit?

J: kalau di Jakarta itu, umpamanya daerah Tanjung Priok, Perkawinan dan kayaknya daerahnya keras kan, tapi banyak di Catatan Sipilnya kematian

penghayat yang bisa menerima. Tapi jujur kalau di Jakarta, apalagi di Jakarta Sapta Darma. selatan itu belum ada. Karena orang yang berhak mengawinkan penghayat secara Sapta Darma di Jakarta Selatan itu cuma dua orang, salah satunya saya. Jadi saya kayak penghulunya lah. Makanya saya yakin belum pernah ada. Nah kalau kematian, belum ada dari kita yang dikuburkan full dengan tata cara Sapta Darma. Tetapi kalau dalam hal perawatan jenazahnya sudah banyak. Dan itupun masyarakat nentang, jadi pembicaraan, lho ini kok gini sih, tapi nggak sampe nggak boleh dikuburin di pemakaman umum gitu. Jadi kalau Jakarta, terutaman Jakarta Selatan sih save. Termasuk kalau kita Sanggaran, kalau kita bikin acara, izin itu mudah, walaupun di Polresnya jadi pertanyaan..

T: Oh gitu pak, ada semacam pertanyaan gitu?

J: Oh pasti, pasti.. UUD-lah (Ujung-ujungnya duit .red). tapi Mengenai masalah pertanyaannya menjadi detail buat kita yang mungkin jadi buat perizinan sanggaran. kita itu ngeselin ya.. kayak misalnya, ini apa ni, ini kan nggak boleh nih, ini bertentangan dengan agama dong, bla bla bla, sebagainya. Bahasa awam gitu lho, yang seharusnya kan aparat itu kan harusnya sudah lebih tahu. Dia seharunya di pendidikannya kan elu udah harus diajarin dong hal-hal yang seperti itu. Tapi ya begitu, ujung-ujungnya sih duit.. kita capek harus bawa berkas, harus jelasin ini lho begini, larinya kesitu..

T: kalo masalah pendirian sanggar seperti itu kalau di Jakarta sendiri?

J: Ya jadi begini, kalau di Jakarta itu kan kita sudah ada sebelum Pendirian sanggar dan ketentuan SKB itu keluar. Jadi orang sudah lebih banyak tahu, ooh permasalahan

dengan itu tempat orang berkumpul. Sejak orang masih sepi disini, sejak beberapa warga sekitar. saya lahir disitu, sampe dirumah itu ada sanggar, mereka nggak bisa ngomong. Lha sebelom elu tinggal disitu kita udah ada. Ada yang mulai kasak-kusuk, ooh ini kan tempat gini-gini, ada yang ekstrim mulai dateng pas arisan pas di rumah ibu saya itu wah ini gini gini gini.. Kalau saya sih simple aja, kenapa sih nggangu gw? Kebetulan dia itu pendatang, jadi nggak digubris sama orang lain, sama warga yang lain kan yang tahu, oh gak apa-apa. Mungkin yang nyerang malah warga lain, yang dari luar daerah. Jadi pendirian sanggar selama ini tidak bermasalah, jadi di Jakarta itu aman-aman saja. Jadi kita itu juga lihat lingkungan, jadi kalau lingkungannya juga nggak aman, di tengah-tengah FPI ngapain gitu lho bikin sanggar.

T: Bukannya di radio dalam itu juga ada basis masa seperti FBR dan sebagainya, apa pernah masalah? T: Bukannya di radio dalam itu juga ada basis masa seperti FBR dan sebagainya, apa pernah masalah?

J: Yah, memang kalau FBR itu dominan. Tapi balik lagi ya Man, ujung-ujungnya itu kan duit. Nggak ada itu gerakan murni mengatasnamakan agama. Jadi kemarin itu kan saya abis menghadiri sarasehan pendidikan budi pekerti dengan Budpar ya, jadi disana juga ada perwakilan parpol, dari PDIP itu ada Ibu Evi yang memang keras memperjuangkan kita di DPR, saya Cuma tanya, kenapa sih kok kayaknya takut banget kalo denger penghayat. Wah itu orang kepercayaan tuh.. kok jadi momok kayak AIDS, kita dilihatnya tuh kayak apa sih kok jadi kaya momok, jadi kalo lihat kita tuh heboh aja gitu. Lalu dibalikin lagi ke masalah 65, tapi menurut saya itu udah nggak masuk akal.. sesuatu yang diributin kan sekarang 65, kenapa nggak ngeriibutin aja tuh Pak Harto.. Sampe saya bilang gini, waktu Merapi meletus, saya nggak liat tuh FPI jadi sukarelawan. Ada nggak anda? Tapi begitu Afghanistan, wuaah berlomba-lomba dia. Ya jadi kalau di kota ini bisa saya bilang lenih membaur. Jadi permasalahan itu sangat sedikit. Jadi kalau ada yang katolik, selepas dia ke gereja terus dia sujud dengan cara Sapta Darma itu urusannya dia pribadi. Jadi kalau balik lagi mengenai problematika yang muncul kepada para penghayat, di Jakarta itu sangat sedikit, hampir dibilang tidak ada.

T: Jadi kalau boleh saya simpulkan, jadi masalahnya kebanyakan mengenai penerimaan identitas ini ya Pak ya, terutama di PNS dan sebagainya..

J: nah, itu yang menjadi masalah adalah umumnya, mereka tidak Masalah identitas berani menunjukkan identitas diri mereka sebagai penghayat, penghayat

karir terutama di KTP-nya ya. Tapi beberapa kali di Depkeu, beberapa sebagai PNS. penghayat waktu naik jabatan eselon ke eselon tiga disumpahnya itu melalui Sapta Darma, bahkan biro kepegawaiannya yang minta. Ada lagi di BPPT, tapi kalau itu orangnya sendiri yang minta. Nah, tapi, ada tapinya nih, dia itu mentok karirnya, Cuma sampai eselon tiga, gitu.. gak mungkin kedua nih, kalo sampe kedua oke nih, sampe mau naik kesatunya, abis.. gak mungkin deh, kalo bukan titipan partai dan sebagainya.

dan

T: kan kalo di Jakarta sendiri ini kan masyarakatnya cenderung terbuka menerima identitas yang beragam, nah kalau identitas Sapta Darma sendiri apakah bisa pak diterima oleh masyarakat sekitar?

J: Saya bilang begini ya, jadi kalau dia tahu secara personal, saya Masalah identitas Sapta sapta darma nih, dia nggak terlalu menggubris. Tetapi kalau sudah Darma ditengah-tengah levelnya komunitas, itu berbeda. Misalnya gini deh, kita lagi masyarakat. ngobrol nih, kamu tahu saya penghayat, giliran Arman kumpul sama Majelis Taklim, itu akan berbeda. Melihat kitanya, walaupun kita mencoba ntuk menetralisir ya, pasti orang mencemooh wah elu payah lu udah kebawa, udah kena pengaruh. Jadi pada level komunitas ini yang mengucilkan. Simpel, kalo contoh sepeti itu, saya. Saya terlahir sebagai penghayat, saya nggak bisa shalat, saya baru bener-bener bisa shalat itu pas kuliah. Lalu saya nikah, secara Islam. Adi-adik ipar saya tuh, mereka semua Islam, jadi yang pola pikirnya Islam, itu yang sampai kondisinya dia ngikutin semua J: Saya bilang begini ya, jadi kalau dia tahu secara personal, saya Masalah identitas Sapta sapta darma nih, dia nggak terlalu menggubris. Tetapi kalau sudah Darma ditengah-tengah levelnya komunitas, itu berbeda. Misalnya gini deh, kita lagi masyarakat. ngobrol nih, kamu tahu saya penghayat, giliran Arman kumpul sama Majelis Taklim, itu akan berbeda. Melihat kitanya, walaupun kita mencoba ntuk menetralisir ya, pasti orang mencemooh wah elu payah lu udah kebawa, udah kena pengaruh. Jadi pada level komunitas ini yang mengucilkan. Simpel, kalo contoh sepeti itu, saya. Saya terlahir sebagai penghayat, saya nggak bisa shalat, saya baru bener-bener bisa shalat itu pas kuliah. Lalu saya nikah, secara Islam. Adi-adik ipar saya tuh, mereka semua Islam, jadi yang pola pikirnya Islam, itu yang sampai kondisinya dia ngikutin semua

sunnah dan perbuatan rasul. Mereka itu sinis melihat saya, padahal di rumah itu dulu ada sanggar. Bapaknya dulu sakit, dan sembuh karena sujud. Tapi bagi bapaknya, itu diartikan bukan sebagai hubungan manusia dengan Tuhannya, tetapi sebagai ilmu. Jadi kondisinya, adik-adik ipar saya menghormati karena bapaknya, begitu bapaknya nggak ada ya saya lewat. Dan dampak itu saya alami sampai ke anak-anak saya. Ini kan sesuatu yang di kelompok kecil, keluarga sendiri. Ini perlakuan yang berbeda antara keluarga mertua saya dengan keluarga saya sendiri. Di keluarga saya, karena memang bapak ibu saya Sapta Darma, mereka semua tahu, walaupun setelah dewasa mereka semua menikah, ada yang shalat, ada satu keponakan saya yang lari jadi kristen, itu semua karena panggilan, udah itu terserah kemana nyamannya rasa kamu itu. Karena bercermin dari orangtua saya, jadi kita itu melihat sebuah contoh. Jadi prinsip saya, ya nggak apa-apa dia mau shalat, tapi shalatnya juga harus dengan rasa, jadinya khusyuk. Jadi balik lagi, kalau hambatan di Jakarta, buat kita tuh ada pastinya. Tapi balik lagi kekita, komunikasi nggak sih kita, gimana approach ke masyarakatnya, menjaga hubungan dengan baik, terus mereka ngeliat kita, iya sih dia juga nggak neko-neko disitu yang memudahkan.. dan ke masyarakat sekeliling kita juga nggak mentang-mentang. Jadi kita juga pernah ngalamin sebenernya euforia yang sepertinya hanya terjadi di Jawa, seperti contohnya satu suroan kemarin, kita kan tradisinya memang tumpengan, dan kebetulan sekali kemarin itu tumpengnya berlebih, akhirnya karena berlebih kita berencana bagikan ya ke tetangga-tetangga. Dan bener aja lho, jadi seperti ngalap berkah jadinya. Ternyata ornag-orang tetangga kanan kiri iu udah siap bawa piring-panci, jadi memang ini euforianya seperti di Jawa, padahal ini Jakarta lho.. terus waktu jamannya 98 waktu jaman- jamannya rusuh gereja pada dibakarin, sanggar kita nggak kena, soalnya dijagain sama warga sekitar. Nah jadi gitu lho, itu yang membuat beberapa daerah di Jakarta itu kita diterima. Karena cara-cara pendekatan kita.

T: kalau Candi Sanggar Busana Jakarta Selatan itu mulai berdirinya itu kapan sih pak?

J: jadi sekarang itu gini ya, jadi yang masih ada itu kita mulai dari, Seputar sejarah Jakarta Selatan ya, itu tinggal yang di Radio Dalam ya. Radio berdirinya SCB Jaksel Dalam itu mulai dibangun tahun 1964, sampe 1965. 1964 itu dibangun, dan baru full bener-bener jadi itu ya 1965 lah..

T: kalau terakhir itu ketua Persadanya di Jakarta itu siapa pak?

J: Kalau yang terakhir itu Bapak Bambang Subagyo. Sekarang dia menjadi, kasarnya perwakilan ya, perwakilan Persada Pusat yang ada di Jakarta.

T: jadi kalau Persada di Jaksel itu secara organisasi itu langsung naik ya pak ke Persada Jakarta?

J: Nggak, kita kan ada Persada Jakarta, tapi ada juga kan di Seputar keorganisasian Jakarta, karena Jakarta itu pusat pemerintahan jadi kalau ada apa- Persada DKI dan SCB J: Nggak, kita kan ada Persada Jakarta, tapi ada juga kan di Seputar keorganisasian Jakarta, karena Jakarta itu pusat pemerintahan jadi kalau ada apa- Persada DKI dan SCB

apa, Jogja itu punya perwakilan Persada Pusat, ya Pak Bambang Jaksel. itu tadi. Jadi dia tadinya ketua Persada DKI, terus menjadi perwakilan pusat di Jakarta. Nah sekarang untuk Jakarta Selatan itu sendiri, kita Persadanya itu belum ada. Karena pada meninggal gitu ya, kita bingung nih siapa nih yang nggantiin nih. Jadi biasanya itu lebih dirangkep, jadi Tuntunan DKI itu merangkep itu kadang-kadang. Yang Jakarta Selatan siapa nih? Nah kalau ada masalah Persada, ya saya deh.. tapi kalau larinya sudah organisasi Persadanya, karena kita di Jaksel sendiri nggak ada ininya, jadi kita lempar ke Jakarta, jadi unuk sementara Persadanya itu tidak kita bagi secara wilayah, tapi menjadi satu, yaitu tingkat provinsi. Jadi awalnya SCB Jaksel itu rumah tinggal ibu Kartini Sudono, terus dibuat sanggar, ya jadi dia itu tuan rumah sebenernya. Hehehe. Jadi di kita itu ada yang namanya iu pemangku sanggar, jadi dia yang bertanggung jawab jika ada kumpul-kumpul sanggar dan sebagainya. Pemangku sanggar bisa diangkat atau bisa menyatakan diri. Biasanya kalau di rumah-rumah, masih nyambung sama rumah itu, biasanya pemangku sanggarnya itu ya pemilik rumah. Jadi karena ibu juga salah satu staf tuntunan agung bidang kewanitaan dan karena tinggalnya di Jakarta Selatan, maka ya dibikinlah. Jadi dari dulu sampe sekarang ini kan SCB Jakarta Selatan kan merupakan pusat perwakilann Persada di DKI, lalu pusatnya itu di Radio Dalam. Jadi dari lima wilayah itu pusatnya di Radio Dalam. Makanya setiap minggu terakhir dalam satu bulan, lalu ada sanggaran yang khusus dari semua wilayah kumpul di Radio Dalam. Nah disitu kemuadian ada laporan dari tiap-tiap tuntunan wilayah, ada masalah apa nggak.

T: Kalau bidang kepemudaannya itu ada juga nggak pak?

J: Iya ada, tinggalnya itu di Jakarta Timur. Jadi ya, walaupun urusannya kepemudaan tapi yang ngurus itu juga seumuran saya.. Heheheheh.. Masih berjiwa muda.

T: Berarti masih ada masalah regenerasi ya pak?

regenerasi penghayat Sapta Darma J: kalau di Jakarta ini iya, pertama faktor lingkungan kehidupan di Jakarta, yang kedua kondisinya masalah pendidikan di sekolah, SMP masih mungkin kan, tapi kalau SMA itu sensitif. Terus ke mahasiswa, kalo ke mahasiswa kan orang sudah mulai memilah kan. Pas SMA itu kan sebenernya yang paling sensitif kan.

Mengenai

T: balik lagi tadi pak masalah pendidikan, sudah sejauh mana Masalah pendidikan disiapkan oleh Sapta Darma untuk pendidikan penghayat itu?

penghayat Sapta Darma.

J: Jadi kita juga sudah ada guru-guru yang mempersiapkan masalah itu, jadi kita sudah buat silabusnya. Jadi kalau sewaktu- waktu ditanya diknas, memang ada silabusnya? Nah kita sudah siap. Tinggal kita presentasikan, jadi gini loh dari tingkat SD itu materi seperti ini, yang diberikan seperti ini, masuk ke tingkat SMP gimana, SMA gimana, sampai ke perguruan tinggi nanti seperti apa. Tapi semuanya itu larinya lebih ke falsafah agamanya. Filosofi dari agamanya itu sendiri, jadi tidak masuk ke ajaran.

xxxvi

Supaya bisa diterima universal. Jadi siapapun dia penghayat, pas kuliah dia bisa ambil itu. Karena sifatnya nggak menuju ke Sapta Darma aja, ke Pangestu aja, gitu. Jadi nanti Cuma diajarin ini ada beberapa kelompok, secara umum itu isinya ini nih. Tapi tujuannya semuanya sama. Itu jadi sasarannya seperti itu. Jadi yang maju itu kemarin saya dan satu guru dari Solo itu, nah keponakan dari si Guru itu yang kekeuh diajarin dengan cara penghayat. Saya bilang ya jangan seperti itu juga lah, jangan kekeuh sumekeuh , keadaan dan kondisinya belum memungkinkan.

T: Jadi balik lagi nih pak, mengenai SCB Jaksel itu pertama kali mulai diadakan sanggaran itu pak?

J: kalau sanggaran ini sebenernya begini, kalau di Jakarta itu Sejarah berdirinya SCB sebenernya semenjak tahun 1960 itu sudah ada. Jadi ada di daerah Jakara Selatan hmm, kalau di Jakarta Selatan, itu dulu ada di daerah Petogogan, terus hmm jadi banyak di pusat ya, Lapangan Banteng terus juga daerah Menteng. Kalau di Jaksel itu sendiri di Jalan Benda, disitu sejak 1960 itu sudah ada, dulu nama pak ininya, hmmm dulu temennya Pak Gafur itu hmmm, aduh saya jadi lupa namanya..hehe.. lalu terus abis itu kita buat di Radio Dalam itu mulai dari tahun 1964. 1964 mulai kita bangun, Agustus 1964 lah ya. Jadi ketika kita buat sanggar itu tahun 1964 itu langsung menjadi sanggar pusat di DKI. Jadi praktis jadinya itu tahun 1964 akhir ya, kira-kira bulan Desember 1964 itu jadi dan mulai dipakai sanggaran itu mulai Januari 1965.

T: Lalu pembangunan SCB Jaksel itu atas prakarsa siapa ya pak?

J: jadi ceritanya itu sanggar itu dibangun karena Bapak Sri Gutama itu mau ke Jakarta. Lalu bapak saya bilang, jadi kalau Pak Sri itu mau ke Jakarta, saya akan bangun sanggar di rumah. Tadinya kan ini tanah kosong, lalu ya kita bikin sanggar.. Ternyata dalam masa pembangunan sanggar itu, dia meninggal. Jadi dia tidak pernah menginjakkan kakinya di Jakarta. Jadi bapak saya selalu bilang bahwa sanggar ini dibangun karena dia ingin ke Jakarta.

T: tapi sebelum itu memang ada rencana membangn sanggar itu ya pak?

J: Iya, jadi karena dia mau ke Jakarta. Jadi sejak tahun itu, di Jakarta Selatan berdirilah sanggar. Jadi pendirinya itu bisa dikatakan bapak saya sendiri, yaitu Pak Soedono.

T: Iya jadi praktis di halaman rumah sendiri ya pak ya? T: Iya jadi praktis di halaman rumah sendiri ya pak ya?

J: Iya jadi praktis sanggar-sanggar di Jakarta itu nempel sama Mengenai kondisi rumah, jadi satu. Jadi kita kan bikin ini ya sanggar ya tapi masih sanggar-sanggar

yang nempel kan, masih lingkungan rumah. Ya jadi kepake juga kan ada

dan buat kegiatan rumah. Ya dulu kalau dipikir-pikir ya seperti yang di sekitarnya. Benda, Petogogan, ya itu rumah. Jadi kalau mau sanggaran ya di ruang tamunya sendiri, bangku-bangkunya dikeluarin, persis kayak mau pengajian aja gitu lho. Jadi memang belum ada yang full sanggar sendiri. Kalau yang di Jakarta sendiri itu baru satu yang full sanggar sendiri, yaitu yang di daerah Ganefo. Lalu ada juga satu kita buat itu di Cibubur. Cuma Cibubur itu kan jauh ya, jadi masuknya udah ke Jawa Barat, soalnya dia udah di perbatasan kan, jadi dia masuknya ke Bogor.

di

Jakarta

T: Jadi di cibubur itu juga udh sendiri ya pak sanggarnya?

J: Iya sendiri, jadi itu rumah, cuma dia diperuntukkan untuk sanggar. Jadi di dalam lingkungan rumah ya, tadinya itu sih rumah. Tadinya sih rumah kosong lalu kita buat sanggar.

T: Kalau yang di Cibubur ini perizinannya gimana pak? Sulit Masalah perizinan nggak sih pak?

J: Praktis sebenernya, kalo kayak Ganefo itu gampang karena lingkungan. Kita jadi juga ngelihat lingkungan disitu gimana, peran serta warga kita di lingkungan itu gimana, apa segala macem nah itu mempermudah. Jadi nggak ada hambatan dan sebagainya.

T: Itu setelah keluarnya SKB 3 menteri itu ya pak ya?

J: Oh itu sebelum keluarnya SKB. Yang pertama ya karena perkampungan ya. Terus toleransinya juga tinggi ya. Jadi dia ada sebelum kasus Priok itu. Jadi tahun 1980an itu kan sudah banyak sanggar-sanggar kecil yang ada di rumah-rumah itu kan dan karena kekerabatannya itu ya, praktis kalo di daerah itu kan, pinggiran-pinggiran itu kan gotong-royongnya kan lebih. Toleransinya kan lebih kuat karena banyak pendatang, jadi ya mereka lebih guyub lah, sama-sama yang termarjinalkan. Jadi itu lebih mudah, jadi aparat pun kalau ada acarapun pasti dateng. Terus kalo yang Ganefo itu kan sebelahnya itu kan ada HKBP, jadi cuma beda tiga rumah rumah dari kita kan, jadi ya mereka sudah biasa.

T: nama daerahnya itu apa pak di Jakarta Utara itu? T: nama daerahnya itu apa pak di Jakarta Utara itu?

J: Itu nama daerahnya Warakas.

T: nah kalo yang di Cibubur ini yang terakhir baru ya pak?

J: Iya baru, jadi kalau yang di Cibubur ini sebenernya lebih tertutup. Jadi dari situasi rumahnya kan rumah gede-gede, jadi privacy sekali dan terjaga, jadi banyak orang memang nggak tau. Jadi yang di Cibubur itu punyanya Radius (Radius Prawiro .red) karena anaknya yang paling tua ikut di kita, jadi ya rumahnya lah dipake.

T: jadi kalau SCB Jaksel itu sendiri gimana pak, pada akhirnya mau dibikin sanggar sendiri atau mau mempertahankan seperti saat ini?

J: jadi ya begini saja ya, jadi sesuai pesan almarhum Bapak saya Penggunaan SCB yang sebelum meninggal beliau pesan agar sanggar ini agar tetap terus juga digunakan

aktif ada. Jadi masalahnya ini kan di anak-anaknya, mungkin sekarang sebagai

tempat kan ibu masih ada, nah nanti gimana kalau ibu udah nggak ada? berkumpul dan aktifitas Siapa nih? Jadi keinginannya kita itu rumah ini masih tetap ada warga sekitar. sanggarnya dan masih bisa jadi rumah singgah anak-anaknya bapak setiap ada acara.mungkin kamar-kamar akan dipertahankan, cuma ruang tamu mau agak dilebarin supaya nanti yang sanggaran bisa lebih banyak lagi. Dari dulu itu sifatnya memang terbuka, repotnya, rumah Radio Dalam itu dari dulu memang tidak hanya digunakan sebagai sanggar saja, jadi dari jaman kita disitu tuh itu sudah jadi pusat kegiatan. Jadi dari mulai acara RT lalu RW sampe kelurahan, waktu itu pas kelurahan Gandaria Utara itu masih deket, kalau ada acara itu pasti make rumah. Apalagi jalan depan rumah itu kan bisa ditutup, jadi nggak ganggu lalu lintas. Malah sekarang jadi sekertariat jantung sehat, malah kemarin ini kan ada pemeriksaan darah dan jantung rutin ya. Bahkan kalo ada pemilu pun, TPS-nya di depan rumah, otomatis keamanannya dan sekertariat panitianya kan make rumah. Akhirnya kan semua tau kalo rumah itu akhirnya kan multifungsi. Nah itupun mempegaruhi kita untuk perizinan jadi lebih mudah, karena orang mrlihat kita jadi nggak ekslkusif gitu lho, karena semua bisa make kok.

T: Jadi walaupun itu rumah tinggal keluarga, tapi masih tetep harus lapor ya pak ya kalau disitu tuh juga ada sanggarnya?

J: Iya, jadi kalau dulu tuh ada beberapa sanggar tuh memang harus izin, jadi tiap tahun itu kita harus memperpanjang. Waktu Gus Dur itu aturannya hilang, tapi tidak pernah diberitahukan. Jadi di sistem pemerintahan kita itu agak curang, jadi itu sekarang berlaku lagi peraturan itu.

xxxix

T: Dulu awalnya waktu buat sanggar itu, apakah ada masalah- masalah birokratis pak?

J: Nggak, nggak pernah. Paling ributnya itu dulu sama PAKEM. Masalah-masalah seputar Tapi lebih ke faktornya itu oknum. Selalu yang bermain itu adalah perizinan sanggar Radio oknum, jadi birokrasinya karena personal-personal dari orang- Dalam. orang yang menjabat pada saat itu. Sebetulnya nanti ditanya terus dipermasalahkan, apa ini gini gini gini.. ini biasanya itu kan awalnya itu kan dari Polres, jadi setiap Kapolres ganti, kita izin lalu itu kemudian bermasalah. Masalahnya sebenernya dtanya- tanyainnya itu, ya kita jelasin lagi. Jadi ada satu kondisi dimana kita lihat ada suatu sistem yang nggak jalan di pemerintahan kita ini. Jadi setiap ganti orang itu kita jelasin lagi, jelasin lagi. Jadi orang-orang ini nih nggak dibekali gitu lho, jadi nggak ada transfer knowledge yang nggak berjalan di pemerintahan ini lho.. jadi akan selalu begitu. Nah itu kan yang akhirnya sekarang itu kan lahir SKB tiga menteri itu kan, tapi SKB tiga menteri itu kan sebetulnya tidak berhubungan dengan kita, secara langsung tidak. Karena dia menentukan ruma ibadah untuk agama-agama. Nah di kita itu ada SKB juga, sudah muncul dan diterbitin namun saya belum dapet itu bukunya. SKB itu antara menteri dalam negeri dengan Budpar, tentang rumah ibadah untuk para penghayat, termasuk penguburan, itu ada itu. Sebenarnya itu ada, dan lebih dibagikan kepada para birokrat di daerah. Sebab seringkali mereka merasa kita belum dibagikan tuh, kita belum menerima SK-nya dan sebagainya. Jadi dari depdagri ke aparat yang paling bawah, ke kelurahan misalnya, itu sosialisasinya kurang. Jadi nanti mereka bisa bilang, oh kita nggak ada tuh peraturannya dan sebagainya. Itu sama dengan UU Adminduk, sampai saat inipun orang-orang masih kesulitan. Ya balik lagi karena mereka merasa belum menerima SK-nya. Apalagi sekarang dengan munculnya Forkabi, FBR, itu tanpa disadari aparat-aparat yang kemasayarakat kaya RT dan RW, apalagi dia itu Betwai, dia itu punya afiliasi dan mereka itu diangkat dilegalkan oleh mereka dan camat dateng, padahal jujur mereka itu kan preman. Sekarang itu kan kalau ada keramaian, atau keriaan itu termasuk kita mau bangun rumah pun, pasti mereka kan minta uang keamanan kan, nah kalo kita nggak ngasih pasti kan direcokin kan? Hehe.. Susahnya apa, ya karena mereka ini dari organisasi-organisasi itu. Ini yang ngerusak gitu lho, karena ya ujung-ujungnya ya duit. Nah itu yang sebenernya yang mempersulit ya itu.

T: nah kalo di SCB Jaksel itu kebanyakan yang sanggaran disitu tuh kebanyakan orang-orang dari mana aja sih pak?

