Selanjutnya kesepakatan kedua pihak itu untuk mengikatkan dirinya masing-masing, sudah barang tentu mempunyai maksud dan tujuan, yaitu tentang
sesuatu yang menyangkut dengan harta benda kekayaan masing-masing. Sesuatu itulah yang menjadi tujuan para pihak mengikatkan diri.
Dengan demikian agar tidak terjadi perbedaan pendapat dan pandangan dalam mengartikan perjanjian pada pembahasan skripsi ini, maka perjanjian itu
adalah suatu persetujuan diantara dua orang atau lebih yang saling mengikatkan dirinya untuk melakukan sesuatu apa yang telah mereka setujui.
B. Unsur-Unsur Perjanjian
Berbicara tentang unsur-unsur perjanjian, secara umum Abdulkadir Muhammad, mengatakan sebagai berikut :
a. ada pihak-pihak sedikitnya dua orang;
b. ada persetujuan diantara pihak-pihak itu;
c. ada tujuan yang akan dicapai;
d. ada prestasi yang akan dilaksanakan;
e. ada bentuk tertentu, lisan atau tulisan;
f. ada syarat-syarat tertentu, sebagai isi perjanjian.
19
Ad.a. Ada pihak-pihak sedikitnya dua orang Dalam suatu perjanjian pihak-pihak merupakan unsur yang utama, karena
disamping pihak-pihak itu dijadikan sebagai subjek perjanjian, juga perjanjian itu tidak akan pernah ada apabila tidak adanya pihak yang menginginkan, membuat
perjanjian itu.
19
Abdulkadir Muhammad, Op Cit. hal. 79-80.
Universitas Sumatera Utara
Pihak-pihak dalam perjanjian itu yang menurut hukum perjanjian merupakan subjek perjanjian selain berupa manusia juga dapat berupa badan
hukum. Karena menurut hukum, manusia dan badan hukum merupakan subjek hukum yang dapat melakukan perbuatan-perbuatan hukum di dalam masyarakat.
Dimata hukum manusia dapat menjadi subjek hukum dengan sendirinya, sedangkan badan hukum harus melalui suatu proses yang dilandasi teori-teori
yang dikenal dalam ilmu hukum itu sendiri. Adapun teori-teori yang menyatakan badan hukum itu merupakan subjek
hukum adalah : 1. Teori Fictie perumpamaan
Menurut teori ini, badan hukum itu diumpamakan sebagai manusia, terpisah dari manusia yang menjadi pengurusnya. Karena itu perbuatan hukum yang
dilakukan oleh pengurusnya tidak dapat dikatakan sebagai perbuatan badan hukum, melainkan perbuatan orang lain yang dapat dipertanggungjawabkan
pada hukum itu. Dengan demikian badan hukum itu tidak berbuat secara langsung. Sehingga pengurus tersebut adalah orang yang bertindak atas kuasa
dari badan hukum itu. Jadi badan hukumlah yang bertanggung jawab atas segala perbuatan hukum yang dilakukan oleh pengurusnya.
Menurut teori ini, maka badan hukum yang melakukan perbuatan melawan hukum tidak dapat digugat dengan Pasal 1365 KUHPerdata yaitu:
”Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu,
Universitas Sumatera Utara
mengganti kerugian tersebut”
20
tetapi dapat digugat dengan Pasal 1367 KUHPerdata.
Alasannya, karena badan hukum dalam melakukan perbuatan hukum termasuk perjanjian telah menguasakannya kepada orang yang telah menjadi
pengurusnya. Sehingga walaupun perbuatan melawan hukum itu dilakukan oleh pengurusnya sendiri, maka badan hukumlah yang bertanggung jawab.
Hal ini sesuai dengan bunyi Pasal 1367 KUHPerdata, yaitu : “Seseorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang
disebabkan karena perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatan orang-orang yang menjadi
tanggungannya atau disebabkan oleh barang-barang yang berada di bawah pengawasannya”.
“Orang tua dan wali bertanggung jawab tentang kerugian yang disebabkan oleh anak-anaknya yang belum dewasa, yang tinggal
pada mereka dan terhadap siapa mereka melakukan kekuasaan orang tua atau wali”.
“Majikan-majikan dan mereka yang mengangkat orang lain untuk mewakili urusan-urusan mereka adalah bertanggung jawab tentang
kerugian yang diterbitkan oleh pelayan-pelayan atau bawahan- bawahan mereka di dalam melakukan pekerjaan untuk mana
orang-orang itu dipakainya”. “Guru-guru sekolah dan kepala-kepala tukang bertanggung jawab
terhadap kerugian yang diterbitkan oleh murid-murid dan tukang- tukang mereka selama waktu orang-orang itu berada di bawah
pengawasan mereka”. Tanggung jawab yang disebut di atas berakhir, jika orang tua, wali,
guru-guru sekolah, dan kepala-kepala tukang itu membuktikan bahwa mereka tidak dapat mencegah perbuatan untuk mana
mereka seharusnya bertanggung jawab itu.
21
2. Teori Organ perlengkapan Dalam teori ini badan hukum dipersamakan dengan manusia pribadi.
Bertindaknya badan hukum itu melalui perlengkapan organ. Dengan demikian badan hukum melalui perlengkapannya secara langsung bertanggung
jawab terhadap semua perbuatan hukum yang dilakukannya. Tentang sejauh
20
R. Subekti R. Tjitrosudibio, Loc Cit.
21
Ibid, hal. 347.
