2.7. Umur Listing
Menurut UU Pasar Modal No 8 tahun 1995 Sunariyah, 2004 menjelaskan bahwa perusahaan yang akan
listing dan yang telah listing memiliki kewajiban untuk melakukan pelaporan keuangan. Susanto 1992, dalam Prayogi, 2003 menyatakan
bahwa perusahaan yang terdaftar di BEJ akan memberikan pelaporan keuangan yang lebih lengkap dibanding dengan perusahaan-perusahaan lain. Alasannya, perusahaan-
perusahaan tersebut mempunyai pengalaman lebih dalam pelaporan keuangan tahunan. Pernyataan tersebut dipertegas oleh Marwoto 2000, dalam Prayogi, 2003
yang berpendapat bahwa umur listing perusahaan berhubungan positif dengan
kualitas pelaporan keuangan perusahaan karena perusahaan yang sudah lama terdaftar dalam bursa memiliki pengalaman yang lebih banyak dalam mempublikasikan
laporan keuangan. Perusahaan yang lebih lama
listing menyediakan publisitas informasi yang lebih banyak dibanding perusahaan yang baru saja
listing sebagai bagian dari praktik akuntabilitas yang ditetapkan oleh BAPEPAM. Perusahaan yang lebih
berpengalaman mempunyai kecenderungan untuk mengubah metode pelaporan informasi keuangannya sesuai dengan perkembangan teknologi untuk menarik
investor melalui penggunaan IFR. Sedangkan perusahaan yang baru melakukan go
publik mungkin saja memiliki website, tetapi belum tentu melakukan praktek IFR.
Perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia BEI cenderung akan melakukan pelaporan keuangannya secara lebih transparan dibandingkan dengan perusahaan-
perusahaan yang tidak atau belum terdaftar di BEI. Hal tesebut disebabkan
Universitas Sumatera Utara
perusahaan yang sudah lama listing di BEI memiliki lebih banyak pengalaman dalam mempublikasikan laporan keuangannya. Perusahaan yang lebih berpengalaman
tersebut akan melakukan pelaporan keuangan sesuai dengan perkembangan jaman. Tidak hanya secara
paper-based reporting system tetapi sudah secara paper-less
reporting system.
2.8. Leverage
Agency Theory menjelaskan dan memprediksi bahwa semakin besar leverage perusahaan, semakin potensial transfer kemakmuran dari kreditur kepada pemegang
saham Jansen dan Meckling, 1976 dalam Oyelere et al., 2003. Akan tetapi leverage
yang tinggi menjadikan pihak manajemen perusahaan menjadi lebih sulit dalam membuat prediksi jalannya perusahaan ke depan Firth dan Smith, 1992 dalam
Ghozali dan Mansur, 2002. Hal ini tentu saja mengancam posisi manajer perusahaan karena mereka dianggap tidak dapat mengelola perusahaan dengan baik. Jansen dan
Meckling 1976, dalam Rizal, 2001 menyatakan bahwa terkadang manajer cenderung menyampaikan informasi-informasi positif untuk menutupi kekurangan
perusahaan. Hal ini berarti manajer dapat menyampaikan informasi-informasi positif perusahaan yang lebih lengkap untuk “mengaburkan” perhatian kreditur dan
pemegang saham untuk tidak terlalu fokus hanya pada leverage perusahaan yang
tinggi. Sebagai contoh, Jansen dan Meckling 1976, dalam Zuhrotun, 2006 menyatakan adanya penerbitan surat utang mendorong manajer untuk meyakinkan
pihak kreditur bahwa perusahaan akan membayar utang obligasinya melalui
Universitas Sumatera Utara
penyampaian informasi mengenai rencana perusahaan untuk melakukan investasi yang memberikan ekspansi imbal balik yang tinggi pula sehingga dapat menutup
utang perusahaan. Seiring dengan meningkatnya
leverage, manajer dapat menggunakan IFR untuk membantu menyebarluaskan informasi-informasi positif perusahaan dalam
rangka “mengaburkan” perhatian kreditur dan pemegang saham untuk tidak terlalu fokus hanya pada
leverage perusahaan yang tinggi. Hal ini disebabkan pelaporan keuangan melalui internet dapat memuat informasi perusahaan yang lebih banyak
dibandingkan melalui paperbased reporting. Teori keagenan dapat digunakan untuk
menjelaskan hubungan antara tingkat leverage perusahaan dengan pengungkapan sukarela. Berdasarkan teori ini, semakin tinggi tingkat leverage, perusahaan memiliki
insentif untuk meningkatkan pengungkapan sukarela kepada stakeholder baik berupa media pengungkapan tradisional maupun media lain yaitu pengungkapan informasi
perusahaan melalui website perusahaan Jensen and Meckling, 1976, dalam Zuhrotun, 2006. Terdapat hasil penelitian yang beragam yang menjelaskan hubungan antara
tingkat leverage perusahaan dengan tingkat pengungkapan sukarela. Ismail 2002, dalam Zuhrotun, 2006 memberikan bukti adanya hubungan positif antara internet
financial reporting dan tingkat leverage perusahaan dalam struktur modal perusahaan, sementara penelitian yang dilakukan oleh Oyelere 2003 tidak mendukung adanya
asosiasi antara tingkat leverage dan pengungkapan sukarela. Meek et al 1995 memberikan bukti adanya asosiasi negatif antara leverage dan pengungkapan sukarela
pada perusahaan di Amerika Serikat, Inggris dan Eropa.
Universitas Sumatera Utara
Leverage merupakan kemampuan perusahaan dalam melunasi kewajiban jangka panjangnya. Dalam Teori Keagenan dijelaskan bahwa semakin tinggi
leverage perusahaan, semakin baik transfer kemakmuran dari kreditur kepada pemegang
saham perusahaan. Perusahaan yang memiliki proporsi utang lebih besar dalam struktur permodalannya akan mempunyai biaya agensi yang lebih tinggi. Oleh karena
itu, perusahaan yang memiliki leverage tinggi mempunyai kewajiban yang lebih
tinggi untuk memenuhi kebutuhan informasi kreditur jangka panjang Chow, 1987. Perusahaan dengan jumlah hutang yang tinggi akan menanggung biaya agensi yang
lebih tinggi. Hal ini disebabkan oleh adanya transfer kekayaan dari debtholder kepada
stockholder. Di sisi lain dengan proporsi leverage yang lebih tinggi, maka kebutuhan informasi mengenai kemampuan perusahaan untuk membayar kewajibannya oleh
kreditur akan lebih tinggi. Salah satu cara untuk mengurangi biaya agensi serta konflik kepentingan yang muncul yaitu dengan melakukan pengungkapan informasi
yang lebih banyak, yaitu dengan menyajikan pengungkapan informasi keuangan
melalui website perusahaan.
2.9. Reputasi Auditor