J: kalo di, jadi kan kita punya beberapa wilayah di Jakarta, kalo Seputar aktifitas SCB khusus yang di Radio Dalam itu khusus dari seluruh Jakarta, Jaksel karena Radio Dalam itu pusat Jakarta. Terus itu dilakukan tiap akhir bulan, itu tujuannya untuk mengadakan komunikasi terus kita konsolidasi lah, ada masalah apa. Terus kita itu memang kumpul dari lima wilayah kemudian itu lapor, lalu kalo ada informasi dari pusat juga, kemudian sosialisasiinnya juga disitu. Jadi sebenernya itu Jabodetabek, sebenernya udah nggak bisa kita J: kalo di, jadi kan kita punya beberapa wilayah di Jakarta, kalo Seputar aktifitas SCB khusus yang di Radio Dalam itu khusus dari seluruh Jakarta, Jaksel karena Radio Dalam itu pusat Jakarta. Terus itu dilakukan tiap akhir bulan, itu tujuannya untuk mengadakan komunikasi terus kita konsolidasi lah, ada masalah apa. Terus kita itu memang kumpul dari lima wilayah kemudian itu lapor, lalu kalo ada informasi dari pusat juga, kemudian sosialisasiinnya juga disitu. Jadi sebenernya itu Jabodetabek, sebenernya udah nggak bisa kita

bilang lagi itu Jakarta ya, termasuk Bogor ya, mereka juga selalu dateng. Jadi kepingin juga saling tuker informasi, karena ini juga menjadi ajang tuker informasi kalau misalnya di pusat mau ngapain nih? Terus sikap kita gimana? Jakarta maunya gimana? Jadi kita kalau dibilang berpolitik ya berpolitik juga. Jadi kita ngambil suaranya disitu. Karena setiap ada keputusan-keputusan di pusat, itu harus didistribusikan ke minimal lima wilayah, lima provinsi. Nah disitu kita ngambil gitu lho, Jawa Barat gimana? Jakarta gimana? Lampung gimana? Kenapa kita gini, karena banyak yang tindakannya kadang-kadang bukan mikirin ajarannya, tapi malah mikirin wah-nya. Nah itu yang harus kita cut .

T: Jadi di Jakarta itu dari lima wilayah itu di tiap wilayah itu ada sanggar?

J: Iya, ada sanggar.

T: Terus sanggaran yang khusus buat yang di Jaksel sendiri itu ada pak?

J: jadi begini, di Radio Dalam sendiri itu nggak ada. Dia Cuma Kegiatan-kegiatan di dipake sama ibu-ibu, jadi kalau jumat wage itu ibu-ibu selalu di SCB Jaksel. Radio Dalam. Jadi ya sanggaran ibu-ibu. Jadi ya selain diajarin wanita itu harus gimana sih, mereka juga mengumpulkan dana sosial. Jadi yang khusus untuk di Radio Dalam sendiri itu nggak ada.. Kalo dulu biasanya tiap Jumat wage itu kita sanggaran di daerah Kebon Besar, tapi kembali juga ke faktor yang punya rumah juga, jadi bapaknya juga udah nggak ada, terus anaknya juga nggak ada yang ikutan.. akhirnya lama kelamaan ilang. Kadang yang kumpul itu ketika kita mau sujud bareng, biasanya yang dari Cibubur, yang dari Larangan, biasanya yang penggerak- penggerak di Jakartanya kita ngumpul. Jadi diantara kita aja kalo kita mau sujudan bareng yuk, pasti makenya sanggar radio. Kalo rapat-rapat biasanya juga di radio. Kalo yang rajin tiap minggu ada sanggaran itu biasanya di Ganefo, terus di Jakarta Timur di Cempaka Sari, di Utan Kayu juga ada, terus ke arah Bekasi juga ada. Biasanya kalo nggak selasa kliwon ya jumat wage.

T: Kalo kita mau ngeliat jumlah komunitasnya di Radio Dalem itu pak, berapa banyak sih kalo sekali mengadakan sanggaran itu pak?

J: Kalo sanggaran kan biasanya 15 sampai 20 orang lah. Kecuali Jumlah Komunitas SCB kalo ada acara nah itu jadi rame. Jadi umpama acara suro, kita Jaksel

kegiatan- tumpengan yuk di radio, nah itu jumlahnya bisa sampe seratusan.. kegiatannya Karena kita lebih banyak ke tuntunan-tuntunan wilayah yang dateng itu, jadi kita laporan dan sebagainya. Jadi kadang mereka merasa kalo yang bukan tuntunan itu nggak boleh, padahal untuk kita nggak, makanya kita utamakan itu tuntunan soalnya mereka yang tau masalah-masalah di tiap wilayah. Jadi kalo kita ngumpul

dan dan

itu biasanya kita nerima laporan, terus ada pengumuman- pengumuman nggak, ada kegiatan nggak? Kalo udah baru kita isi dengan kegiatan rohaninya, kayak senacam ceramah lah, tapi lebih ke dua arah. Beda memang di Jakarta dengan di daerah-daerah lain, kalo di daerah lain sifatnya satu arah, kalo di Jakarta itu lebih dua arah biasanya dialog. Biasanya kita buka duduk di atas kain putih itu, muter aja keliling jadi kalo dia mau nanya mau nanggepin ya silahkan. Jadi lebih santai ya.. jadi kita buka kayak sharing aja gitu, karena pengalaman tiap orang itu kan beda, ada apa sih, masalah apa sih, apa yang bisa kita bantu.. jadi ya istilahnya dibilang santai karena kita semua sama kok.. jadi disitu kita bicarain pengalaman, apa sih yang kita rasain? Gitu..

T: Jadi kalo di radio dalem itu nggak ada struktur organisasi khususnya ya pak di sanggar itu?

J: eeh, kalo strukturnya itu tetap sama, jadi yang bertanggung Struktur penanggung jawab di sanggar radio dalam tetep akhirnya kalo tiap sanggaran jawab SCB Jaksel itu ya tuntunan provinsi DKI. Pemangku sanggarnya ya karena itu di rumah ibu ya ibu sendiri, kalo nggak ada ibu ya saya. Karena jadinya ya si pemilik rumah. Kepengrusan secara khusus, biasanya kan ada tuntunan sanggar dan sebagainya itu nggak ada.. karena larinya lebih ke provinsi ya..

T: Jadi kalo organisasi Sapta Darma sendiri yang di Jakarta itu struktur organisasinya gimana sih pak?

J: jadi kan gini, tuntunan provinsi membawahi tuntunan-tuntuan sanggar ya, terus di DKI ada yang namanya Persada, ini organisasi kan, ada ketua sekertaris dan berndahara, juga ada bidang- bidangnya, cuma ya bidang-bidangnya ini ya nggak aktif juga ya. Yang penting ada ketua, sekertarisnya. Terus juga ada Yasrad DKI, udah ini aja yang gerak. Ketua Persada DKI-nya itu pak Sis Purwanto, kalo Yasrad-nya Pak Subiyantoro.

T: Kalo bisa dilihat ya pak ya, penghayat ini dari tahun ke tahun dinamikanya gimana sih pak? Mengalami kenaikan atau penurunan?

J: kalo di Jakarta menurun, faktornya itu karena pindah. Karena Dinamika perkembangan perkembangan metropolitan, terus penggusuran-penggusuran penghayat di Jakarta makin ke pinggir gitu lho.. karena banyak juga yang meninggal kan yang tua-tua. Terus ke generasi penerus itu kurang. Terus kalo diliat sekarang itu untuk perkembangannya itu lambat sekali. Sebetulnya

perkembangannya kalo saya perhatiin itu Bekasi.

T: Itu faktor-faktor apa aja ya pak regenerasinya itu mandeg? T: Itu faktor-faktor apa aja ya pak regenerasinya itu mandeg?

J: Pertama faktornya itu sekolah, yang kedua itu pergaulan. Regenerasi dan Kesulitan-kesulitan yang paling berat itu kenapa, karena begitu perkembangan disekolah dia ditanya apa itu penghayat? Itu kan bukan agama, itu penghayat. menjadi suatu stigma bahwa oh elo tuh nggak bertuhan. Ini yang membuat mereka akhirnya nggak mau ambil resiko buat anaknya masing-masing ya. Ini yang menjadi faktor utamanya sebenernya ya itu.. pergaulan, terus ya lingkungan, ya itu faktor-faktornya.

T: Terus generasi-generasi baru itu udah mulai muncul belum sih pak?

J: Kalo di Jakarta itu ya saya belum melihat banyak ya, tapi ada. Mungkin faktornya karena saya tidak menyebarkan ya. Tapi kita lebih ke bergaul, lebih ke kegiatan sehari-hari. Jadi karena kegiatan sehari-hari, lalu diskusi di FB, akhirnya orang tertarik. Kebanyakan yang teratrik ini juga usianya juga mahasiswa keatas, usia-usia matang lah.. begitu mereka mulai mencari jati diri, ketenangan jiwa, mereka lari ke meditasi, disitu dia mulai ngerasa, oh kok nggak cocok ya, dari situ tuh baru..

T: Bisa diceritain lagi nggak sih pak, suka dukanya, dinamikanya sanggar radio dalam ini pak?

J: kalo di masyarakat sih nggak sih ya, kita nggak ngalamain. Paling memang ada beberapa orang yang fanatik aja yang suka nanyanya yang aneh-aneh. Biasanya ibu-ibu yang pengajian yang dia juga baru disitu, nanya nih apa sih? Tapi secara gejolak nggak pernah ada.. ya mungkin faktornya disitu ya karena orang lama, terus juga pendatang yang lainnya yang pindah-pindah ke daerah situ juga ya masa bodo.. Ya modenya ya jakarta lah.

Catatan Lapangan dan Transkrip Wawancara Informan ES Informan

: ES (Menikah, 39 Tahun).

Pewawancara

: Arman Riyansyah

Lokasi Wawancara

: Rumah Bapak ES, Gg.Hidayah Jalan Raya Kranggan, Jatisampurna, Bekasi. Waktu Wawancara : Minggu, 20 Maret 2011, Pukul 10.14-11.57 (± 103 menit).

Catatan Observasi dan Transkrip Kategori / Keterangan Catatan Pribadi

Peneliti mendapatkan informasi dan rekomendasi Peneliti mendapatkan informasi dan rekomendasi

mengenai informan ES dari Bapak Didit, yaitu salah seorang staf pengajar Sosiologi Pedesaan. Menurut informasi yang peneliti dapatkan dari Bapak Didit, informan ES cukup informatif dan orang yang tepat guna membagi pengalamannya seputar masalah penganut kepercayaan Sapta Darma. Namun ada sedikit kekhawatiran dari saya bahwa wawancara nanti agak sedikit sulit karena saya baru pertama kali bertemu dengan informan.

Hari Sabtu tanggal 14 Maret 2009 akhirnya peneliti mendapatkan kepastian pertemuan saya dengan informan ES setelah hari sebelumnya saya menelfon informan untuk meminta kesediaannya untuk di wawancarai. Pada hari Sabtu, karena merupakan hari libur, maka informan ES bersedia meluangkan waktunya untuk diwawancarai. Kami bertemu di rumah informan ES di daerah Jatisampurna, Bekasi. Rumah informan terletak di tengah-tengah perkampungan dengan suasana yang asri dan rindang.

Informan ES adalah seorang karyawan swasta yang bekerja di sebuah perusahaan asing yang bergerak di bidang seriftikasi ISO 9000. Informan ES adalah alumni Institut Pertanian Bogor (IPB) Jurusan Teknik Pertanian, informan adalah angkatan 1987. Selain itu, informan juga seorang kepala rumah tangga yang memiliki seorang istri dan tiga orang anak yang kesemuanya laki- laki. Anak yang pertama baru berusia 12 tahun, duduk di kelas 6 Sekolah Dasar, anak yang kedua berusia 10 tahun, duduk di kelas

4 Sekolah Dasar, dan yan terakhir berusia 5 tahun dan duduk di tingkat Taman Kanak-kanak. Menurut rekomendasi dari Bapak Didit, informan ES cukup representatif dan informatif dalam masalah seputar kerohanian Sapta Darma.

Wawancara berlangsung di kediaman Bapak ES di daerah Kranggan, Jatisampurna, Bekasi. Kediaman informan terletak cukup jauh dari keramaian jalan besar. Kediaman informan berada masuk ke daerah perkampungan yang cukup asri dan rindang. Rumah informan cukup besar dibandingkan rumah-rumah di sekelilingnya. Dari luar rumah informan terlihat cukup asri dengan banyak tanaman-tanaman besar yang rindang, ditambah lagi nuansa etnik terlihat dari tembok pagar yang terbuat dari bata merah yang sengaja tidak diplester agar menimbulkan kesan etnik. Masuk ke dalam rumahpun, nuansa etnik Jawa sangat kental dengan banyak ornamen-ornamen hiasan dinding yang sangat bernuansa Jawa.Wawancara sendiri diadakan di ruang tamu, kesan yang informal ditambah keramahan dari tuan rumah sangat membantu ice breaking antara peneliti dan informan.

TRANSKRIP WAWANCARA

T: Kalo boleh tau pak, bapak udah berapa lama nih tinggal disini?

J: Wah, udah kira-kira sepuluh tahun lah.

T: Ooh, sepuluh tahun ya pak. Terus sebelumnya? J: Jadi saya dulu waktu itu kontraktor. Hehehehe.. Maksudnya ngontrak, waktu saya masih kerja di Sucofindo itu saya tinggal di T: Ooh, sepuluh tahun ya pak. Terus sebelumnya? J: Jadi saya dulu waktu itu kontraktor. Hehehehe.. Maksudnya ngontrak, waktu saya masih kerja di Sucofindo itu saya tinggal di

Pancoran. Kan mas tau kan itu gedung Sucofindo yang di Kuningan itu kan? Nah saya di belakangnya..

T: Hehehehe.. Oh gitu ya pak. Oh iya, Pak kalo boleh tahu pak, bapak semenjak kapan pak menjadi penghayat Sapto Darmo pak?

J: Dari..Umur enam belas ya..

T: Oh jadi dari umur enambelasan ya pak.

J: jadi sebelumnya, sebelum jadi penghayat itu gimana pak?

T: Jadi kalo dulu itu, bapak saya, kalo orang bilang kan orang Sejarah informan abangan kan ya, ya kejawen. Terus bapak saya juga menhayati menghayati ajaran Sapta Sapto Darmo juga. Jadi saya juga, jadi bapak saya itu orangnya Darma merdeka, jadi dulu itu saya juga disuruh belajar Islam, jadi saya dulu itu sekolah Islam, dulu itu saya sempet juga sekolah di Madrasah juga. Jadi setelah saya beranjak dewasa, ya tertariklah saya. Terus bapak saya juga menawarkan ke saya, bagaimana bertuhan dengan cara orang Jawa.

T: Jadi prosesnya karena ketertarikan bapak sendiri gitu ya?

J: Ya, gitu. Jadi ya karena pengen tau ya, dan bapak juga mengarahkan jika kamu ingin tahu ilmu Jawa, ya ini.

T: Jadi sebelum umur 16 tahun itu bapak menjalankan agama formal tertentu?

J: Ya agama turunan, jadi ya kita ini semua kan agama turunan, Kisah informan sebelum tau-tau pas keluar di KTP ya itu agamanya. Tapi ya bukan seorang menghayati Sapta Darma Islam syariat yang baik ya. Jadi ya saya tidak menjalankan syariatnya, jadi ya umumnya orang Jawa seperti itu. Jadi di-KTP- nya saja Islam, tapi kan waktu itu juga belum punya KTP juga, tapi ya oraang taunya tuh Islam.

T: Kalo menurut pandangan bapak, apa sih Sapto Darmo? Atau gimana sih menurut bapak Sapto Darmo itu?

J: Sapto Darmo ini adalah ajaran hidup ya, yang mengajarkan tata cara kita menyembah kepada Tuhan Yang Maha Esa, lalu mengatur bagaimana kita hidup disini, dan bagaimana nanti kita berpulang menghadap yang Maha pencipta.

T: Mungkin konsep utamanya yang Wewarah Pitu itu ya pak?

J: Iya betul, itu adalah kewajiban kita di dunia. Jadi kita kan Konsep dan ajaran utama diajarkan sujud, manunggal kepada yang kuasa. Dan didalamnya Sapta Darma juga ada kewajiban, yaitu wewarah pitu itu tadi dan sesanti. Jadi itu nanti juga mengatur kita kembali ke yang Maha kuasa. Jadi ya itu tadi, ajaran spiritual. Untuk dapat kembali ke pencipta dan J: Iya betul, itu adalah kewajiban kita di dunia. Jadi kita kan Konsep dan ajaran utama diajarkan sujud, manunggal kepada yang kuasa. Dan didalamnya Sapta Darma juga ada kewajiban, yaitu wewarah pitu itu tadi dan sesanti. Jadi itu nanti juga mengatur kita kembali ke yang Maha kuasa. Jadi ya itu tadi, ajaran spiritual. Untuk dapat kembali ke pencipta dan

untuk menjalankan hidup di dunia itu ya dengan baik. Kalau menurut Sapto Darmo itu, kita hidup di dunia itu bukan semata- mata kerja, menghidupi anak istri, tapi secara umum memayuh hayuning bawono atau membuat bahagia dunia, menciptakan kebahagiaan dunia alit, yaitu duni kita maupun dunia ageng atau alam manusia. Jadi jangan membuat orang rugi, sedih ,sakit dan sebagainya, membahagiakan keluarga, karena iu bagian dari maemayuh hayuning bawono.

T: Jadi Sapto Darmo itu kalo bapak definisikan itu jadi semacam ajaran hidup ya pak?

J: Iya, ajaran hidup.

T: Jadi kan pak ada beberapa aliran kepercayaan yang tidak lepas atau masih tercampur dengan agama formal, kalau Sapto Darmo ini sendiri gimana pak?

J: Ajaran Sapto Darmo itu terpisah, jadi bukan sempalan dari Mengenai posisi Sapta agama. Jadi wahyunya itu turun sendiri, dan dia bukan berakar Darma

Agama pada salah satu agama yang ada, memang dia memiliki akar Formal budaya bangsa ini, tapi bukan bagian dari agama formal yang ada. Sehingga tata caranya pun terpisah, sehingga kami tidak bisa mebandingkan agama denan Sapto Darmo, karena memang berbeda ya.

dan

T: Jadi kebanyakan penghayat Sapto Darmo ini menempatkannya sebagai kepercayaan dan lepas dari agama formalnya ya pak?

J: Jadi di tata negara kita ini kan, hukum positif kan tidak mengatur secara jelas, apakah seorang itu.. Negara kita ini kan yang diatur kan melalui undang-undang kan adalah negara bertuhan, negara yang berdasarkan ketuhanan yang Maha Kuasa, jadi bukan negara agama, jadi bukan negara kepercayaan. Artinya siapapun yang mempunyai kepercayaan kepada Yang Maha Kuasa, harus mendapatkan perlindungan dari negara. Di Indonesia, ada namanya agama pemerintah, atau agama formal yang diakui, dan hanya di Indonesia saja agama itu diatur mas, dibatasi, jadi cuma lima, enam, dan sebagainya.. padahal di negara maju, negara besar justru tidak ada, tidak pernah mengatur agamanya harus sekian. Yang ada sekian, yang lain bukan agama. Jadi ukuran agama itu bukan dari penghayatnya, tapi keyakinan kita kepada Yang Maha Kuasa. Karena apa, karena agama itu wahyu Allah, wahyu Tuhan, bukan ciptaan manusia. Kalau buatan manusia, negara boleh ikut campur, namun di Indonesia itu adalah hukum, jadi kita harus tunduk. Jadi agama itu, hmm yang di pasal

33 kalau tidak salah ya, jadi manusia itu boleh beragama, dan boleh berketuhanan kepada Yang Maha Kuasa. Di Indonesia, Sapto Darmo khususnya, masih ada yang masih menganut agama formal, ada juga yang Sapto Darmo murni dalam hal status. Jadi kalau status itu, kalau saya ditanya, saya pribadi, saya itu Sapto Darmo, tapi ada orang yang menghayati, dia itu kepercayaan tapi 33 kalau tidak salah ya, jadi manusia itu boleh beragama, dan boleh berketuhanan kepada Yang Maha Kuasa. Di Indonesia, Sapto Darmo khususnya, masih ada yang masih menganut agama formal, ada juga yang Sapto Darmo murni dalam hal status. Jadi kalau status itu, kalau saya ditanya, saya pribadi, saya itu Sapto Darmo, tapi ada orang yang menghayati, dia itu kepercayaan tapi

dia itu juga Islam. Ya itu sah-sah saja, karena di negara ini idak ada larangan untuk itu, jaadi hanya manusianya yang melarang gak boleh ini, gak boleh itu, mengkotak-kotakkan. Jadi yang dimaksud terpisah disini ajarannya lo, bukan orangnya. Jadi kalo adik ini seorang Muslim, ingin belajar Sapto Darmo ya silahkan. Asal dalam ritualnya jangan saling mencampur adukkan. Yang penting adalah perilaku luhurnya nanti bisa ditunjukkan. Jadi jangan hanya rajin kesana datang ke ini itu, tapi masih membenci orang.

T: Jadi esensinya pelaksanaan Wewarah Pitu itu ya pak?

J: Betul, jadi kan yang kita inginkan itu kan manusia yang berbudi luhur, jadi bisa melaksanakan tugas kita di dunia ini. Jadi itulah outputnya, outcome. Output dari pelaksanaan ajaran ini tuh kesana. Jadi jangan sampai orang terpacu dengan prosesnya saja, tapi juga ouputnya.

T: terus kalau istri dan anak-anak gimana pak?

J: Istri saya penghayat, anak-anak juga saya ajarkan mengenai itu. Mengenai keluarga Saya selalu bilang ke anak-anak, kita hidup di negara Bhineka informan Tunggal Ika, jadi sebisa mungkin pelajarilah berbagai macam agama, oleh karena itu mereka juga saya suruh belajar di situ, kan ada yayasan tuh, selain itu juga SD-nya kan di SD Katholik. Tapi hakekat spiritual, hakekat kebesaran Allah, akan bapak beri tahu. Jadi gunanya supaya manusia tidak picik membatasi diri masalah ketuhanan dengan otaknya, sehingga akhirnya terkotak-kotak. Jadi kalau soal agama seperi itu, jadi buku-buku bacaan itu juga saya kasih, tidak hanya anak-anak, saya pun juga mau belajar. Jadi saya juga ingin mengerti.

T: Jadi dulu seperti kasus yang di Bandungan itu kan, ada semacam diskriminasi terhadap penghayat kepercayaan dalam hal pencatatan kependudukan, baik itu di KTP dan sebagainya. Bapak sendiri mersakan hal itu nggak?

J: sampai saat ini puji syukur saya tidak ada masalah.

T: Jadi waktu buat KTP itu, kolom agamanya gimana pak?

J: jadi memang saya kosongkan, jadi saya mengajukan ke pihak Pencatatan identitas kelurahan, jadi semenjak ada UU no.23 tahun 2006, saya ajukan informan dalam KTP dan tidak ada masalah. Jadi saya ajukan pertama lewat RT, mengajukan surat bahwa saya ada keperluan di kelurahan dan saya membuat surat pernyataan, saya beritahu baik-baik dan tidak ada masalah. Tapi saya juga pelajari juga undang-undangnya, jadi tegantung juga bagaimana kita komunikasinya dengan masyarakat dan kita bersosialisasi dengan masyarakat. Dan tentu kita harus pahami hukum-hukum yang ada di kita ya.

T: itu kan setelah munculnya undang-undang 23 tahun 2006, tapi T: itu kan setelah munculnya undang-undang 23 tahun 2006, tapi

kalau sebelum adanya UU itu dulu gimana pak?

J: jadi dulu itu saya ikut agama turunan. Tapi seelah UU itu keluar, saya baru mencantumkan identitas saya yang sebenarnya. Masyarakat secara umum pun sudah tahu karena saya tidak pernah ke Mesjid ataupu ke Gereja, dan saya pun terbuka kalau ada orang yang ingin tahu tata caranya.

T: Terus kalau mengurus perkawinan dulu dengan istri ada kendala nggak pak?

J: Jadi waktu jaman saya itu kan hukum adat masih belum diakui, Seputar perkawinan pernikahan secara adat. Jadi bagi saya, pernikahan itu ada dua, sah informan

dan menurut keyakinan kita dan sah menurut negara, jadi kalau bisa pencatatannya dua-duanya. Jadi hukum negara itu tetap, kita di dalam negara, sebagai warga negara tidak bisa lepas. Apakah lewat catatan sipil atau kantor urusan agama. Jadi dulu saya mengikuti tata cara agama formal juga, karena dulu di KTP saya masih agama turunan, dan juga secara tata cara Sapto Darmo juga.

T: Jadi di Jakarta itu ada ya pak perkumpulannya? Terus kegiatan rutinnya apa pak?

J: Jadi ada, namanya Persada (Perkumpulan Sapto Darmo). Kegiatan rutinnya itu ya paling Sanggaran. Yaitu semacam acara untuk sujudan bersama manembah kepada yang maha kuasa, dan ada saling memberikan isian rohani.

T: Kalo boleh bapak kasih gambaran secara umum, menurut bapak, gimana sih kehidupan para penghayat Sapto Darmo di Indonesia saat ini?

J: Jadi undang-undang itu kita lihat dari sisi mana ya. Soalnya itu Seputar UU Adminduk kan menyangkut mengenai administrasi kependudukan, undang- dan

formal undangnya bagus, sosialisasi pemerintah kok kurang jalan. Oleh keagamaan di KTP karena iu saya gak kurang setuju dengan pencantuman identitats agama di KTP, karena menurut saya hal-hal itu harus dihilangkan agar menuju akulturasi. Karena menurut saya, negara Indonesia harus besar dengan menonjolkan identitas Ke-Bhinekaannya bukan menonjolkan identitas agama. Jadi menurut saya kalau hal ituu belum berjalan, yah UU itu ya jadi tidak terlalu penting.

identitas

T: Jadi menurut bapak sosialisasi UU-nya ya pak?

J: Iya, jadi sosialisasi UU ke tingkat RT sampai kelurahan itu yang Sosialisasi

yang kurang. Saya harus membuat semacam surat keterangan

UU

kurang berjalan.

pernyataan yang didalamnya menyatakan bahwa saya adalah penganut kepercayaan. Itulah dik, kita ini, bangsa ini masih belum bisa belajar untuk sadar bahwa kita ini Multikultural, Bhineka Tunggal Ika.

T: jadi menurut bapak, untuk mewujudkan masyarakat yang multi kultural itu gimana pak? T: jadi menurut bapak, untuk mewujudkan masyarakat yang multi kultural itu gimana pak?

J: Sebagai kuncinya adalah pendidikan. Pendidikan itu kemudian berbuah menjadi pengetahuan, itulah pentingnya pendidikan dalam mensosialisasikan multikulturalisme. Yang kedua yang tidak kalah penting adalah ekonominya.

T: jadi kalau menurut bapak, apa sih suka dukanya menjadi penghayat aliran kepercayaan? J: Yah kalau dulu jaman-jamannya kuliah sih suka dikatain sama Suka

sebagai temen, kok gak pernah ke mesjid, gak pernah sholat. Tapi setelah penghayat kenal baik sama saya ya mereka akhirnya ngerti. Tapi itula yang saya tekankan tadi, masyarakat kita itu masih belum siap dengan perbedaan.

duka

T: Kalau dengan masyarakat sekitar sini pak?

J: Yah pada umumnya baik. Yah tapi itulah, pendidikan warga masyarakat sekitar sini kan umumnya kurang, kalau saya boleh nilai dan saya waktu itu juga sempat ngobrol dengan Ustadnya, dia juga nggak ngerti-ngerti bener agama...

