1. Status WNI “Orang Indonesia Asli” dalam kaitannya dengan Hak-hak Berpolitik
Dalam ketentuan UUD 1945 sebelum amandemen konstitusi Indonesia menyatakan dengan rumusan mengenai makna orang Indonesia asli terutama
berkaitan dengan Pasal 6 ayat 1 UUD 1945 yang berkaitan dengan persyaratan menjadi presiden. Sebelum amandemen UUD 1945 , syarat menjadi presiden
disebutkan dalam Pasal 6 Ayat 1 yang menyatakan, bahwa “Presiden ialah orang Indonesia asli”. Dengan demikian, syarat untuk menjadi calon presiden menurut
pasal 6 ayat 1 UUD 1945 adalah “orang Indonesia asli” dan tidak ada ditentukan syarat-syarat lainnya.
Bahkan, karena syarat “orang Indonesia asli” tersebut hanya dihubungkan dengan presiden saja, maka dapat disimpulkan terhadap calon wakil presiden tidak
perlu orang Indonesia asli dus pejabat lembaga-lembaga negara lainnya. Apabila kita hubungkan dengan masalah warga negara, maka Pasal 26
Ayat 1 UUD 1945 berbunyi: “Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan
Undang-undang sebagai warga negara”. Dari ketentuan tersebut, di samping tidak memproleh jawaban mengenai
makna orang Indonesia asli- malahan telah ditemukan istilah “orang-orang bangsa Indonesia asli”
Penjelasan dari pasal 26 ayat 1 UUD 1945 pra-amandemen pun tidak menerangkan ‘orang-orang bangsa Indonesia asli”,melainkan mengatakan ‘orang-
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
orang bangsa lain, misalnya Peranakan Belanda, Peranakan Tionghoa dan peranakan Arab yang bertempat kedudukan di Indonesia….. dan seterusnya”.
Berdasarkan penjelasan Pasal 26 ayat 1 tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa walaupun orang yang bersangkutan adalah warga negara RI, jika ia adlah
keturunan asing misalnya kerurunan Belanda, tionghoa ataupun Arab, maka ia tidak dapat menjadi Presiden. Apabila demikian halnya, menurut Abu Bakar
Busro dan Abu Daud Busro, bahwa yang dimaksud “orang Indonesia Asli” berdasarkan penjelasan Pasal 26 ayat 1 UUD 1945 pra-amandemen adalah
diukur secara bilogis
49
1. yang dimaksud orang Indonesia asli, ia warga negara yang dahulunya
digolongkan kepada golongan Bumiputera .
Selain itu , berdasarkan rancangan penjelasan pelengkap pasal 6 ayat 1 UUD 1945 pra-amandemen, MPRS pernah memberikan ukuran yuridis sebagai
berikut:
2. Orang yang menjadi warga negara karena naturalisasi dapat dianggap
orang Indonesia Asli, apbila mereka turun-temurun bertempat tinggal di Indonesia, bersikap dan berpikir secara Indonesia, sungguh setia kepada
negara RI dan falsafah Pancasila. Konsepsi MPRS demikian, mendapat dukungan dari Hasan Zainii, tetapi
menurut Muh. Yamin dalam bukunya Pembahasan UUD RI menggunakan ukuran politis di dalam arti terhadap istilah “orang Indonesia asli” dalam Pasal 6 ayat 1
49
Busro dan Abu Daud Busroh, Hukum Tata Negara, Indonesia: Ghalia Indonesi, hlm.72.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UUD 1945 pra-amandemen, dengan mengatakan bahwa “Orang Indonesia asli itu orang Indonesia yang menjadi anggota bangsa Indonesia yang atas namanya
proklamasi diucapkan pada tanggal 17 Agustus 1945, perkataan asli ialah berhubungan dengan pertentangan antara bangsa Indonesia yang memperjuangkan
Kemerdekaan atas dasar Proklamasi dengan yang menganut penjajahan…”. Pendapat Muh. Yamin ini mendukung Pasmo Wahjono yang juga
menggunakan ukuran politis dalam menafsirkan Pasal 6 ayat 1: Dengan memahami suasananya dibikinnya teks itu perkataan asli di sini
tidak harus diartikan sebagai orang yangmenghayati perjuangan kemerdekaan , atau dengan bahasa yang kita pakai sekarang kata asli
haruslah kita artikan : yang menghayati dan mampu mengamalkan gagasan bernegara kita sebagai yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus
1945. Apabila kita bandingkan pendapat Muh. Yamin dan Padmo Wahjono,
maka kelihatan bahwa Padmo Wahjono lebih bersidat objektif dan tidak bersifat diskriminatif. Hal ini dipertegas lagi dari kata-katanya, bahwa “…… setiap warga
negara akan dapat menjadi kepala negara asal dapat memenuhi kualifikasi tersebut dalam pandangan lembaga pemegan kekuasaan tertinggi dalam negara,
yang berhak mengangkatnya”.
50
Selanjutnya ketatapan MPR No. IIMPR1973 yang merupakan peraturan pertama kali dalam ketatanegaraan Indonesia yang mengatur tata cara Pemilihan
Presiden dan Wakil Presiden, dalam Pasal 1 ayat 1 menggunakan juga istilah
50
Padmo Wahjono, Op.cit., hlm.30.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
“orang Indonesia asli” bahkan tidak hanya dihubungkan dengan calon presiden tetapi disyaratkan juga terhadap calon wakil presiden, disamping ditambahkan
syarat-syarat lain. Rumusan “baru” pasca-amandemen UUD 1945, apabila dikaitkan
Penjelasan Pasal 2 UU Kewarganegaraan tersebut dengan rumusan Pasal6 UUD- tetapi tidak dengan Pasal 2. Permasalahan mengapa harus muncul lagi mengenai
kalimat bangsa Indonesia lagi. Bukankah Pasal 6 UUD pasca-amandemen sudah jelas. Kalimat bangsa Indonesia asli ini pun juga telah diakomodasi pada Pasal 26
mengenai warga negara. Dengan demikian dapat dikatakan rumusan Pasal 2 UU Kewarganegaraan tersebut inskonstitusional. Akan tetapi yang perlu dikaji adalah
masalah substansi. Hal ini dengan mengingat bahwa kehadiran UU Kewarganegaraan ini adalah mengubah orientasi yang semula bersifat
diskriminatif dan rasialis menjadi berorientasi hukum yuridis. Memang apabila dicermati ketentuan pasal 6 UUD 1945 tidak ada kalimat lain, bahwa setiap warga
negara Indonesia sejak kelahirannya berhak mencalonkan dan dicalonkan sebagai Presiden RI tanpa kecuali.
Namun demikian, setelah amandemen UUD 1945 tentang persyaratan menjadi Presiden persyaratan bangsa Indonesia asli telah dihapuskan. Selain
persyaratan tersebut tentunya masing-masing terdapat persyaratan-persyaratan lain sebagaimana disebutkan dalam UU Pemilu Presiden.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
C. Kewajiban Warga Negara Indonesia Dalam Ketatanegaraan Indonesia