Universitas Sumatera Utara
mana orang dapat dianggap sebagai perlengkapan badan hukum dan sejauh mana kewenangan dari perlengakapan tersebut, dapat dilihat dari anggaran
dasar pendirian badan hukum itu. Karenanya menurut pendapat Wirjono Prodjodikoro, yaitu badan hukum yang melakukan perbuatan melawan hukum
dapat digugat melalui Pasal 1365 KUHPerdata. Sedangkan terhadap bawahan alat perlengkapan badan hukum tetap dipertanggung jawabkan berdasarkan
Pasal 1367 KUHPerdata.
22
Jadi dalam hal ini harus dapat dibedakan mana yang merupakan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh badan hukum itu sendiri dan mana
perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh perlengkapannya. 3.
Teori Yuridische Realiteit kenyataan hukum Dalam teori ini, bahan hukum adalah realitas hukum yang dibentuk dan diakui
sama seperti manusia pribadi. Maksudnya, badan hukum itu dibuat, dibentuk didasarkan kepada kenyataan hukum yang ada, yang tujuannya agar badan
hukum itu diakui sebagai subjek hukum yang dapat melakukan perbuatan hukum.
Menurut teori ini, apabila badan hukum melakukan perbuatan melawan hukum, maka badan hukum itu dapat digugat berdasarkan Pasal 1365
KUHPerdata. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa badan hukum dianggap sebagai
subjek hukum adalah karena badan hukum itu diumpamakan sebagai manusia, karena badan hukum dianggap sama dengan manusia pribadi, serta karena
22
Wirjono Prodjodikoro, Perbuatan Melawan Hukum, Sumur Bandung, 1984, hal. 69.
Universitas Sumatera Utara
kenyataan hukum yang menganggap bahwa badan hukum itu sama dengan manusia pribadi.
Ad.b. Ada persetujuan diantara pihak-pihak itu Persetujuan disini adalah merupakan keputusan, setelah dilakukannya
perundingan. Karena perundingan itu sendiri adalah tindakan pendahulu untuk menuju tercapainya persetujuan. Selanjutnya persetujuan itu ditunjukkan dengan
penerimaan terhadap hal-hal yang berkenaan dengan syarat-syarat dan objek perjanjian tersebut, maka timbullah persetujuan sebagai salah satu syarat dari
perjanjian. Sehingga menurut Abdulkadir Muhammad, yang dirundingkan tersebut
adalah tentang “syarat-syarat dan objek perjanjian, sehingga dengan disetujuinya oleh masing-masing pihak tentang syarat-syarat dan objek perjanjian itu timbullah
persetujuan”.
23
Ad.c. Ada tujuan yang akan dicapai Tujuan mengadakan perjanjian adalah mencapai sesuatu yang dibutuhkan
oleh pihak-pihak. Kebutuhan tersebut hanya dapat terpenuhi dengan cara mengadakan perjanjian dengan orang lain. Namun belum berarti para pihak boleh
mengadakan perjanjian dengan mencapai kebutuhan tersebut secara bebas yang mutlak. Karena undang-undang telah membatasinya, dimana tujuan yang akan
dicapai itu tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum, disesuaikan dan bertentangan dengan undang-undang.
Ad.d. Ada prestasi yang akan dilaksanakan
23
Abdulkadir Muhammad, Loc Cit.
Universitas Sumatera Utara
Sebagai akibat adanya persetujuan timbullah kewajiban untuk melakukan suatu prestasi yang merupakan kewajiban para pihak sesuai dengan syarat-syarat
perjanjian. Ad.e. Ada bentuk tertentu, lisan atau tulisan
Bentuk perjanjian ini berguna untuk dijadikan dasar kekuatan mengikat dan kekuatan pembuktiannya. Bentuk perjanjian ini biasanya dibuat dalam bentuk
akte atau tulisan. Selain itu perjanjian diperbolehkan juga untuk dibuat secara lisan, dalam hal ini sebagai catatan haruslah diperbuat dengan kata-kata yang jelas
maksud dan tujuannya.
Ad.f. Ada syarat-syarat tertentu, sebagai isi perjanjian Syarat-syarat ini pada hakikatnya adalah merupakan isi perjanjian. Karena
dari syarat-syarat inilah dapat diketahui hak dan kewajiban pihak-pihak. Kemudian syarat-syarat tersebut pada umumnya terdiri dari syarat-syarat pokok,
seperti tentang barang, dan harganya. Serta syarat-syarat perlengkapan, seperti cara pembayaran, cara penyerahan barang dan sebagainya.
1. Sepakat mereka yang telah mengikatkan dirinya 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3. Suatu hal
tertentu 4. Suatu sebab yang halal
24
Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat dikatakan, bahwa antara unsur- unsur perjanjian dengan syarat-syarat perjanjian atau perikatan yang diatur dalam
24
R. Subekti R. Tjitrosudibio, Op Cit, hal. 339.
Universitas Sumatera Utara
Pasal 1320 KUHPerdata mempunyai kaitan yang sangat erat. Dengan kata lain, syarat-syarat perjanjian itu merupakan salah satu unsur yang harus dipenuhi.
Selanjutnya dalam suatu perjanjian syarat-syarat yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata harus ada dan harus terpenuhi. Oleh karenanya dalam suatu
perjanjian para pihak diberi kebebasan untuk menentukan dan membuat isi perjanjian yang dikehendakinya, sesuai dengan asas konsesualitas yang dikenal
dalam hukum perdata dan hukum perjanjian.
C. Jenis-Jenis Perjanjian