T: Oke, jadi kalo kita balik ke UU tadi itu gimana pak?

J: Ya menurut saya ada sisi positif dan negatifnya. Di satu sisi kita Seputar plus minus UU diakui sebagai penganut kepercayaan, namun di sisi lainnya Adminduk menimbulkan kembali penkotak-kotakan, oleh karena itu, kembali saya tekankan bahwa seharusnya tidak usah ada kolom agama di KTP.

T: Jadi bagaimana tadi pak masalah KTP itu, jadi di beberapa daerah itu masih belum bisa?

J: Jadi seperti Pak Gatot sendiri, Pak Gatot itu sampe terakhir itu Kasus

seorang masih belum bisa, waktu dia ngurus itu jawaban aparatnya ooh itu penghayat yang belum masih belum ada yang seperti ini. Jadi karena tidak tahu bisa dicatatkan identitas sebenarnya. Kan kalo ngerubah KTP kan KK-nya juga harus kepercayaannya di KTP dirubah juga kan. Kalo saya sama istri sudah dirubah, kalo anak- anak diikutkan semua. Sementara anak-anak kan supaya nggak bermasalah di sekolah kan saya ikutkan ke salah satu agama. Saya dan istri sudah di rubah, di KK-nya juga sudah strip semua. Nah itu masalah KTP ya, nah kalo disini masalah perkawinan itu para penghayat masih menggunakan tata cara setempat. Kita Sapta Darma sendir punya tata cara tersendiri, tapi setelah itu baru diadakan secara tata cara Sapta Darma.

salah

T: Jadi maksudnya kalau tata cara setempat itu gimana pak?

J: Jadi dia kalau backgroundnya islam ya tata cara islam, kalau Masalah perkawinan kristiani ya secara kristiani gitu. Jadi ikut di Catatan Sipil ya, antar penghayat terutama untuk Jakarta ya, tapi untuk di jawa tengah, jawa timur itu mereka yang langsung ke catatan sipil itu sudah banyak. Jadi perkawinannya iu melalui tata cara kita seperti di UU No. 23, nah setelah itu kita catatkan ke catatan sipil. Jadi kita sebagai penghulunya ya, jadi kita juga dusah mencatatkan orang-orang di daerah sebagai penghulunya juga.

xlix

T: Jadi di Jakarta itu masih belum ada ya pak yang menikah secara penghayat ya pak?

J: Iya, belum ada. Karena begini, kebanyakan di Jakarta itu perkawinan yang terjadi itu bukan antara sesama penghayat, jadi masih silang ya, jadi ya ambil jalan tengahnya ya seperti itu. Jadi setelah dinikahkan secara umum ya, lalu baru kita nikahkan secara Sapta Darmanya ya, karena spiritual sifatnya. Jadi pada saat prosesinya itu kita disujudkan bareng, ya setelah itu ya baru dinikahkan.

T: Itu apa karena tidak dimungkinkan dengan tata cara Sapta Darma di Jakarta, apa ada alasan lainnya pak?

J: Aah, problemnya itu tadi ya, yang pertama itu belum tentu satu ajaran ya, kita kan kompleks sekali kan di Jakarta ini. Kemudian yang kedua, masyarakat juga masih awam dengan tata cara perkawinan Sapta Darma, sehingga ya anulah ya kita jangan membangun konflik lah, toh kita akhirnya juga dapat membangun rumah tangga yang baik dan tercatat di Catatan Sipil dan kalau dia Islam ya tercatat juga di departemen agama ya..

T: Terus kalau mengenai hak dimakamkan di tempat penguburan umum itu gimana pak?

J: Ya kita ikut tata cara setempat ya, jadi Sapta Darma juga Seputar masalah memiliki tata cara sendiri juga. Jadi waktu itu, waktu Pak Dono pemakaman penghayat (Soedono .red) Almarhum itu meninggal, itu dengan tata cara kepercayaan. Islam, tapi untuk penghormatan kepada beliau, karena dia adalah seorang yang pluralis ya, jadi semua agama boleh memberikan doa sesuai dengan ajarannya masing-masing. Tapi dalam prosesinya itu kan, karena yang memandikan itu kan karena ia ikut Yayasan Bunga Kamboja, jadi ia di-treatment secara islam tapi waktu dimasukkan ke dalam peti, ia tidak dimiringkan seperti orang Islam. Jadi dia dikafankan sampai sini, nah dari sini ke atas menggunakan tata cara Sapta Darma, pake udeng-udeng itu ya yang seperti topi ya, yang miring ke kanan kalo buat laki-laki. Tapi kembali kan, kita menghayati satu ajaran kan bukan untuk show off force ya, saya punya ini itu, semua kan kembali ke Tuhan. Yang penting kan kita nggawe marming liyan, lingkungan tidak ribut, keluarga juga tidak ribut, karena yang memilikinya itu kan bukan anaknya satu dua tiga kan, tapi juga adeknya dan kakaknya juga merasa gimana, jadi ya memiliki juga. Jadi kita ambil, jadi Pak Dono itu juga karena pesan beliau itu begitu. Jadi beliau pesan keika nanti saya pulang, dari sini keatas pake tata cara Sapta Darma, nah dari sini kebawah menggunakan cara yang umum. Beliau tidak bilang itu Islam, tapi yang digunakan secara umum. Nah yang lainnya, warga, saya rasa masih mengikuti agama resmi. Sebenernya kita punya cara, nah satu lagi sebenernya pangrukti layon atau pengurus pemakamannya itu juga masih belum banyak orang yang bisa. Tapi sebenarnya problem keahlian itu prblem kesekian ya, problem yang utamanya itu adalah lingkungan.

T: Nah terus kalau pendidikan bagi anak-anak penghayat itu sendiri bagaimana pak?

J: Nah kalau pendidikan, di Jakarta bagi saya ya sama, jadi ikut lingkungan saja. Sebenarnya ada kawan ya, dia ngotot, ya bisa saja. Jadi minta nilai dari tuntunan ya, ya bisa, tetapi lama-lama ya mungkin ya tidak praktis ya. Pertama ya saya menanamkan ke anak-anak saya dan warga-warga yang muda agar kita tidak hanya belajar dasi satu sisi saja, jadi kalau kamu bisa mempelajari semua ya pelajari, jangan takut mempelajarinya. Karena kamu punya keyakinan spiritual, kamu takut karena kamu tidak punya keyakinan yang kuat. Anak-anak saya ini saya suruh ngaji juga, dan mereka tahu kalau saya itu kejawen, jadi mereka itu saya siapkan menjadi orang yang pluralis ya. Jadi ini kembali juga ya ke pendidikan ornag tua, jadi saya harap mendapat hmm, jadi saya harus bicara kebelakang dulu ini ya, karena saya sendiri tidak setuju dengan konsep pendidikan agama yang ada sekarang ini. Harusnya negara ini menyediakan pendidikan agama titik, yang mengajarkan agama-agama di Indonesia itu apa saja dan juga filosofi-filosofi

masing-masing agama. Kalau mengenai keislaman, kekristenan, silahkan masuk ke yayasan masing- masing atau ke keluarga. Tetapi negara, ke sekolah negerinya harusnya mengajarkan pendidikan agama, bukan pendidikan agama islam. Atau sekarang ini pendidikan agama tetapi di dalamnya hanya menjurus ke satu agama saja sehingga orang tidak pernah tahu agama lain, gitu lho. Jadi saya tidak setuju dengan konsep itu ya, dalam konsep nasionalisme saya itu anggap itu salah. Nah karena kondisinya sudah seperti ini, nah saya daan teman teman ya sudah lah ikutkan saja. Yang paling gampang dan yang paling tahu orangtuanya. Toh yang di kejar kan nilai, selain itu juga kamu juga punya pengetahuan tentang agama lainnya

T: Tapi jalan untuk memperjuangkan hak-hak pendidikan untuk penghayat itu masih tetep ada ya pak ya?

J: Oh tetep ada. Jadi kita masuk dari pendidikan budi luhur ya, itu salah satu starting point-nya. Jadi di kita itu bukan memperjuangakn pendidikan agama. Seperti perjuangan kita di KTP ya, jadi kita bukan ingin memasukkan Sapta Darma di KTP, tapi ingin menghilangkan kolom agama di KTP. Jadi identitas itu tetap harus ada, tapi bukan untuk ditampilkan. Karena itu bukan urusan negara dan kita jangan sampai terkooptasi oleh perbedaan ya. Itu juga akan berpengaruh besar di politik, pekerjaan hingga bisnis. Itu sebenarnya menciptakan suatu stigma yang akhirnya terjadi pengelompokkan ya. Nah perjuangan untuk pendidikan itu masih terus kita perjangkan ya, tidak hanya Sapta Darma ya, semua kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa sama, kemudian bersama LSM-LSM juga sama-sama jalan, kita untuk membangun kebersamaan ya. Tapi menurut saya, sebagai warga negara, bukan sebagai warga Sapta Darma, pendidikan agama yang ada sekarang ini salah, kalau tidak jangan pendidikan agama tapi pengetahuan agama. Harus mengajarkan betapa banyaknya ajaran keyakinan kepada keTuhanan. Jadi supaya orang jadi tahu

Seputar

perjuangan

pemenuhan

hak

penghayat

di

bidang

pendidikan.

li

gitu lho. Jadi anak saya itu saya masukkan ke sekolah negeri ya. Dia juga saya panggilin guru ngaji, dan kalo ditanya bapak ibu apa? Jawab saja Sapta Darma. Jadi kita nggak menutup-nutupi, jadi kalau dia nggak jelas suruh tanya ke bapak. Tapi saya nggak terlalu ngambil pusing ya, yang penting saya juga bisa menempatkan diri ya sebagai warga masyarakat ya jadi saya kira ya no problem.

T: Nah kalau masalah karier, terutama yang sebagai pegawai negeri itu gimana pak?

J: jadi sekarang ini ya, terakhir-terakhir ini sekitar 1980an kesini Mengenai identitas itu sebenernya tergantung orangnya ya, jadi itu mulai nggak penghayat dalam karier masalah. Walaupun kadang karena peraturan, mereka tau, ooh itu di kedinasan dan sebagai orang Sapta Darma ya sudah jalan saja. Tapi biasanya di professional administrasi kepegawaian masih ditulis agama resminya tadi. Ya sudah jalan saja, tapi kan tidak melakukan shalat..

T: Kalau secara karier gimana sih pak? Apa ada pengaruhnya juga?

J: Saya kan bukan PNS ya, jadi saya tidak yakin itu. Artinya tetep bagi saya itu profesionalisme kerja itu menjadi tolok ukur. Sentimen-sentimen itu kan muncul manakala ada kepentingan- kepentingan pribadi yang muncul, ya untuk menjatuhkan. Tapi saya pikir peraturan perundangan yang berjalan sih ada, itu hanya kondisi sentimen pribadi, masalah ketidaksukaan. Cuma dari kita sendiri kan warga jadinya agak takut-takut juga warga. Karena tidak menutup kemungkinan juga ada kelompok-kelompok tertentu yang menghembuskan, gak usah kita bicara mengenai agama-agama lokal ya, misalnya itu kristen, non muslim, udah langsung aja dihajar kan. Itu yang menghembuskan dan dihembuskan itu di tiap-tiap pengajian yang bahkan pegawai negeri pun ini masuk, jadi meracuni orang-orang. Jadi kita positive thinking aja lah, jadi kalo ada orang yang nggak suka ya sudah memang seperti itu.

T: kalau bapak di kantor sendiri bagaimana?

J: kalau saya ya karena swasta dan kebetulan saya di perusahaan Pengalaman karier asing ya no problem lah. Jadi lebih enak iu kerja wirausaha atau informan bekerja di swasta, lebih bebas mengekspresikan. Di negeri itu ada kesungkanan.. nah itu cuma di pegawai negeri itu tadi, ada muslim non-muslim itu tadi, jadi cukup kencang ya. Jadi justru ini setelah reformasi, jaman Pak Harto malah masih lebih bagus. Itu jaman reformasi, kekuatan kelompok-kelompok tertentu mengkooptasi kehidupan sosial kemasyarakatan itu cukup kuat. Jadi kan ini jadi seperti hukum rimba ya, lihat aja contohnya Ahmadiyah. Mana yang lemah itu yang digilas.

T: Nah kalo masalah izin dalam mendirikan sanggar dan berkumpul sanggaran itu gimana pak?

J: Bersyukur juga ya karena selama ini kan sanggar ini kan Seputar masalah J: Bersyukur juga ya karena selama ini kan sanggar ini kan Seputar masalah

tumbuhnya kan sebelum masa reformasi didirikannya, jadi ya kita pendirian dan perizinan me-maintain yang sudah ada ya. Saya tidak begitu tahu ya karena pembangunan sanggar sudah ada bagian yang mengurs itu ya, ya mungkin ngasih uang rokok dan sebagainya ya. Tapi yang di Sapta Darma tidak terjadi itu kan pertama, untuk Jakarta ya, itu kita tidak ada sanggar baru ya setelah reformasi. Lalu yang kedua, kita kalau memperkenalkan itu kita itu bukan agama, jadi kalau ditanya ini agama apa, ya kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Jadi kita ngikui rules dari negara yaa. Karena di kapala orang-orang FPI itu di kepalanya itu kan agama cuma enam kan. Yang keenamnya juga masih banci kan, jadi agama itu yang mengatur masih manusia, ya sudah diikuti. Jadi kita itu nggak pernah bersinggungan, jadi yang bermasalah itu sebenernya itu Ahmadiyah, karena mereka ya menganggap agama, agama islam kan. Nah kalau kami ditanya bukan agama, ya iya, tidak punya kitab suci, lha iya, so what? Stop, can not be compared, sampe disitu. Walaupun kami sendiri secara spiritual menganggap ini agama. Karena masyarakat kita memintanya hitam putih kan, ketika ditanya you apa? Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa titik, stop. We are different, yes. Kalau mau tau ajarannya ya silahkan. Kita juga tidak melarang. Kadang kita juga butuh suatu ketegasan bahwa iya kita begini, karena ya memang tuntutan mereka. Sebenernya kultur di Jawa, agama itu kan urusannya masing-masing pribadi, jadi orang sama-sama ke mesjid sama-sama ke gereja tapi kan keyakinan di dalamnya kan berbeda. Itu kultur jawa ya, nah begitu masuk Jakarta, itu idak berlaku. Kadang hitam putih itu dimunculkan untuk berbicara masalah spiritual. Tapi kalau bicara yang lain, umpamanya kita jadi preman atau kita jadi koruptor, nggak pernah dipermasalahin agamanya, nah ketika kita mau menjadi orang yang alim baru dipermasalahkan, aneh kan..

T: Pak kalo bisa dilihat itu kelas sosial penghayat sapta darma itu dari kelas sosial mana sih pak? Kebanyakan pekerjaannya apa gitu pak?

J: Kita itu dari, hmm ya wirausaha lah ya.. tapi jangan pikir itu Kelas sosial penghayat pengusaha ya, itu banyak dari kalangan menengah kebawah ya, dan

pengaruhnya jadi misalnya buruh, nelayan, ya yang non formal lah ya. Jadi terhadap

kehidupan memang Bapa Panuntun sendiri sudah memberitahu ya bahwa penghayat ajaran ini memang diawali dari mereka ya, mengangkat harkat dan martabat mereka ya, jadi ya memberikan penerangan dari bawah ya. Nah sisa-sisanya yang 25 % itu yang menengah keatas ya, tapi

75 % itu yang menengah kebawah. Makanya terjadi konflik, karena dari kalangan kami sendiri pengetahuan hukum dan peraturan negara itu kan lemah, kemudian juga komunikasinya, ya sudah yang dihadepi nggak ngerti kita sendirinya juga kurang. Jadi ya intinya begini ya, jadi saya semenjak kuliah hingga sekarang itu intinya tidak pernah mengalami masalah, kalau orang ngejek, orang mendiskreditkan itu sudah biasa dan hal yang wajar, menteror dan sebagainya. Jadi saya ya cukup mulus juga ya, jadi setiap saya mau maju ke sesuatu urusan saya pelajari dulu dasar hukumnya jadi kita dapat membuktikannya dan berargumentasi. Dan saya jamin, aparat kita 90 % itu bodoh terhadap hukum. Saya kira problem itu hilang ketika aparatnya mempunyai pengetahuan yang cukup luas dan memahami peraturan negara yang sudah 75 % itu yang menengah kebawah. Makanya terjadi konflik, karena dari kalangan kami sendiri pengetahuan hukum dan peraturan negara itu kan lemah, kemudian juga komunikasinya, ya sudah yang dihadepi nggak ngerti kita sendirinya juga kurang. Jadi ya intinya begini ya, jadi saya semenjak kuliah hingga sekarang itu intinya tidak pernah mengalami masalah, kalau orang ngejek, orang mendiskreditkan itu sudah biasa dan hal yang wajar, menteror dan sebagainya. Jadi saya ya cukup mulus juga ya, jadi setiap saya mau maju ke sesuatu urusan saya pelajari dulu dasar hukumnya jadi kita dapat membuktikannya dan berargumentasi. Dan saya jamin, aparat kita 90 % itu bodoh terhadap hukum. Saya kira problem itu hilang ketika aparatnya mempunyai pengetahuan yang cukup luas dan memahami peraturan negara yang sudah

disepakati itu sudah cukup dalam mengatasi problem-problem kelompok agama lokal atau agama luar yang pecahan-pecahan itu.

T: Jadi menurut bapak kalo masalah politik identitas pasca reformasi ini gimana pak?

J: Kalo dari masyarakat itu tergantung daerahnya ya. Saya kira ada Masalah seputar peningkatan ya, dengan keluarnya undang-undang 23 tahun 2006 pemenuhan hak identitas itu saya kira cukup membantu ya. Dulu problemnya kan wah Sapta Darma kamu KTPnya Islam kok tapi nggak shalat. Nah sekarang dengan adanya ini ya, ya sudah saya ini kepercayaan. Kalaupun aparat kelurahan atau kecamatan melarang, kalau ada apa-apa kita bisa bilang wong kecamatannya nggak ngerti undang-undang, ya sudah terserah mau dicoret atau mau diapain. Dulu susah kan, nah kalau secara itu cukuplah, lumayan. Walaupun ada juga produk UU seperti SKB Tiga Menteri itu yang cukup membahayakan ya. Tapi untungnya kan tadi, kita berada di bawah kelompok kepercayaan kepada Tuhan YME di bawah Budpar.

T: Kalau SKB Tiga Menteri itu kenapa pak dibilang membahayakan?

J: Ya karena itu kan agama ya, lagi-lagi terminologisnya beda ya. Masalah dikotomis Mereka maksudnya mengamankan, lagi-lagi mereka itu kan agama

dengan berpolitik tapi kan bodoh. Ternyata itu ya memang maunya hitam- kepercayaan pada SKB putih ya. Jadi kalau kita mau hitam putih ya jadi begini ya, nanti tiga menteri. kalau kita mau secara argumentatif ya misalnya kita mau buat sanggar ya ngapain kita minta izin, kan kita toh bukan agama seperti yang diatur dalam SKB. Jadi mereka itu kan salah, mau menghantam ahmadiyah dan sebagainya. Makanya kita sendiri, kayak gereja apa segala harus minta tanda tangan, walaupun secara ini ya kita prihatin. Kenapa, karena kita ini negara keTuhanan, Pancasila nomor satu Ketuhanan YME tapi orang mau beribadah dipersulit ya.

T: Oh iya pak, dinamika penghayat ini di Jakarta ini secara statistik mengalami kenaikan atau penurunan sih pak?

J: Jadi kita ada pencatatan ya, Cuma memang sudah tidak di Tentang dinamika update lama, ya sepengetahuan saya ya, nanti bisa dicek lagi ya ke jumlah penghayat dan mas-mas yang lainnya ya. Jadi ada penurunan secara aktivitas ya, penyebaran ajaran Sapta dalam artian ya memang warganya berkurang, karena di Jakarta Darma ini kebanyakan penghayatnya pendatang jadi ya banyak yang balik lagi ke daerah asal. Jadi di kita ini tukang bakso, pedagang kecil, itu di kita banyak mas. Jadi mereka itu musiman ya, jadi mereka merasa berhasil atau gagal ya mereka balik lagi ke daerahnya. Jadi ya agak turun ya kalo saya lihat.

T: Kalo jumlah penghayat kalo makin kesini makin naik atau turun pak?

J: ya silih berganti ya. Karena kita dalam mengembangkan ajaran ini sifatnya defensif ya, kalo anda butuh ya silahkan, jadi sekali lagi itu sifatnya bukan dakwah. Jadi itu suatu perbedaan yang J: ya silih berganti ya. Karena kita dalam mengembangkan ajaran ini sifatnya defensif ya, kalo anda butuh ya silahkan, jadi sekali lagi itu sifatnya bukan dakwah. Jadi itu suatu perbedaan yang

mencolok antara ajaran Jawa dengan ajaran timur tengah. Jawa itu tidak pernah itu sifatnya menarik orang ayo ikut saya. Kalo anda tertarik dan melihat sesuatu yang berbeda ya ayo, silahkan. Sehingga mereka yang sujudpun kita membebaskan, nggak ada suatu ikatan kayak membai‟at ya. Jadi kondisinya itu mereka sujud kemudian ya merasa enakan terus hilang terus ada lagi warga baru lagi terus berapa tahun keluar lagi, jadi ya gitu lo mas silih berganti.

T: Terus kalo tiap sanggaran ya pak ya, itu kita ambil jumlah minimalnya yang dateng itu sekitar berapa ya pak? J: Sangat variatif ya antara 15 sampe 40 orang. Itu di Radio Dalam ya, kadang lebih tapi range-nya antara segitu. Kalo kita tarik rata- ratanya ya antara 30an. Karena yang sanggaran disitu itu sifatnya perwakilan, jadi tiap wilayah itu mengirimkan beberapa orang. Jadi di masing-masing wilayah it juga melakukan sanggaran tapi dengan waktu yang berlainan.

T: lalu ada masalah regenerasi nggak pak untuk kelanjutannya ke generasi mudanya?

J: Iya betul. Jadi yang pertama saya melihat ya pendidikan. Masalah seputar Pendidikan kita kan seperi tidak memberikan hawa udara bagi regenerasi penghayat yang lain, kemudian pendidikan itu ya ke kesibukan ya larinya, kesibukan anak dan orangtua. Kemudian jarak tempuh. Jarak tempuh itu sangat mempengaruhi sekali ya.. Saya dulu waktu masih remaja, kuliah di IPB Bogor ya, saya bolak-balik Bogor Jakarta itu masih bisa ya untuk ketemuan remaja. Sekarang kan kondisinya itu yang macet, belum lagi kesibukan anak yang padet. Kemudian yang ketiga, ya itu juga ya tadi ya, sekolah itu juga termasuk ada gesekan kanan kirinya ya. Jadi kalau si anak tidak well supported dari orang tuanya, dia akan merasa bahwa wah saya ini bagaimana? Mereka banyak, mereka jelas, ya Islam ya kristen, saya gimana? Kalo anak-anak saya itu selalu saya well supported. Kadang pendidikan dari orangtua penghayat itu juga kurang, kita tidak menutup mata juga akan hal itu, ranah pendidikan orangtua yang kurang, ranah ekonominya juga yang sulit sebenernya di Jakarta. Nah itu sebenernya tekanannya. Ada juga kan diantara penghayat ini kan yang pasangannya bukan penghayat ya, jadi si anak umumnya memilih. Nah keyakinan itu yang harusnya ditanamkan ke anak, tapi ini juga tergantung pemahaman orangtuanya juga. Jadi di keluarga itu kita siapkan dulu, sehingga nanti kalau turun ke masyarakat itu dia tidak bimbang dengan oranglain, dengan mayoritas dengan minoritas. Ya jalan biasa saja, tidak perlu takut. T: Apa masih terjadi pak diskriminasi terhadap identitas Sapta Darma itu sendiri pak?

J: Kalau di level masyarakat bawah saya kira itu masih ada, wah Masih melekatnya itu orang kejawen.. kan masyarakat tidak tau sapta darma ya, diskriminasi di kalangan padahal kejawen itu juga banyak ya, jadi orang taunya ini orang penghayat kelas bawah kejawen ya. Jadi ya masih ya, masih didiskreditkan. Tapi kalau dia bisa membawakan diri, dia diakui. Nah itu tadi yang saya bilang ya, dari kuliah itu saya sudah terbiasa dengan teror dan J: Kalau di level masyarakat bawah saya kira itu masih ada, wah Masih melekatnya itu orang kejawen.. kan masyarakat tidak tau sapta darma ya, diskriminasi di kalangan padahal kejawen itu juga banyak ya, jadi orang taunya ini orang penghayat kelas bawah kejawen ya. Jadi ya masih ya, masih didiskreditkan. Tapi kalau dia bisa membawakan diri, dia diakui. Nah itu tadi yang saya bilang ya, dari kuliah itu saya sudah terbiasa dengan teror dan

sebagainya, tapi disitu menempa saya menjadi lebih baik lagi, lebih tegar.

T: Oh sampe teror gitu ya pak ya? Itu gimana pak?

J: Jadi tata cara sembahyang sapta darma itu kan menghadap ke Teror

dialami timur, terus dilihat ada simbol pribadi di kos-kosan saya ya, ada informan sewaktu duduk tiker kecil juga ya. Terus ada yang ngomong wah ini kalo gini nih

yang

di bangku kuliah

menyembah setan dong, malah ada temen saya bilang wah ini bisa diporakporandakan.. Saya stress saat itu, stress dengan mata kuliah, belum lagi ada teror juga. Terus di dunia kerja juga dulu waktu pertama Manajer saya waktu itu nanya kok nggak shalat nggak apa, wah nanti kamu mati gimana, bingung nggak? Terus nanti masuk surganya yang mana? Terus saya bilang, kalo surga kok ditentukan sama manusia, ya kayak gini jadinya. Jadi diteror kan, sama atasan saya. Ya jadi yang kayak gitu-gitu ya. Jadi kalau kita tidak tebal imannya dan tidak tau ajaran-ajarannya ya jatuh kita, dan itu sampe sekarang masih terjadi. Dan kalangan-kalangan yang bawah itu kelemahannya ya itu background-nya, mempengaruhi knowledge-nya. Jadi sama seperti bangsa ini, karena Sapta Darma bagian dari bangsa ini, ya pendidikan memang harus dimajukan.

T: Sebenernya jumlah penghayat remaja sendiri di Jakarta itu banyak nggak sih pak?

J: jadi kalau di kita itu, remaja itu kita batasi sampai usia 35 tahun Seputar penghayat ya. Jadi kalau lebih dari itu ya harus meninggalkan organisasi remaja keremajaannya. Jadi kalau jumlah itu sebenernya banyak ya mas ya, ya cuma karena itu tadi karena transport karena kesibukan juga, jadi jarang kumpul. Jadi kalau mau lihat remaja Sapta Darma nani bulan juli itu ada semacam peningkatan spiritual, jadi Cuma sujud saja dan manembah itu bulan Juli nanti di Jogja.

T: Kalau di tingkat Jakarta itu sendiri pernah ngadain ga pak?

J: kita ngadain itu terakhir kali itu di Cibubur, untuk umum. Jadi kan ada kuota ya, ada jumlah minimumnya orang harus, dan itu kan berturut-turut orang nggak boleh keluar, jadi nggak boleh terputus di dalam kurun waktu sabtu minggu.

lvi

Catatan Lapangan dan Transkrip Informan GP Informan

: GP (Menikah, 56 Tahun).

