Undang- Undang Nomor 39 tahun 1999, tentang Hak Asasi Manusia.

Ayat 3 : jika perbuatan itu menyebabkan kematian orang, ia dihukum penjara selama-lamanya duabelas tahun. Ayat 4. hukuman yang ditentukan dalam pasal ini dikenakan juga kepada orang yang sengaja memberi tempat untuk menahan merampas kemerdekaan orang dengan melawan hak. 6. Pasal 506 KUHP, barangsiapa sebagai mucikari, mengambil untung dari pelacuran perempuan dihukum kurungan selama – lamnya 3 bulan. Unsur – unsur khusus pasal 506 KUHP yaitu: a. mucikari adalah orang yang mengambil keuntungan dari pelacuran perempuan. b. keuntungan adalah segala hal yang dapat dinilai dengan uang Pasal ini melarang aktivitas perantara yang secara sengaja mengorganisasikan dan menyediakan fasilitas–fasilitas bagi kegiatan seksual, seperti germo, atau mucikari, mami, pemilik usaha, wanita panggilan . 26 Hak Asasi di suatu negara berbeda dengan di negara lain dalam praktek penegakan hukumnya maupun dalam bentuk perlindungan dan pelaksanaan hukumnya. Hak Asasi yang harus ditegakkan itu haruslah disertai dengan perlindungan hukum baik dalam bentuk Undang-Undang atau Peraturan, bahwa

