BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN
A. Pengertian Perjanjian
Perjanjian yang di dalam hukum perikatan merupakan salah satu sumber dari perikatan itu sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 1233 KUHPerdata,
yaitu “ Setiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena undang- undang “.
Dalam hal ini A. Ridwan Halim mengemukakan pendapatnya sebagai berikut :
Sumber-sumber perikatan itu adalah : a.
Perjanjian atau persetujuan b.
Undang-undang c.
Perbuatan atau sikap tindak manusia yang dibedakan lagi atas : 1.
Perbuatan manusia menurut hukumhalal 2.
Perbuatan manusia yang melanggar hukum d.
Perbuatan atau sikap tindak manusia yang lain, yakni suatu sikap manusia dimana ia mengikatkan dirinya sendiri kepada sesuatu hal yang sebenarnya
bukan menjadi kewajibannya, misalnya :seseorang yang telah bersedia mengikatkan diri untuk menjaga rumah tetangganya selama tetangganya itu
pergi sehingga bila terjadi kehilangan di rumah tetangganya itu dialah yang bertanggung jawab.
13
13
Ridwan Halim, A., Hukum Perdata Dalam Tanya Jawab, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1990. hal. 145-146.
Universitas Sumatera Utara
Dari pernyataan di atas terlihat bahwa perjanjian itu sering terjadi dan dilakukan oleh masyarakat, baik yang dilakukan secara tertulis maupun tidak
tertulis lisan dan secara diam-diam. Masalah perjanjian ini mempunyai ruang lingkup yang cukup luas. Sehingga sangat menarik untuk dibahas dan diteliti,
apalagi kalau perjanjian itu dikaitkan dengan masalah asas-asas kebebasan berkontrak dan perjanjian baku dalam jual beli yang dilakukan oleh pihak-pihak
pengusaha, sebagaimana topik yang akan dibahas dalam skripsi ini. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata sebagaimana yang
ditentukan dalam Pasal 1313 yaitu: “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu
orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.
14
Dari ketentuan Pasal 1313 KUHPerdata di atas terlihat bahwa perjanjian
diistilahkan dengan persetujuan. Padahal pengertian persetujuan lebih luas dari pengertian perjanjian. Jika pada persetujuan yang mengikatkan diri hanya sepihak
saja, maka pada perjanjian yang mengikatkan diri adalah kedua belah pihak. Sehingga pengertian persetujuan atau perjanjian yang dikemukakan dalam
Pasal 1313 KUHPerdata mengandung kelemahan-kelemahan sebagaimana yang dikemukakan dalam pernyataan berikut :
a. Hanya menyangkut sepihak saja. Hal ini diketahui dari perumusan “satu orang
atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang datang dari satu pihak saja, tidak dari kedua belah pihak. Seharusnya perumusan itu “saling
mengikatkan diri”, jadi ada konsensus diantara pihak-pihak.
14
R. Subekti R. Tjitrosudibio, Op Cit, hal. 338.
Universitas Sumatera Utara
b. Kata perbuatan mencakup juga tanpa konsensus. Dalam pengertian perbuatan
termasuk juga tindakan melaksanakan tugas tanpa kuasa zaakwarneming, tindakan melawan hukum onrechtmatig daad yang tidak mengandung suatu
konsensus, seharusnya dipakai kata persetujuan. c.
Pengertian perjanjian terlalu luas. Pengertian perjanjian dalam pasal tersebut di atas terlalu luas karena mencakup juga perlangsungan perkawinan, janji
kawin yang diatur dalam lapangan hukum keluarga, padahal yang dimaksud adalah hubungan antara debitur dan kreditur dalam lapangan harta kekayaan
saja. Perjanjian yang dikehendaki oleh Buku III KUHPerdata sebenarnya hanyalah perjanjian yang bersifat kebendaan, bukan perjanjian yang bersifat
personal. d.
Tanpa menyebut tujuan. Dalam perumusan pasal itu tidak disebutkan tujuan mengadakan perjanjian. Sehingga pihak-pihak mengikatkan diri itu tidak jelas
untuk apa.
15
Untuk lebih menyempurnakan pengertian perjanjian yang ditentukan dalam Pasal 1313 KUHPerdata yang dianggap oleh sebagian sarjana mengandung
kelemahan-kelemahan sebagaimana yang telah diuraikan dalam pernyataan di atas, maka pengertian perjanjian itu sebaiknya sebagai berikut, yaitu : “Perjanjian
adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan”.
Mengingat adanya
kata sepakat diantara kedua pihak yang mengikatkan
diri tersebut merupakan unsur dan syarat utama dalam suatu perjanjian, maka tidak salah kalau perjanjian itu merupakan perbuatan dari dua orang atau lebih
yang saling mengikatkan diri dan bukan hanya satu orang atau satu pihak saja
15
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1990, hal. 78.
Universitas Sumatera Utara
yang harus mengikatkan diri. Oleh karena itu tentang pengertian-pengertian perjanjian itu Wirjono Prodjodikoro mengemukakan pendapatnya dengan
mengartikan perjanjian itu sebagai berikut : “suatu kata sepakat antara dua pihak atau lebih mengenai harta benda kekayaan mereka, yang bertujuan mengikatkan
kedua belah pihak”.
16
Menurut M. Yahya Harahap, perjanjian adalah suatu hubungan hukum kekayaanharta benda antara dua orang atau lebih yang memberi kekuatan hak
pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi. Dari pengertian ini dapat dijumpai beberapa unsur
antara lain hubungan hukum yang menyangkut hukum kekayaan antara dua orang atau lebih, yang memberi hak pada satu pihak dan kewajiban pada pihak lain
tentang suatu prestasi.
17
Kalau dikaitkan pengertian perjanjian di atas dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata yaitu ”Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan
empat syarat: 1.
Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2.
Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3.
suatu hal tertentu; 4.
suatu sebab yang halal.
18
maka terlihat dengan jelas bahwa perjanjian itu harus didasarkan atas kesepakatan para pihak, yang dalam hal ini harus dilakukan sedikitnya dua orang itu harus
benar-benar sepakat untuk mengikatkan dirinya masing-masing.
16
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu, Sumur, Bandung, 1972, hal. 11.
17
M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Cet II, Alumni, Bandung, 1986, hal.6.
18
R. Subekti R. Tjitrosudibio, Op Cit, hal. 339.
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya kesepakatan kedua pihak itu untuk mengikatkan dirinya masing-masing, sudah barang tentu mempunyai maksud dan tujuan, yaitu tentang
sesuatu yang menyangkut dengan harta benda kekayaan masing-masing. Sesuatu itulah yang menjadi tujuan para pihak mengikatkan diri.
Dengan demikian agar tidak terjadi perbedaan pendapat dan pandangan dalam mengartikan perjanjian pada pembahasan skripsi ini, maka perjanjian itu
adalah suatu persetujuan diantara dua orang atau lebih yang saling mengikatkan dirinya untuk melakukan sesuatu apa yang telah mereka setujui.
B. Unsur-Unsur Perjanjian