Terdapatnya Debitor Yang Tidak Kooperatif

mempunyai jaminan dari para kreditor yang hadir pada rapat kreditor dimaksud. Karena alasan tersebutlah walaupun ada diantara kreditor yang tidak menerima surat panggilan dalam rapat kreditor berhak untuk hadir yang berguna dalam hal pemberian suara, dan akibatnya dalam penentuan diterimanya atau ditolak rencana perdamaian itu oleh para kreditor. Pengurus PKPU seharusnya mempunyai kemampuan dalam melakukan anlisis terhadap utang-piutang perusahaan debitor, sehingga dalam menjalankan kewenangannya mampu memberikan advis kepada perusahaan untuk menyelesaikan permasalahannya, terutama menyangkut tentang rencana perdamaian yang diajukan oleh debitor kepada kreditor. Karena bila kreditor menolak rencana permaian tersebut maka pengadian akan mengakhiri PKPU dalam putusan yang sama, itu artinya dengan berakhirnya PKPU maka berakhir pula kewenangan seorang pengurus PKPU.

3. Terdapatnya Debitor Yang Tidak Kooperatif

Pengurus PKPU dalam menjalankan tugasnya tidak terlepas dari peran serta debitor atau pengurus perusahaan yang bersama-sama melakukan pengurusan terhadap harta kekayaan perusahaan agar perusahaan tersebut dapat terhindari dari proses kepailitan. Debitor dalam PKPU dibagi menjadi dua yaitu debitor kooperatif dan debitor yang tidak kooperatif 131 131 Sutan Remi Syahdeyni, Op. cit, hal 132. . Debitor kooperatif adalah debitor yang dapat menjalankan kerjasama dengan pengurus PKPU, sedangkan debitor yang tidak kooperatif adalah debitor yang tidak dapat Universitas Sumatera Utara menjalankan kerjasama dengan pengurus PKPU, sehingga dapat menjadi kendala dalam keberhasilan proses PKPU. Terhadap debitor yang tidak kooperatif dapat diambil tindakan hukum oleh pengurus PKPU yaitu dengan memintakan pengakhiran PKPU pada Hakim Pengadilan Niaga yang memutuskan PKPU tersebut. Hal ini dianggap kurang bijaksana yang dapat membawa dampak pada kerugian harta kekayaan perusahaan, karena tujuan dari pelaksanaan PKPU tidak akan tercapai.