B. Undang- Undang Nomor 39 tahun 1999, tentang Hak Asasi Manusia.

26 . Hull.T. Sulistyaningsih, E dan Jones, Pelacuran di Indonesia, Sejarah dan Perkembangannya, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1999, hal 24.. Universitas Sumatera Utara Hak Asasi Manusia itu berlaku universal untuk semua orang dan di semua negara, namun demikian praktek penegakan, pemajuan, dan perlindungan Hak Asasi Manusia di suatu negara berbeda dengan negara lain. Di Indonesia Hak Asasi itu sudah dikenal secara formal, yaitu di dalam Undang-Undang Dasar 1945 terutama dalam pembukaannya. Namun masih banyak hal yang menyangkut Hak Asasi Manusia yang belum dapat ditegakkan, antara lain karena belum adanya landasan hukum nasional untuk dipakai sebagai pedoman walaupun ”Universal Declaration of Human Rights” sudah lebih setengah abad umurnya. Untuk memperdalam pengertian tentang Hak Asasi Manusia maka perlu dikutip pertimbangan yang terdapat dalam UU No. 26 Tahun 2000, yang berbunyi: ”Bahwa Hak Asasi Manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universil dan langgeng oleh karena itu harus dilindungi, dihormati, dan tidak boleh diabaikan.” Lebih lanjut pasal 21 Undang-Undang nomor 39 tahun 1999 tentang HAM menyatakan bahwa, dalam hal warga negara Indonesia terancam bahaya nyata, Perwaklan Indonesia berkewajiban memberikan perlindungan, membantu, dan menghimpun mereka di wilayah yang aman, serta mengusahakan memulangkan mereka ke Indonesia atas biaya negara. Pengertian diatas adalah memberikan upaya-upaya yang dilakukan terhadap korban perdagangan orang, sertamengusahakan untuk memulangkannya ke Indonesia, dan pemerintah wajib melindungi warga negara yang menjadi koban perdagangan orang di luar negeri.: Universitas Sumatera Utara Pengertian tentang pribadi atau kelompok masyarakat. 27 a. Bahwa setiap orang atau kelompok diakui sebagai manusia pribadi atau kelompok yang berhak menuntut, memperoleh perlakuan dan perlindungan yang sama sesuai dengan martabat kemanusiaannya di depan hukum. Pengertian manusia sebagai pribadi atau kelompok dalam masyarakat adalah sebagai berikut : b. Bahwa setiap orang atau kelompok berhak mendapat bantuan dan perlindungan yang adil dari pengadilan secara obyektif dan tidak berpihak. c. Bahwa setiap orang atau kelompok dalam masyarakat termasuk kelompok yang rentan berhak memperoleh perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan dengan kekhususannya. Asas-asas dasar hak asasi manusia, sesuai ketentuan dalam UU No. 39 tahun 1999, asas-asas dasar manusia diakui dan dijunjung tinggi yang meliputi Hak Asasi dan kebebasan dasar merupakan hak yang secara kodrati melekat dan tidak terpisahkan dari manusia dan harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi peningkatan maratabat kemanusiaan, kesejahteraan, kebahagiaan dan kecerdasan serta keadilan Pasal 2. Selanjutnya Pasal 3 UU No. 39 tahun 1999 tersebut menyebutkan : 27 . Op Cit. Hal 44 – 45. Universitas Sumatera Utara a. Bahwa orang dilahirkan bebas dengan harkat dan martabat manusia yang sama dan sederajat serta dikaruniai akal dan hati nurani untuk hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam semangat persaudaran. b. Bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan perlindungan, dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum. c. Bahwa setiap orang berhak atas perlindungan Hak Asasi Manusianya dan kebebasan dasar manusianya tanpa diskriminasi. Jenis-jenis asas dasar dalam Hak Asasi Manusia itu meliputi : 1 Hak untuk hidup 2 Hak untuk tidak disiksa 3 Hak kebebasan pribadi, pikiran, dan hati nurani 4 Hak beragama 5 Hak untuk tidak diperbudak 6 Hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum 7 Hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku. Hak Asasi Manusia tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh masyarakat hukum adat, harus diperhatikan dan dilindungi hukum, masyarakat dan pemerintah dengan memperhatikan dan mentaati perundang - undangan yang berlaku Hak atas upaya hukum adalah : a. Setiap orang berhak menggunakan semua upaya hukum nasional dan forum internasional atas semua pelanggaran hak asasi manusia yang dijamin oleh Universitas Sumatera Utara Hukum Indonesia dan Hukum Internasional mengenai Hak Asasi Manusia yang telah diterima oleh negara R.I. b. Apabila ketentuan Hukum Internasional yang telah diterima oleh negara R.I. yang menyangkut Hak Asasi Manusia maka ia menjadi Hukum Internasional. c. Bahwa perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia terutama menjadi tanggung jawab pemerintah. Dari gambaran di atas dapat disimpulkan bahwa negara R.I. yang telah menerima Hukum Internasional mengenai Hak Asasi Manusia, tidak ada lagi alasan bagi R.I. untuk menghindarkan diri dari tanggung jawab itu. Sebagai anggota Perserikatan Bangsa Bangsa, R.I. harus tunduk pada Hukum Internasional mengingat adanya sanksi internasional itu akan sulit dihindarkan.. Dalam mencari perlindungan setiap individu tanpa pilih bulu berhak mencari upaya hukum untuk perlindungan diri dan kepentingan individu, keluarga, atau kelompok. Hak mencari upaya perlindungan hukum itu dapat juga dilakukan dengan bantuan orang lain atau orang-orang yang paham akan hukum. Masalah yang menjadi utama di negara-negara sedang berkembang adalah dalam masalah penegakan hukum law enforcement disebabkan berbagai masalah yang komplek di dalam negeri negara-negara berkembang tersebut. Hak Asasi Manusia HAM dalam ketatanegaraan Indonesia terdapat empat 4 bentuk hukum tertulis yang