Perkembangan Fiskal Perkembangan Fiskal dan Utang Negara

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada 13

III. Perkembangan Fiskal dan Utang Negara

A. Perkembangan Fiskal

Pada kuartal I tahun 2013 pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat sebesar 6,02, lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 6,29. Perlambatan pertumbuhan ekonomi ini disebabkan oleh masih rendahnya penyerapan APBN pada kuartal I 2013, berada di bawah 10. Turunnya kinerja neraca perdagangan akibat penurunan harga komoditas dunia juga menjadi penyebab rendahnya pertumbuhan ekonomi kuartal I 2013. Kondisi ini kemudian menyebabkan perubahan asumsi makro yang kemudian diajukan dalam RAPBN-P 2013. Terdapat perubahan asumsi ekonomi makro yang diajukan dalam RAPBN-P 2013, pertumbuhan ekonomi turun dari 6,8 menjadi 6,3 yang disebabkan oleh kondisi ekonomi global yang belum membaik. Rencana kenaikan harga bahan bakar minyak BBM meningkatkan asumsi inflasi dari 4,9 menjadi 7,2. Indonesia Crude Price ICP meningkat dari USD 100 menjadi USD 108, lifting minyak dari 900 ribu barel per hari menjadi 840 ribu barel per hari, dan lifting gas dari 1,36 juta barel menjadi 1,24 juta barel per hari. Selanjutnya, pendapatan negara dalam RAPBN-P 2013 yang akhirnya disepakati oleh Badan Anggaran DPR dan pemerintah hingga 14 Juni 2013 juga berubah dari pengajuan pemerintah sebelumnya. Dalam postur RAPBN-P 2013 yang disepakati, pendapatan negara ditetapkan sebesar IDR 1.502 triliun, lebih besar dari pengajuan pemerintah sebelumnya yang tercatat sebesar IDR 1.488 triliun. Dengan demikian, dibandingkan dengan RAPBN-P Tabel 3 : RAPBN-P 2013 Rencana kenaikan harga BBM menyebabkan peningkatan asumsi inflasi dalam RAPBN-P Sumber: Kementerian Keuangan 2013 Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada 14 2013 yang pertama kali diajukan, DPR berhasil meminta pemerintah menambah penerimaan negara sebesar IDR 13,679 triliun. Selain itu, belanja negara dalam RAPBN-P 2013 disepakati sebesar IDR1.726,19 triliun. Terkait dengan BBM bersubsidi, penggunaan BBM bersubsidi pada bulan Maret 2013 sudah 6 melewati kuota yang ditetapkan. Diperkirakan kuota BBM akan kembali jebol tahun ini hingga mencapai 48,5 juta kiloliter, padahal dalam APBN 2013 kuota BBM ditetapkan sebesar 46 juta kiloliter. Hal ini menjadi salah satu alasan pemerintah untuk menetapkan pembatasan penggunaan BBM bersubsidi, mengurangi subsidi BBM untuk menciptakan ruang fiskal yang lebih sehat dan terjaga. Pada APBN 2013, total anggaran yang dialokasikan untuk subsidi BBM sebesar IDR 193,8 triliun. Jumlah ini melebihi separuh dari seluruh alokasi dana untuk subsidi. Pemerintah pusat menghabiskan 16,7 belanjanya untuk subsidi BBM. Bahkan jika dikombinasikan dengan subsidi listrik, jumlahnya mencapai 23,8 dari APBN. Dana untuk subsidi ini hampir pasti akan lebih besar dari yang dianggarkan akibat konsumsi yang jauh melebihi kuota. Hingga pertengahan Juni, pemerintah dan DPR masih membahas RAPBN-P 2013 terkait wacana penaikan harga BBM. Alokasi dana untuk subsidi BBM dinilai sudah terlalu besar dan mengancam keberlanjutan fiskal. Isu keadilan dalam pembelanjaan anggaran negara turut mencuat. Bayangkan saja, penerimaan negara yang dihabiskan untuk subsidi BBM yang notabene tidak tepat sasaran jauh melebihi belanja modal dan bantuan sosial yang masing-masing hanya IDR184,4 triliun dan IDR73,6 triliun dalam APBN 2013. Sebagai perbandingan, dana yang dihabiskan untuk subsidi BBM setara dengan biaya pembangunan 43 Jembatan Suramadu, 15 proyek MRT di Jakarta, atau 4.845 kilometer jalan tol. Konsumsi yang membengkak juga kemungkinan besar meningkatkan defisit APBN yang akan ditutup dengan penerbitan surat utang. Terkait dengan wacana kenaikan harga BBM, pemerintah mengajukan skema kompensasi bagi rakyat miskin. Skema baru ini diberi nama Bantuan Langsung