Pewawancara

: Arman Riyansyah

Lokasi Wawancara

: Rumah Bapak GP, Komplek Depkeu Jl.Galunggung no.53 Karang Tengah, Kota Tangerang

Waktu Wawancara : Sabtu, 26 Maret 2011, Pukul 13.15 - 14.47 (± 92 menit).

Catatan Observasi dan Transkrip Kategori / Keterangan Catatan Pribadi

Informan GP merupakan salah satu informan yang di rekomendasikan dari hasil wawancara sebelumnya dengan informan BI. Setelah penulis diberikan nomor kontak informan GP, penulis segera menghubunginya, namun karena akan menjalani operasi katarak, sehingga wawancara diundur, mundur seminggu dari jadwal yang ditetapkan oleh penulis sebenarnya. Informan GP menyambut cukup antusias proses wawancara ini sehingga beliau segera mengatur jadwal pertemuan ini menjadi tanggal 26 Maret.

Informan GP berusia 56 tahun merupakan salah seorang pegawai Departemen Keuangan. Ia ditempatkan pada bagian Sekertaris Pengadilan Pajak setelah sebelumnya di Biro Hukum. Pada bulan Maret ini ia akan segera pensiun dari jabatannya tersebut. Informan GP menrupakan alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia angkatan 1976. Karena kesamaan almamater pulalah yang menjadikan wawancara ini tidak berjalan kaku dan lebih merupakan ajang sharing dan obrolan santai. Pada bulan Maret ini informan GP akan segera menghadapi masa pensiun beliau dari Depkeu, belia pensiun pada tinkatan eselon tiga atau setingkat dengan Kepala Bagian.

Informan GP memiliki seorang istri dan tiga orang putra dan putri. Istrinya bekerja sebagai guru BK (Bimbingan dan Konseling) di SMA Negeri 90 Jakarta. Sementara itu putra- putrinya sudah ada yang menamatkan jenjang perkuliahan, putri keduanya masih menempuh jenjang perkuliahan di Unpad Bandung, sementara putra terakhirnya masih duduk di bangku kelas II SMA Negeri 112.

Informan GP aktif di keorganisasian Sapta Darma semenjak beliau pindah ke Jakarta dan masuk bangku perkuliahan pada tahun 1975. Semenjak itu beberapa posisi penting keorganisasian Sapta Darma seperti Ketua Remaja Nasional hingga perwakilan Sapta Darma Pusat di Jakarta pernah dipercayakan kepada informan. Informan menilai saat ini banyak sekali perubahan yang menyebabkan aktifitas keorganisasian terutama bagi para remaj itu berkurang, dibandingkan dulu pada jamannya, pada saat ini, kondisi Jakarta yang serba semrawut mengakibatkan mobilitas para penghayat terhambat. Sehingga sulit untuk mereka berkumpul dan melakukan sanggaran bersama.

lvii

Selain itu menurutnya lagi faktor kesibukkan juga menjadi salah satu faktor penting.

Penulis melakukan wawancara di rumah informan di Komplek Departemen Keuangan. Sebuah komplek khusus para pegawai departemen keuangan yang berada di wilayah administratif Kota Tangerang. Tepatnya berada di Jalan Raden Saleh daerah Kelurahan Karang Tengah. Rumah informan GP cukup minimalis dan homy, tidak terdapat terlalu banyak perabotan dan berkesan cukup lapang untuk ukuran rumah di daerah komplek yang tidak terlalu besar.

TRANSKRIP WAWANCARA

T: jadi bapak pernah jadi ketua Remaja seluruh Indonesia ya pak ya?

J: jadi ya event-event musyawarah nasional ya sering. Ya memang susah ya mengelola remaja ini, suruh semedi gitu mana mau.. kalo nggak punya kesadaran dan kepentingan sendiri.. Kalo saya memangdari kecil ya, dari orangtua juga. T: Jadi dari kecil udah disosialisasikan ya pak ya tentang ajaran sapta darma ini?

J: Iya, jadi bapak ibu saya juga kan salah satu tuntunan lah di Sejarah dan background Surabaya sana. Tapi saya mulai tekun itu ya mulai SMA. Terus penghayatan informan dateng ke Jakarta ikut penggalian. Sekitar tahun 1975 saya dateng ke Jakarta, tapi mulai aktif itu tahun 1977, menyesuaikan pekerjaannya. Jadi waktu itu saya bekerja sambil kuliah. Saya sendiri di rumah ini, istri sama anak-anak saya Islam. Ya njalanin syariatnya masing-masing. Saya juga sempe tawarin, tapi kalo nggak ya nggak apa-apa. Biasa aja. Di KTP itu, di KK itu saya sendiri kepercayaan, yang lainnya Islam. Memang kalu nggak kuat dan nggak sungguh-sungguh ya, dan bisa berdiplomasi sulit ya bisa bergerak disini, apalagi di pegawai negeri. Jadi istri saya kan guru di SMA 90 sini, aturan dan interaksinya kan tinggi sekali, dan sekarang ini kan mulai di pressure agama itu, cara mengajar itu. Jadi memang kalau nggak kuat, ya ikut aja lah, cari gampangnya. Beda kalo saya kan memang sudah dari kecil ya, jadi sudah kuat. Sampe pelantikan jabatan dua kali, saya pake cara kepercayaan. Jadi ada PP-nya itu ya di Dinas Kepercayaan yang mengatur itu.

T: Jadi kalau bapak liha ya pak, masalah-masalah apa sih yang masih terjadi pada penghayat terutama di Jakarta ini pak?

J: kalo saya sendiri sih nggak pernah ya. Tapi kalau saya dengar- Masalah-masalah yang dengar , teman-teman yang di daerah itu ada benturan atau friksi. masih terjadi terutama di Itu masalah yang terkait dengan kepribadiannya. Dia tidak bisa daerah menjaga keselarasan empati terhadap orang lain. Jadi biasanya itu individunya. Itu di Semarang ya, itu sampe kita bikin sanggar itu kita dibantu sama orang lain, soalnya dia kuga bantu yang lainnya umpamanya sedang ada pembangunan Masjid dan sebagainya. Jadi ya intinya harus pandai-pandai menematkan diri ya. T: Kalau di Jakarta sendiri, ada nggak sih pak masalah-masalah J: kalo saya sendiri sih nggak pernah ya. Tapi kalau saya dengar- Masalah-masalah yang dengar , teman-teman yang di daerah itu ada benturan atau friksi. masih terjadi terutama di Itu masalah yang terkait dengan kepribadiannya. Dia tidak bisa daerah menjaga keselarasan empati terhadap orang lain. Jadi biasanya itu individunya. Itu di Semarang ya, itu sampe kita bikin sanggar itu kita dibantu sama orang lain, soalnya dia kuga bantu yang lainnya umpamanya sedang ada pembangunan Masjid dan sebagainya. Jadi ya intinya harus pandai-pandai menematkan diri ya. T: Kalau di Jakarta sendiri, ada nggak sih pak masalah-masalah

khusus terkait dengan penghayat di kota-kota besar?

J: Setau saya ya nggak ada, karena kita sifatnya ya lebih banyak diam. Jadi menghindari benturan-benturan yang nggak perlu. Toh kita sebagai rohaniawan apa sih yang dicapai? Bukan soal politik..

T: Terus untuk masalah pencatatan KTP sendiri itu bagaimana pak? Apa masih ada masalah?

J: saya kemarin itu baru ngurus perpanjangan itu dikasih strip kosong. Terus KK-nya juga dikosongin.

T: Terus kalo sebelum-sebelumnya itu sulit pak?

J: sebelumnya memang karena belum ada UU Adminduk itu KTP- Seputar masalah nya memang agak susah. Dulu waktu saya di Rawamangun, itu pengurusan

pencatatan sudah kosong, lalu saya perpanjangan karena saya sibuk tau-tau identitas informan

di hasilnya kok Islam.. tapi alah ya sudah lah, cuma administrasi, KTP yang penting kan keyakinannya. Jadi kondisinya kan gini, sistem di Indonesia itu kan antara policy di atas kan belum tentu nyambung kan dengan yang di bawah. Coba aja, pasti lambat itu di bawah nangkepnya. Kalo belum ada surat edarannya, jadi itu kan merupakan petunjuk teknis pelaksanaan dari suatu keputusan ke pelaksana di daerah, artinya itu bakal internal mengikat pegawai agar seperti ini. Kita memang harus punya wawasan yang luas terjun di masyarakat itu. Kalo orangnya nggak ngerti terus mau kita marahi juga ya nggak ketemu, jadi berantem. Tapi kalo kita ahu oh ini belum nyampe, ya sudah.. ikutin aja.

T: Jadi bisa dibilang kalo bapak ini dalam pengurusan KTP-nya mudah ya pak? Sosialisasinya udah jalan sampe tingkat bawah?

J: Iya, jadi sudah bisa. Sosialisasinya juga sudah jalan ya sampe tingkat kecamatan. Jadi, tadinya ini di kelurahan itu masih belum bisa, terus ya saya ya bilang, ya udah mana pak pengantarnya, nanti saya ke kecamatan. Pas udah ke kecamatan ya udah jadi.

T: Oh jadi masalahnya di kelurahan ya pak ya?

J: Ya nggak tau juga ya pekerja kita itu ya, bisa dibilang ya kurang aktif juga ya. Jadi bekerja itu nunggu, kalo nggak ya nganggur gitu. Kalo semua aktif dan punya inisiatif ini kan bisa menutupi kekurangan.. Hehehehe, kok jadi cerita administrasi negara ini, tapi pengaruhnya ya kesana ini mas..

T: Terus yang menarik lagi pak, gimana sih identitas penghayat sendiri di pegawai negeri pak?

penghayat J: tergantung orangnya, kalo saya itu nggak ada masalah. Begitu sebagai PNS di Depkeu saya dateng, temen-temen ya saya ajak ngobrol sambil bercanda ya. Kamu apa, saya gini gini gini, kok gitu, ya saya jelasin. Akhirnya mereka nerima. Lah kalo gitu ada nabi baru dong? Gitu tanggapan mereka. Lalu saya bilang kalo di ajaran ini saya itu nggak kenal nabi dan orang yang nerima pertama kali itu nggak mau disebut nabi.

Identitas Identitas

T: Jadi masih banyak pertanyaan-pertanyaan awam ya dari orang sekitar bapak ya?

J: Iya betul. Dan memang nggak tau ya, memang sudah darisana ya.. dan itu perlu untuk menghadapi orang-orang seperti itu yang menyamakan kita dengan agama dalam wilayah berbeda. Mungkin kita itu dari awal memang sudah disetel untuk tidak bertabrakan, kalo ahmadiyah bermasalah kan karena orang-orang nggak saling memahami. Kalo kta kan dari awal memang sudah beda enaknya, ya emang beda ya mau diapain? Hehehe.. Biasanya jadi di tempat- tempat dimana penghayat mengalami konflik itu kan biasanya ada persinggungan-persinggungan pribadi ya. Kadang-kadang mereka itu nggak mencermati wewarah tujuh itu. Wewarah tujuh nomor enam kan bebrayan atau bergaul ke sesamanya, saling kasih sayang di lingkungan. Jadi itu tidak hanya dipikir saja tapi juga harus dihayati.

T: Jadi bapak itu akhirnya bisa sumpah pegawai dengan cara kepercayaan itu akhirnya gimana pak jalannya?

J: Jalannya gini, saya kan sering ngobrol, orang-orang juga tahu Proses informan sampai saya orang kepercayaan. Waktu saya dilantik, saya kan diem aja. bisa

melaksanakan Pak Gatot dilantik pake apa? Saya tau Pak Gatot kan kepercayaan sumpah

secara ya. Oh jadi boleh ya? Oh boleh pak. Ya sudah saya bilang sama penghayat di Depkeu dia ya pake itu saja. Kalo nggak boleh gimana? Ya sudah terserah situ disumpah pake apa, hehehe.. Malah ketawa dia. Jadi ya pendekatan pribadi ya, jadi di levelnya diatas saya. Ada juga setjennya nanya, ini betul nih pak gatot pake kepercayaan nih? Betul pak kalo memang itu diperkenakan jawab saya. Lalu dia bilang ya ooh bisa pak.. Jadi ya tergantung pribadi, dan tergantung pribadi-pribadi itu, cara memahaminya. Kan ada juga pejabat yang fanatis ya, ya sakarepe dewe ya! Hahaha.. ya itu, kita memang harus bener-bener paham gitu ya dengan lingkungannya dengan temen-temennya segala. Jadi waktu itu saya dari pelaksana ya, jadi eselon 4 ke eselon 3. Saya pensiun di eselon 3 ya, kabag.

T: kalo sebelumnya ada juga sumpahnya pak?

J: nah kalo itu sumpah pegawai negeri ya, masal. Jadi pake cara Islam ya. Waktu itu juga kan KTP saya kan waktu masih SMA itu kan bikinnya masih rawan-rawannya setelah peristiwa 1965. Jadi pake Islam saya. Terus setelah masuk pegawai negeri nah orang banyak tahu ya ledek-ledekan..Jadi gitu caranya, kita nggak usah menjelek-jelekkan nggak usah, ya kita beritahu saja santai. Lho kok begini, ya lalu kita jawab. Kalo misalnya dibanding- bandingkan ya ooh jangan, sejarahnya ya begini lho, perkembangannya begini, ajarannya begini. Soal dia menyama- nyamakan ya itu penasiran dia kan.. Saya tidak terpancing untuk mau disamakan ataudibedakan ya tidak ya. Ya tapi kalau dia mau menyamakan atau membedakan dari sejarah perkembangan yang saya utarakan ya terserah penafsiran dia.

T: Dinamika penghayat ini kan menarik pak, apalagi pasca tragedi T: Dinamika penghayat ini kan menarik pak, apalagi pasca tragedi

1965 itu dimana banyka penghayat yang akhirnya migrasi keyakinan akibat taku dikira PKI. Itu bapa sendiri waktu itu ngalamin nggak pak?

J: Jadi kalau saya sendiri nggak ngalamin ya, keluarga juga nggak Dinamika penghayat ngalamin. Jadi kebeulan di Surabaya itu kan tetangga saya itu kan pasca tragedi tahun 1965 pusatnya Banser NU, nggak masalah karena kita tahu kan. Kebetulan juga bapak saya ya dihormati juga sama mereka. Tahu mereka itu kepercayaan. Rumah saya dulu itu empat sujudan, sanggar. Jadi kalo ketemu orang-orang itu ya biasa, nggak ada masalah. Intinya sebenernya ya itu, hubungan personal dengan masyarakat. Sering bergaul, ngomong enak, nggak pernah menjelek-jelekkan.

T: kalo pak Gatot sendiri biasanya sanggarannya dimana pak?

J: Kalo saya biasanya di Radio Dalam ya. Katanya disini ini ada Seputar sanggar Radio ya, tapi kok ya nggak muncul. Nah kalo di Jakarta itu kesulitannya Dalam itu ngumpul. Karena kan jarak tempuh kerjanya kan ya, orang juga capek dan sebagainya, kendalanya ya seperti itu ya. Jadi yang ngumpul juga dari tiap wilayah ya, barat, timur, utara dan selatan itu ngumpul perwakilannya, sekedar laporan perkembangan. Nah kalo ada sisa waktu diisi diskusi, tanya jawab, untuk saling mengutarakan pengalaman-pengalaman spiritualnya.

T: Pak kalo di Jakarta sendiri, itu gimana sih dinamika penghayatnya pak? Apa secara jumlah naik atau turun sih pak?

J: kalo Jakarta ini relatif nggak berkembang, kurang lah kurang Dinamika penghayat di berkembang. Tapi kalau di Jawa Timur terus di Bali itu pesat Jakarta perkembangannya. Jadi penyebabnya ya itu tadi, karena susah ngumpul, susah untuk interaksi. Kalo saya dulu waktu koordinator remaja itu dulu pesat, sampe kuliah saya itu terhambat. Jadi kan saya abis kerja itu kan kuliah, terus kalau ada hal-hal penting ya nggak kuliah saya, ngurusi warga ya ke rumah si A, si B, Si C. jadi kalau ingin dinamis itu kita harus berkunjung ke rumah- rumah, memberitahu kalau besok itu ada sanggaran dan sebagainya. Saya itu kesana kemari dulu kalo di DKI. Jadi kalo pas remaja itu jadwal penggaliannya itu bulan Juli di Jogja pas liburan semester, saya itu bawa orang 20 ada juga yang 40 naik bis bareng. Jadi ya memang mesti gigih ya. Karena saya ditunjuk sebagai koordinator ya jadi saya bergerak sendiri. Pas saya sudah nikah, ya jadinya dibagi-bagi lah acaranya.. T: Sebagai dulu yang aktif juga menangani remaja pak, sekarang bapak melihat kegiatan remaja di DKI ini gimana pak?

J: Kurang. Ya saya tidak berani mengatakan tidak ada ya, karena Masalah kegiatan saya belum anjangsana ke wilayah-wilayah. Kalo dulu kan betul- penghayat remaja di DKI betul anak SMA, anak SMP. Kalo sekarang saya katakan remaja Jakarta itu ya orang yang sudah bekerja ya udah 25 keatas ya umurnya. Jadi intinya kalau ingin mengembangkan ya harus ada orang yang turun gunung, turun ke warga, ngadain kumpulan remaja. Jadi kalau orang suruh duduk bersila lalu diam dan merasakan anak sekarang ya mana tahan ya. Ngapain sih, ya gitu kan. Kesannya ini J: Kurang. Ya saya tidak berani mengatakan tidak ada ya, karena Masalah kegiatan saya belum anjangsana ke wilayah-wilayah. Kalo dulu kan betul- penghayat remaja di DKI betul anak SMA, anak SMP. Kalo sekarang saya katakan remaja Jakarta itu ya orang yang sudah bekerja ya udah 25 keatas ya umurnya. Jadi intinya kalau ingin mengembangkan ya harus ada orang yang turun gunung, turun ke warga, ngadain kumpulan remaja. Jadi kalau orang suruh duduk bersila lalu diam dan merasakan anak sekarang ya mana tahan ya. Ngapain sih, ya gitu kan. Kesannya ini

kan kerjaan orang yang mau masuk lobang ya. Hahahahaha.

T: Jadi bisa dikatakan nggak pak kalo regenerasi ke generasi mudanya itu masih mandeg?

J: kalo dalam rangka penyiaran ya memang susah ya karena pengaruhnya deras. Tapi ya kalo regenerasi dalam arti biologis yang artinya keturunan itu ya masih jalan. Terus ya biasanya warga-warga baru itu ya mengalami kegelapan dalam arti ya bingung, hambatan kepribadian ya. Nggak sengaja ketemu dengan warga dia bilang oh ini kok cocok ya, ada dari yang mulanya itu sakit. Ada orang yang bisa disembuhkan dengan cara itu, kalo di Islam kan rukyah kan ya nah di kita juga ada metode-metode itu.

T: Kalo bisa dilihat itu kebanyakan penghayat itu terutama yang di Jakarta itu kelas sosialnya itu menengah keatas atau menengah kebawah pak kebanyakan?

J: Menengah kebawah, kebanyakan itu. Kebanyakan itu di sektor informal seperi tukang bakso, terus di pelabuhan-pelabuhan, nelayan. Jadi nelayan itu kan kesana-kemari, jadi misalnya yang dari Tegal itu umpamanya mampir kesini itu dia biasanya nyari sanggar. Waktu itu saya ikut bapak di Tanjung Pinang dua tahun, disana bapak itu sanggaran ya, artinya kan disana juga ada, di kampung jawanya misalnya. Tapi ya tetep aja kebanyakan dari mereka itu kan kalangan bawah.. memang intinya dulu ajaran ini untuk petani, saya pikir-pikir kenapa ya untuk petani dan orang- orang kelas bawah? Justru dia yang nanti dapat tekanan secara ekonomi, mungkin mentalnya mudah shock, tekanan hidupnya juga tinggi ya. Dan dilihat lagi dari ajaran ini kan dekat dengan penyempurnaan apa saja, termasuk benih-benih padi, karena hidup kita tergantung dengan makanan-makanan kita juga. Karena ada juga kan ajarannya kan, karena segala sesuatu itu kan harus di Sabdo dulu kan atau didoain dulu.

Kelas sosial penghayat

T: Itu kan warga-warga kelas bawah kan banyak tuh pak dan pengetahuan mereka tentang undang-undang ini kan kurang ya, apa masih terjadi diskriminasi terutama terhadap mereka yang dari golongan bawah ini pak? Atau bapak memiliki pengalaman diskriminasi terhadap identitas bapak sebagai penghayat pak? J: Kalo saya sih nggak ya, soalnya saya ini dari dulu diajak sama bapak-bapak yang terdahulu itu untuk memperjuamgkan itu. Seperti KTP, perkawinan yang berhasil ya baru-baru ini. Itu sudah dirintis semenjak Sri Pawenang menjadi anggota MPR, jadi mulai dari situ. Kita itu sudah menemui gubernur, menkokesra kalo gak salah itu pak Roestan yang bekas gubernur Jawa Tengah itu. Terus kalo pejabat-pejabat itu kita terus selalu berhubungan. Lalu ya kandas dimana gitu ya, karena kepentingan politis. Kita juga ya tenang aja ya, tapi ada juga sih kalangan warga yang fanatis. Jadi dianya sendiri jadi bumerang ya, istilahnya orangnya nggak disenengin. Apalagi kalo diplomasinya kurang tepat ya, ya jadi berantem ya..Hehehehe. jadi saya melihat gejalanya ooh begitu, jadi ya masalah pendekatan juga ya.. Jadi sebenenrnya kalangan atas itu sudah paham gerakan kita, cuma di level-level bawah ini

Seputar

masalah

perjuangan

hak-hak

penghayat penghayat

kan masyarakat sampe sekarang kan tetep aja, policy diatas nggak nyambung dengan yang bawah.

T: Menurut bapak UU yang ada PP dan sebagainya untuk kalangan penghayat sendiri apa sudah cukup belum sih pak?

J: Cukup. Itu kan tergantung yang menafsirkan aja ya. UU Seputar masalah UU dan Perkawinan misalnya, itu sebenanrnya sudah cukup. Seperti kasus implementasinya yang di Jepara perkawinan penghayat yang sampe dibawa ke terhadap

kelomok Mahkamah Agung ya lalu kan kasusnya menang, ya itu akibatnya penghayat catatan sipilnya nggak mau mencatatkan. Makanya karena penafsirannya itu beda, sebetulnya UU perkawinan itu sudah pas sebetulnya, tinggal orang mau apa nggaknya. Cuma ya mungkin karena kepentingan dia ya barangkali. Jadi masalahnya itu ya Cuma beda penafsiran, lalu sosialisasinya ke bawah, terus dia mengadili sendiri, nah ini yang jadi perkara kan. Terus juklak-nya sendiri kadang juga nggak jelas, nggak ada surat edarannya buat pimpinan-pimpinan yang levelnya medium ini ya salah juga ya kalo levelnya juga nggak sampe yang kebawah-bawah ya. Jakarta itu ya adem ayem aja ya, karena Jakarta itu ya kita sering kasih sosialisasi ya. Jadi ya tergantung tuntunan, cara memberikan pendekatan kepada warga untuk masalah-masalah tertentu ya. Misalnya kalo masalah KTP ya, diberi pengertian ya sudah, soalnya yang dibawahnya ya masih belum ngerti. Jadi ya wajar kalo itu masih belum bisa ya karena petunjukmya masih belum ada. Jadi kalau disini itu lebih moderat ya, walaupun di tingkat musyawarah nasional kita harus perjuangkan betul-betul. Supaya juga konsekuen identitasnya gitu, nanti disangka kita diajari untuk munafik gitu. Jadi supaya klop gimana caranya ya kita perjuangkan. Kalo nggak berhasil ya bukan salah kita kan, ya salah pemerintahnya. Itu aja jadi mas, pemahaman-pemahaman di tingkat warganya masing-masing itu kadang masih kurang jelas.. mungkin kalo yag di daerah itu tuntunan level pengetahuannya itu tidak setaraf yang ada disini. Kalo disinikan hampir semuanya levelnya kan S1. Kalo di daerah ya itu tadi, kita kan banyaknya warga kita itu menengah kebawah, nah sekarang itu sudah mulai ada perbaikan ya, tingkat pendidikannya ya sudah mulai naik ya. Jadi dia cara memberikannya itu dia harus paham dengan lingkungannya. Tidak melihat kepentingannya saja..

T: Nah menarik pak tentang masalah perkawinan ini ya, kalau dulu sendiri bapak sama ibu itu menikah dengan tata cara apa pak?

J: jadi istri saya dulu itu kan juga sujud juga karena bapaknya itu Pengalaman perkawinan tuntunan juga, terus saya diskusi dengan istri saya nanti ini kan informan kasus karena ada kasusnya, susah daripada nanti kita bermasalah kan kita juga pegawai negeri dan ada hambatan macem-macem ya, dan semua orang juga memahami, ya sudah, kita dengan tata cara Islam di KUA. Tapi sebelum ke KUA saya dengan istri saya itu kawin secara ritual pake tata cara Sapta Darma. Jadi ada dua prosesi.

T: Jadi lebih memilih untuk biar nggak ada permasalahan ya, jadi pake tata cara Islam ya pak..

lxiii

J: Karena kan masih banyak orang yang belum tahu kan, nanti takutnya juga menimbulkan salah paham.. jadi kita lihat kondisinya lah, kalo kondisinya sudah menjamin ya baru.. Jadi kalo semuanya sudah tahu dan pemahamannya sudah tinggi ya saya kira Indonesia ini maju lah. Jadi dimana-mana ini kan masalah SARA ya, yang satu jenis aja berantem.. Kadang saya mikir ini ya tokohnya yang salah yang syiar ini kan ya..Hehehehe.

T: Itu kan tadi kalau perkawinan ya, kalau berkumpul sama perizinan bikin sanggar itu ada masalah nggak?

J: Nggak ada ya, tiap sanggaran itu dia sudah lapor RT/RW jadi Masalah perizinan perizinannya sudah ada, jadi itu yang biasanya ngurusi itu ya sanggaran Persada-nya.

T: Iya pak saya tertarik tadi pak yang akhirnya bapak sama ibu itu akhirnya melangsungkan perkawinan dengan cara agama resmi itu pak, karena juga ada pertimbangan bahwa bapak dan ibu itu berdua adalah pegawai negeri. Nah itu aapakah ada hambatan birokratis pak di kepegawaian jika kita masih menggunakan identitas kita sebagai penghayat, itu gimana pak?

J: Sebenernya hambatannya itu ya tergantung ya, tergantung pada Hambatan terhadap orang lain ya bukan pada diri kita. Karena pada kenyataannya kan identitas penghayat dan kalo dari pengalaman saya itu kan orang masih belum paham, ooh cara-cara informan untuk belum ada dan sebagainya. Tahun kemarin saja, ketika saya mau menghadapi

hambatan perpanjang, alasannya apa, belum ada kolomnya pak, gitu pas saya tersebut. ngurus KTP. Lalu saya bilang, loh kosongin saja, ya sudahlah daripada ribet-ribet terserahlah situ maunya, ditulis Islam terserah lah. Terus pas pergantian ini ada adminduk ini saya cerita, oh iya pak sudah bisa. Jadi ya begitu, jadi ada kaitannya dengan kelengkapan dan kesungguhan ya dari administrasi pemerintah itu sendiri, ketentuannya. Karena kita tahu kalau sudah nggak populer gitu orang sudah takut untuk melaksanakannya. Jadi saya itu kan bisa dilantik dengan tata cara kepercayaan ya karena saya mensosialisasikan diri saya sendiri ke lingkungan pekerjaan saya, artinya saya sudah tahu kan. Itupun saya ditawari, artinya saya memberi tahu kan sebelumnya, jadi ya bergaul pada siapa saja kok, atasan kalo mau ya saya ceritain kalo ngga ya sudah. Di kampung sini aja sudah tahu ya kalau saya ini kepercayaan,dan mereka ya menerima saja, kalo mereka nggak nerima juga saya nggak apa-apa. Bukan salah saya ya, salah dia yang nggak mau nerima saya.