memuat aturan tentang HAM yaitu sebagai berikut : 1. Undang – Undang Dasar tahun 1945 Universitas Sumatera Utara 2. Konstitusi Republik Indonesia Serikat KRIS , diatur Bab Khusus pada pasal 7 sampai pasal 33 3. Undang – Undang Dasar Sementara tahun 1950, pengaturan HAM, tidak jauh berbeda dengan yang diatur dalam KRIS, namun perbedaannya antara KRIS denggan UUD Sementara 1950 terletak pada penomoran pasal dan perubahan redaksional pasal – pasal dan penambahan pasal yaitu tentang fungsi sosial hak milik, hak setiap warga negara untuk mendapat pengajaran, hak demokrasi dan hak mogok 4. TAP MPR Nomor XVII Tahun 1998, ditetapkan di Jakarta pada tanggal 13 November 1998 dan berlaku pada tanggal yang sama. Pasal 2 Tap menegaskan kepada Presiden Republik Indonesia dan DPR RI untuk meratifikasi berbagai instrumen PBB tentang HAM, selama tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Tap MPR memuat naskah HAM yang terdiri dari pandangan dan sikap bangsa Indonesia terhadap Hak Asasi Manusia yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari ketetapan ini 28 Selanjutnya pengaturan HAM, diatur dalam Undang – Undang oleh pemerintah Indonesia tentang perdagangan orang antara lain yaitu : . a. UU No 5 tahun 1998 tentang Ratifikasi Konvensi Anti Penyiksaan, Perlakuan atau Penghukuman yang Kejam, Tidak Manusiawi dan Merendahkan Martabat. b. UU No 19 tahun 1999 tentang Ratifikasi Konvensi ILO No 105 tentang Penghpusan Pekerja Secara Paksa 28 Lihat Pasal 5 dan 6 TAP MPR No. XVII,1998 Universitas Sumatera Utara c. UU No 20 tahun 1999 tentang Ratifikasi Konvensi ILO No 138 tentang Usia Minimum bagi Pekerja d. UU No 21 tahun 1999 tentang ratifikasi konvensi ILO No 11 tentang diskriminasi dalam pekerjaan e. UU No 29 tahun 1999 tentang Ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi f. UU No 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia g. UU No 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM h. UU No 32 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pada era globalisasi saat ini diseluruh sektor kehidupan masyarakat dunia dan berkembangnya teknologi di bidang informasi seolah-olah menembus batas wilayah kenegaraan, aspek hubungan kemanusiaan yang selama ini bersifat nasional berkembang menjadi sifat internasional, bersamaan dengan tumbuh dan berkembangnya tuntutan terwujudnya tingkat kesetaraan dalam aspek kehidupan kemanusiaan, dan menjujung tinggi hak-hak asasi manusia sebagai bagian kehidupan universal. Namun dalam kenyataannya masih banyak ditemukan perbuatan yang justru bertentangan dengan hak asasi manusia baik berdemensi nasional maupun internasional, anatar lain praktek human traffiking. Peranan keimigrasian diantaranya pengawasan terhadap orang asing perlu ditingkatkan sejalan dengan meningkatnya kejahatan internasional, seperti perdagangan anak dan wanita, Universitas Sumatera Utara penyeludupan orang dan kejahatan manusia lainnya yang banyak dilakukan oleh sindikat kejahatan internasional yang terorganisasi. 29 a. Larangan terhadap kebebasan untuk melakukan kegiatan merupakan hal yang lazim terjadi dalam sebagian besar situasi trafiking. Larangan tersebut menunjukkan pelanggaran hak seorang individu atas kebebasan dan keamanan pribadi maupun hak untuk melakukan kegiatan karena hal ini dilindungi oleh ICCPR Dalam pembukaan piagam dapat diketahui bahwa pembentukan Piagam didasarkan pada Deklarasi Umum HAM Universal Declaration of Human Rights dan karena Indonesia merupakan anggota PBB maka mempunyai tanggung jawab untuk menghormati ketentuan yang tercantum dalam deklarasi tersebut. Larangan terhadap praktek perbudakan, praktik serupa perbudakan, perdagangan budak, perdagangan perempuan dan semua tindakan lain dengan tujuan serupa telah pula ditegaskan di dalam ketentuan pasal 20 Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia nomor 39 tahun 1999, sebagai tambahan ketentuan Pasal 65 UU HAM menyatakan bahwa :”setiap anak berhak mendapat perlindungan dari pelecehan dan eksploitasi seksual, penculikan, perdagangan anak dan bentuk-bentuk penyalahgunaan lain berkaitan dengan obat-obatan terlarang. Dalam trafiking seringkali melibatkan sejumlah pelanggaran hak-hak lainnya seperti yang tercantum di bawah ini : 29 UU RI nomor 9 tahun 1992 tentang keimigrasian Universitas Sumatera Utara b.Perlakuan kejam yang senantiasa dialami oleh orang-orang yang mengalami traffiking akan jelas menunjukkan suatu bentuk perlakuan tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia yang dilarang c..Keadaan yang menimpa sebagian orang-orang yang mengalami traffiking agar terpaksa hidup secara terus-menerus hak kebebasan berpendapat dan memperoleh informasi dan hak untuk berkumpul dan berserikat secara, yang semuanya dijamin oleh hak-hak asasi manusia. d. Hak untuk menghargai kehidupan pribadi dan keluarga juga bisa dirugikan Perlakuan negara terhadap orang yang mengalami traffiking seringkali dapat menambah pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh pelaku traffiking itu sendiri. e.Tindakan deportasi segera seorang korban traffiking merugikan hak orang tersebut untuk memperoleh akses ke pengadilan dan atas pemulihan hukum yang efektif dan tepat. f.Penahanan terhadap orang-orang yang mengalami traffiking oleh negara dapat merupakan ”penahanan sewenang-wenang” yang dilarang oleh Hukum Internasional g.Tindakan deportasi segera dapat juga merugikan hak orang untuk kembali ke suatu situasi dimana mereka mengahadapi resiko nyata karena penyiksaan atau perlakuan atau hukuman yang tidak berprikemanusiaan. Universitas Sumatera Utara C. Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang UU PTPPO Pemerintah Indonesia telah melakukan pengesahan peraturan tentang perdagangan orang, pada tanggal 19 April 2007, Lembaran Negara nomor 58, Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang UU PTPPO .nomor 21 Tahun 2007 . Undang-Undang ini adalah salah satu produk kebijakan publik harus memastikan isinya telah mengakomodasi kepentingan masyarakat. Undang-Undang ini merupakan produk hukum yang cukup komprehensif, karena tidak hanya mempidanakan perdagangan orang sebagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia, tetapi juga mengatur tentang pemberian bantuan kepada korban secara menyeluruh, dan peran serta masyarakat dalam upaya-upaya pencegahan serta penanganan kasus, dan undang-undang ini juga merupakan pencerminan standar internasional. Perkembangan perdagangan orang khususnya perempuan dan anak, melalui Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor VI MPR 2002, tentang Rekomendasi atas Laporan Pelaksanaan Putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republi Indonesia, pada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat tahun 2002, telah merekomendasikan kepada Presiden RI, untuk mengatasi perdagangan orang terutama perempuan dan anak, melalui penyusunan peraturan peraturan perundang – undangan nasional, ratifikasi, konvensi internasional, dan melanjutkan usaha untuk melakukan pencegahan dan Universitas Sumatera Utara penanggulangan masalah perdagangan orang terutama perempuan dan anak yang telah dilakukan. 30 Pengertian perdagangan orang, pasal 1 ayat 1 Undang-undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang UU PTPPO. Perdagangan orang atau trafiking adalah tindakan perekutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahagunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan hutang atau memberi bayaran atau manfaat atau sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan ekploitasi atau mengakibatkan orang terekploitasi. 31 Pengertian perdagangan orang, menyatakan: “Setiap orang yang melakukan perekrutan, pengiriman, penyerah terimaan orang dengan menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan, penipuan, penculikan, penyekapan, penyalahgunaan Pasal 1 huruf 7 UU PTPPO, Eksploitasi adalah tindakan dengan atau tanpa persetujuan korban yang meliputi tetapi tidak terbatas pada pelacuran, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik serupa perbudakan , penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik seksual, organ reproduksi atau secara melawan hukum memindahkan atau mentransplantasi organ danatau jaringan tubuh atau memanfaatkan tenaga atau kemampuan seseorang oleh pihak lain untuk mendapatkan keuntungan baik materil maupun immateriil. 30 . Deputi Seswapres Bidabg Politik, Lokakarya, Makalah ”Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan Implementasi UU No 21 tahun 2007, Medan, 10 Mei 2007, hal 1. 31 Pasal 1 angka 1 UU PTTPO Universitas Sumatera Utara kekuasaan, pemanfaatan posisi kerentanan, atau penjeratan utang, untuk tujuan mengekploitasi atau perbuatan yang dapat tereksploitasi orang tersebut, dipidana karena melakukan tindak pidana perdagangan orang, dengan pidana penjara paling singkat 3 tiga tahun dan paling lama 15 lima belas tahun. Tindak Pidana Perdagangan Orang , khususnya perempuan dan anak, telah meluas dalam bentuk jaringan kejahatan baik terorganisasi maupun tidak terorganisasi, juga melibat tidak hanya perorangan tetapi juga korporasi dan penyelenggara negara yang menyalahgunakan wewenang dan kekuasaannya, dan memiliki jangkauan operasi tidak hanya antar wilayah dalam negeri, tetapi juga antar negara, dan merupakan kejahatan transnational crime. Definisi mengenai perdagangan orang mengalami perkembangan sampai ditetapkannya Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons Especially Women and Children Suplementing the United Nation Convention Against Transnational Organized Crime tahun 2000. Dalam protokol tersebut yang dimaksudkan dengan perdagangan orang adalah: “rekrutmen, transportasi, pemindahan, penyembunyian atau penerimaan seseorang, dengan ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk-bentuk tekanan lain, penculikan, pemalsuan, penipuan atau pencurangan, atau penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, ataupun penerimaanpemberian bayaran, atau manfaat sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang tersebut untuk dieksploitasi, yang secara minimal termasuk ekspolitasi lewat prostitusi atau bentuk-bentuk eksploitasi seksual Universitas Sumatera Utara lainnya, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktek-praktek yang menyerupainya, adopsi ilegal atau pengambilan organ-organ tubuh 32 Perdagangan orang berbeda dengan penyeludupan orang people smuggling. Penyelundupan orang lebih menekankan pada pengiriman orang secara illegal dari suatu negara ke negara lain yang menghasilkan keuntungan bagi penyelundup, dalam arti tidak terkandung adanya eksploitasi terhadapnya. Mungkin saja terjadi timbul korban dalam penyelundupan orang, tetapi itu lebih . Pengertian menurut Protocol TOC definisi perdagangan perempuan dan anak sebagaimana tertuang dalam Keputusan Presiden RI No. 88 Tahun 2002 tentang RAN-P3A, yang menyatakan: “Perdagangan perempuan dan anak adalah segala tindakan pelaku trafficker yang mengandung salah satu atau lebih tindakan perekrutan, pengangkutan antar daerah dan antar negara, pemindah tanganan, pemberangkatan, penerimaan dan penampungan sementara atau di tempat tujuan–perempuan dan anak dengan cara ancaman, penggunaan kekerasan verbal dan fisik, penculikan, penipuan, tipu muslihat, memanfaatkan posisi kerentanan misalnya ketika seseorang tidak memiliki pilihan lain, terisolasi, ketergantungan obat, jebakan hutang, dan lain-lain, memberikan atau menerima pembayaran atau keuntungan, di mana perempuan dan anak digunakan untuk tujuan pelacuran dan eksploitasi seksual termasuk phaedopili, buruh migran legal maupun ilegal, adopsi anak, pekerjaanpengedaran obat terlarang, dan penjualan organ tubuh, serta bentuk-bentuk eksploitasi lainnya”. 