Hakikat Nilai Budi Pekerti

bertobat, mempunyai rasa malu, adil, menghargai orang lain, ikhlas, sabar, jujur, pemaaf, penolong, bersyukur, bijaksana, berjihad, berani, perwira dan setia. Sifat-sifat tersebut terdapat dalam budi pekerti dan semua manusia mempunyai sifat tersebut, hanya saja tidak semua sifat tersebut dilakukan oleh semua kalangan di masyarakat. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai budi pekerti adalah sesuatu positif, dihargai, dan sudah menyatu dalam diri seseorang yang merupakan ajaran untuk menjalankan kebaikan dan menjauhi larangan.

C. Nilai Budi Pekerti dalam Karya Sastra

Sebuah karya sastra mempunyai makna baik moral maupun norma, salah satunya adalah nilai-nilai budi pekerti. Nilai budi pekerti ini disampaikan oleh penulis melalui sifat tokoh dalam pewayangan pada lampahan Kresna Duta. Setiap karya sastra juga mengandung nilai-nilai yang luhur sehingga dapat mengusik jiwa pembaca. Karya sastra yang ada di dalamnya terdapat ajaran budi pekerti adalah karya sastra yang memuat ajaran-ajaran perbuatan manusia yang berhubungan dengan kebaikan dan keburukan serta tentang bagaimana manusia atau masyarakat harus hidup dan bertindak agar menjadi sosok manusia yang baik budi pekertinya. Pengklasifikasian nilai-nilai budi pekerti dikelompokkan menurut beberapa jenisnya. Jenis-jenis nilai budi pekerti sebagai berikut: 1. Nilai budi pekerti berkaitan dengan hubungan antara manusia dengan Tuhan: berdoa kepada Tuhan ketika hendak melakukan sesuatu, menerima. apapun keadaan yang berasal dari kehendak Tuhan . 2. Nilai budi pekerti yang berkaitan dengan hubungan antara manusia dengan manusia : mengingat jasa baik orang lain, balas budi antar sesama, berterima kasih, cinta kasih antar sesama, melaksanakan kewajiban, melaksanakan perintah, memberikan restu, meminta pendapat, menerima pendapat, saling menghormati, mengingat kebaikan, rela berkorban, dan tolong-menolong. 3. Nilai budi pekerti yang berkaitan dengan hubungan antara manusia dengan diri sendiri: prihatin, bersikap ikhlas, bertanggung jawab, memiliki tekad kuat, mengendalikan amarah, bersikap waspada, dan pantang menyerah Zuriah, 2007: 39. Nilai nilai budi pekerti tersebut merupakan realitas yang ada dalam diri sendiri, orang lain dan masyarakat sekitar, akan tetapi bukan hal tersebut saja yang ditawarkan masih banyak nilai nilai lainnya yang mempunyai makna nilai kehidupan. Dalam cerita wayang purwa yang konteks ceritanya berasal dari agama hindu, terdapat tokoh – tokoh yang sering dinyatakan dengan Tuhan pada masa sekarang. Pada penelitian ini terdapat hubungan mannusia dengan Tuhan Dewa, oleh karena itu klasifikasi nilai budi pekertinya ialah : 1. Nilai budi pekerti hubungan manusia dengan Tuhan Dewa. 2. Nilai budi pekerti hubungan manusia dengan sesama. 3. Nilai budi pekerti hubungan manusia dengan diri sendiri.

D. Wayang

Secara harfiah wayang adalah bayangan, tetapi dalam perjalanan waktu pengertian wayang tersebut berubah dan kini dapat berarti aktor atau artis. Budhy menjelaskan bahwa wayang juga sebagai seni teater yang berarti pertunjukan panggung dimana sutradara dalang ikut bermain, jadi berbeda dengan pertunjukan seperti sandiwara atau film 2000: 2. Ada dasarnya wayang sama halnya dengan film yang dilihat oleh banyak orang dan penonton bisa menebak dan mendukung cerita wayang dengan cara memberikan komentar ada tayangannya. Poerwodarminto 1997:11 menyebutkan wayang dapat diartikan sebagai gambaran atau tiruan manusia yang terbuat dari kayu, kulit, dan sebagainya untuk mempertunjukan suatu lakon cerita. Arti lain dari kata wayang adalah ayang-ayang bayangan, karena yang dilihat adalah bayangan di kelir tabir kain putih sebagai gelanggang permainan wayang. Disamping itu, Sagio dan Samsugi, 1991:4 mengartikan bayangan angan-angan, yang menggambarkan perilaku nenek moyang atau orang yang terdahulu leluhur menurut angan-angan, karena terciptanya segala bentuk wayang disesuaikan dengan perilaku tokoh yang dibayangkan dalam angan-angan. Menurut Sunarto 1991:15. berpendapat bahwa wayang adalah sebuah kata bahasa Indonesia Jawa asli, yang berarti bayang-bayang, atau bayang yang berasal dari akar kata “yang” mendapat tambahan “wa” yang menjadi wayang. Kusumajadi mengatakan wayang adalah bayangan orang yang sudah meninggal Sunarto, 1991:15., jadi orang yang digambar itu sudah meninggal,