T: nah kalau dari beberapa sumber ada yan mengatakan bahwa apabila tetap mempertahankan identitas penghayat di pegawai negeri itu kariernya akan dihambat, nah menurut bapak sendiri bagaimana itu pak?

J: Nggak tau saya ya, sepanjang yang saya alami itu ya nggak ada. Seputar karier informan Terutama di Depkeu ya, nggak ada sih. Semua kalau prestasi dan di

dan kinerjanya bagus ya bisa. Nah kita juga nggak tau ya tiap-tiap penghayat umumnya di departemen itu gimana ya, kan mereka punya kewenangan- PNS

Depkeu Depkeu

kewenangan sendiri ya, bisa juga, penyalahgunaan kewenangan dimana dia tanpa sadar itu harus menjalankan ketentuan-ketentuan ini. Ini kalo kita bicara yang kecil, kita harus lihat dulu yang umum yang gede-gede itu dulu, yang banya orang tahu aja begitu, seperti ahmadiyah itu. Terus inisiatif sendiri bahwa tertutup bagi dia, itu kan sudah menyalahi hak asasi ya.. kalau saya lihat itu di daerah di tingkat kabupaten kebawah itu masih lemah SDM-nya. Jadi intinya itu di pemahamannya, jadi kalo sama orang Sapta Darma itu ya kita tekankan anda itu jangan lupa harus paham juga ketentuan yang ada. Seperti di wewarah tujuh nomor dua itu, jadi harus menjalankan peraturan pemerintahnya jadi harus nasionalis.

T: Jadi walaupun ada peraturan yang sebenernya diskriminatif seperti UU no.1 Tahun 1965 itu pak, gimana?

J: sebetulnya kan kita sudah dilindungi oleh negara, kita kan mau Masih adanya hambatan menjalankan sesungguhnya tapi ada masalah di tingkat bawah. terhadap

penghayat Jadi sebetulnya itu kita menjalankan kewajiban, tapi terhambat. terkait

dengan Tapi ya sudah, yang menghambat itu kan urusan pribadi orang implementasi

di lain. Jadi ya mesti kita syiarkan ya poin per poin di dalam tingkat bawah aplikasinya di masyarakat. Kalau saya ya yang nomor enam itu, di masyarakat harus berbudi, kasih sayang dimana aja. Jadi ya slamet, hehehehehe. Jadi bukan menyelamatkan ya, tapi ya selamat. Jadi kalo nggak selamat ya pastinya banyak masalah ya, dan kalo kita sendiri nggak selamet mesti ada dari diri kita yang nggak bener.

UU

T: Nah kalau misalnya hak pemakaman atau penguburan untuk penghayat itu sendiri bagaimana pak?

J: kalau disini itu kan orangnya moderat itu tadi ya, sesuai dengan Mengenai masalah petunjuknya yang menerima pertama kali yaitu Bapa Panuntun pemakaman

dan Agung, kita punya tata cara sendiri, tapi kita lihat lingkungan kita. penguburan penghayat Kalau memang menghendaki pakai yang biasanya, ya sudah pakai itu saja. Kalau dia katholik ya katholik atau dia Islam ya Islam. Nah nani baru kalau nanti nggak ada yang merawat, orang lain nggak ada yang mau, nah baru kita yang merawat dengan tata cara kita sendiri. Walaupun dia bukan warga Sapta Darma, pokoknya terakhir kalau misalnya orang nggak ada lagi yang mau, ya akhirnya pake cara kita. Nah akhirnya jika kayak gitu kan menghindari friksi. Menghindari benturan..

T: Nah kalau selama ini warga penghayat, kan selama ini masih menggunakan tata cara yang umum pak, jadi kalau di pemakaman umum sendiri belum menyediakan lahan untuk penghayat ya pak?

J: Iya jadi sebenernya itu belum. Sepertinya belum. Jadi ya sosialisasi dan pemahaman penerimaan ini tuh kurang.. Waktu itu sempet pernah ditaruh di depan kantor lurah itu dulu kasusnya karena ditolak dimakamkan di pemakaman umum, di Jawa Tengah ya, akhirnya Lurahnya kelabakan akhirnya ya dia dimakamkam juga. Kasus di Jawa Tengah itu bisa dibilang cukup banyak ya, karena bisa dibilang orangnya itu lugu-lugu, kan dari menengah kebawah juga. Kalo disini sih nggak ada. Kalo di kelaurga saya J: Iya jadi sebenernya itu belum. Sepertinya belum. Jadi ya sosialisasi dan pemahaman penerimaan ini tuh kurang.. Waktu itu sempet pernah ditaruh di depan kantor lurah itu dulu kasusnya karena ditolak dimakamkan di pemakaman umum, di Jawa Tengah ya, akhirnya Lurahnya kelabakan akhirnya ya dia dimakamkam juga. Kasus di Jawa Tengah itu bisa dibilang cukup banyak ya, karena bisa dibilang orangnya itu lugu-lugu, kan dari menengah kebawah juga. Kalo disini sih nggak ada. Kalo di kelaurga saya

sendiri waktu bapak saya meninggal itu ya di rumah ada yang shalat, karena kakak ipar saya itu Muhammadiyah kentel. Terus waktu itu ya saya masih bujangan, terus karena permintaan kakak saya yang paling tua dia meminta yang umum saja dan juga tetangga-tetangga menghendaki. Tiba-tiba kakak ipar saya nyeletuk ngomong nggak berhenti-henti, nggak bisa pake kepercayaan dan sebagainya. Lalu saya bilang, siapa yang mau pake kepercayaan, laha wong udah diputuskan pake Islam. Tapi dia masih ngomong terus, akhirnya saya berantem sama kakak ipar saya.. Jadi saya bilang, kalau mas masih begitu berarti mas sudah mendiskreditkan kepercayaan kami. Sebenernya kami mau kok pake tata cara kami, tapi kami menghormati yang umum. Itu pengalaman pribadi saya waktu di Surabaya.

T: Itu mungkin salah satu bentuk diskriminasi juga ya pak terhadap identitas bapak ya?

J: Iya.. dia pikir milik dia yang paling baik mungkin ya. Artinya Konflik informan dengan kakak ipar saya takut kalau tata cara pemakamannya keluarga terkait identitas menggunakan tata cara kepercayaan. Padahal sayasendiri sudah sebagai penghayat rela bahwa ini akhirnya menggunakan tata cara yang berlaku umum. Mungkin dia ini terpengaruh kenapa, karena waktu di rumah itu juga kan ada juga yang sujudan, sujudan arwah, terus ada yang shalatin juga. Ya itu dia pengalaman saya clash sama kakak ipar saya. Ya jadi sempat keras juga gitu. Jadi juga sempat ada Pak Mudin (orang yang mendoakan .red), dia ikut-ikutan belain kakak saya. Lalu saya bilang, diam kamu, saya tahu latar belakang kamu. Karena dia dulu juga sempat ikut PKI. Jadi saya bilang gitu akhirnya diam saja dia. Lucu kalau saya ingat-ingat dulu itu. Jadi kesimpulan saya itu ya, tergantung pemahaman dan perbuatan kita ya.

T: Kalau anak-anak bapak sendiri bapak sosialisasikan tentang ajaran Sapta Darma juga pak?

informan J: Mereka tahu, lha wong saya sama temen-temen saya sering mengenai Sapta Darma sujudan disini kok. Malah istri sama anak saya yang pertama itu dan

Sosialisasi

di udah naik haji lho! Hahahahaha. Jadi istri saya itu kan nyelengin keluarganya buat naik haji berdua, ya terus saya bilang kamu itu lho ya ngapain lha saya kan nggak naik haji.. Ya udah kamu ajak Tiwi aja sana diajak nggantiin saya. Di keluarga saya sendiri itu memang macem-macem, kakak pertama saya itu ikut istrinya Kristen, terus kakak-kakak saya itu yang almarhum Islam, banyak yang Islam. Hanya yang di Bali aja ya adik saya yang perempuan karena faktor lingkungannya ya, karena banyak ketemu warga kita disana ya jadi dia penghayat.

keyakinan

T: Jadi bapak sendiri masih aktif di keorganisasian Sapta Darma pak?

J: saya itu sendiri karena kesibukan ya, sebelumnya itu saya jadi pengurus pusat di daerah, saya mengundurkan diri. Temen-temen kan sempet engusulkan saya ke pusat sana, saya menolak lah. Nanti saja lah kalo waktunya kan nanti juga kesana. Jangan direkayasa gitu..

lxvi

T: Kalau Sapta Darma sendiri apa kegiatannya pernah disangkutpautkan dengan politik pak?

J: Jadi kalau Sapta Darma sendiri di akte pendiriannya itu murni merupakan organisasi yang bergerak di bidang sosial dan spiritual. Apabila dulu sejarahnya pernah dekat dengan Golkar, itu bukan secara organisasi, tapi lebih ke individu. Seperti dulu itu kan ibu Sri Pawenang itu kan sebagai anggota MPR fungsional yang mewakili kepercayaan. Dulu Sekjen Golkar itu Pak Sapardjo itu juga dari warga kita. Nah semakin modern sistem partai sekarang itu kok kita sebagai lembaga kok seperti makin tidak ada yang mewakili ya? Hehehehehe..

T: Oh iya pak, pernah ada pencatatan sendiri nggak sih pak mengenai jumlah penghayat sendiri baik di Jakarta maupun tingkat nasional?

J: itu mungkin belum tahu ya saya, sedikit ya pada umumnya ya orang kepercayaan itu. Bukan hanya Sapta Darma saja ya..

T: Kalau di sanggar radio dalam itu setiap ngumpul itu ada berapa banyak sih pak yang sanggaran itu?

J: Ya relatif ya. Kalau di Jakarta itu ya sesuai kendalanya ya.. Jumlah penghayat yang kadang-kadang itu 5 orang, kadang-kadang juga 40 orang. Soalnya kumpul dan sanggaran di di tiap wilayah itu ada sanggaran juga, yang penting di radio SCB Jaksel dalam itu ada laporan dari tiap-tiap wilayah lah.. makanya kalau sekarang itu saya melihatnya kalau dari segi kelembagaan itu kurang, karena saya lihat kok yang remaja-remaja ini kok nggak muncul.disamping itu juga ada yang berlayar, lalu pindah ke Bekasi, kalo udah kawin kan nyebar ya udah nggak ketemu lagi. Dan kelemahannya, tuntunan itu ya, dan ini pengalaman pribadi saya ya, kalo nggak bergerak ya, orang kan cenderung males ya apalagi kondisi Jakarta, lalu kalo nggak dikasih pemahaman kalo sujud ini gini gini gini, ya sudah nggak mungkin, mendingan di rumah apalagi hujan lebat. Di Jakarta itu ada juga di Pulo Gundul ya, di Cempaka Sari. Tuntunannya itu pak Maryanto. Itu dulu disitu juga ada kasus juga, kasus disuruh menutup rumahnya yang dibuat sanggar itu. Mungkin dia kan pendekatannya kan beda.. itu sekitar tahun 1980an. Tapi akhirnya sama tuntunan sini akhirnya kita turun kebawah dialog gitu, akhirnya kita buka lagi nggak masalah. Nah itu dia kuncinya komunikasi. Belum lagi kalo liat tingkah laku orangnya kan tengil ya bisa aja ya.. jadi ya dia disitu juga punya toko ya. Jadi ya tempramennya kan beda ya pedagang itu, sehingga ya nggak bisa luwes gitu, kayak jualan aja. Jadi kalo ngelihat ada masalah itu saya selalu melihat background pendidikannya apa, profesinya apa, kenapa gitu.

Catatan Lapangan dan Transkrip Wawancara Informan SK Informan

: SK (Menikah, 58 Tahun, Tuntunan Provinsi Jakarta) : SK (Menikah, 58 Tahun, Tuntunan Provinsi Jakarta)

Pewawancara

: Arman Riyansyah

Lokasi Wawancara : Rumah Bapak SK Gg. Mandala RT 02 RW 07 No.2 Kampung Utan,

Cilandak.

Tanggal / Waktu

: Minggu, 27 Maret 2011, Pukul 17.15-18.35 (± 80 Menit)

Catatan Observasi dan Transkrip Kategori / Keterangan Catatan Pribadi

Informan SK direkomendasikan oleh informan BI. Informan SK merupakan salah satu tuntunan provinsi DKI. Informan SK juga dinilai oleh informan GP juga lebih sering turun di tingkat warga jadi beliau cukup bisa menggambarkan dinamika yang terjadi di warga Sapta Darma khususnya di Jakarta. Setelah mendapatkan kontak informan SK dari informan BI penulis segera megontak beliau. Dengan tanggapan yang hangat beliau langsung menyetujui maksud penulis yang akan melakukan wawancara terhadap beliau.

Informan SK berusia 58 tahun adalah pensiunan Pegawai Negeri Sipil Pemda DKI Jakarta yang ditempatkan di Dinas Olahraga. Beliau pensiun pada tahun 2006 lalu dan sampai saat ini masih aktif berolahraga tenis dua kali tiap minggunya di Gelanggang Olahraga Ragunan. Beliau pensiun dengan jabatan terakhir sebagai Kepala Gelanggang Olah Raga Ragunan. Beliau merupakan lulusan STO di Solo yang lulus pada tahun 1978.

Dari beberapa informan yang penulis wawancarai, hanya informan SK yang menikah dengan tata cara penghayat. Pernikahannya sendiri dilakukan pada 1980 di Purwokerto. Baik informan maupun istri merupakan penghayat. Beliau lahir di keluarga abangan yang cukup bebas dalam menentukan keyakinan, hal ini dapat dilihat dari saudara saudari informan yang berbeda keyakinan. Menurutnya hal ini dikarenakan kultur Solo yang tidak terlalu ekstrim dalam masalah keyakinan, membuat terjadinya

dimungkinkan terjadi. Wawancara dilakukan di rumah informan SK di bilangan

Cilandak KKO. Rumah beliau terletak di perkampungan dan cukup

besar jika

sekitarnya.penulis diterima di ruang tamu beliau yang cukup nyaman dengan dihiasi oleh ornamen-ornamen Jawa yang kental. Ada juga beberapa koleksi keris, wayangan semar dan gambar simbol pribadi manusia. Informan cukup ramah dalam menyambut kedatangan penulis.

TRANSKRIP WAWANCARA

J: Iya jadi karena saya Tuntunan provinsi ya, saya juga sering ya bersinggungan dengan teman-teman..

T: Jadi Pak Kamto juga tuntunan DKI juga ya pak? T: Jadi Pak Kamto juga tuntunan DKI juga ya pak?

J: Iya sama Pak Bagyo juga ya, jadi kita kan istilahnya itu kan Kondisi kegiatan bertiga ya sama yang satu lagi itu Pak Maryanto ya yang di Jakarta pembinaan Sapta Darma Pusat. Karena lima wilayah ini kan dengan kondisinya yang di DKI sekarang ini kan pembinaannya tidak seperti dulu lagi. Kalau dulu itu misalnya ya kalo dulu sanggaran itu kan kalo malem pulang kan ada kendaraan umum yang bisa dinaikin ya, sekarang kan malem kan kendaraan umum sudah tidak ada, sehingga saya punya pemikiran bahwa di dalam pembinaan itu ya wilayah- wilayah itu yang melakukan pembinaan masing-masing, tidak DKI, DKI semacam koordinasi aja. Pengennya sih begitu, tapi temen-temen yang di daerah itu pengennya kan yang DKI-nya terus.

T: Kalau di DKI itu kan ada beberapa wilayah ya pak ya, itu di tiap-tiap wilayah itu ada tuntunannya pak?

J: Jadi ada di tiap-tiap wilayah itu ada tuntunannya.. Jadi Keorganisasian kebetulan di DKI ini Persadanya kita buat kemarin ya, jadi setiap Kerokhanian

Sapta lima tahun itu, kalo tuntunan itu katakanlah seumur hidup, kalo Darma di DKI organisasinya Persada itu setiap lima tahun sekali itu diadakan pergantian pengurus. Kemudian ya tergantung SDM wilayah masing-masing ya Persada itu. Karena DKI itu termasuk provinsi yang sempit ya kira-kira ya, tidak seperti Jawa Barat atau Jawa Tengah ya. Jadi misalnya kalau ditangani DKI juga sudah bisa juga, sudah cukup.

T: Terus kalau Pak Kamto sendiri misalnya kalau mengadakan sanggaran itu biasanya dimana pak?

J: Jadi saya biasanya itu di radio dalam, jadi itu sanggaran tingkat propinsi ya.. Sebulan sekali ya, malam minggu terakhir. Nah nanti wilayah lain apa apa apa ada harinya masing-masing ya.

T: Kan bapak ini kan orang yang sering turun juga ya pak ke penghayat, masalah apa sih pak yang masih bapak lihat yang banyak terjadi terutama terhadap penghayat di Jakarta ini pak?

J: sebenernya kalo di Jakarta Selatan itu kan, masalah Masalah pencatatan kependudukan dan KTP-nya itu kan lancar.. kami sebulan kemarin identitas penghayat di UU sudah dijelaskan, yang tahun 2006 itu ya untuk wilayah KTP Jakarta Selatan itu nggak ada masalah. Begitu keluar 2006 dan 2007 udah di undangkan begitu itu ya 2008 saya langsung ganti apa istilahnya agama saya ganti jadi kepercayaan ga ada masalah. Kalo biasanya di Kelurahan itu kita harus buat surat pernyataan, nah kemarin itu di Ragunan itu saya malah dibilang oh pak nggak usah pake surat pernyataan pak. Karena mereka kan sosialisasinya, biasanya kan ada sosialisasinya kan ya, dari kependudukannya barangkali tidak ada masalah ya. Tapi, ada ini ya kasus di Jakarta Pusat ya agak ngganjel juga sih ini ya, jadi kan kita izin ngerubah dari agama ke kepercayaan itu kan di RT/RW ya surat anunya ya, nah itu kadang-kadang RT/RW-nya itu yang kadang belum mengerti.. Nah kalo saya karena di lingkungan sini dikenal aktif juga ya, saya ke RT saya ke RW itu nggak ada masalah ya, mudah. Artinya masalah yang seperti di Jakpus itu tidak menyeluruh ya, tergantung pemahaman tentang UU tadi belum J: sebenernya kalo di Jakarta Selatan itu kan, masalah Masalah pencatatan kependudukan dan KTP-nya itu kan lancar.. kami sebulan kemarin identitas penghayat di UU sudah dijelaskan, yang tahun 2006 itu ya untuk wilayah KTP Jakarta Selatan itu nggak ada masalah. Begitu keluar 2006 dan 2007 udah di undangkan begitu itu ya 2008 saya langsung ganti apa istilahnya agama saya ganti jadi kepercayaan ga ada masalah. Kalo biasanya di Kelurahan itu kita harus buat surat pernyataan, nah kemarin itu di Ragunan itu saya malah dibilang oh pak nggak usah pake surat pernyataan pak. Karena mereka kan sosialisasinya, biasanya kan ada sosialisasinya kan ya, dari kependudukannya barangkali tidak ada masalah ya. Tapi, ada ini ya kasus di Jakarta Pusat ya agak ngganjel juga sih ini ya, jadi kan kita izin ngerubah dari agama ke kepercayaan itu kan di RT/RW ya surat anunya ya, nah itu kadang-kadang RT/RW-nya itu yang kadang belum mengerti.. Nah kalo saya karena di lingkungan sini dikenal aktif juga ya, saya ke RT saya ke RW itu nggak ada masalah ya, mudah. Artinya masalah yang seperti di Jakpus itu tidak menyeluruh ya, tergantung pemahaman tentang UU tadi belum

menyentuh sampe RT/RW ya gitu. Ya hanya sebatas pencatatan sipil dan kependudukan saja. Ya kemarin itu saya sarankan ya langsung ke kelurahannya saja. Kal kelurahan di Jakarta Selatan tidak ada masalah, saya kira seluruh kelurahan di DKI Jakarta itu ya nggak ada masalah ya.

T: Jadi mungkin yang masalah itu kebanyakan yang di luar Jakarta ya pak ya, seperti yang di Tangerang, Depok dan sebagainya ya pak?

J: Iyaa, jadi ya bisa kita lihat ya aparat ya, terus oknum, iya aparat itu juga ya macem-macem kan. Ada yang memahami, ada yang mungkin masih gimana gitu, sehingga timbul hal-hal yang kurang mengenakkan gitu.

T; Selain masalah kependudukan itu ada masalah lain apa lagi sih pak terhadap penghayat itu?

J: Hmm kebetulan saya ini kan sudah bisa melaksanakan Masalah-masalah pergantian identitas ya. Kemudian pernikahan, jadi pernikahan ini penghayat

lainnya di memang sudah bisa ya. Hanya kasus pernikahan di DKI ini secara DKI penghayat ini belum terjadi.. belum ada, terus terang kalo di DKI ini para penghayat ini yang usianya yang usia-usia seperti saya ini lah. Yang usianya sudah nikah lah gitu, yang usia-usianya remaja ya banyak juga sih, tapi belum jadi yang pernikahan antar penghayat itu belum ya. Karena belum ada pernikahan sesama penghayat ya di Jakarta, tapi saya kira ya itu kan istilahnya yang menikahkan itu kan juga mendapat surat rekomendasi dari direktorat kepercayaan. Hanya memang pada saat itu yang ditunjuk untuk DKI itu memang saya sama Pak Bagyo, saya kira awalnya bisa untuk se-DKI namun karena domisili kita berdua di selatan ternyata bisanya cuma di wilayah selatan saja. Karena belum ada kasus yang terjadi ya, ya kita juga masih belum tahu. Jadi secara umum itu ya, untuk Sapta Darma di DKI itu kan ya kita juga selalu menghimbau agar selalu mengikuti kegiatan- kegiatan di dalam masyarakat, umum gitu ya, ya kita nggak boleh eksklusif lah, nggak boleh apalah dan juga mengikuti aturan hukum, misalnya kalo kerja bakti ya kita ikut. Karena itu bentuk darma kita kepada lingkungan, pemerintah dan sebagainya. Kebetulan untuk DKI ini kan, tidak ada masalah yang nggak diinginkan.

T: Kalo menurut bapak sendiri di Jakarta itu dinamika penghayatnya itu gimana sih pak? Secara statistik ada kenaikan atau penurunan jumlah pak?

J: Oh iya, jadi gini, untuk sekarang ya itu mengalami penurunan Dinamika aktifitas ya. Jadi bukan penurunan jumlah, tapi penurunan aktifitas ya. penghayat

yang Misalnya dulu kan sanggaran ya kita kumpul misalnya sampe 100 mengalami

penurunan orang, sekarang ya agak menurun. Karena banyak yang kegusur, dari tahun ke tahun akhirnya pindah jauh dari sanggar. Jadi mereka sendiri kalo kita monitor ya tetap melakukan sujud, tapi ya tidak ikut bareng, jarang ngumpul. Mungkin ya setahun sekali kalau Suroan, kita adakan sedekah itu baru kelihatan itu ramainya. Ya itu dia, sekarang yang memang agak parah itu ya karena tingkat penurunan orang, sekarang ya agak menurun. Karena banyak yang kegusur, dari tahun ke tahun akhirnya pindah jauh dari sanggar. Jadi mereka sendiri kalo kita monitor ya tetap melakukan sujud, tapi ya tidak ikut bareng, jarang ngumpul. Mungkin ya setahun sekali kalau Suroan, kita adakan sedekah itu baru kelihatan itu ramainya. Ya itu dia, sekarang yang memang agak parah itu ya karena tingkat

kemacetannya yang memang tinggi ya. Jadi banyak yang waktunya itu nggak keburu.

T: Terus waktu itu juga saya ngobrol sama pak Bagyo juga pak, katanya salah satu hambatannya itu adalah masalah regenerasi ke generasi mudanya pak. Apa itu masih terjadi ya pak?

J: ini di dalam masalah kepercayaan sendiri ini ada dalam masalah Masalah regenerasi dan teknologi ya. Sekarang banyak anak-anak muda yang masuk ke kemajuan teknologi kita itu dengan menggunakan teknologi komputer ya, facebook segala macem. Saya sendiri nggak bisa ngejar, tapi karena saya banyak bergaul dengan temen-temen ngobrol dan sebagainya ini bisa mengikuti anak-anak muda ini. Nah angkatan yang lebih sepuh dari saya ini yang sudah nggak bisa ngikuti lagi..

T: Kalau misalnya bisa bapak lihat ya pak, jumlah penghayat di Jakarta itu sendiri secara statistik itu ada berapa banyak sih pak?

J: perkiraan itu untuk sekarang itu ya, ini DKI ya, kalo pas Jumlah statistik kumpul-kumpul itu ya bisa antara 400-500an orang lah. Kalo penghayat

DKI komunitas di Radio Dalam itu ya tiap ngumpul itu jumlahnya ya Jakarta nggak tentu ya, antara 10 sampe 50 orang.

di

T: kan saya juga mau ngelihat hubungannya dengan masyarakat nih pak, selama ini yang bapak ketahui ini gimana sih pak hubungan para penghayat ini dengan masyarakat? Apakah masih ada itu diskriminasi di masyarakat itu pak?

J: nah itu yang saya dengar, kayaknya sih nggak begitu masalah Hubungan penghayat ya, soalnya warga kita yang di DKI itu bisa menyesuaikan ya dengan

masyarakat dengan lingkungan. Dan banyak yang karena bisa pangusadan atau sekitar penyembuhan di jalan Sapta Darma itu, sehingga mereka banyak yang bisa bantu masyarakat tanpa mendapatkan imbalan apapun ya. Artinya kita tidak diperbolehkan untuk menerima sesuatu ya, jadi ya hanya rasa kasih sayang saja ya. Sehingga mereka biasanya dihargai lah di lingkungannya gitu. Meskipun buat yang belum paham dianggap aneh ya, bagi kita ya biasa-biasa aja. Dianggap aneh ya karena mungkin ritual kita kan menghadap ke timur dan sebagainya. Jadi kalau kita jelaskan ya nggak ada masalah ya.

T: kalau pengalaman pak Kamto sendiri selama menjadi penghayat ini pak, apa ada tanggapan-tanggapan miring pak?

J: Ehmm, secara serius ya nggak ada. Tapi kalau saya di kantor itu Pengalaman informan di sama teman-teman itu walaupun sifatnya bercanda ya, tapi hmm kantor terkait identitas kadang agak seenaknya gitu ya.. Tapi saya nggak ambil pusing ya. sebagai penghayat Tapi ya secara serius ya nggak ada ya. Yah saya juga salain toleransi juga lah. Paling ya banyak pertanyaan-pertanyaan awam lah

T: Oh iya menarik pak, kan bapak kerja sebagai PNS juga apa ada hambatan yang bapak temui saat orang-orang juga tahu kalau bapak itu penghayat?

J: Saat itu ya belum keluarnya UU itu, saya kan pensiun 2006. KTP saya ya bunyinya masih Islam ya, ya tapi itu Islam KTP. Jadi J: Saat itu ya belum keluarnya UU itu, saya kan pensiun 2006. KTP saya ya bunyinya masih Islam ya, ya tapi itu Islam KTP. Jadi

nggak ada masalah. Jadi setelah pensiun dan keluar UU itu saya merasa kalau shalat saja saya nggak bisa ya, lebih enak kalau saya itu memakai identitas saya sendiri itu.