32 Kementerian Kordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Penghapusan Perdagangan Orang di Indonesia, Jakarta, 2005 , hal.2. Universitas Sumatera Utara merupakan resiko dari kegiatan yang dilakukan dan bukan merupakan sesuatu yang telah diniatkan sebelumnya. Berdasarkan Pasal 1 Peraturan Daerah Perda Provinsi Sumatera Utara nomor 6 tahun 2004 tentang Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak menyatakan bahwa : “Perdagangan manusia ádalah tindak pidana atau perbuatan yang memenuhi salah satu atau lebih tindak pidana atau perbuatan yang memenuhi salah satu atau lebih unsur-unsur perekrutan, pengiriman, penyerahterimaan perempuan dan anak dengan mengunakan kekerasan atau encaman kekerasan, penipuan, penculikan, penyekapan, penyalahgunaan kekuasaan, pemanfaatan posisi rentan, atau penjeratan utang untuk tujuan san atau berakibat mengekspolitasi perempuan dan anak Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa unsur –unsur perdagangan orang hádala sebagai berikut : 1. Adanya tindakan atau perbuatan, seperti perekrutan, transportasi, pemindahan, penempatan dan penerimaan orang. 2. Dilakukan dengan cara kekerasan atau bentuk- bentuk dengan menggunakan ancaman, atau penggunaan kekerasan, atau bentuk-bentuk paksaan lain, penculikan, tipu daya, penyalahgunaan kekuasaan, pemberian atau penerimaan pembayaran atau keuntungan untuk memperoleh persetujuan dari orang-orang. 3. Ada tujuan atau maksud, yaitu untuk tujuan eksploitasi dengan maksud mendapatkan keuntungan dari orang tersebut. Undang – Undang nomor 21 tahun 2007, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, mengantisipasi dan menjerat semua jenis tindakan Universitas Sumatera Utara dalam proses, cara, atau semua bentuk eksploitasi yang mungkin terjadi dalam praktik perdagangan orang, baik yang dilakukan baik antar wilayah dalam negeri maupun antar negara, dan Undang – Undang ini lebih komprensif dibandingkan dengan peraturan perundang – undangan sebelumnya. Undang-Undang nomor 21 tahun 2007,terdiri dari 9 Bab dan 67 pasal dengan melalui 5 langkah yaitu: a. Penindakan b. Pencegahan c. Rehabilasi sosisal d. Perlindungan bagi korban e. Kerjasama dan peran serta masyarakat Perdagangan orang merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk dari tindak kekerasan yang dialami orang terutama perempuan dan anak, termasuk sebagai tindak kejahatan dan pelanggaran hak asasi manusia. Perdagangan orang dapat diartikan suatu tindakan perekrutan, pengiriman, penyerahterima orang dengan menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan, penipuan, penculikan, penyakapan, penyalahgunaan kekuasaan, pemanfaatan posisi kerentanan, atau penjeratan utang, untuk tujuan mengeksploitasi atau berakibat tereksploitasi orang tersebut. Tindakan ekspoitasi adalah tindakan berupa penindasan, pemerasan, dan pemanfaatan fisik, seksual, tenaga atau kemampuan seseorang oleh pihak lain Universitas Sumatera Utara yang dilakukan dengan cara sewenang-wenang atau penipuan untuk mendapatkan keuntungan baik materil ataupun nonmateriil. 33 Bertambah maraknya masalah perdagangan orang di berbagai negara, terutama negara-negara yang sedang berkembang, telah menjadi perhatian masyarakat internasional dan organisasi internasional, terutama perserikatan bangsa-bangsa PBB, setelah Pemerintah Indonesia menandatangani Konvensi PBB tentang Pemberantasan Kejahatan Transnasional yang Terorganisasi The United Nations Convention Against Transnational Organized Crime and Protocol To Prevent,Suppress and Punish Trafficking in Persons, Especially Women and Children di Palermo disebut dengan Protokol Palermo, di Italia tahun 2000, sebagai wujud komitmen bangsa Indonesia dalam melawan kejahatan transnasional yang terorganisasi, khususnya melawan kejahatan perdagangan wanita dan anak. 34 33 . Ibid. 34 . Lihat penjelasan UU TPTPPO. Pasal 3ª Protokol Palermo memuat pengertian perdaganagn oreang yaitu: “ pengerahan, pengangkutan, pemindahan, penyembunyian atau penerimaan orang dengan menggunakan berbagai ncaman atau paksaan, atau bentuk-bentuk lain dengan kekerasan, penculikan, penipuan, muslihat, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan atau pemberiaan atau penerimaan pembayaran atau keuntungan untuk mendapatkan ijin dari orang yang memiliki kendali atas orang lain, untuk tujuan ekspolitasi. Universitas Sumatera Utara Dari pengertian diatas dapat dibagi menjadi tiga 3 komponen yaitu: 1 Adanya tindakan atau perbuatan, meliputi unsur-unsur pengerahan,perkrutan, transportasi, pemindahan, pemyembunyiaan, penmpungan, penempatan, dan penerimaan orang 2 Adanya cara, meliputi penguaan encaman atau pengguanaan kekerasan atau bentuk- bentuk 3 Adanya tujuan atau maksud eksplotasi, yakni untuk tujuan eksploitasi, yang di dalamnya mencakup setidak-tidaknya unsur-unsur eksploitasi pelacuran dari orang lain atau