Sementara Masyarakat BLSM yang Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada 15 Gambar 10 : Belanja Pemerintah Pusat Subsidi energi naik dalam RAPBNP 2013 Sumber: Kementerian Keuangan 2013 pada intinya tidak berbeda dengan BLT yang pernah diberikan terkait persoalan yang sama. Meskipun program pemerintah ini rawan diboncengi muatan politik, pemerintah nampaknya tetap akan melakukannya. BLSM rencananya akan diberikan kepada rumah tangga miskin, tujuannya adalah untuk mempertahankan tingkat konsumsi yang rentan terhadap kemungkinan adanya kenaikan harga kebutuhan dasar serta penurunan tingkat kesejahteraan masyarakat miskin akibat dari gejolak yang ditimbulkan setelah diterapkannya kenaikan harga BBM. Alokasi BLSM pada RAPBN-P 2013 dianggarkan sebesar IDR 11,6 triliun yang nantinya akan dibagikan kepada 15,5 juta rumah tangga sangat miskin RTSM sebesar IDR 150 ribu selama 5 bulan. Namun Badan Anggaran DPR memutuskan BLSM sebesar IDR 9,3 triliun,sehingga tiap RTSM dapat dana sebesar IDR 150 ribu per bulan selama 4 bulan. Penerimaan pajak selama ini merupakan andalan utama penerimaan negara. Namun, target penerimaan pajak pada tahun 2013 diperkirakan mengalami penurunan dari IDR 1.193 triliun sebagaimana ditetapkan dalam APBN 2013 menjadi IDR 1.139,3 triliun dalam RAPBN-P 2013. Penurunan ini disebabkan antara lain oleh lambatnya laju ekspor dan melemahnya pertumbuhan ekonomi nasional akibat tekanan dari ketidakpastian kondisi ekonomi global. Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada 16 Tabel 4 : Penerimaan Pajak dalam Negeri Periode 1 Januari hingga 30 April Tahun 2013 dalam IDR Miliar Penghasilan pajak dalam negeri meningkat sebesar 9,04 pada periode 1 Januari hingga 30 April 2013 dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2012. Sumber: Direktorat Jenderal Pajak 2013 Tabel 4 menjelaskan penerimaan pajak dalam negeri hingga April 2013, tanpa penerimaan cukai. Dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2012, penghasilan pajak dalam negeri meningkat sebesar 9,04 pada periode 1 Januari hingga 30 April 2013. Secara umum Pajak Penghasilan PPh Migas dan Non Migas, Pajak Pertambahan Nilai PPN dan Pajak Penjualan Barang Mewah PPnBM, serta Pajak Lainnya mengalami peningkatan pada periode 1 Januari hingga 30 April 2013 dibandingkan periode yang sama tahun 2012. Pajak Bumi dan Bangunan PBB menjadi satu-satunya sumber pajak yang mengalami penurunan sebesar 59. Potensi penerimaan negara yang berkurang disertai dengan kuota subsidi BBM yang melebar perlu diwaspadai. Untuk mengantisipasi defisit yang semakin besar, penyesuaian anggaran pada APBN-P 2013 dilakukan. Dalam RAPBN-P 2013 pemerintah mengajukan target defisit sebesar 2,48 dari PDB. Target ini lebih tinggi dibandingkan dengan defisit anggaran pada APBN 2013 yang ditetapkan sebesar 1,65 dari PDB. Tabel 5: Defisit Anggaran dalam APBN dan RAPBN-P 2013 dalam IDR Miliar Defisit anggaran diperkirakan meningkat menjadi 2,48 terhadap PDB Sumber: Kementerian Keuangan 2013 Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada 17 Dalam Nota Keuangan dan RAPBN-P 2013, perkiraan penurunan pendapatan negara diperkirakan sebesar IDR 41.347,7 miliar 2,7. Defisit anggaran semakin memburuk karena disertai dengan peningkatan belanja negara sebesar IDR 39.019,3 miliar 2,3. Rencana pembiayaan defisit tersebut akan dibiayai dari peningkatan pembiayaan dalam negeri sebesar IDR 77.782,7 miliar, meningkat dari rencana semula sebesar IDR 172.792,1 miliar dalam APBN 2013 menjadi sebesar IDR 250.574,8 miliar. Sedangkan pembiayaan luar negeri neto akan turun IDR 2.584,3 miliar, dari defisit IDR 19.454,2 miliar menjadi defisit IDR 16.869,8 miliar. Penurunan ini disebabkan peningkatan penarikan pinjaman luar negeri yang lebih besar dibanding kenaikan penerusan pinjaman dan pembayaran cicilan pokok utang.

B. Perkembangan Utang Negara