T: Emang sebelum UU Adminduk itu keluar, susah ya pak ya? J: Susah, malah nggak bisa. Di komputer mereka itu kan nggak

ada bunyinya kan.. nggak ada kolomnya, nggak ada. Jadi dulu itu tahun sekitar 80an, pernah, tapi UUnya sebatas apa iu saya kurang paham ya pada saat itu ya. Tapi dulu perkawinan saya sudah perkawinan secara penghayat juga ya, jadi ya sudah. Jadi secara penghayat, nah abis itu buyar, nggak berlanjut tidak ada kelangsungannya sehingga balik lagi gitu kan, bermuncul lagi yang ini kan.

T: Dulu gimana tuh pak akhirnya bisa melangsungkan perkawinan secara penghayat pak?

J: dulu masih di daerah, saya kan sudah di Jakarta kan tapi istri Pernikahan informan saya kan orang Purwokerto kan. Nah jadi saya nikahnya disana, secara penghayat. dan kebetulan mertua saya sama dengan saya, sama-sama penghayat, istri saya juga pengahayat ya. Saya jadi sesuai dengan UU pada waktu itu jadi saya nikah itu secara penghayat.

T: Kalo keluarga bapak yang lain, anak-anak bapak juga bapak kenalkan sama ajaran ini pak?

J: Jadi kebetulan anak saya itu sau meninggal waktu kelas tiga SD. Jadi pada waktu itu anak saya ya juga ikut juga.

T: Kalo di keluarga bapak sendiri gimana? J: Iya saya juga dari kecil juga ya. Biasanya kebanyakan ya. Perjalanan

relijiusitas Biasanya ada yang ikut orang tua ya, ada juga yang nggak. Ya informan tergantung individu warga sapta darmanya sendiri ya. Ada yang bisa membawakan anaknya ada yang tidak. Tapi pada umumnya ya seperti Pak Gatot, itu dari kecil, Pak Boy itu juga dari kecil. Karena memang orangtua beliau-beliau ini kan Tuntunan juga. Mas Edy itu juga dari kecil juga ya. Kalau saya itu mulai aktifnya itu ya dari mahasiswa itu ya dari tingkat satu, tahun 1970. Kalo saya pribadi itu dikatakan tidak mutlak juga ya, iseng-iseng awalnya. Saya waktu itu masih di Solo ya, kebetulan juga disana kan kehidupan keagamaannya itu kan santai ya. Jadi orang tua di satu rumah itu bisa macem-macem agama. Nah, pada waktu itu saya belum ngerti apa itu Sapta Darma, karena dulu saya sering baca buku silat ya karena nanti bisa badannya sakti keluar asap dan sebagainya. Jadi saya kan disujudkan oleh teman ya, eh lantas kok bener ya badan saya ya kayak keluar asap ya, jadi kaya orang sakti itu ya, awalnya gitu iseng ya. Jadi awalnya ikut sanggaran iseng-iseng terus belajar lantas akhirnya ya memahami. Artinya memang kita belajar itu memang latar belakangnya itu ya macam- macam ya, ada yang penyembuhan, ada yang kayak saya juga itu karena tidak sengaja, tapi saya tertariknya pada ajaran ini bahwa segala hal itu kita pelajari memang untuk kita buktikan bukan hanya secara teori saja. Jadi benar keyakinan itu memang benar relijiusitas Biasanya ada yang ikut orang tua ya, ada juga yang nggak. Ya informan tergantung individu warga sapta darmanya sendiri ya. Ada yang bisa membawakan anaknya ada yang tidak. Tapi pada umumnya ya seperti Pak Gatot, itu dari kecil, Pak Boy itu juga dari kecil. Karena memang orangtua beliau-beliau ini kan Tuntunan juga. Mas Edy itu juga dari kecil juga ya. Kalau saya itu mulai aktifnya itu ya dari mahasiswa itu ya dari tingkat satu, tahun 1970. Kalo saya pribadi itu dikatakan tidak mutlak juga ya, iseng-iseng awalnya. Saya waktu itu masih di Solo ya, kebetulan juga disana kan kehidupan keagamaannya itu kan santai ya. Jadi orang tua di satu rumah itu bisa macem-macem agama. Nah, pada waktu itu saya belum ngerti apa itu Sapta Darma, karena dulu saya sering baca buku silat ya karena nanti bisa badannya sakti keluar asap dan sebagainya. Jadi saya kan disujudkan oleh teman ya, eh lantas kok bener ya badan saya ya kayak keluar asap ya, jadi kaya orang sakti itu ya, awalnya gitu iseng ya. Jadi awalnya ikut sanggaran iseng-iseng terus belajar lantas akhirnya ya memahami. Artinya memang kita belajar itu memang latar belakangnya itu ya macam- macam ya, ada yang penyembuhan, ada yang kayak saya juga itu karena tidak sengaja, tapi saya tertariknya pada ajaran ini bahwa segala hal itu kita pelajari memang untuk kita buktikan bukan hanya secara teori saja. Jadi benar keyakinan itu memang benar

kita rasakan ya.. T: Jadi sebelum kuliah itu bapak secara relijius itu gimana? J: Oh saya dulu, saya katakan kan kalo di Solo itu kan bebas ya

secara keyakinan kan, jadi kebetulan dari kecil itu saya sekolah di Yayasan Kanisius ya, kemudian SLTP itu Kristen, dengan basic itu di SLTA saya mengambil pelajaran agama katolik sampe Mahasiswa saya mengambil pelajaran agama katolik. Tapi hanya pelajaran ya, jadi di Kristen itu kan kita harus baptis ya, nah itu nggak tau ya kenapa dulu itu saya nggak baptis. Padahal saya rajin ke gereja ya pada saat itu ya, Cuma kenapa saya nggak baptis itu ya saya juga nggak ngerti ya. Nah setelah saya ketemu Sapta Darma ini kok apa yang dijelaskan ajaran agama itu kok ya saya temukan disini ya.

T: Saya kan juga membahas tentang masalah hak sipil juga ya pak, tadi yang KTP sama perkawinan itu kan udah, nah sekarang kalau ada penghayat sendiri yang meninggal itu gimana pak?

J: itulah, saya juga begini.. pada waktu itu yang diperjuangkan kan Masalah

hak KTP, perkawinan, terus nanti kan pemakaman. Itu sudah masuk pemakaman

seputar

dan apa belum saya sekarang itu masih belum mengikuti sampe sejauh penguburan penghayat mana ya. Kalo soal pemakaman ini ya katanya mau diperjuangkan, soalnya kan harus ya, KTP, perkawinan dan pemakaman itu harusnya komplit ya. Tapi kan ya kemarin kan tuntunan kita meninggal kan ya, barangkali KTP-nya juga masih Islam KTP ya pada waktu beliau-beliau itu belum berubah karena belum ada Adminduknya jadi pada waktu meninggal juga ya upacara kita sendiri secara Sapta Darma, pemakamannya nggak ada masalah ya di pemakaman umum, karena KTP-nya masih Islam ya. Nah nanti saya ini juga masih nggak tau juga ya ini, tapi dari segi logika kan di DKI ini kan tanah pemakaman umum atau TPU itu kan dibebaskan untuk masyarakat ya. Dikelola Pemda, gak tau aturannya seperti apa, apa ada khusus Islam, kristen dan sebagainya saya kurang tau ya. Tapi yang jelas itu kan pembebasannya itu kan untuk masyarakat kan, pada waktu itu kan pengajuan-pengajuan tanah untuk dinak pemakaman kan tanah makam itu kan kadang-kadang kan kita dengar ya, karena dulu saya sering ikut pimpinan saya rapat di DKI jadi saya tahu. Jadi dalam pemikiran saya ya, dengan adanya ini seharusnya ya diakomodir seluruhnya, jadi ya harus bisa diterima. Jadi belum ada kasusnya, kalaupun penghayatnya meninggal banyak yang masih identitasnya itu Islam.

T: kalau masalah pendidikan pak untuk anak penghayat, selama ini kan masih belum bisa ya pak ya?

J: Yang agak mengganjal itu ya, jadi udah mendengar kasus di Masalah

hak Karanganyar itu ya, jadi yang seperti itu yang agaknya masih pendidikan

seputar

bagi mengganjal. Masalah pendidikan memang masih repot juga ya, penghayat memang kalau kita ini ehm dari penghayat kita memang keukeuh ya ada budi pekerti atau dengan ajaran kita sendiri, ada yang masih luwes mengikuti yang sudah ada entah kristen, entah islam, ada yang berpandangan semacam itu. Karena selama ini hal itu bagi mengganjal. Masalah pendidikan memang masih repot juga ya, penghayat memang kalau kita ini ehm dari penghayat kita memang keukeuh ya ada budi pekerti atau dengan ajaran kita sendiri, ada yang masih luwes mengikuti yang sudah ada entah kristen, entah islam, ada yang berpandangan semacam itu. Karena selama ini hal itu

masih diperjuangkanlah gitu.. Kalau di Jakarta sendiri ya itu, kebanyakan ya ikut agama resmi yang diminati aja. Jadi ehm kita ya mungkin luwes-luwes aja lah. Karena memang dalam satu penghayatan itu kan memang bermacam-macam pemikiran ya. Orang Islam dan Kristen pun dalam satu agama juga banyak macem-macemnya kan. Jadi kita ini yang kecil yang minoritas ini kan ya macem-macem ya, ada yang toleransinya tinggi dan kita sebagai warga Sapta Darma itu ya memang harus seperti itu ya. Jadi kalo yang orantuanya luwes ya ya udahlah ikutin aja. Karena si anak itu kan nanti yang akan mengikuti sendiri ya. Karena itu hak asasi setiap orang yang nggak bisa dipaksakan ya..

T: Terus yang terakhir pak, hak berkumpul dan pembangunan sanggar itu gimana pak?

J: Ehm, kebetulan sanggar kita ini belum ada yang baru ya. Yang Seputar hak pendirian lama-lama itu kan berjalan seperti biasa ya, sanggar kita yang sanggar dan berkumpul khusus bener-bener sanggar itu ya di Priok sana. Yang lain itu kan masih dompleng rumah ya.. Nggak ada masalah. Biasanya kadang-kadang masalahnya itu bukan di sanggarnya, tapi di kepribadian orang-orang yang ada di situ. Kadang-kadang yang ketempatan itu ka masih belum bisa ngebaur dengan lingkungan nah itu yang biasanya menjadikan masyarakat juga jadinya gimana gitu.

T: terus kalo untuk perizinannya di RT atau RW itu gimana pak sulit nggak?

J: Nggak, jadi karena sudah kenal dan deket sejak jaman dulu seperti yang di radio dalam itu, semenjak saya di Jakarta tahun 1978 akhir ya sampe sekarang sih ya nggak ada masalah..dan sanggar-sanggar yang sudah ada itu pada tahun-tahun itu ya lebih banyak ya. Sekarang udah mulai berkurang.

T: itu kenapa pak bisa berkurang seperti itu pak? J: Ya itu, kurang regenerasinya. Jadi orangtua kadang-kadang Masalah regenerasi dan

untuk ke putra-putranya, jadi di kita itu kan sebenernya itu kan perpindahan penghayat bebas ya nggak bisa memaksakan ya. Kalo mau mengikui seperti yang

berpengaruh kita ya ayo, kalo misalnya mau ikut seperti Islam atau Kristen ya terhadap aktifitas silahkan. Nggak ada paksaan gitu kan. Kemudian juga tadi ya, kena gusuran. Kayak yang di Jakpus itu ada itu orang Betawi itu, Pak Ahmad Nur, kena gusur akhirnya pindah ke Depok. Di Depok kan akhirnya nggak berkembang, cuma anak-anaknya ini yang nerusin, di lingkungannya juga udah nggak ada.

T: Terus kalo dilihat kelas sosial penghayat ini kebanyakan apa sih pak?

J: Ya kebanyakan memang menengah kebawah, yang Kelas sosial penghayat kehidupannya ini ya ada tapi ga bisa dihitung. Pekerjaannya itu macam-macam ya, ada nelayan, pegawai, ya macam-macam ya.. Ya paling banyak sih menengah kebawah.

T: Tadi kan masalah diskriminasi nih pak, menurut bapak, kan T: Tadi kan masalah diskriminasi nih pak, menurut bapak, kan

pemerintah udah ngeluarin perangat hukum dan UU untuk penghayat. Menurut bapak apakah itu udah cukup pak?

J: Ya itu nanti kita harapkan ya itu, saya harap ya pendidikannya,

implementasi pemakamannya, yang saya denger kan itu. Saya harap ya hak-hak penghayat dan keseluruhannya ya, pemakaman dan pendidikan kan sejauh mana perilaku

Masalah

aparat kan belum, karena saya juga belum mengikuti. Yang udah berjalan pemerintah kan KTP dan pernikahan kan, saya harap ya sampe pemakaman, sampe pendidikan jadi ya tidak diskriminatif lagi. Dan masih banyak oknum-oknum aparat-aparat yang masih belum bisa memahami gitu ya, kadang ada yang mengerti ada yang tidak..

T: Nah kan saya baca dari beberapa sumber, banyak yang bilang terutama di PNS itu juga ada diskriminasi ya pak, terutama bagi penghayat maupun yang non muslim nih pak. Nah itu sendiri bagaimana pak, apakah terjadi?

J: kayaknya sih iya, itu bukan hanya terkait saya sebagai Diskriminasi karier penghayat lagi ya. Secara pribadi ini saya katakan ya, bos saya terhadap kalangan non- dulu Katholik ya, giliran dia maju ke kepala dinas saja jadi muslim di Pemda DKI hambatan. Sehingga ehhm, tapi karena dia pernah shalat dan sebagainya, akhirnya dia shalat lagi, bisa. Jadi karena dia pindah agama. Jadi yang saya denger terakhir ini ya, temen saya yang mau jadi pimpinan ini di salah satu wilayah misalnya saja wilayah

A ditolak, wah dia kan kristen saya minta yang islam.. Itu aja untuk yang sesama agama resmi ya, apalagi kita, dianggepnya aneh. Wah jadi ya sulit juga ya, jadi karena kebetulan saya dulu itu dekat dengan kepala dinas ya, sehingga saya di lingkungan dinas saya saja, istilahnya saya naik ke eselon tiga itu kalo di bidang saya ini dari gelanggang ke gelanggang saja, nggak sampe wilayah, karena kalo wilayah itu kan dibawah walikota ya, itu memang susah ya karena kenyataannya memang begitu.. kadang masalah itu dipermasalahkan. Jadi politisasi identitas di PNS itu masih ada, tapi ya itu tergantung oknumnya sendiri ya, oknum walikotanya lah. Karena di daerah tertentu itu berbeda-beda, tergantung aparat walikotanya.

T: Nah kan dulu sumpah pegawai negerinya itu dulu pake tata cara apa pak?

J: Ya Islam ya, sesuai KTP ya.. Ini jujur ya, jadi saya itu dulu Sumpah pegawai bingung juga waktu pertama kali. Jadi waktu diangkat 100% jadi informan sebagai PNS PNS itu kan harus sumpah, lalu saya nanya wah ini gimana nih pak, saya kan kepercayaan. Terus atasan saya ya bilang, ya sudah daripada kamu repot kan kepercayaan juga belum ada, udah kamu ambil Islam aja.. ya udah saya berdiri di belakang aja. Itu pada tahun 1979 ya. Jadi kalo di Pemda sendiri saya belum tahu, karena sampe saya pensiun ini belum ada yang disumpah secara penghayat ya.. meskipun kalo dilihat ada juga ya penghayat- penghayat semacam saya ya.

T: Kadang kan pandangan masyarakat terhadap penghayat ini kan masih awam ya pak, pernah nggak bapak mengalami pengalaman- pengalaman semacam itu? T: Kadang kan pandangan masyarakat terhadap penghayat ini kan masih awam ya pak, pernah nggak bapak mengalami pengalaman- pengalaman semacam itu?

J: Hmm ya justru dari keluarga saya sendiri, dulu waktu pertama Pengalaman informan saya itu sujud ya pandangan dari keluarga saya sendiri ya mengenai

diskriminasi menganggap yang saya lakukan itu aneh.. ya karena saya anak identitas

keluarga pertama, yang agak-agak gitu itu paman-paman saya ya. Tapi informan karena di Solo iu orangnya nggak ekstrim-ekstrim ya Cuma dibilang kamu itu kok ngapain gini, Cuma dianggap aneh aja gak sampe ini..

di

T: Kalo background keluarga bapak sendiri di Solo itu apa pak? J: Ya kalo dibilang Muslim juga ya Abangan ya. Adik-adik saya

yang perempuan malah kristen semua, adik saya yang laki-laki Islam. Tapi kita nggak masalah, bahkan mereka kalo ada kesulitan ya larinya ke saya minta saran..

T: Terus kalo dengan warga masyarakat sekitar sini nggak ada masalah kan pak?

J: Nggak ada kok, lha wong saya juga nggak mengikrarkan diri ya sebagai penghayat. Jadi kalo ada undangan hajatan atau 40 harian saya ya dateng aja disiu duduk aja diem ya, mereka udah ngerti ya..

Catatan Lapangan dan Transkrip Wawancara Informan KS Informan

: KS (Janda, 82 Tahun, Staf Tuntunan Agung dan Pemangku Sanggar Candi Busana Jakarta Selatan)

Pewawancara

: Arman Riyansyah

Lokasi Wawancara

: SCB Jaksel Jl. Radio Dalam Yado I No.E8 Gandaria Utara.

Tanggal / Waktu

: Selasa 12 April 2011, Pukul 10.05-11.15 (± 70 Menit).

Catatan Lapangan dan Transkrip Kategori / Keterangan Catatan Pribadi

Penulis akhirnya berkesempatan melakukan wawancara sekaligus observasi ke Sanggar Candi Busana Jakarta Selatan berikut wawancara kepada informan KS. Penulis menghubungi informan KS lewat telefon untuk meminta izin melakukan observasi juga wawancara, namun karena kondisi kesehatannya yang belakangan agk menurun, sehingga beberapa kali rencana kedatangan penulis tertunda karena informan harus menjalani serangkaian tes laboratorium untuk memastikan kondisi kesehatannya. Akhirnya setelah menjalani perawatan dan diinfus di Rumah Sakit MMC Kuningan pada tanggal 10-11 April, pada tanggal 12 April akhirnya rencana untuk datang dan melakukan observasi juga wawancara terlaksana.

Informan KS berusia 82 tahun, beliau merupakan isri dari Bapak Soedono, salah seorang penghayat dan pendiri Sanggar Informan KS berusia 82 tahun, beliau merupakan isri dari Bapak Soedono, salah seorang penghayat dan pendiri Sanggar

Candi Busana Jakarta Selatan. Informan KS pindah bersama suami ke Jakarta pada tahun 1950, setelah sebelumnya menempati rumah di Jl. Sumatera Menteng, sekitar tahun 1960an informan beserta suami pindah ke daerah Radio Dalam. Semasa mudanya informan aktif dalam perjuangan, terutama pada masa Agresi Militer Belanda ke-2. Pada waktu itu informan masih tinggal di Surabaya. Informan memiliki latar belakang pendidikan diploma tiga di bidang pertamanan, sempat aktif sebagai wirausaha di bidang pertamanan. Pada umurnya yang sudah 82 tahun, informan KS masih aktif sebagai pengurus RT setempat , selain itu ia juga merupakan pemangku sanggar dan Staf Tuntunan Agung bidang kewanitaan.

Tempat penulis mengadakan wawancara adalah di kediaman informan KS sekaligus sanggar. Kediaman KS terletak cukup strategis di bilangan Radio Dalam, tepatnya di Jalan Yado I no. E8 Gandaria Utara. Rumah yang ditempati beliau berukuran …..

terbagi atas sanggar Candi Busana yang menyatu dengan kediaman informan KS. Sanggar terletak tepat di depan rumah informan di sebelah kiri yang terbagi antara area ruang tamu dan sanggar di sebelah kirinya yang memanjang ke belakang. Ukuran sanggar sekitar 6x10 meter. Di area sanggar terlihat beberapa ornament seperti lukisan lambing simbol pribadi manusia, juga ada foto dari Bapak Sri Gutama dan Ibu Sri Pawenang didekatnya. Selain itu juga ruangan sanggar juga dipenuhi berbagai bunda budaya seperti keris dan beberapa lukisan wayang. Selain itu terdapat empat lemari besar berjajar dua arah di bagian belakang sanggar yang didalamnya dipakai untuk menaruh barang-barang seperti buku-buku seputar organisasi dan foto-foto kegiatan yang tersimpan rapih sebagai dokumentasi kegiatan tiap tahunnya. Rumah informan terlihat rindang dari depan dipenuhi pohon- pohon menjalar juga pohon mangga yang besar.

Di bagian kanan rumah terdapat papan plang Sekertariat Jantung Sehat tepat bergantung di depan pintu garasi. Informan KS merupakan salah satu pengurusnya. Sementara wawancara sendiri berlangsung di ruang tamu informan yang cukup nyaman dimana penulis juga disambut dengan ramah oleh informan yang masih sangat bersemangat di umurnya yang sudah cukup senja. Wawancara berlangsung satu jam lebih, namun informan masih sangat antusias dalam menjelaskan perihal kegiatannya juga mengenai sanggar.

Transkrip Wawancara:

T: Jadi apa sekarang kegiatan ibu?

J: Iya jadi sekarang saya ini kan RT juga disini, ya terus di rumah Kegiatan-kegiatan kan ada sanggar ngurusi sanggar juga. Tadi saya juga baru ditelfon informan itu dari Direktorat Kepercayaan nanti tanggal 19 kan ada ulang tahun Taman Mini, nah saya diminta mewakili penghayat kepercayaan untuk menyapaikan doa.. Jadi tiap tahunnya itu kan ada acara bersama tumpengan gitu, jadi sejak dulu jamannnya Bu Tien. Jadi beberapa kali juga kalangan kepercayaan diundang, dan saya diminta mewakili kalangan kepercayaan membawakan doa.

T: Ooh jadi mewakili kepercayaan ya bu ya? T: Ooh jadi mewakili kepercayaan ya bu ya?

J: Iya, jadi semalem itu kan ada acara anggoro kasih. Jadi anggoro kasih itu kan ngumpul pada saat hari-hari isimewa, kalo semalem itu kan selasa kliwon..

T: Wah berarti masih banya kegiatan ya bu?

J: Iya saya nanti seharusnya ke Jogja ini nanti dari tanggal 22 sampe 29 April ini. Tiap tahunnya itu ada plan-nya itu untuk wanita, penggalian namanya, terus remaja, terus juga ada untuk umum kumpul di Jogja di Surokarsan itu.

T: Kalo boleh cerita bu, mulai kapan sih ajaran Sapta Darma ini masuk ke Jakarta, terus siapa aja orangnya dulu yang bawa?

J: jadi pada tahun 1952 ya, jadi tepat setelah pergolakan agresi Sejarah penyebaran militer belanda ya dan republik ini kembali, akhirnya pada tahun ajaran Sapta Darma itu penerimaan wahyu di Pare, Kediri. Kalo di Jakarta mulai masuk itu setelah Pak Sri Gutama menerima wahyu. Jadi waktu itu ia berjanji menyebarkan ajaran ini biar istilahnya nggak disiksa lagi.. tadinya kan nggak mau nyebarin, akhirnya kok dia mukulin dirinya sendiri sampe giginya rontok. Akhirnya ya sudah, karena ini tugas saya, akhirnya beliau mau. Nah terus baru itu dia keliling ke seluruh Indonesia diantaranya itu Jakarta. Biasanya dalam penyebarannya itu beliau pergi ke tepat-tempat yang wingit (angker) nah terus tempat itu di ruwat sama beliau. Jadi dilihat tempat itu penghuninya siapa, apa roh penasaran dan sebagainya, nah oleh beliau itu dimohonkan agar roh itu tenag dan dikembalikan ke asalnya lewat sabdanya. Jadi perjalanan Pak Sri Gutama itu awalnya ya meruwat itu lah dan dengan sendirinya itu menyebarkan juga ajaran Sapta Darma ini.

T: kalau di Jakarta itu mulai masuk itu tahu-tahun berapa ya bu?

J: Ya tahun-tahun 1952 itu ya.. pada tahun itu saya belum menjadi penghayat itu. Jadi pada tahun itu kan diterimanya wahyu, nah setelah itu langsung disebarkan termasuk sampe Jakarta.

T: kalau sejarah terbentuknya Sanggar Candi Busana (SCB) Jakarta Selatan itu gimana bu?

J: oh kalo dibangunnya ini udah pada tahun 1960an.. saya masuk Sejarah pembangunan tahun 1960. Sebelumnya di Jakarta itu sudah ada, sebelumnya Sanggar yang banyak itu ya tentara-tentara. Angkatan Udara, terus kalau di Surabaya itu Angkatan Laut, kalau di Jakarta ini dari Angkatan Darat biasanya. Nah itu mereka diantaranya itu Jenderal Sapardjo, yang mantan Mensos itu. Jadi banyak itu tentaranya..

T: nah bu, kenapa sih pada perkembangannya dulu kok banyak tentara ya bu yang gabung?

J: karena saat itu waktu perebutan Irian Barat, itu pak Sri Gutama Banyak penghayat dari itu memberikan sangu kepada orang – orang itu yang ditugaskan kalangan militer ke Irian tadi, dengan sabdanya tadi. Jadi kan waktu itu kan J: karena saat itu waktu perebutan Irian Barat, itu pak Sri Gutama Banyak penghayat dari itu memberikan sangu kepada orang – orang itu yang ditugaskan kalangan militer ke Irian tadi, dengan sabdanya tadi. Jadi kan waktu itu kan

keadaannya ya perang terus. Terus ada juga perang antar suku itu. Nah terus tentara yang berperang itu diberikan sangu Sabda Husada itu oleh Pak Sri, jadi bisa menyelesaikan peperangan antar suku itu tadi. nah sejak itu banyak tentara-tentara yang masuk, karena mereka banyak yang takut ketembak, takut mati, dengn menjalankan ini kan kalis gitu, terhindar bahas indonesianya.

T: Jadi kalau didirikannya sanggar sendiri ini oleh pak Soedono sendiri ya bu?

J: Oh iya kalo ini ya iya. Jadi kalau riwayatnya yang disini itu begini ya, jadi tahun 1960 itu saya baru masuk menjadi penghayat ya, ikut-ikut aja. Jadi karena ayah saya juga kebatinan ya, ayahnya suami saya juga kebatinan ya tokoh-tokohnya jaman dahulu. Terus saya udah di Jakarta itu sejak ahun 1950 ya setahun setelah republik kembali ya, saya dulu di Menteng sana , Jalan Sumatera. Kita itu pindah tahun 1950-1951 ya, jadi memang pada dasarnya kita itu kebatinan, walaupun dulu di KTP masih Islam ya tapi kita nggak shalat. Jadi Negara itu kan sekarang apa-apa harus Islam.. Lha mesti itu dikosongin aja ya, di luar negeri juga gitu kan. Nah Indonesia aja ini yang anaeh-aneh.. Saya dulu itu di Surabaya, ikut berjuang juga dulu pada jamannya. Sampe akhirnya kita meninggalkan Surabaya terus kita ke Kediri, ayah saya memang orang kebatinan ya.

T: Terus dulu waktu era pasca 1965 itu gimana ya bu kondisi penghayat kepercayaan?