bentuk-bentuk eksploitasi seksual lanilla, kerja paksa, perbudakan, penghambatan dan pengambilan organ tubuh. Kejahatan perdagangan orang pada masa sekarang telah meluas dalam bentuk jaringan kejahatan yang terorganisasi bahkan dilakukan dengan cara canggih dan sifatnya yang lintas negara yang dilakukan oleh perorangan, kelompok yang terorganisasi, maupun korpoorasi. Korban diperlakukan seperti barang yang dapat dibeli, dijual, dipindahkan, dan dijual kembali sebagai obyek komoditas yang menguntungkan pelaku tindak pidana seperti kejahatan masa lalu yang disebut white slave trade yang dialami pada abad 19. Ketentuan mengenai larangan perdagangan orang pada dasarnya telah diatur dalam kitab Undang-Undang Kitab Pidana KUHP. Pasal 297 KUHP yang menentukan mengenai larangan perdagangan wanita dan anak laki-laki belum dewasa merupakan kualifikasi kejahatan, karena tindakan tersebut tidak manusiawi dan layak mendapatkan hukuman yang berat. Universitas Sumatera Utara Namun, ketentuan pasal 297 KUHP tersebut, pada saat ini tidak dapat diterapkan secara lintas negara sebagai kejahatan internasional atau tranasional.. Ketentuan mengenai larangan perdagangan orang khususnya untuk memberantas segala bentuk perdagangan wanita dan eksploitasi pelacuran telah ditegaskan dalam Pasal 6 Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Woman CEDAW , sebagaimana telah diratifikasi dengan Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang pengesahan Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan . Dalam pasal 6 CEDAW menunjukkan bahwa masalah perdagangan perempuan dan prostituís perempuan sangat bertentangan dengan rasa kemanusiaan dan Sangat berbahaya bagi individu dan keluarga serta masyarakat luas. Oleh karena itu negara peserta harus memberi sanksi pidana kepada setiap orang yaitu dengan cara ncari, memindahkan, ataupun mengajak orang lain dengan tujuan untuk prostitusi Diperlukan ketentuana hukum materil yang berbeda, yakni pengaturan unsur – unsur tindak pidana yang memenuhi kebutuhan hukum masyarakat dan hukum internasional, dan adanya ancaman pidana yang berat bagi pelaku tindak pidana, dan pengaturan secara khusus mengenai penyelidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan yang menyimpang dari ketentuan Hukum Acara Pidana yang ada Dengan adanya UU PTPPO, maka diharapkan agar aparat Universitas Sumatera Utara penegak hukum dapat menindak pelaku dengan hukuman yang setimpal dengan pidana yang dilakukannya dan sesuai dengan ketentuan yanga berlaku. 35 2. Sebagai respon terhadap komitmen global dan nasional, mengenai upaya pencegahan dan penghapusan segala bentuk perdagangan orang sekaligus respon atas permasalahan trafiking yang terjadi di Sumatera Utara. D Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2004 tentang Pencegahan Penghapusan Perdagangan Trafiking Perempuan dan Anak Sumatera Utara Dalam rangka pengajuan konsep Ranperda Pencegahan dan Penghapusan Trafiking, sebelumnya Pemprovsu melalui Biro Pemberdayaan Perempuan Setdaprovsu bekerjasama dengan instansi terkait dan LSM telah beberapa kali mengadakan pertemuan untuk penyusunan Ranperda dimaksud. Dalam Perda tersebut penulisan kata ”Trafiking” yang berasal dari bahasa Inggris yaitu ”Trafficking” sudah direduksi kedalam bahasa Indonesia menjadi kata Trafiking sebagaimana yang tercantum dalam KepPres RI No. 88 Tahun 2002 Tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Trafiking Perempuan dan Anak. Hal tersebut untuk membedakan antara perdagangan orang dan perdagangan barang. Secara garis besar, maksud dan tujuan Ranperda tentang penghapusan Perdagangan Trafiking Perempuan dan Anak diajukandiusulkan adalah : 35 . Pasal 278 , pasal 279.p asal 285. pasal 286, pasal 287 KUHP. Universitas Sumatera Utara 3. Agar Pemerintah Provinsi bersama-sama dengan Pemerintah KabupatenKota, masyarakat, LSM dan organisasi kemasyarakatan lainnya menyelenggarakan upaya pencegahan dan penanggulangan terjadinya trafiking. 4. Peraturan Daerah ini nantinya akan menjadi dasar pelaksanaan kegiatan Gugus Tugas Daerah dalam rangka upaya pencegahan dan penanggulangan trafiking perempuan dan anak. 5. Untuk melakukan tindakan segera dan berkesinambungan dalam upaya pencegahan dan penanggulangan trafiking perempuan dan anak, mengingat semakin meningkatnya korban trafiking di Sumatera Utara. 6. Membina dan membangun kerjasama networking dan koordinasi pada tingkat pusat, antar provinsi, antar instansi lintas sektor, organisasi kemasyarakatan dan Pemerintah KabupatenKota Adapun sasaran yang ingin dicapai adalah: a. Untuk pencegahan dan penanggulangan trafiking perempuan dan anak. b. Dapat ditindaklanjuti oleh Pemerintah KabupatenKota di Sumatera Utara. c. Merumuskan model mekanisme perlindungan perempuan dan anak terhadap korban trafiking 36 Lahirnya Perda No. 6 Tahun 2004 tersebut adalah sebagai berikut : . 1. Pada awal operasional Biro Pemberdayaan Perempuan Setdaprovsu, Juli 2002, Biro Pemberdayaan Perempuan langsung dihadapkan dengan rapat regional untuk penyusunan draft RAN Penghapusan Trafiking, yang diselenggarakan di Medan oleh Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan RI. Sejak itu Biro Pemberdayaan Perempuan mengamati fenomena trafiking di Sumatera 20 Pasal 4 Perda nomor 6 tahun 2004 Universitas Sumatera Utara Utara dan berkeinginan kuat untuk menanggulanginya, akan tetapi masih sangat minim data dan informasi mengenai hal tersebut. 