B. Hambatan-hambata Dari segi Budaya Hukum

Hambatan-hambatan pelaksanaan UUK-PKPU dalam memberikan kepastian hukum dari segi filosofis dapat ditelaah dengan melihat pengaruh dari budaya hukum legal culture dari suatu masyarakat terhadap pelaksanaan atas suatu system hukum legal system dalam masyarakat tersebut, dimana system hukum tersebut sangat diperlukan untuk pembangunan ekonomi masyarakat. Suatu system hukum yang bekerja dapat dianalisis melalui 3 tiga komponen 132 a. Struktur hukum yaitu struktur atau bentuk lembaga dan institusi dari system hukum tersebut dan proses yang mereka jalankan. Struktur dapat berupa jumlah dan macan peradilan ysng ada, ada atau tidak adanya konstitusi, pemabagian kekuasaan antara yaitu: 132 Lawrence M. Friedman, Legal Culture and Social Development, Law and society review 29 No. 1, Augustust 1969, hal 34. Universitas Sumatera Utara hakim, lembaga legislatif, pemerintah, prosedur-prosedur yang ada dalam bermacam- macam institusilembaga, dan semacamnya. b. Substansi hukum adalah hasil output dari suatu sistem hukum, yang merupakan hukum itu sendiri yang terdiri dari aturan-aturan, doktrin-doktrin, keputusan- keputusan, dan sebagainya sepanjang yang digunakan oleh mereka yang mengatur dan diatur. c. Budaya hukum adalah kebudayaan yang merupakan nilai-nilai dan cara pandang yang menyatukan system hukum tersebut, dan yang menentukan tempat dimana sistem hukum tersebut diletakkan dalam kebudayaan atau masyarakat secara keseluruhan. Budaya hukum sangatlah penting dalam menentukan suatu sistem hukum dapat berjalan sebagaimana mestinya dalam masyarakat, sehingga bila dikaji dari segi struktural dan substansif, maka UUK-PKPU telah memenuhi syarat struktural dan substansif yang dimaksud tersebut, hal ini dapat dilihat dengan adanya Pengadilan Niaga, hakimnya beserta semua institusi dan struktur peradilan yang ada di Indonesia, sedangkan secara substansif UUK-PKPU adalah hasil atau produk dari suatu sitem hukum yang ada di Indonesia, sehingga UUK-PKPU adalah hukum itu sendiri yang berupa atau sebagai suatu Undang-undang, walaupun masih ada aturan-aturan hukum yang belum jelas seperti halnya tentang tolak ukur independensi Pengurus PKPU. Akan tetapi bila di lihat dari segi budaya hukum di Indonesia khususnya di wilayah hukum Pengadilan Niaga Medan, tidaklah menunjang UUK- PKPU agar berfungsi sebagai suatu sistem hukum yang baik. Ketiga unsur tersebut yaitu struktural, substansif dan budaya hukum merupakan satu kesatuan dari suatu sitem hukum UUK-PKPU, maka dalam suatu masyarakat Indonesia, Universitas Sumatera Utara hukum atau UUK-PKPU itu sendiri harus sebagai suatu proses yang benar-benar ada dan dijalankan, dimana unsur-unsur dan komponen dari struktural, substansif dan budaya hukum dari UUK-PKPU harus saling berinteraksi satu dengan yang lainnya, dibawah pengaruh faktor-faktor eksternal dan internal yang datang menekan dari suatu masyarakat yang lebih luas lagi, dalam hal ini contohnya adalah masyarakat internasional atau dunia melalui badan-badan internasional seperti IMF, World Bank dan sebagainya. Indonesia sebagai suatu negara yang sedang berkembang sangat perlu memperbaiki budaya hukum agar pelaksanaan dari suatu sistem hukum dapat berjalan dengan baik karena budaya hukum mempengaruhi keseluruhan dari perjalanan suatu sistem hukum yaitu UUK-PKPU. Budaya hukum tersebut sangat penting sebagai sumber dari diinginkannya suatu sistem hukum yang baik oleh masyarakat. Budaya hukumlah yang menentukan kapan dan mengapa dan dimana masyarakat menaruh harapan pada hukum atau pemerintah. Mengutip pendapat Ricardo Simanjuntak Ketua Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia dalam tulisannya tentang “Hukum Kepailaitan Indonesia Diambang Pailit”, yang mengatakan bahwa pelaksanaan terhadap UUK-PKPU bukanlah primadona pemerintah dalam menyelesaikan masalah utang-piutang di Indonesia, sehingga masih banyak sekali peraturan-peraturan tentang kepaialitan dan PKPU belum ada aturan pelaksanaannya, sehingga sangat sulit oleh para pihak untuk menerapkan aturan mainnya. Oleh sebab itu Universitas Sumatera Utara wajar bila penerapan hukum kepailitan dan PKPU belum dilaksanakan secara konsisten dan konsekwen. 133 Hukum yang dilaksanakan secara konsisten dan konsekwen akan memberikan keadilan dan kepastian hukum yang menjadi tujuan dari hukum itu sendiri. Faktor pendidikan baik moral maupun akademis adalah sangat penting untuk memperbaiki budaya hukum di Indonesia, demikian juga halnya dengan faktor insentif yang jelas. Sehingga perubahan terhadap budaya hukum secara bertahap akan membawa perubahan terhadap sistem hukum yang ada juga khususnya yang berhubungan dengan sistem hukum kepailitan dan PKPU. C.Upaya-upaya Untuk Mengatasi Hambatan-hambatan Pengurus PKPU Dalam Menjalankan Kewenangannya Terhadap Harta kekayaan Perusahaan.

1. Upaya yang Dilakukan Oleh pengurus PKPU

Dokumen yang terkait

Kewenangan Kreditur Dalam Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Menurut UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Studi Terhadap Putusan Pengadilan Niaga No. 05/ PKPU/ 2010/ PN. Niaga – Medan)

2 52 135

Tinjauan Yuridis Terhadap Efektifitas Proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Dan Perdamaian Sebagai Alternatif Penyelesaian Utang Piutang Perusahaan

0 30 156

Pelaksanaan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), Ditinjau Dari Undang-Undang Kepailitan

2 59 2

Akibat Hukum Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Terhadap Perjanjian Timbal Balik

4 98 92

TINJAUAN YURIDIS PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG YANG DIAJUKAN OLEH PIHAK KREDITOR KEPADA DEBITOR DALAM RANGKA MENCAPAI TUJUAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG.

0 5 12

SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG YANG DIAJUKAN OLEH PIHAK KREDITOR KEPADA DEBITOR DALAM RANGKA MENCAPAI TUJUAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG.

0 3 13

PENDAHULUAN TINJAUAN YURIDIS PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG YANG DIAJUKAN OLEH PIHAK KREDITOR KEPADA DEBITOR DALAM RANGKA MENCAPAI TUJUAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG.

0 4 19

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

0 0 12

BAB II FILOSOFI KEWENANGAN KREDITOR DALAM PENGAJUAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG 2.1. Hakikat dan Tujuan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang - KEWENANGAN KREDITOR DALAM PERMOHONAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 34

BAB III UPAYA HUKUM DEBITOR PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG YANG DIAJUKAN OLEH KREDITOR 3.1. Upaya Hukum dalam Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang - KEWENANGAN KREDITOR DALAM PERMOHONAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG Repository

0 0 29