J: Ya itu bukan cuma Sapta Darma saja ya, tapi seluruh Kondisi Sapta Darma kepercayaan ya. Jadi dulu itu ada namanya itu Mbah Suro, itu Pasca

dan diantaranya orang-orang yang berlindung di situ itu kebanyakan perbedaannya

dengan orang-orang PKI. Lalu setelah itu kepercayaan iu tumbuh banyak kepercayaan lainnya. ya seperti jamur, nah kalo Sapta Darma itu memang wahyu ya, ada wahyunya kadang beda dengan yang lainnya ya yang misalnya harus puasa, naik gunung, tapi kalau Sapta Darma itu tau-tau turun wahyu. Jadi itu yang ngebedainnya dengan yang lainnya. dan semua ajarannya itu ya ada tanggal penerimaannya apa segala, rinci, itu bedanya dengan yang lain-lain.

T: Jadi ada kebatinan, kejiawaan, nah kalo Sapta Darma ini kepercayaan ya bu ya?

J: Iya, jadi ya dulu itu kan thun 1970an itu SKK, ada acara mimbar kepercayaan di TVRI, itu biasanya yang bicara itu Pak Harimurti, terus yang biasa bicara juga itu Pak Soedono, kalo pak Dono biasanya bicara mengenai pendidikan dan kepercayaan, kalo saya kewanitaan, jadi saya juga ikut muncul. Jadi ya itu pada tahun 1970.

T: kalo nggak salah itu dulu sanggar ini mau dibangun untuk menyambut Pak Sri Gutama mau ke Jakarta ya?

J: waktu tahun 1964 itu ada penggalian di Jogja ya, waktu itu Sejarah berdirinya bapak sudah jadi Dekan di STEKEN (Sekolah Tinggi Ilmu sanggar candi busana J: waktu tahun 1964 itu ada penggalian di Jogja ya, waktu itu Sejarah berdirinya bapak sudah jadi Dekan di STEKEN (Sekolah Tinggi Ilmu sanggar candi busana

Keuangan Negara) itu baru dilantik, dia juga pegawai negeri Jakarta Selatan. Departemen Keuangan ya di Dirjen Pajak, waktu itu sudah jadi pembantu menteri. Sampe sana ketemu Pak Sri Gutama, pak Sri itu ketawa ngeliat pak Dono, nggak tau maksudnya apa. Lalu kita mulai penggalian.. Pas malam jumat wage, jadi itu memperingati hari turunnya wahyu, biasanya kita sujud bersama ya. Wah kalo jumat wage itu di Jogja penuh sekali datang dari mana-mana untuk sujud. Nah setelah penggalian itu kemudian Pak Sri bilang ke Pak Dono, setelah ini kamu menjadi sesulih atau wakil beliau, kalau ada apa-apa kalau pemerintah memerlukan Pak Sri Gutama dan Sapta Darma, jadi cukup Pak Dono saja yang mewakili di Jakarta. Sejak itu, pada februari 1964, tanggal 9 Februari sampe 12 Februari, nah Pak Sri bilang nanti kalau sudah anu saya ke Jakarta.. terus sesudah kita pulang itu Pak Sri sakit, itu bulan Februari ya. Wajar-wajar saja ya mungkin krena beliau kurang tidur, jadi dia terus-terusan mendapat wejangan dari yang maha kuasa, itu kan harus ditulis, nah notulennya itu ibu Sri Pawenang. Jadi gimana nggak kurus ya, lha wong kurang tidur ya. Dan keadaan warga kan belum semakmur sekaran pada tahun-tahun itu ya. Terus waktu sakit kita diundang kesana sama anak-anak semua, terus dia bilang nanti kalau saya sudah naik 5 kilo saya nanti ke Jakarta. Sampe Jakarta saya sudah ribut itu, saya udah beli bata, semen, udah siap mau bangun ini. Ceritanya itu udah mau bangun sampe atap, taunya ada kebijakan pemotongan uang itu lho, sanering ya pada waktu itu.. waduh, asuransi kita di bumiputra jumlahnya jadi jauh berkurang ya, terus sekolahnya Pak Dono yang jadi dekan itu kan kebetulan juga sama-sama lagi bangun.. jadi kacaulah pembangunannya kan, jadi udah tinggal atapnya uangku habis, pembangunannya terhambat. Hahahahaha.. akhirnya bapak bilang, saya ini bangun kamar kerja di STEKEN, ini uangnya buat bangun atapnya itu juga sama kepotong juga. Udah gitu insinyurnya datang kesini ngeliat kesini, nah begitu besok saya lihat eh taunya kok udah jadi. Kita seneng kan Pak Sri mau dateng, jadi desember 1964 kan Pak Sri sakit itu yang kita ke Jogja rame-rame, terus beliau bilang mau wayangan, kan setiap desember memang seperti itu ya, pas suro juga. Lalu beliau bingung kan tempatnya dimana, lalu ya tanya Pak Dono, suruh pilih di Jogja, di Pare tempat turnnya wahyu atau di Malang. Pak Dono bilang di Pare saja. Eh terus desember 16 itu Pak Sri berpulang.. T: Berarti belum sempet kesini ya?

J: Ya iya, maka itu disini itu dibilang sanggarnya Pak Sri. Lha wong kita udah ngoyo bikin, ya sudah begiu ceritanya.

T: terus kalau dalam pengerjaannya itu apa ada bantuan penghayat lainnya bu disini?

J: jadi ya praktis pak Dono itu sendiri ya, jadi ya saya sudah jual gelang, saya itung-itung cukuplah sampe selesai kan, eeh ya duitnya malah kepotong. Jadi pure pake dana pribadi semuanya ya mas. Waktu itu kan juga di Jakarta ini kan masih banyak penghayat yang ekonominya masih lemah, beda kan dengan sekarang kan rata-rata banyak ya yang berhasil perkembangannya.

lxxx

Yayasannya juga berjalan, Yasrad ya, Yayasan Srati Darma. Jadi yayasan itu ada yang untuk menyantuni dan membiayai kegiatan..

T: Jadi kalau pembiayaan-pembiayaan kegiatan itu gimana ya bu?

J: ya sumbangan-sumbangan dari warga ya. Jadi sempet dulu mau ada unit usaha seperti jamu sapta sari di Jogja sana cuma nggak jalan. Soalnya kalau di Jakarta sendiri itu mas-masnya udah sibuk ya. Jadi kita bisa bertemu lewat sanggaran, terus lewat sekarang itu lewat komputer ya, paling tidak sebulan sekali mesti ada.

T: dulu pada waktu pembuatannya dulu kan ada perizinannya ya bu, apa dulu sempet ada kesulitan ya bu? Terus ke masyarakat sekitarnya gimana bu?

J: Jadi kita itu kan nggak ada rame-rame ya, paling kalo pas kita Masalah perizinan ngumpul banyak ya paling orang bilangnya itu padepokan ya..

sanggar

T: Kalo secara perizinannya bu, misalnya di RT atau RW?

J: RT, RW itu nggak, Kelurahan juga nggak. Kita itu izinnya langsung turun dari Kejaksaan ya lewat Pakem. Jadi mereka juga nggak tanya ya kita juga ya sudah. Saya kan sama orang sini juga dianggep tokoh juga ya, saya nggak tau mereka memandang saya dengan bapak juga ya orang baik, tamunya banyak, pengurus RT juga, ya nggak ada apa-apa.. jadi saya kan juga pembina juga, pemangku sanggar juga, saya kan disini juga suka ada senam juga ya di depan, jadi kalo mau dipake apa segala ya mau dipake buat kesehatannya ya monggo.. jadi ya multi fungsi juga, karena jadi perkumpulan jantung sehat juga disini. Jadi di luar itu juga saya sediain kamar mandi juga ya jadi siapa yang mau nganu ya silahkan. Lagian rumah besar dan saya cuma sendiri ya, ya buat apa kalo nggak buat dipake sapa aja ya yang dateng. Pemilu kemaren juga TPS di depan rumah juga, selalu itu pas pemilu.

T: Bu kalo boleh tahu ada kegiatan-kegiatan apa saja ya bu di SCB Jaksel ini buat para penghayat bu?

J: kalo yang rutin itu ya siapa saja yang ya sujud. Kalo sujud ya Kegiatan-kegiatan rutin mereka itu merasakan bedanya sanggar sini dengan sanggar disana sanggar itu bedanya seperti itu. Kalo disini sejak dulu funginya sebagai sanggar pusat ya, terus dari wialayah-wilayah itu , terus bawa laporan-laporan. Misalnya ada laporan disini disitu. Sudah itu ya pengisian, jadi ya siapa yang bisa ngisi.. jadi kalau disini itu Sabtu terakhir tiap bulannya ya. Biasanya itu mulai sujud jam 8 malam.

T: jadi perwakilan dari tiap-tiap wilayah ya?

J: iya jadi sekarang itu kondisinya begini, malem-malem kan kadang nggak ada kendaraan ya kalau dari sini kemana-mana. Kalau dulu kan banyak, sekarang itu kan nggak ada, jadi kendala ya. Jadi ya gitulah keadannya ya maklum lah..

T: selain yang sanggaran tiap sabtu di akhir bulan iu ada akifitas- T: selain yang sanggaran tiap sabtu di akhir bulan iu ada akifitas-

aktifitas lain nggak bu di sanggar ini?

J: Iya jadi wanita setiap jumat wage siang. Biasanya dateng absen, terus di absennya itu ada kolomnya Srati Darma misalnya ada yang mau nyumbang, nah disitu ditulis, nah terus itu ada tabungan ya jadi mereka itu menabung saya masukkan ke Mandiri. Tabungannya dicatet di buku masing-masing ada. Nanti kalau ada kegiatan lima tahun sekali musyawarah wanita di Jogja itu nah kita sudah punya uang sendiri untuk kesana.. Acaranya ya mesti diawali sama sujudan dulu ya jam 11 siang, sudah itu, kurang lebih satu jam, sujud selesai lalu dilanjukan pengisian rohani. Di Sapta Darma itu kan sudah ada munas beberapa kali wanita yang kemarin yang terakhir itu Juli yang lalu di Pare, Kediri. Munas wanita Sapta Darma itu salah satu keputusan dalam munasnya itu tidak hanya sujud tok, tidak hanya rohani tok. Jadi ada namanya Panca Dharma wanita Sapta Darma. Jadi yang pertama sebagai penghayat Sapta Darma kan kewajibannya ya sujud kan, manembah kepada Yang Maha Kuasa, itu wewarah nomor satu juga ya. Ya ada yang untuk Negara bangsa dan sebagainya. Vertical dan horizontal iya toh, jadi juga untuk manusianya. Lah kalo wanitanya sendiri itu yang Panca Dharma wanita itu, sebagai pegangannya kita sebagai wanita Sapta Darma ya.. Artinya yang satu itu, selain sujud ya kewajiban sebagai penghayat Sapta Darma, itu sebagai istri pendamping suami yang baik, yang kedua ibu dari anak-anaknya yang baik, yang ketiga sebagai ibu rumah tangga yang baik, keempat sebagai anggota masyarakat yang baik, kelima sebagai pribadi yang baik. Nah itu tugas saya untuk memberikan pengarahan itu. Kebanyakan yang itu para wanitanya itu dari Jakarta, ya ada juga yang dari Depok ya, Priok, Bekasi. Kalau dulu banyak sekali ya, kalau sekarang ini karena sudah banyak yang tua banyak kendalanya.

T: Kalau sanggar ini ada kepengurusannya nggak sih bu?

J: Harusnya ya ada.. seperi saya sebagai pemangku sanggar, tuntunan sanggarnua itu Pak Bagjo. Nah itu memang seharusnya ada ya.. Kalo di DKI iu ada tiga Tuntunan ya, selain pak Bagjo itu tadi ada Pak Kamto, terus juga Pak Maryanto. Lalu kalo sekarang itu kan anak mudanya yaa memang kesibukannya tinggi ya.. Jadi di Sanggar ini pengurusnya hanya Pemangku Sanggar dan Tuntunan Sanggar juga ya Pak Bagjo, yang sekaligus untunan provinsi. Kalo di Sanggar ini juga langsung dibawahi oleh Persada DKI dan Yasrad DKI. Nah itu tadi kalau ibu-ibu tadu ngumpul itu dia juga ngumpulin uang buat Persada, Yasrad, untuk Tuntunan, jadi nanti saya sampaikan ke pengurus.

T: Itu kalau acara yang jumat wage itu berapa banyak sih ibu-ibu yang datang itu bu?

J: Wah itu nggak mesti ya.. paling banyak itu 40an. Kalau sekarang yang rutin itu karena ada arisan segala ya, yang mengikat mereka sekitar 15 orang. Tetapi kalau pas hari Suro apabila dikumpulkan ya banyak sekali..

lxxxii

T: Jadi kalau acara tiap satu suro itu diadakannya disini juga ya bu?

J: Di tiap sanggar itu ada. Jadi ada musyawarah diadakan dimana tahun ini? Nah kalo yang di Taman Mini kita juga ikut mendukung kegiatan Suro di Taman Mini. Cuman kaum kepercayaan sekarang itu nggak mau karena kumpul sama kelompk paranormal- paranormal, jadi tiap suro itu kan digabung. Jadi kita kaum kepercayaan tidak ikut, tidak hadir. Abis itu kan macem-macem ya soalnya itu bukan kepercayaan kepada Tuhan, kita nggak ngerti apa..

T: kalau menurut ibu masalah-masalah apa sih yang masih terjadi terhadap penghayat di Jakarta ini bu? Mungkin seperti masalah- masalah hak sipil bu?

J: biasanya penghalangnya memang masih disitu ya, entah itu Seputar masalah- order dari atasan itu mempersulit atau gimana supaya kita tidak masalah hak sipil. menjalankan anu misalnya perkawinan dipersulit gitu. Jadi tergantung daerahnya..

T: selama ini yang diersulit itu apa saja sih bu?

J: Iya biasanya KTP juga dipersulit, terus perkawinan..

T: Saya juga dapet info dari Pak Bagyo ya bu katanya kalau di Jakarta ini belum ada yang nikah dengan tata cara penghayat ya bu? J: Iya, daripada ribet ya.. nanti nggak jadi kawin ya.. hahahaha.. Harusnya yang ideal itu harusnya ya sesuai ya.

T: Oh iya bu, kalau regenerasinya sekarang ke anak mudanya gimana bu?

J: banyak juga, di daerah. Tapi kalau di Jakarta ini susah.. Masalah regenerasi Pergaulannya beda ya, kalau di Jakarta itu ya seharusnya tiap penghayat keluarga itu bisa membina anaknya sendiri ya.. kalau saya anak- anak itu sebelum merit itu semuanya sujud ya, masih ketemu Pak Sri Gutama pas kecil. Walaupun anak saya yang di Bandung itu udah naik haji ya, tapi toh Sapta Darmanya nggak dilepas, walaupun suaminya nggak setuju ya. Jadi buat saya agama apapun anak-anak cucu saya boleh, asalkan tidak menyimpang. Misalnya kalau milih kristen ya yang betul, jalankan yang betul.

T: kalau mengenai pemakaman dan penguburan penghayat itu sendiri gimana bu?

J: Kita punya tata caranya, disesuaikan dengan lingkungannya ya. Masalah-masalah seputar Kalau lingkungannya menerima ya silahkan, tapi kalau nggak ya pemakaman penghayat secara umum aja. Ga jadi masalah. Tapi beda di daerah itu kan banyak yang fanatik ya, oh harus ini harus gitu. Kalau di Jakarta itu moderat, ah makanya itu di daerah-daerah itu tadi banyak masalahnya karena fanatisme. Jadi ya gimana ya, kalo misalnya J: Kita punya tata caranya, disesuaikan dengan lingkungannya ya. Masalah-masalah seputar Kalau lingkungannya menerima ya silahkan, tapi kalau nggak ya pemakaman penghayat secara umum aja. Ga jadi masalah. Tapi beda di daerah itu kan banyak yang fanatik ya, oh harus ini harus gitu. Kalau di Jakarta itu moderat, ah makanya itu di daerah-daerah itu tadi banyak masalahnya karena fanatisme. Jadi ya gimana ya, kalo misalnya

orang nggak solat kok disuruh solat, kan jadinay munafik juga ya.. Nah pemerintah yang harus menangani ya, misalnya Kejaksaan Agung tahu tapi nggak sosialisasi sampe ke kelurahan nggak ngerti kok masalahnya. Apa pemerintah kita ini, kecewa kita.. ini aja diutak-atik lha wong nggak ganggu juga. Makanya yang muda- muda ini yang harus memperbaiki.. jadi Sapta darma ini ka nada tujuh kewajiban ya, kalo manembah ke Yang Maha Kuasa itu kan memang kewajiban kita ya sebagai umat, nah kalau warga Sapta Darma hanya menjalankan wewaraha tujuhnya Cuma sujud tok, itu nama Eka Darma, bukan Sapta Darma. Kewajiban pada Negara, bangsa ini mana? Kalau ini bisa dijalankan semua, dengan sendirinya manusia akan bersinar laksana surya..

T: Nah bu, dari pengalaman ibu ada nggak masalah seputar identias ibu sebagai warga Sapta Darma di masyarakat?

J: itu banyaknya di daerah-daerah. Kalau disini sendiri lah kita memang nggak pernah berbuat yang gimana-gimana, orang juga ngeliatnya kita nggak pernah berbuat onar, warga-warga kita juga sama. Semuanya tergantung pada kita ya, kalau kita bener, kebenaran akan selalu menyertai.

Catatan Lapangan dan Transkrip informan MR Informan

: MR (Menikah, 41 Tahun. Ketua RW 04 Kelurahan Gandaria Utara)

Pewawancara

: Arman Riyansyah

Lokasi Wawancara : Jl. Radio Dalam Yado II No. DI, Gandaria Utara.

Waktu

: Selasa 12 April 2011 , Pukul 11.22 – 12.32 (± 70 Menit)

Catatan Lapangan dan Transkrip

Kategori / Keterangan

Catatan Pribadi

Pada akhirnya kesempatan untuk mewawancarai informan MR yang merupakan Ketua RW setempat terlaksana pada Sabtu 7 Mei 2010. Sebelumnya penulis sudah mencoba mengontak informan MR sejak akhir April, karena informan Pada akhirnya kesempatan untuk mewawancarai informan MR yang merupakan Ketua RW setempat terlaksana pada Sabtu 7 Mei 2010. Sebelumnya penulis sudah mencoba mengontak informan MR sejak akhir April, karena informan

berhalangan dan harus ke luar kota, jadi kesempatan wawancara baru bisa dilakukan pada tanggal 7 Mei.

Informan MR berusia 41 Tahun, menikah dan dikaruniai satu orang putra. Informan merupakan lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Selain kesibukannya sebagai pengurs RW, beliau juga menjalankan pekerjaannya sebagai konsultan. Sejak kecil tinggal di Komplek Yado karena orangtua informan merupakan salah satu pegawai Departemen Keuangan. Informan MR mulai aktif di keorganisasian RT dan RW sejak 21 tahun yang lalu. Sejak di usia muda informan sudah dipercaya menjadi ketua RT setempat. Sementara itu, jabatan sebagai ketua RW 04 baru dijabatnya sejak tahun 2008.

Informan MR mengemukakan bahwa RW 04 merupakan salah satu wilayah RW yang sifatnya eksklusif di wilayah Kelurahan Gandaria Utara. Bersifat eksklusif karena wilayahnya merupakan Komplek Yado yang merupakan kavling-kavling rumah yang diperuntukkan khusus untuk pegawai dari beberapa departemen seperti Departemen Perindustrian dan Perdagangan dan Departemen Keuangan. Dari segi kelas sosial, penghuni komplek Yado merupakan kelas menengah ke atas. Dari gambaran kelas sosial penghuninya, maka Informan MR mengatakan bahwa hal ini sangat berpengaruh terhadap hubungan bertetangga yang informan anggap tidak begitu akrab dan partisipasi warga yang rendah dalam setiap kegiatan RW.

Penulis mengadakan wawancara di rumah informan MR di Jalan Yado II no. DI. Rumah informan berada di hook jalan, cukup luas dengan gaya rumah yang minimalis. Informan menerima kedatangan penulis di teras rumahnya yang cukup asri.

TRANSKRIP WAWANCARA:

T: jadi saya ngeliatnya itu kan baru-baru ini kan dikeluarkan UU Adminduk pak, nah saya itu mau liat gimana sih pak penerapannya itu. UU itu kan juga udah lama juga dari tahun 2006 pak, jadi saya juga mau ngeliat bagaimana pelayanannya di tingkat lokal terhadap UU tersebut terutama bagi penghayat kepercayaan ini pak.. Kalo disini sendiri gimana ya pak?

J: sepengetahuan saya dan sepengalaman saya menjabat Kondisi pencatatan kolom sebagai pengurus RW, selama ini sih masalah pencantuman agama di RW 04 atau penggolongan kolom agama di KTP dari golongan kepercayaan yang mereka anut seperti khonghucu ya waktu itu, ada jadi penduduk saya di ruko depan itu yang masih menganut khonghucu itu di kelurahan sebenernya nggak masalah, di kelurahan tetep ditulis agamanya. Karena kan kalo nggak salah ka nada lima agama besar yang sudah diakui pemerintah kan, terakhir ada PP atau Keppres yang baru itu tentang kepercayaan juga ya masuk yang ke enam ya. Tapi kalau setahu saya sih yang diakui sih lima ya, Islam, Kristen, Hindhu, Buddha dan Khonhucu itu..

T: Terus gimana pak yang kayak Bu Dono dan komunitasnya, itu udah pernah punya pengalaman ngurusin mengenai hal itu T: Terus gimana pak yang kayak Bu Dono dan komunitasnya, itu udah pernah punya pengalaman ngurusin mengenai hal itu

pak?

J: Saya tahu kalo kayak di daerah lain itu kan kayak di Jogja kan yang pernah rame, saya juga sudah mendapatkan penjelasan dan keterangan langsung dari Bu Dono. Itu sebenernya kan terjadi karena adanya kasus perkawinan ya diantara penganutnya itu ada perkawinan, dan dia maunya dicantumkan dengan agamanya ya itu, Sapta Darma. Karena undang-undang

pencatatannya itu masih belum bisa untuk aliran kepercayaan itu diakomodir, KUA dan Depag. Yang ada hanya Catatan Sipil, itu juga untuk lima agama tadi selain Islam. Nah kalo untuk Sapta Darma ini memamng masih belum ada Juklaknya, aturannya. Nah itu kan kalo kasusnya di Jogja ya, nah kalo sampe kejadian sampe sini ya bisa jadi preseden ya, dicontoh. Tapi samppai saat ini masih belum ada kejadian seperti itu di wilayah sini, maksudnya di Jakarta juga belum ada ya. Nah begitu saya dapet ceritanya, ramenya sih dalam masalah it aja sih. Jadi si pasangannya tetap bersikukuh dicatatkan dengan kepercayaannya mereka, sedangkan administrasi disamna belum mengakomodir.

T: Nah pak kalau untuk tingkat Kelurahan Gandaria Utara, kemarin itu kan dengan keluarnya UU Adminduk itu kan penghayat kepercayaan sudah bisa dicatatkan ya pak, itu apa sudah ada sosialisasinya mengenai hal tersebut?

J: Kalo khusus untuk kolom agama itu belom. Tapi yang Mengenai masalah disosialisasikan itu baru sistem pencatatannya aja. Yang sosialisasi UU Adminduk pertama itu sosialisasi NIK (Nomor Induk Kependudukan) dari yang lama ke yang baru, udah jadi NIK Nasional, sekarang sistemnya katanya udah nasional sehingga udah bisa kecatet sampe pusat. Terus adalagi sosialisasi baru lagi kemaren itu bulan Agustus itu bakal ada e-KTP, KTP yang menggunakan chip itu. Nah itu nggak tau gimana ya, singkronisasi dengan NIK KTP yang kemaren..

T: Jadi intinya dari UU Adminduk kemarin yang keluar itu masih belum ada sosialisasi mengenai pencantuman kolom agama kelompok kepercayaan itu terkhusus sendiri belum ada ya?

J: Oh, belom belom sampai kesitu. Dia hanya sampai ke sosialisasi NIK dan manfaat daripada NIK dan sebagainya dan terkait sama itu lah. Terus yang terkait secara detail per item-nya itu terutama masalah status kolom agama buat orang kepercayaan itu belom sampe dibahas secara rinci dan detail..

T: Sekarang kalau masalah demografi wilayah RW 04 ini pak, berapa sih jumlah KK dan penduduknya pak?

J: kalo yang tercatat secara administrasi dari mereka yang Demografi jumlah daftar itu ada sekitar 145 KK, kalo pendudukanya berdasarkan penduduk dan wilayah RW pemilu yang baru kemaren itu, pemilu kan 17 tahun keatas, 04 J: kalo yang tercatat secara administrasi dari mereka yang Demografi jumlah daftar itu ada sekitar 145 KK, kalo pendudukanya berdasarkan penduduk dan wilayah RW pemilu yang baru kemaren itu, pemilu kan 17 tahun keatas, 04

sementara balitanya itu ga diitung. Balita disini sih bisa diitung ya, ya di bawah 50 ya. Itu yang dewasanya aja itu ada 377 orang ya yang tercatat di RW 04. Karena disini banyak numpang domisili, jadi masih keluarga yang tinggal disini ya rata-rata orangtuanya ya, tapi anak-anaknya masih make data identitas disini, KTP KK-nya juga masih alamat sini. Padahal tinggalnya ada yang di Cinere, Bintaro dimana-mana sih, karena mereka mudah disini ya.. jadi secara keliatannya itu ya 377, tapi jumlah riilnya ga sampe segitu. Karena di Gandaria Utara ini ya, RW 04 itu bisa dikatakan salah sau RW yang eksklusif ya. Yang khusus. RW 04 ini merupakan salah satu pemukiman yang paling pertama ya di Gandaria Utara ya selain penduduk asli ornag betawinya ya. Jadi ada dua RW ya, RW 04 dan RW 09, jadi yang semenjak tahun 1950 itu sudah berbentuk komplek ya..

T: Kalo dulu sejarahnya ini disini itu kompleknya siapa sih pak, kavlingnya siapa?

J: Yang membuat dulu ini ya Yado ya sama Deperdag. Intinya Sejarah berdirinya sih Departemen Perdagangan ya, dibawahnya itu ada badan Komplek Yado dan RW 04 usaha dibawah Deperdag itu ya, Yayasan Administrasi dan Dokomentasi. Tapi sekarang itu badannya sudah dibubarin dari tahun 1975 itu dibubarin.. karena dulu Yado itu pada jaman Orla itu wewenangnya sebagai badan usaha yang ngurusin ekspor impor. Jadi dulu itu awalnya ya dari Deperdag, jadi dipecah dua dengan Yado. Makanya namanya kan Komplek Yado-Deperdag. Blok G sampe H itu khusus untuk pegawai Deperdag, udah itu dipecah-pecah lagi, ada yang untuk Departemen Keuangan, ada yang untuk pegawai Koperasi, pegawai perindustrian, dosen-dosen UI dapet juga.

T: komposisi penduduk di RW 04 sendiri itu kebanyakan darimana pak?

J: Kebanyakan ya itu tadi masih dari pegawai-pegawai negeri Karakteristik penghuni RW itu tadi. Kalo model-model rumahnya yang masih lama itu 04 rata-rata masih anaknya pemilik pertama, yang lainnya ya pendatang baru biasanya ya pindah alih. Biasanya yang punya sudah meninggal terus sama anaknya dijual ke pendatang baru. Biasanya kalo pendatang baru langsung dirubah model rumahnya jadi baru. Kalo sukunya mayoritas masih Jawa, disini ada juga Padang, Batak, iya Cuma itu, paling sama keturunan Cina.