2. Kenyataannya di lapangan LSM PKPA dan Pusaka Indonesia telah melakukan penyusunan konsep Perda Trafiking dan telah mendiskusikannya dengan instansi pemerintah yang dianggap relevan, seperti Biro Bina Sosial Setdaprovsu dan Dinas Pemuda dan Olah Raga Provsu. Dalam perjalanan waktu selanjutnya konsep dibawa LSM PKPA dan Pusaka Indonesia membawa konsep tersebut ke Biro Pemberdayaan Perempuan Setdaprovsu untuk dibahas dan diusulkan secara bersama-sama. Hasil dari kesepakatan bersama dibentuklah Tim kecil yang terdiri dari instansi pemerintah dan LSM secara terbatas. Dalam pembahasan awal Ranperda tersebut yang paling alot adalah menyamakan persepsi, setelah sama maka selanjutnya pekerjaan ini menjadi mudah dan lancar. Di dalam Rencana Aksi Provinsi RAP-P3A lahirnya sebuah instrumen hukum di daerah adalah out put penting dari rencana aksi yang dilakukan. Sementara itu dalam hubungannya dengan RAP-P3A. Rencana Aksi Provinsi ini lahir setidak-tidaknya dilatarbelakangi oleh 3 tiga hal yaitu : 1. Perdagangan trafiking dan eksploitasi terhadap perempuan dan anak merupakan realitas yang tidak bisa dipungkiri dan telah memburuk seiring dengan ditambah kompleksnya persoalan sosial ekonomi yang saat itu terjadi di Indonesia. Meskipun belum ada data statistik yang akurat menyangkut jumlah perempuan dan anak yang menjadi korban trafiking, namun fakta adanya korban trafiking yang menimpa perempuan dan anak tidak dapat dibantah keberadaannya. Universitas Sumatera Utara 2. Praktek perdagangan trafiking perempuan dan anak merupakan pelanggaran berat terhadap hak azasi manusia, korban diperlakukan seperti barang yang dijual, dibeli dan dijual kembali serta dirampas hak-hak azasinya bahkan rentan mengalami kematian. 3. Selama ini perdagangan perempuan dan anak masih difahami terbatas pada bentuk prostitusi, padahal pada kenyataannya mencakup banyak bentuk dari kerja paksa dan bentuk-bentuk eksploitasi lainnya; a. Dorongan terhadap berbagai kasus trafiking terjadi di Indonesia khususnya di Sumatera Utara. Penyebaran kasus perdagangan perempuan dan anak hampir merata di seluruh wilayah provinsi di Indonesia, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Secara garis besar ada 2 dua bentuk perdagangan perempuan dan anak di Indonesia yaitu Trafiking Domestik dan Trafiking Intenasional. Salah satu daerah yang menyimpan banyak permasalah trafiking perdagangan perempuan dan anak di Indonesia adalah Provinsi Sumatera Utara. b. Bentuk praktek perdagangan yang berkembang di Sumatera Utara sebagian besar untuk kepentingan prostitusi dan bentuk pekerjaan terburuk seperti eksploitasi seksual, buruh perkebunan, pekerjaan anak di sektor perikanan c. lepas pantai, pekerja rumah tangga, tempat hiburan malam dan pengemis jalanan. Korban trafiking umumnya berasal dari warga miskin berpendidikan rendah dari pinggiran kota dan pedesaan, meskipun tidak tertutup kemungkinan ada dari keluarga ekonomi menengah keatas di perkotaan. Universitas Sumatera Utara d. Bukti komitmen Provinsi Sumatera Utara untuk menindaklanjuti Keputusan Presiden Nomor 88 Tahun 2002 Tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan trafiking Perempuan dan Anak. Dalam kebijakan ini diamanatkan agar provinsi-provinsi di Indonesia segera menyusun langkah-langkah konkrit, sistematis dan strategis untuk penghapusan perdagangan trafiking perempuan dan anak secara komprehensif dan terpadu. Berbagai upaya yang dilakukan selama ini dianggap belum efektif dan mendasar, karena langkah-langkah yang dilakukan oleh banyak pihak masih bersifat parsial dan sektoral. RAP-P3A Provinsi Sumatera Utara sebagaimana diatur dalam Peraturan Gubernur Nomor 24 Tahun 2005 Tentang Rencana Aksi Provinsi Penghapusan Perdagangan Trafiking Perempuan dan Anak dilakukan dalam proses yang panjang, sebelum Peraturan Gubernur tersebut disahkan menjadi sebuah perundang-undangan Demikian proses lahirnya kebijakan penanganan masalah trafiking perempuan dan anak di Sumatera Utara, baik dalam bentuk Peraturan Daerah maupun Peraturan Gubernur yang secara substansial kedua bentuk peraturan ini Hal-hal yang penting diatur dalam Perda nomor 6 tahun 2004 adalah : a. Bertujuan untuk pencegahan, rehabilitasi, dan reintegrasi perempuan dan anak korban trafiking 37 37 Pasal 3 Perda nomor 6 tahun 2004 . Universitas Sumatera Utara b. Perempuan yang akan bekerja di luar wilayah desakelurahan, wajib memiliki surat izin bekerja perempuan yang dikeluarkan oleh kepala desalurah. 38 c. Perlu mengefektifkan dan menjamin pelaksaan pencegahan, dibentuk gugus tugas rencana aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak. 39 d. Masyarakat berhak memperoleh desempatan seluas-luasnya untuk berperan serta membantu upaya pencegahan dan penghapusan perdagangan trafiking perempuan dan anak 40 Pasal 38 yaitu sanksi pidana, kepada setiap orang yang melakukan, mengetahui, melindungi, menutup informasi dan membantu secara langsung dan tidak langsung terjadinya perdagangan trafiking perempuan dan anak dengan tujuan melakukan eksploitasi baik dengan persetujuan untuk pelacuran, verja paksa atau pelayan, perbudakan atau praktek serupa perbudakan, pemindahan atau transplantasi organ tubuh, atau segala tindakan yang melibatkan perasaan dan pemanfaatan seksual, tenaga atau kemampuan seseorang oleh pihak lain dengan sewenang-wenang untuk mendapat keuntungan materi maupun non materi dihukum sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 41 . 38 Pasal 4 Perda nomor 6 tahun 2004 39 Pasal 11 Perda nomor 6 tahun 2004 40 Pasal 17 Perda nomor 6 tahun 2004 41 Pasal 38 Perda nomor 6 tahun 2004 Universitas Sumatera Utara