T: Terkait sama fungsi RW dalam administrasi kependudukan itu apa aja sih pak wewenangnya?

J: kalau berdasarkan Perda daerah ya fungsinya RW itu Penjelasan informan terkait sebenernya hanya menjembatani warga yang dalam hal ini fungsi RW diwakili oleh RT, jadi di suatu wilayah itu yang memang memiliki wewenang itu ya RT ia punya wilayah dan punya warga, sementara itu RW Cuma mengoordinir RT-RT ini J: kalau berdasarkan Perda daerah ya fungsinya RW itu Penjelasan informan terkait sebenernya hanya menjembatani warga yang dalam hal ini fungsi RW diwakili oleh RT, jadi di suatu wilayah itu yang memang memiliki wewenang itu ya RT ia punya wilayah dan punya warga, sementara itu RW Cuma mengoordinir RT-RT ini

untuk menjembatani dengan pihak pemerintah, dalam hal ini kelurahan. Jadi jika ada program-program pemerintah disosialisasikannya itu ke RW, nah dari RW baru disosialisasikan ke RT-RT. Kalo semua RT-RT dipanggil juga nggak bisa ya, karena jumlahnya itu kan banyak. Jadi cukup dipanggil 15 RW saja ke kelurahan, baru nanti dari RW diturunin ke RT-RT informasi dan sosialisasinya. Di bawah RW 04 ini ada tujuh RT. Jadi terkait Adminduk itu yang lebih berperan itu kan RT sesuai dengan Perda.

T: terus pada kenyataannya gimana ya pak?

J: Pada kenyatannya disini

karena orang-orangnya

karakteristik untuk kepengurusan masyarakata di lingkungan menengah keatas ini banyakan yang individualistis dan egosentris ya. Selama saya nggak ada urusan ya masa bodo. Kalo lagi ada urusan baru ya ketemu, baru sosialisasi. Beda dengan lingkungan yang rapet-rapet kayak di Kampung Sawah itu ya masih lebih Guyub ya, lebih intens ya ketemunya. Kalo disini paling ya ketemunya ya kalo dia naik mobil keluar terus ya nyapa, kalo disini intensitas ngobrolnya ya tiga tahun sekali, hahahahahaha.. Ya mereka lebih mementingkan kepentingan mereka sendiri, kesadaran lingkungannya kurang.. tapi saya juga perhatikan memang ciri-cirinya begitu ya, kayak di Pondok Indah ya, Tebet ya gitu, apalagi di Menteng.

T: jadi kalau masalah pengurusan Adminduk KTP itu bapak sendiri nggak terlibat langsung ya?

J: Oh ya pasti terlibat ya, karena setiap urusan yang berkaitan dengan perpanjang KTP, bikin baru, kelahiran, surat keterangan domisili, SKCK ya apalah, surat keterangan mau nikah, surat waris, ya itu mau nggak mau kan harus ada surat pengantar dari RT dan RW. Baru abis itu diproses ke instansi yang lebih berwenang lagi ya, entah kelurahan atau kecamatan dan sebagainya. Jadi mau nggak mau mereka harus berinteraksi juga ya ke pengurus RT/RW-nya.

T: Kalo kegiatan RW 04 ini difokuskan dimana aja sih pak?

J: Ya ini karena RWnya juga secara kelengkapan administrasi Kegiatan-kegiatan di RW sebagai RW ya juga belum lengkap ya, dalam hal ini masih 04 belum punya akte sekertariat RW, jadi selama ini kegiatan RW atau RT ya di masing-masing rumah pengurusnya. Kalo misalnya

ada sosialisasi

mengkoordinasikan dengan RT ya rapat atau evaluasi perkembangan wilayah ya paling ya di rumah pengurus RWnya atau digilir misalnya sekarang di rumah wakil RW, besok di rumah bendahara RW dan sebagainya, karena belum punya sekertariat. Kemaren waku pemilu juga pernah pake rumahnya Bu Dono sebagai pos panitia waktu pemilu, soalnya jalan depan rumahnya itu kita buat TPS. Karena keterbatasan kita masih belum punya sekertariat jadinya mengkoordinasikan dengan RT ya rapat atau evaluasi perkembangan wilayah ya paling ya di rumah pengurus RWnya atau digilir misalnya sekarang di rumah wakil RW, besok di rumah bendahara RW dan sebagainya, karena belum punya sekertariat. Kemaren waku pemilu juga pernah pake rumahnya Bu Dono sebagai pos panitia waktu pemilu, soalnya jalan depan rumahnya itu kita buat TPS. Karena keterbatasan kita masih belum punya sekertariat jadinya

seperti itu.

T: Kalau kelurahan Gandaria Utara ini berbatasan sama wilayah apa aja ya pak?

J: jadi Kelurahan Gandaria Utara itu ada di Kecamatan Demografi Wilayah Kebayoran Baru, itu ada 10 Kelurahan. Jadi Gandaria Utara Gandaria Utara itu udah masuknya yang paling selatan sama Cipete Utara. Di depan sini ada Kramat Pela, ada Pulo. Persis di perapatan Ahmad Dahlan itu udah wilayah Kramat Pela, Cipete Utara itu ada di Timurnya..

T: Kalo komunitas Sapta Darma itu sendiri yang ada di RW 04 itu hubungannya dengan warga itu sendiri gimana sih pak?

J: Kalo secara umum ya seperti yang saya gambarkan tadi ya, Hubungan Komunitas sifatnya ya agak individualistis ya, masing-masing ya masyarakat dengan SCB kepentingan mereka aja sendiri. Selama mereka nggak ada Jaksel kepentingannya males mereka interaksi ya. Jadi kalo mau dibilang eksklusif ya begitu lah.. karena itu memang cirri khas daerah perkotaan yang penduduknya tinggal di komplek ini ya.. Kalo masalah tentang kepercayaannya komunitas itu, dulu memang pernah ada warga yang memang karena kefanatikan dari pandangan mereka terhadap agama masing- masing, dulu sih itu pada tahun 1980an sekarang kan yang begitu kan warganya udah pada meninggal. Ya biasalah dulu itu kan antara Islam dengan Kristen dimana yang Islamnya merasa nggak cocok dengan kegiatan kaum Kristen yang dinilai mengganggu waktu Misa di rumahnya menimbulkan protes..

T: Kalau terakait dengan yang di tempatnya Bu Dono itu giamana pak?

J: Kalo yang di tempatnya Bu Dono ini, pertama kemungkinan karena memang beliau merupakan salah satu penghuni pertama juga ya disini, jadi masuk tokoh yang dituakan ya. Jadi komplek pertama berdiri mereka langsung pindah kesini dengan yang lain kan relatif baru dan masih muda ya, jadi ada faktor segen ya. Kedua juga ya, kelompok mereka juga tidak terlalu menonjolkan kegiatan maupun keeksklusifan kelompok mereka ya, gak seperti Ahmadiyah ya mereka nggak terlalu menonjolkannya dan vulgar gitu ya.. ya saya anggep kegiatan mereka itu ya low profile ya, kegiatannya pada umumnya mereka lakukan pada malam hari diatas jam 7, yang relative tetangga-tetangga lainnya udah di dalam rumah ya jadi relative nggak mengganggu. Kegiatannya juga nggak ada suaranya ya, karena keterangan Bu Dono sendiri juga ya mereka bilang ini kan semedi. Relatif warga sini ya nggak terganggu dan biasa aja dan nggak masalah..

T: Tapi ada sempet pertanyaan nggak sih pak dari warga, itu apa sih, agama apa sih dan sebagainya? T: Tapi ada sempet pertanyaan nggak sih pak dari warga, itu apa sih, agama apa sih dan sebagainya?

J: Kalo itu ya waktu masih ada warga-warga yang fanatis aja gitu.. karena mereka fanatik jadi ya ada pertanyaan- pertanyaan juga. Kata mereka ya itu termasuk kategori apa itu, apa temasuk kafir atau apa itu, ya ada pandangan- pandangan gitu sih. Alhamdulillah disini itu nggak sampe ada konflik terbuka ya. Pertama mungkin pertimbangannya ya dari awalnya komunitas itu ada duluan dan memang tokohnya juga dituakan disini. Dan juga yang nggak kalah pening juga Bu Dono juga berperan dari dulu kan jadi pengurus RT kan.. di kegiatan kemasyarakatan juga dulu Bu Dono juga aktif menggalang ya, dulu kan jamannya waktu anak-anak mudanya melakukan kegiatan-kegiatan bikin paduan suara, bikin apa gitu. Juga dia mengajak ibu-ibu yang lain dalam mengikui kegiatan kewanitaan, bikin kerajinan tangan atau kegiatan-kegiatan antar ibu-ibu lah dulu waktu jaman 70-80 ya.. jadi karena faktor dia dituakan, faktor dia juga aktif di lingkungan jadi akhirnya dia punya kegiatan apa ya akhirnya dibiarin aja, ditoleransi juga lah, di kan juga punya jasa yang gede juga di lingkungannya. Jadi ya gak masalah.

T: kalo menurut bapak sendiri nih pak, bagaimana sih seharusnya

kelompok ini pak?

J: ya ini susah juga ya, karena setiap orang itu kan beda ya kadar agama yang dipegangnya kan. Kalo orang-orang yang fanatik dan radikal itu tadi kan cenderung kayak tadi itu ya, keras, nganggep sebagai golongan yang kafir dan menyimpang atau apalah gitu ya. Jadi reaksinya pun jadi agak keras. Kalo orangnya yang moderat ya, ya udah lah kita toleransi aja.. seilahkan saja menjalankan ya, tidak usah saling mengganggu ya silahkan saja ya.. Kalo sekarang ini kalo liat level orangnya disini, dari pemahaman agamanya juga masih biasa-biasa aja ya, mereka jadi nggak begitu peduli ya dengan pembedaan yang ada. Mereka pun dengan pemahaman agamanya yang nggak gitu mendalam bagaimana mereka mau menonjolkan fanatisnya? Ya udah ya mereka nganggepnya sih ya biasa aja, dari tahun 90an sampe sini ya relatif aman sama konflik agama.

Catatan Lapangan dan Transkrip Informan SG Nama

: SG (Perempuan, Janda, 75 Tahun, Ketua RT 01 /RW 04 Kel. Gandaria Utara)

Lokasi Wawancara : Jl. Yado III No. A4A Kelurahan Gandaria Utara, Kecamatan Kebayoran

Baru, Jakarta Selatan Baru, Jakarta Selatan

Pewawancara

: Arman Riyansyah

Waktu

: Selasa 12 April 2011, Pukul 16.13 – 16.45 (32 Menit)

Catatan Lapangan

Kategori/Keterangan

Catatan Pribadi

Informan SG merupakan ketua RT 01 sebuah RT di wilayah RW 04. Kontak informan SG didapatkan dari proses wawancara dengan informan MR yang merupakan Ketua RW 04. Setelah

mewawancarai

informan

MR penulis

langsung

menyambangi kediaman informan SG yang memang pada saat itu sedang tidak ada kesibukan. Proses pendekatan hingga akhirnya wawancara berlangsung dengan cukup mudah karena informan SG memang cukup terbuka dan ramah terhadap maksud dari penulis yang ingin mewawancarainya sebagai salah satu tokoh masyarakat di lingkungnan RW 04 dan mewawancarainya terkait dengan Komunitas Sanggar Candi Busana Jakarta Selatan yang berada di lingkungan RW 04.

Informan merupakan mantan guru SMP 11 dan SMAN 6 Jakarta Selatan. Beliau mengajar mata pelajaran PKK dan pensiun di tahun 1995. Informan juga merupakan salah satu penghuni- penghuni awal di Komplek Yado Deperdag dan mulai menempati kediamannya semenjak tahun 1960. Suami beliau bekerja di Yado Deperdag. Informan memiliki lima orang anak yang kesemuanya telah menikah. Proses wawancara berlangsung santai di kediaman beliau yang cukup asri. Kediaman beliau kini sebagian disewakan untuk kos-kosan bagi para pekerja. Rumah informan merupakan rumah tipe lama yang cukup besar.

TRANSKRIP WAWANCARA

J: Opo yang ditanyakan?

T: Ya jadi, santai aja ya bu ya. sambil ngobrol aja ya bu ya.. J: Iya nggak apa-apa.. nggak apa-apa..

T: Ibu udah berapa lama bu tinggal di komplek sini bu?

J: Dari tahun 1960.. Awalnya sama suami, anak-anak disini juga semua..

T: kalau bapak berarti pegawai, kan disini kan kavlingnya Deperdag Yado ya bu?

J: Iya.. Bapak di Yado dulu..

T: Kalo ibu sendiri jadi RT udah berapa lama bu?

J: Jadi ini RT ini tuh turunan. Karena yang pertama kali Sejarah informan membentuk itu bapak.. teus akhirnya turun temurun ya, ke anak menempati rumahnya di saya yang pertama jadi RT, terus dia kawin jadi ganti ke anak saya komplek Yado Deperdag yang ketiga. Sampe terakhir itu anak ke empat akhirnya kawin. Terus sekarang ini aku udah mulai dari tahun 1995..

T: Jadi setelah anak-anak ibu nikah ya dan pindah dari sini ya bu? T: Jadi setelah anak-anak ibu nikah ya dan pindah dari sini ya bu?

J: Lha iya abis nggak ada yang mau.. hehehe..

T: Kalo boleh ibu lihat ya, gimana sih disini hubungan antar warganya?

J: Baik Ya, jadi kebanyakan disini itu orang menengah keatas ya... tapi banyak yang udah dijual juga sama penghuni-penghuninya, sekarang malah lebih keatas lagi..hehehe..jadi dulu kan harusnya ini buat pegawai-pegawai kepala bagian ya, dosen UI juga ada disini terus dari pegawai LPP (Lembaga Penyalur Perdagangan) juga ada ya disini, Yado, terus dari keuangan juga ada, jadi ya campur kok. Jadi untuk mencari klien ya Deperdag itu, jadi mana yang mebutuhkan ya dikasih.. pokonya banyak ya..

T: Ini kan disini kebanyakan yang menengah keatas ya bu, itu interaksinya antar sesamanya gimana sih bu?

J: oh baik, baik ya.. bisa dibilang erat ya, tapi ya masih lebih erat dulu. Karena dia kan masih sebaya gitu ya, umurnya. Nah sekarang kan saya ini kan udah tua, sekarang itu kan banyak yang muda-muda.. jadi ya udah ganti generasi ya, ada yang muda, ada yang korupsi, ada yang jujur.. yang korupsi ini ya si Kapolda itu yang rumahnya didepan ini ya.. itu rumahnya yang dua itu dikasih orang itu. Jadi dia itu bikin gara-gara ya disini, jadi dia itu dapet hartanya itu dari orang yang ngasih, tapi ya nggak nganukan lingkungannya. Jadi malem itu dateng nurun-nurunin gitu. Jadi sekarang anak dan cucu-cucunya itu nggak nyampur dengan kita. Jadi ya nggak interaksi sama kita.. jadi dia itu nurunin pohon gede-gede dari Kalimantan malem-malem nggak ngelapor lagi.. jadi saya ya bilang ke penjaganya, penjaganya itu polisi, di stop tolong besok jam enam lanjutin lagi.. Jadi saya ini kan guru yam as, guru SMA 6. Kalo mas sendiri SMA-nya dimana?

T: Oh kalo saya di SMA 34 pondok labu bu..

J: Ooh ya itu kan dulu bekas vilialnya SMA 6, tapi jadi bagus ya sekarang..

T: Jadi ya interaksi disini ya lumayan lah bu ya?

J: Iya, eh terus cina itu dateng, marah-marah disangka kita sebagai Interaksi antar penghuni pengurus mau minta duit, salah paham lah gitu.. kalo sebelah komplek Yado Deperdag rumah saya ini dokternya istana, DR. Joko Raharjo, ada bekas menteri perdagangan juga, yang dipecat sama Pak Harto waktu Tommy minta eksport taksi Timor, terus dosen UI dan lain- lainnya. Jadi itu jaman dulu ya, kalo sekarang udah pada pensiun semua ya, udah banyak yang meninggal juga..

T: Oh iya bu, disini itu ka nada komunitas Sapta Darma bu yang di rumahnya Bu Dono itu, itu gimana bu interaksinya sama warga masyarakat sekitar?

J: Oh nggak apa-apa, baik. Sini itu, di komplek ini ya, nggak ada Tanggapan terhadap J: Oh nggak apa-apa, baik. Sini itu, di komplek ini ya, nggak ada Tanggapan terhadap

itu yang mengatakan sini Kristen, sini Islam, sini Sapta Darma, keberadaan komunitas nggak ada, semua sama. Di kampung ka nada ya orang Kristen Sapta Darma nggak mau nyampur ya tho? Toleransinya bagus.. bu Dono itu juga dikenal paling aktif itu ya di komplek ini ya. Dulu itu dia sukangumpulin anak-anak remaja, anak-anak kecil gitu, untuk opo itu nari, sampe anak saya juga ikut dari kecil itu.

T: nah misalnya sekarang kan untuk orang awam kan melihat bahwa wah ini sebenernya komunitas apa sih, ada semacam kayak kasak-kusuk gitu nggak sih bu?

J: Nggak ada ya, disini baik semua.. warga juga nggak ada yang complain ya. Apik lah kalo disini. Ya toleransinya ya antar sesama itu bagus. Jadi ini masyarakat komplek lo yaa. Jadi masyarakat komplek ini sedikit.. jadi satu RT itu ya Cuma sepuluh rumah..

T: ooh, jadi RT 01 itu cuma sepuluh rumah? J: Iya jadi sepuluh rumah, paling banyak itu dua belas.. karena kita Banyaknya rumah di RT memang nggak mau dicampur dengan orang bawah ya, beda.. 01 karena dia itu kan selalu minta uang. Kalo ke RT minta uang tu, kalo disini sih nggak ada..

T: Kan saya neliti juga komunitas ini dari hak sipilnya bu, kayak pencantuman agama di KTP dan sebagainya bu, itu menurut ibu gimana?

J: Ya masuknya Islam, iya Islam. Karena bapaknya dulu Pendapat informan meninggal juga dimakaminnya juga tata cara Islam. Hanya itu kan terhadap

identitas sifatnya kebatinan tho, kepercayaan sendiri, tapi menurut saya komunitas Sapta Darma dasarnya itu Islam..

T: kalo ibu sendiri berkaitan dengan tugas-tugas sebagai RT itu apa aja sih bu?

J: Hanya penggantian KTP, anak-anak saya masih make alamat Tugas-tugas informan sini, anak-anaknya Bu Dono itu juga.. jadi KTPnya dua, KTP sini sebagai Ketua RT sama KTP tempat tinggal sebenernya.. Jadi ya kalo untuk KTP itu ya sebatas ya saya kasih formulir dia yang nulis saya yang ngecap, jadi saya nggak yang nganuken sendiri. Jadi ya anaknya aja yang ngisi. Jadi dikasih formulir terus ya dia yang isi..

T: Kan sekarang ada nih bu peraturan Adminduk yang baru tahun 2006 itu kan, kolom agamanya kan terutama buat orang kepercayaan kan sekarang udah bisa ngisi di kolom lainnya, nah ibu sendiri udah pernah belom bu di sosialisasiin?

J: Oh nggak nggak tuh, yang saya tahu ya Islam aja.. jadi belom itu mas, belom tahu. Paling kalo itu ya KK..Kalo disini itu KK- nya itu KK buat penduduk numpang, iya jadi bukan penduduk yang asli ya.. jadi banyak yang rumahnya itu dikontrakin sama orang. Seperti took-toko itu yang di depan itu cuma domisili aja, nggak ada KK-nya..

T: Sekarang itu kegiatan RT itu apa aja sih bu, banyak nggak sih? T: Sekarang itu kegiatan RT itu apa aja sih bu, banyak nggak sih?

J: kalo disini itu nggak ada. jadi kalo pagi-pagi itu saya suka keliling-keliling karena udah nggak ada kesibukan, jalan gitu sambil ngasih tahu ini disapu gitu. Jadi saya itu kumpulannya pembantu-pembantu, kalo ibu-ibunya kan ke kantor sibuk, kalo saya jadinya ya deket sama pembantu-pembantu itu..

T: Jadi ada berapa KK sih bu di RT 01 ini?

J: Hanya 11 KK mas.. iya ya begitulaah ya dari 1995. Dulu itu ya Demografi RT 01 dan saya digaji sama DKI Cuma nggak saya ambil, lha wong saya pengalaman

informan nggak kerja kok ya digaji, nggak enak gitu lho. Tapi ya saya sebagai ketua RT. masukin aja ke kas RW. Tapi lama-lama saya fotocopy anu itu banyak, lha uwis ya saya ambil, sekarang ini jadi 600. Tapi ya nggak saya makan sendiri, saya kasih juga buat yang sering nolong saya ngedarin surat edaran..

T: Iya jadi balik lagi nih bu ke komunitasnya Bu Dono, jadi kesimpulannya menurut ibu gimana sih bu keneradaan mereka disini? J: Bagus, bagus kok. Sama sekali tidak mengganggu kegiatannya. Sedikit cerita informan Dia juga bisa toleransi juga. Menurut saya, dari semua ibu-ibu mengenai Ibu Dono disini yang paling baik itu dia. Dia salah satu orang yang juga udah tinggal lama disini, dia jadi bisa dibilang tokoh masyarakat sini. Jadi jaman dulu kantor kelurahan ada disini, yang mbentuk PKK dulu itu ya itu dia Bu Dono, jadi jaman itu masih aktif Dharma Wanita..

T: Kalo di tempat lain kelompok seperti ini kan banyak resistensinya dengan msayarakat sekitar, nah kalo disini ini menurut ibu sendiri gimana?

J: di komplek ini semua aman dan tertib semua, toleransinya juga bagus yaa..

xciv

Lampiran III: Penjelasan Arti dan Makna Simbul Pribadi Manusia 1

1. Bentuk segi empat belah ketupat menggambarkan asal mula manusia yaitu: Sudut Puncak : Sinar Cahaya Allah; Sudut Bawah : Sari-sari bumi; Sudut Kanan dan Kiri : Perantaranya adalah ayah dan ibu.

2. Tepi belah ketupat yang berwarna hijau tua menggambarkan wadag (raga) manusia.

3. Warna dasar hijau maya menggambarkan Sinar Cahaya Allah / Tuhan, berarti dalam wadag (raga) manusia diliputi oleh sinar cahaya Allah.

4. Segitiga sama sisi yang berwarna putih dengan tepi warna kuning emas menunjukkan asal terjadinya (tesing dumadi) manusia dari Tri Tunggal:

Sudut Puncak : sinar Cahaya Allah Sudut Kanan Bawah : air sari bapak (nur rasa) Sudut Kiri Bawah

: air sari ibu (nur buat)

5. Segitiga sama sisi berwarna putih dengan tepi kuning emas tertutup oleh lingkaran hitam, merah, kuning, putih dan gambar semar, membentuk tiga segitiga kecil yang sama dan sebangun masing-masing memiliki tiga sudut, berarti 3x3 sama dengan Sembilan sudut.

Sumber: Pemaparan Budaya Spiritual. (2010) Yogyakarta: Pengurus Pusat Persatuan Warga Sapta Darma. Hlm.2-4.

xcv

Menunjukkan bahwa manusia memiliki Sembilan lubang (Jawa: Babahan Hawa Sanga) ialah: mata (2), telingan (2), hidung (2), mulut (1), kemaluan (1), dan pelepasan (1).

6. Lingkaran menggambarkan: Keadaan yang senantiasa berubah-ubah (anyakra manggilingan ).

Lingkaran berwarna hitam menggambarkan bahwa manusia memiliki hawa hitam atau angkara. Bentuknya ialah dalam kata-kata kotor / kasar yang dikeluarkan

melalui mulut Lingkaran berwarna merah adalah petunjuk adanya nafsu amarah pada manusia.

Nafsu ini timbul akibat rangsangan suara yang tidak enak didengar oleh telinga. Sifatnya mudah sekali timbul dan menimbulkan kemarahan.

Warna kuning menunjukkan asalnya nafsu keinginan (pepinginan) yang timbul karena indera mata akibat rangsangan sesuatu yang terlihat oleh ata. Jadi berarti segala sifat atau kemauan yang timbul karena indera mata yang sedang melihat

sesuatu harus disalurkan atau ditunjukkan pada keinginan, sifat dan kemauan yang baik dan benar.

Warna putih menggambarkan perbuatan atau tindakan yang suci. Ini adalah akibat pengaruh indera hidung yang menerima rangsang berupa bau-bauan. Artinya indera ini hanya mau menerima rangsang yang baik-baik, suci dan bersih; dan

menolak yang kotor-kotor. Hendaknya manusia jika ingin memiliki ketajaman (waskita) hendaknya menjaga mulut, telinga dan mata agar bertindak seperti hidung. Karena hidung memiliki ketajaman.

Besar kecilnya lingkaran menunjukkan besar kecilnya dari keempat sifat tersebut yang dimiliki oleh manusia. Dengan demikian manusia mengetahui serta dapat

menggolongkan segala kemauan dan tidakannya terhadap golongan warna hitam, merah, kuning dan putih.

7. Lingkaran di tengah-tengah berwarna putih yang tertutup oleh gambar semar menggambarkan lubang pada ubun-ubun manusia merupakan lubang yang ke-sepuluh yang tertutup (pudak sinumpet). Warna putih yang ada gambar semar menggambarkan nur cahaya atau nur putih ialah hawa suci (Hyang Maha Suci) yang dapat berhubungan dengan Hyang Maha Kuasa. Artinya, menyatupadukan rasa di ubun-ubun hingga mewujudkan Nur Putih yang menghadap pada Hyang Maha Kuasa.

8. Gambar Semar juga mengkiaskan budi luhur dan Nur Cahaya. Maksudnya, warga Kerokhanian Sapta Darma supaya berusaha memiliki keluhuran budi seperti semar.

Semar tangan kanannya menunjuk dengan jari telunjuk. Hal ini memberi petunjuk pada manusia, bahwa hanya ada satu sesembahan, yaitu Hyang Maha Kuasa

(Tuhan Yang Maha Esa). Semar tangan kirinya menggenggam menggambarkan bahwa ia telah memiliki

keluhuran.

xcvi

Semar memakai klinthingan, artinya klinthingan adalah suatu tanda (suara) agar orang mendengar jika dibunyikan.

Maka bilamana kita sebagai Tuntunan / warga Sapta Darma haruslah kita selalu memberikan keterangan-keterangan atau penerangan budi pekerti yang luhur

kepada siapa saja agar mereka mengerti tujuan yang luhur itu. Semar memakai pusaka menggambarkan bahwa tutur katanya selalu suci.

Lipatan kainnya ada lima menunjukkan bahwa Semar telah memiliki atau dapat menjalani (nglenggahi) lima sifat Allah : Maha Agung, Maha Rokhim, Maha Adil,

Maha Wasesa, dan Maha Langgeng. Maka dari itu warga Kerokhania Sapta Darma supaya meniru dan berusaha dapat

melakukan jejak Semar seperti yang tersebut diatas. Atau memiliki pribadi seperti Semar. Sebab Semar itu dapat langsung berhubungan dengan Hyang Maha Kuasa . Dan meski jelek rupanya, tapi luhur budinya. Maka diperibahasakn bahwa Semar adalah Dewa yang menjelma (mengejawantah).

9. Tulisan dengan huruf Jawa: NAFSU, BUDI, PAKARTI pada dasar hijau maya, memberi petunjuk bahwa manusia memiliki nafsu, budi dan pakarti, baik yang luhur maupun yang rendah. Warga Kerokhanian Sapta Darma hendaknya berusaha mencapai budi pekerti yang luhur.

xcvii