BAB III UPAYA PENGGULANGAN PERDAGANGAN ORANG

Dokumen yang terkait

Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Orang yang Dengan Sengaja Tidak Melaporkan Adanya Tindak Pidana Menguasai Narkotika (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 409/Pid.B/2014/PN.Mdn.)

2 54 90

Penerapan Undang-Undang nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang (Kajian Putusan No.1554/Pid.B/2012/PN.Mdn)

2 99 187

Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Putusan Bebas (vrijspraak) terhadap Terdakwa dalam Tindak Pidana Korupsi (Studi Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Medan No.51/Pid.Sus.K/2013/PN.Mdn)

2 101 101

Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang (Studi Beberapa Putusan Pengadilan Negeri di Indonesia)

1 74 133

Analisa Hukum Pidana Dan Kriminologi Terhadap Putusan Hakim Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

0 43 146

Analisa Hukum Pidana Terhadap Putusan Banding Pengadilan Tinggi Medan Tentang Membantu Melakukan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Analisa Putusan Pengadilan Tinggi Medan No :743/pid/2008/PT-Mdn)

0 71 97

Eksistensi Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Menurut Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 Tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Terhadap Pemberantasan Korupsi (Studi Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang Di Semarang)

0 34 179

Penegakan Hukum Terhadap Oknum Polri Sebagai Pelaku Tindak Pidana Narkotika (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 479/Pid.B/2011/Pn.Mdn)

1 50 102

Pertanggungjawaban Pidana Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Korporasi (Studi Kasus Putusan Pengadilan Tinggi Banjarmasin No. 04/Pid. Sus/2011/Pt. Bjm)

3 98 139

Persepektif Hukum Pidana Islam Terhadap Putusan Pengadilan Tentang Tindak Pidana Kekerasan Atau Penganiayaan Yang Mengakibatkan Cacat Permanen

0 8 89